ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: September 24, 2021

Accepted Date: January 13, 2022


Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & A.A. Pt. Putra Wibawa

PENERAPAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK BABI DI DESA SAMBIRENTENG KECAMATAN TEJAKULA KABUPATEN BULELENG

Reynaldo, I M., N. W. T. Inggriati, dan G. Suarta

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : reynaldo@student.unud.ac.id , Telp. 089685313827

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi. Penelitian dilakukan di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng, selama tiga bulan yaitu bulan Februari sampai dengan April 2021. Pemilihan lokasi penelitian dan penentuan responden menggunakan metode purposive sampling. Responden berjumlah 35 orang yang ditentukan secara quota sampling. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi digunakan metode analisis Kofisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1997). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi di Desa Sambirenteng tergolong rendah. Fakor-faktor seperti umur, Pendidikan formal, lama beternak, luas lahan yang dimiliki dan keterampilan memiliki hubungan yang tidak nyata (p>0,05) dengan penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi, sedangkan Pendidikan non formal, sikap dan pengetahuan memiliki hubungan yang sangat nyata (p<0,01). Kesimpulan: 1) tingkat penerapan manajemen ternak babi di Desa Sambirenteng tergolong rendah, 2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan manajemen ternak babi adalah; Pendidikan non formal, sikap dan pengetahuan. Saran: Pemerintah setempat diharapkan dapat melakukan penyuluhan tentang penerapan manjemen pemeliharaan ternak babi di Desa Sambireng melalui individu maupun kelompok agar dapat meningkatkan keterampilan, pengetahuan, serta memaksimalkan hasil peternak.

Kata kunci : faktor, sikap, pengetahuan, penyuluhan

THE IMPLEMENTATION OF PIG FARMING MAINTENANCE MANAGEMENT IN SAMBIRENTENG VILLAGE TEJAKULA DISTRICT BULELENG REGENCY

ABSTRACT

This research aims to find out the implementation level of pig farming management and the factors related to the implementation level of pig farming management. It was conducted in Sambirenteng Village, Tejakula District, Buleleng Regency, for three months, from February till April 2021. The location and respondents of this research were determined using the purposive sampling method. There were 35 respondents determined by quota sampling. Rank-Spearman Correlation Coefficient (Siegel, 1997) method was applied in this research to identify the factors related to the implementation of pig farming management. The results showed that the implementation of pig farming management in Sambirenteng Village belongs to a low level. The factors such as age, formal education, time to farm the pigs, land area owned, and creativity have unreal relation (p>0,05) to the implementation of pig farming management. On the other hand, non-formal education, attitude, and knowledge have a real relationship (p<0,01). The conclusion: 1) The implementation level of pig farming management in Sambirenteng Village is still at the low level. 2) The factors related to the implementation level of pig farming management are non-formal education, attitude, and knowledge. Suggestion: The local government can provide counseling about the implementation of pig farming management in Sambireng Village through individuals and groups in order to improve skills, knowledge, and maximize farming results.

Keyword: factors, attitudes, knowledge, counseling

PENDAHULUAN

Ternak babi merupakan salah satu ternak yang sangat melekat dengan kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Pemeliharaan ternak babi oleh masyarakat Bali umumnya sebagai usaha sambilan dan juga dimanfaatkan untuk keperluan pada saat upacara keagamaan. Kebutuhan ternak babi untuk komsumsi lokal (domestik) maupun ekspor terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan dan peningkatan kesadaran masyarakat akan gizi. Kebutuhan ini belum dapat dipenuhi karena perkembangan produksi dan produktifitas babi masih rendah, hal ini terjadi karena sistem pemeliharaan ternak babi masih bersifat tradisional (Ginting, 2001).

Ternak babi di daerah Bali masih mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang ekonomi masyarakat khususnya di perdesaan. Sekitar 80% rumah tangga di perdesaan memelihara ternak babi yang jumlahnya antara tiga sampai lima ekor, meskipun bersifat sambilan, namun terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat

diandalkan oleh keluarga. Peternak di Bali lebih banyak memilih babi ras jenis peranakan landrace untuk diternakan dibandingkan babi bali atau jenis babi lainnya. Alasannya, babi peranakan landrace pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan babi jenis lain. Babi landrace juga memiliki kandungan lemak yang lebih sedikit dibandingkan dengan babi bali (Budaarsa, 2014).

