PENGARUH ENERGI METABOLIS DAN PROTEIN RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN ORGAN DALAM AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) BETINA UMUR 30 MINGGU
on
FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]
PENGARUH ENERGI METABOLIS DAN PROTEIN RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN ORGAN DALAM AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) BETINA UMUR 30 MINGGU Oleh:
Wiranata, G. A., I G. A. M. K. Dewi, dan R. R. Indrawati FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA, DENPASAR Email: [email protected] HP. 081999144592
ABSTRAK
Penelitian mengenai pengaruh pemberian ransum dengan tingkat Energi Metabolis dan Protein Kasar yang berbeda terhadap persentase karkas dan organ dalam ayam kampung betina umur 30 minggu dilaksanakan di Desa Peguyangan Kaja, Denpasar Utara, Provinsi Bali. Penelitian ini berlangsung selama 10 minggu. Rancangan yang digunakan didalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan yaitu ransum dengan kandungan Energi Metabolis (EM) 3100 kkal/kg dan Protein Kasar (PK) 22% (perlakuan A) dan perlakuan B, C dan D menggunakan Energi Metabolis dan Protein Kasar masing-masing 3000 kkal/kg dan 20 %; 2900 kkal/kg dan 18 %; 2800 kkal/kg dan 16 %. Masing-masing perlakuan mendapat empat kali ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan, terdapat 48 ekor ayam kampung yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot potong, berat karkas, persentase karkas, dan organ dalam (persentase hati, persentase jantung, persentase limfa, dan persentase ginjal). Kemudian, data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda dari Duncan (Duncan Multiple Range Test) menurut Steel dan Torrie (1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan imbangan energi metabolis dan protein (3100 kkal/kg dan 22 %(140,90); 3000 kkal/kg