Masyarakat desa Sambirenteng, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mengembangkan diri berbagai macam bidang pekerjaan. Sebagian besar penduduk di Desa Sambirenteng adalah petani kebun. Meskipun tidak ada perkebunan yang berskala besar, tetapi pertanian skala rumah tangga seperti jagung, ketela pohon, mangga, pisang, gula merah dari pohon aren, kebun kelapa dan nelayan (Monografi Desa Sambirenteng, 2010). Disamping itu mereka juga memelihara ternak babi sebagai usaha sampingan. Kondisi pembangunan peternakan babi di Desa Sambirenteng saat ini masih minim dan pemeliharaan ternak babi masih tradisional. Kandang babi dibuat dari bahan seadanya bahkan masih ada ternak babi yang diikat dibawah pohon, pakan diambil dari limbah rumah tangga, dan peternak tidak memahami konsep-konsep dalam beternak dengan baik sehingga penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi tidak berjalan dengan baik dan produktivitas ternak babi tidak maksimal.

Untuk mendapatkan ternak babi yang memiliki produktivitas yang tinggi seperti pertumbuhan yang cepat dan memiliki anak dalam jumlah yang banyak, sehingga dapat memberikan penghasilan yang tinggi, maka peternak harus melaksanakan penerapan manajemen pemeliharaan dengan baik. Manajemen pemeliharaan meliputi 1). Pemilihan bibit, 2).Pemberian pakan, 3). Perkandangan, 4). Tatalaksana produksi, 5). Pencegahan dan pengendalian penyakit, 6). Pengolahan limbah, 7). Penanganan pascapanen dan pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif, dimana fokus dari penelitian ini adalah untuk mencari dan mengukur pola keterkaitan korelasi antar variabel. Jenis pendekatan yang digunakan adalah analisis deskripsi kuantitatif dengan penelitian explanotory research (Kuncoro, 2007:56). Penelitian explanatory research merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel X dan Y. Menurut

Singarimbun dan Effendi (1995:5) penelitian explanatori adalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Kemudian metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dimana biasanya dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui: siapa mereka, apa yang mereka pikir, rasakan, atau kecenderungan suatu tindakan. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:5) metode survey adalah metode yang mengambil data dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai pengumpulan alat data yang pokok sehingga penelitian survey bertujuan untuk mengetahui pendapat responden, data yang akan diperoleh dari pengambilan sampel dalam populasi yang akan diteliti.

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sambirenteng, kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan dengan metode “Purposive Sampling” yaitu metode penentuan lokasi yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Hadi, 1983). dasar pertimbangan yang dipakai dalam memilih lokasi penelitian ini adalah:

  • 1.    Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng terletak di lokasi strategis dan mudah diakses.

  • 2.    Desa Sambirenteng memiliki populasi Ternak Babi yang cukup banyak di Kabupaten Buleleng.

  • 3.    Belum adanya penelitian mengenai manajemen usaha ternak babi di lokasi ini sebelumnya.

Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu:

  • a.    Tahap persiapan dan pengumpulan informasi lapangan (pra survey) dilaksanakan pada bulan Februari 2021.

  • b.    Tahap wawancara dan pengumpulan data, dilaksanakan pada bulan Maret 2021.

  • c.    Tahap pengelolaan data dan penyusunan tulisan dilaksanakan pada bulan April 2021.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh peternak babi yang berada di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Wilayah Desa Sambirenteng terbagi menjadi dua daerah yaitu daerah bukit dan daerah pesisisir. Karena terbatasnya waktu, biaya dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti. Maka untuk mewakili populasi peternak yang ada di Desa Sambirenteng Penentuan sampel ditentukan secara quota sampling sebanyak 35 orang yang diharapkan nantinya dapat mewakili populasi yang ada. Responden dipilih secara purposive

sampling yaitu peternak yang memelihara babi minimal lima ekor dan beternak minimal selama lima tahun.

Defenisi Operational Penelitian

  • 1.    Umur peternak, adalah umur peternak saat dilaksanakan penelitian dihitung dalam Tahun (X1).

  • 2.    Pendidikan formal, adalah lama waktu peternak menempuh pendidikan di bangku sekolah secara formal dihitung dalam Tahun (X3).

  • 3.    Pendidikan non formal, adalah pendidikan diluar bangku sekolah seperti kursus yang berkaitan dengan manajemen ternak babi yang pernah diikuti oleh peternak dihitung berdasarkan frekuwensi atau berapa kali mengikuti (X4).

  • 4.    Penguasaan lahan, adalah luas lahan yang dikuasai oleh peternak saat dilaksanakan penelitian dihitung dalam satuan hektar (ha) (X4).

  • 5.    Jumlah kepemilikan ternak, adalah jumlah kepemilikan ternak saat dilaksanakan penelitian dihitung dalam satuan ekor (X5).

  • 6.    Lama beternak, adalah pengalaman yang dimiliki oleh peternak selama beternak babi yang dihitung dalam Tahun (X6).

  • 7.    Pengetahuan peternak tentang manajemen ternak babi, adalah sesuatu yang dikenal, disadari dan dimengerti sehingga pada akhirnya seseorang menjadi pandai, dalam hal ini yaitu penegetahuan yang dimiliki peternak dalam beternak babi (X7).

  • 8.    Sikap peternak terhadap penerapan manajemen ternak babi, adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu hal/objek yang mencerminkan pengetahuan yang disertai kesiapan untuk bertindak, dalam hal ini yaitu sikap peternak terhadap penerapan manajemen ternak babi (X8).

  • 9.    Keterampilan dalam beternak babi, adalah peternak yang memelihara ternak babi yang mampu menangani setiap masalah dalam beternak diukur dengan persentasi peternak yang semakin terampil dalam beternak babi (X9).

  • 10.    Tingkat penerapan manajemen ternak babi, adalah cara penaganan/pemeliharaan ternak babi secara intensif dengan tujuan memaksimalkan produksi (Y).

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode survei yaitu suatu cara pengumpulan data dengan jalan medatangi dan mewawancarai responden secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuisioner yang sudah disiapkan sebelumnya

(Singarimbun dan Effendi, 1989), Data primer yang dikumpulkan meliputi data pribadi responden seperti: umur, tingkat pendidikan, jumlah pemilikan ternak, luas lahan yang dimiliki, pengetahuan, sikap, dan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi serta beberapa data penunjang seperti pendidikan non formal yang pernah diikuti oleh responden. Data sekunder untuk melengkapi hasil penelitian diperoleh dari Kantor Kepala Desa, Dinas Peternakan Kabupaten Buleleng Provinsi Bali dan dikumpulkan dengan metode arsip.

Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu: (1) Sikap/karakteristik ,responden; (2) Penerapan manajemen ternak babi. Variabel diukur dengan menerapkan skala Likert. Yaitu pemberian skor dengan membentuk lima kategori jawaban yang dinyatakan dengan bilangan bulat 1,2,3,4 dan 5 untuk setiap jawaban, berdasarkan derajat respon dari responden terhadap pernyataan yang diajukan. Untuk setiap jawaban yang paling diharapkan (paling benar) di beri skor 5. Skor semakin menurun sesuai dengan penurunan derajat responen dari sehingga skor yang terendah yaitu 1 diberi untuk jawaban yang tidak diharapkan (salah).

Tabel 1. kategori pencapaian skor

Kategori Variabel

Pencapaian skor

Penerapan manajemen

Pengetahuan

Sikap

keterampilan

>4,2 – 5

Sangat

Sangat

Sangat

Sangat tinggi

tinggi

tinggi

positif

>3,4 – 4,2

Tinggi

Tinggi

Positif

Tinggi

>2,6 – 3,4

Sedang

Sedang

Ragu-ragu

Sedang

>1,8 – 2,6

Rendah

Rendah

Negative

Rendah

1 – 1,8

Sangat

Sangat

Sangat

Sangat

rendah

rendah

negative

rendah

Instrumen Penelitian

Data primer diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Kuisioner untuk peternak berisikan pertanyaan mengenai identitas, sikap, pengetahuan, keterampilan dan penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.

Analisis data

Untuk menguji hipotesis 1 menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Yaitu suatu analisis berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta –

fakta dan sifat dari obyek yang diteliti dengan menggambarkan hubungan antar variabel yang telibat di dalamnya.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen ternak babi seperti umur, Pendidikan formal, Pendidikan non formal, kepemilikan lahan, kepemilikan ternak, lama beternak, pengetahuan peternak tentang sapta usaha ternak babi, sikap terhadap sapta usaha ternak babi dan keterampilan peternak dalam beternak babi (menguji hipotesis 2) menggunakan metode koefisien korelasi jenjang spearman (Siegel,1997) dengan rumus :

n(n2 - 1)

Keterangan :

^      = koefisien korelasi

di   = Selisih jenjang unsur yang diobservasi

n = banyaknya pasangan unsur yang diobservasi

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat probabilitas 1% atau 5 %. Maka kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :

Hipotesis penelitian diterima apabila t hitung > t tabel pada P ≤ 0,01 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang sangat nyata. Apabila ^-hitung > ^tabel pada P 0,05 – 0,10 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang nyata. Apabila ^hitung > ^tabel pada P > 0,10 dari kedua variabel yang diiuji maka terdapat hubungan yang tidak nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden

Adapun Karakteristik responden yang merupakan masyarakat Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut.

Umur

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rataan umur responden adalah 52 tahun dengan kisaran 23 – 66 tahun. Sebagian besar responden memiliki umur 51-60 tahun yakni sebanyak

19 orang (54,28%), serta responden dengan umur 31-40 tahun yakni 1 orang (2,85%) (Tabel 2).

Hasil penelitian menunjukkan faktor umur peternak, rs 0,031 dan t hitung 0,179 hal ini berarti bahwa umur tidak berhubungan nyata (P < 0,10) dengan tingkat penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi. Hal ini menunjukkan bahwa umur peternak babi tidak berpengaruh terhadap penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi. Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya perbedaan perilaku antara peternak muda dengan peternak tua. Berbeda halnya dengan pendapat Sari, et al., (2009) menyatakan bahwa variabel umur berpengaruh negatif terhadap adopter cepat, hal ini menunjukkan orang yang muda umurnya lebih inovatif dari pada mereka yang berumur lebih tua.

Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

Umur

Jumlah Responden

Persentase %

20 – 30

3

8,57

31 – 40

1

2,85

41 – 50

7

20,00

51 – 60

19

54,28

>61

5

14,28

Jumlah

35

100,00

Pendidikan formal

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rataan lama pendidikan formal responden adalah 8,2 tahun yang setara dengan sekolah menengah pertama (SMP). Data pendidikan formal ini sangat beragam dari pendidikan sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi (S1). Sebagian besar responden adalah peternak dengan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) 20 orang (57,14%) dan sebagian kecil yaitu sebanyak 2 orang (5,71%) tidak bersekolah (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan formal

Pendidikan Formal

Jumlah Responden

Persentase %

tidak sekolah

2

5,71

SD

20

57,14

SMP

2

5,71

SMA

6

17,14

Perguruan Tinggi

5

14,29

Jumlah

35

100,00

Pendidikan formal, rs 0,094 dan t hitung 0,542 hal ini berarti Pendidikan formal tidak berhubungan nyata dengan penerapan manajemen pemeliharaan. Hal ini menunjukan bahwa di Desa Sambirenteng Pendidikan formal tidak mempengaruhi penerapan manajemen ternak karena pemeliharaan ternak babi. Pada umumnya tingkat Pendidikan yang tinggi, produktivitasnya juga akan semakin tinggi karena rasional dalam berfikir dibanding dengan yang tingkat pendidikan rendah, yang sulit untuk mengadopsi inovasi baru dan relatif bimbang dalam mangambil keputusan namun hal tersebut tidak berlaku untuk peternak yang ada di Desa Sambirenteng. Hal ini didukung oleh Suarta et al., (2020) yang menyatakan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya semakin baik.

Pendidikan non formal

Hasil penelitian menunjukan bahwa, sebagian besar responden yaitu sebanyak 30 (85,71%) tidak pernah mengikuti pendidikan non formal dan hanya 5 orang (14,28%) pernah mengikuti 1 sampai 2 kali pernah mengikuti pendidikan non formal (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan non formal

Pendidikan Non Formal

Jumlah Responden

Persentase %

tidak pernah

30

85,71

1 - 2 kali

5

14,28

3 - 4 kali

5 - 6 kali

>6

Jumlah

35

100,00

Pendidikan non formal, t hitung 2,910 hal ini berarti Pendidikan non formal berhubungan nyata (P > 0,05) dengan tingkat penerapan manajemen pemeliharaan, dan rs 0,452 hal ini berarti bahwa variable pendidikan non formal memberikan pengaruh terhadap penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi. Sebagian besar peternak (85,71%) di Desa Sambirenteng belum pernah mengikuti pendidikan non formal atau penyuluhan, hal ini dikarenakan kurangnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Inggriati et all., (2014) bahwa penyuluhan di Bali perlu ditingkatkan kembali kerjanya sehingga terbukti berhasil. Apabila peternak mendapatkan penyuluhan yang baik dari instansi terkait maka akan sangat baik untuk peternak dalam menambah pengetahuan dan ketrampilan dari peternak. Hal ini sejalan dengan pendapat Samsudin dan

Mardikanto dalam Inggriati (2014) bahwa, untuk mengubah perilaku sasaran, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak setuju menjadi setuju, dan dari tidak terampil menjadi terampil, sampai menerapkan secara penuh suatu inovasi diperlukan penyuluhan yang efektif.

Kepemilikan lahan

Lahan yang dimiliki oleh responden berupa pekarangan dan perkebunan, dengan kisaran antara 0,02 ha sampai dengan 1,03 ha. Sebanyak 33 orang (94,28%) responden memiliki lahan < 1 hektar, serta hanya 2 orang (5,71%) yang memiliki lahan > 1 – 2 hektar (Tabel 5).

Tabel 5.Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepemilikan lahan

Penguasaan Lahan           Jumlah Responden

Persentase %

< 1 hektar                        33

> 1 - 2 hektar                        2

  • >    3 - 4 hektar

  • >    5 - 6 hektar

  • >    6 hektar

94,28

5,71

Jumlah                       35

100,00

Luas lahan, rs 0,039 dan t hitung 0,224 hal ini berarti luas lahan tidak berhubungan nyata (P < 0,10) dengan penerapan manajemen pemeliharaan. Luas lahan tidak berpengaruh terhadap penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi di Desa Sambirenteng, karena lahan yang dimiliki oleh peternak hanya dimanfaat untuk pembuatan kandang. Hal ini bearti tidak ada pengaruh terhadap peternak yang memiliki lahan yang luas maupun lahan yang sedikit. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kertasapoetra dalam Inggriati (2014) bahwa, lahan merupakan tanah yang dikuasai oleh petani per satuan luas, dan semakin luas lahan yang dikuasai akan semakin tinggi dorongan petani untuk mengolah lahannya.

Kepemilikan ternak

Hasil penelitian menunjukan sebagian besar peternak yaitu sebanyak 23 orang (65,71%) memiliki ternak 5-10 ekor, sedangkan yang terendah yaitu sebanyak 4 responden (11,42%) memiliki ternak babi antara 16-20 ekor (Tabel 6). Rataan pemilikan ternak babi sebanyak 10 ekor per keluarga, dengan kisaran antara 5 sampai 20 ekor.

Kepemilikan ternak babi, t hitung 3,009 hal ini berarti kepemilikan ternak berhubungan nyata (P > 0,01) dengan tingakat penerapan manajemen pemeliharaan, dan rs 0,464 semakin banyak jumlah ternak yang dimiliki maka tingkat penerapan manajemen semakin baik juga. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Rogers dan Shoemaker dalam Lamputra, (2005) yang

menyatakan bahwa banyak sedikitnya ternak yang dipelihara akan mempengaruhi petani ternak untuk belajar lebih giat terhadap teknologi baru.

Tabel 6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepemilikan ternak

Kepemilikan Ternak

Jumlah Responden

Persentase %

5 - 10 ekor

23

65,71

11 - 15 ekor

8

22,85

16 - 20 ekor

4

11,42

21 - 25 ekor

> 25 ekor

Jumlah

35

100,00

Lama beternak

Rataan lama beternak babi dari responden adalah 19,7 tahun, yang berkisar anatara 5 tahun sampai 45 tahun. Kebanyakan responden yaitu 16 orang (45,71%) memiliki pengalaman beternak babi antara 5-10 tahun, dan 2 responden (5,71%) memiliki pengalaman beternak selama 16-20 tahun (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama beternak

Lama Beternak

Jumlah Responden

Persentase %

5 - 10 Tahun

16

45,71

11 - 15 Tahun

3

8,57

16 - 20 Tahun

2

5,71

21 - 25 Tahun

3

8,57

>25 tahun

11

31,42

Jumlah

35

100,00

Lama beternak, rs 0,069 dan t hitung 0,397 hal ini berarti lama beternak tidak berhubungan nyata (P < 0,10) dengan penerapan manajemen pemeliharaan. Hal ini berarti bahwa pengalaman beternak tidak memberikan pengaruh terhadap penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi. Soekartawi (2005) mengatakan bahwa pengalaman beternak suatu hal yag mendasar pada seseorang dalam mengembangkan usahanya dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usahanya. Pada penelitian ini pengalaman memiliki hubungan yang tidak nyata dengan penerapan manajemen ternak babi karena pengalaman yang mereka miliki kurang. Pengalaman sedikit karena kurangnya informasi tentang penerapan manjemen yang akan berpengaruh terhadap pengalaman mereka tentang beternak babi yang baik.

Pengetahuan peternak

Tingkat pengetahuan tentang manajemen ternak babi tergolong sedang dengan pencapaian skor rata-rata 2,9, yang berkisar antara rendah dengan skor 2,4 sampai tinggi dengan skor 3,9.

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 32 orang (91,42%) masuk dalam kategori tinggi dan hanya 1 orang (2,85%) berkategori tinggi (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan peternak

Pengetahuan Peternak

pencapaian skor

jumlah responden

Persentase %

Kategori

4,2 – 5

Sangat tinggi

3,4 - 4,2

1

2,85

Tinggi

2,6 - 3,4

32

91,42

Sedang

1,8-2,6

2

5,71

Rendah

1 - 1,8

Sangat rendah

Jumlah

35

100,00

Pengetahuan peternak, t hitung 2,751 hal ini berarti pengetahuan peternak berhubungan nyata (P > 0,05) dengan penerapan manajemen pemeliharaan dan rs 2,751 hal ini berarti bahwa Semakin tinggi pengetahuan peternak dalam beternak babi maka akan semakin tinggi penerapan manajemennya. Hal ini disebabkan karena pengetahuan mempengaruhi pola pikir mereka dan mempunyai peranan penting dalam memunculkan motivasi seseorang terhadap suatu objek. Supriyanto (1978) menyatakan bahwa orang yang mempunyai pengetahuan lebih tinggi tentang suatu inovasi tersebut cenderung akan menerapkan inovasi lebih baik daripada mereka yang memiliki pengetahuan rendah. Lebih lanjut Spriyanto menyatakan bahwa pengetahuan sangat menunjang kelancaran petani dalam mengadopsi suatu inovasi untuk kelangsungan usaha taninya.

Sikap peternak

Sikap peternak terhadap penerapan manajemen ternak babi, berkisar antara positif dengan skor 4,1 sampai sangan positif dengan skor 4,8 dengan rataan skor yang dicapai adalah 4,4 tergolong dalam kategori sangat positif. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 25 orang (71,42%) berkategori sangat positif dan 10 orang (28,57%) berkategori positif (Tabel 9).

Sikap peternak, t hitung -2,223 hal ini berarti sikap peternak berhubungan nyata (P < 0,05) dengan penerapan manajemen pemeliharaan dan rs -0,361 maka dapat dikatakan bahwa sikap yang semakin positif dapat menurunkan penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Donnelly dalam Inggriati (2014), yang menyatakan bahwa, sikap adalah determinan perilaku karena berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap merupakan salah satu faktor penting dalam tingkah laku sosial masyarakat berkenaan mau tidaknya seseorang menerapkan suatu teknologi baru (Sanjaya, 2013).

Tabel 9. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap peternak

Sikap Peternak

pencapaian skor

jumlah responden

Persentase %

Kategori

4,2 – 5

25

71,42

Sangat positif

3,4 - 4,2

10

28,57

Positif

2,6 - 3,4

Ragu-ragu

1,8-2,6

Negative

1 - 1,8

Sangat negative

Jumlah

35

100

Keterampilan peternak

Keterampilan peternak tentang manajemen ternak babi tergolong tinggi dengan skor rata-rata 3,8, yang berkisar antara sedang 2,9 sampai sangat tinggi 4,9. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 30 orang (85,71) berkategori tinggi dan hanya 2 orang (5,71%) berkategori tinggi (Tabel 10).

Tabel 10. Distribusi frekuensi responden berdasarkan keterampilan peternak

Keterampilan Peternak

pencapaian skor

jumlah responden

Persentase %

Penerapan

4,2 – 5

2

5,71

Sangat Tinggi

3,4 - 4,2

30

85,71

Tinggi

2,6 - 3,4

3

8,57

Sedang

1,8-2,6

Rendah

1 - 1,8

Sangat Rendah

Jumlah

35

100

Keterampilan peternak rs 0,098 dan t hitung 0,565 hal ini berarti terdapat hubungan yang tidak nyata (P < 0,10) hal ini terjadi karena, peran penyuluh tentang penerapan manajemen ternak babi belum terlakasana dengan optimal. Sikap peternak dalam kategori sangat tinggi, pengetahuan peternak tentang penerapan manajemen pemeliharaan dalam kategori tinggi. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan dalam kategori tinggi sehingga perlu ditingkatkan menjadi sangat tinggi. Untuk meningkatkan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan, sehingga peternak terampil dalam penerapan manajemen ternak babi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mardikanto dalam Inggriati, (2014) bahwa, peningkatan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan (training) dalam sebuah proses penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Penerapan manajemen

Tingkat Penerapan manajemen ternak babi pada responden tergolong rendah dengan pencapaian skor rata-rata 2,2, yang berkisar antara sangat rendah dengan skor 1,6 sampai sedang dengan skor 2,8. Kebanyakan responden yaitu 27 orang (77.14 %) masuk dalam kategori rendah dan hanya 2 orang (5.71%) masuk salam kategori sedang (Tabel 11).

Tabel 11. Distribusi frekuensi responden berdasarkan penerapan manajemen

Penerapan Manajemen

pencapaian skor

jumlah responden

Persentase %

kategori

4,2 - 5

Sangat Tinggi

3,4 - 4,2

Tinggi

2,6 - 3,4

2

5.71

Sedang

1,8-2,6

27

77.14

Rendah

1 - 1,8

6

17.14

Sangat Rendah

Jumlah

35

100

Faktor karakteristik yang berhubungan dengan penerapan manajemen

Dari hasil analisis data dengan uji koefisien korelasi jenjang spearman menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan penerapan manajemen ternak babi, seperti kepemilikan ternak memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01), faktor Pendidikan non formal, sikap peternak dan pengetahuan peternak memiliki hubungan yang nyata (P<0,05), faktor lama beternak dan luas lahan yang dikuasai memiliki hubungan yang tidak nyata (P<0,10), faktor umur dan Pendidikan formal memiliki hubungan yang sangat tidak nyata (P>0,10) dengan penerapan manajemen ternak babi di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng. Rincian data selengkapnya mengenai analisis hubungan menggunakan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman disajikan pada tabel 12.

Tabel 12. Hasil analisis koefisien korelasi jenjang spearman untuk variabel yang diamati

No

Faktor-Faktor

rs

t hitung

1

Umur

0,031

0,179tn

2

Pendidikan formal

0,094

0,542 tn

3

Pendidikan nonformal

0,452

2,910 n

4

Kepemilikan ternak babi

0,464

3,009 sn

5

Luas lahan yang dikuasai

0,039

0,224 tn

6

Lama beternak babi

0,069

0,397 tn

7

Sikap Peternak

-0,361

-2,223n

8

Pengetahuan peternak

0,432

2,751n

9

Keterampilan peternak

0,098

0,565tn

Keterangan :

n          : nyata

sn         : sangat nyata

tn          : tidak nyata

t tabel (0,01) db 33 = 2,444

t tabel (0,05) db 33= 1,692

t tabel (0,10) db 33 =1,30

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penerapan manajemen pemeliharaan ternak babi di Desa Sambirenteng belum terlaksana dengan baik sehingga dalam usaha beternak babi belum dimanfaatkan secara maksimal. Faktor yang berhubungan dengan tingkat Dari hasil penelitian ini disarankan bahwa untuk mempertahanan kualitas eksternal telur yaitu berat telur dan kualitas internal telur yaitu indeks putih telur dan penerapan manjemen pemeliharaan ternak babi yaitu Pendidikan non formal, sikap dan pengetahuan sedangkan pada umur, Pendidikan formal, lama beternak, kepemilikan ternak, luas lahan, keterampilan tidak berhubungan nyata dengan penerapan manajemen ternak babi di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng.

Saran

Di harapkan pemerintah setempat melakukan penyuluhan tentang penerapan manjemen pemeliharaan ternak babi di Desa Sambireng melalui individu maupun kelompok agar dapat meningkatkan keterampilan, pengetahuan, serta memaksimalkan hasil peternak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU. selaku Rektor Universitas Udayana dan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. 2011. Metode Penelitian Untuk Public Relations Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Budaarsa, K. 2014. Potensi Ternak Babi di Bali.

Ginting N. 2001. Teknik Beternak Babi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumatera Utara.

Hadi, S. 1983. Statistik II, Andi Offset. Yogyakarta.

Inggriati, T. N. W. 2014. Perilaku Peternak Sapi Bali Perbibitan dalam Sistem Penyuluhan di Bali.(Disertasi). Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar. https://scholar.google.com/citations?user=fjyzYqYAAAAJ&hl=id&oi=sra (28 juli 2021).

Pfizer. 1992. Beternak Babi Sukses. Divisi Kesehatan Hewan PT Pfizer Indonesia. Jakarta.

Rivo EK, Panelewen VVJ, Manese MAV, Santa N. 2014. Efisiensi Penggunaan Input Pakan dan Keuntungan Pada Usaha Ternak Babi di Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Zootek Journal. 34(1): 62-74.

Rodriguez-Zas SL, Southey BR, Knox RV, Connor JF, Lowe JF, Roskamp BJ. 2003. Bioeconomic evaluation of sow longevity and profitability. J Anim Sci. 81: 29152922.

Rogers, E. M. Dan Shoemaker, F. F. 1971. Communication of Innovations. The Free Press, New York.

Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F. 1971. Communication of Innovations. The Free Press, New York.

Sari, A.R., Trisakti, H. Dan Suci, P.S. 2009. Karakteristik Katagori Adopter dalam Inovasi Feed Additive Herbal Untuk Ayam Pedaging. Buletin Peternakan Vol. 33 (3): 1962013. Yogyakarta.

Setiawan, H. 2017. Pengaruh Karakteristik Peternak Terhadap Motivasi Beternak Sapi Potong di Kelurahan Bangkalan Kecamatan Maiwa. (skripsi). Universitas Hasanudin, Makasar.

Siegel, Sidney. 1997. “Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu sosial” Dialihbahasakan oleh Zanzawi Suyuti dan Landung Siamtupang. Jakarta.

Sihombing, D.T.H. 2006. Petunjuk Praktis Beternak Babi. Fakultas Peternakan, IPB. Edisi Kedua, Bogor.

Sinaga S, Martini S. 2010. The Effect Adding Various Dossage Curcuminoid in Ration on Feed Efficiency of Stater Pigs. Jurnal Ilmu Ternak. 10(2): 95-101.

Singarimbun, M dan Effendi, S. 1981. Metodologi Penelitian Survai. LP3S. Jakarta.

Soedijanto. 1987. Beberapa Konsep-Konsep Proses Belajar dan Implikasinya. BLPP. Ciawi, Bogor.

Suarta, G, N. Suparta, I G. N. G Bidura, B. R. T. Putri. 2020. Effective communication models to improve the animal cooperatives performance in Bali-Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Research 2020 vol. 12 (4): 3776 – 3785.

Sugiyono, 2001. Metode Penelitian, CV Alfa Beta : Bandung.

Sumardani NLG dan Ardika IN. 2016. Populasi dan Performa Reproduksi Babi Bali Betina di Kabupaten Karangasem Sebagai Plasma Nutfah Asli Bali. Majalah Ilmiah Peternakan. 19(3): 105-109.

Supriyanto.1978. Adopsi Teknologi Baru di Kalangan Petani Tanaman Hias di Kelurahan Sukabumi Hilir. Agroenomika. Bogor.

Reynaldo, I M., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 : 51-67

Page 67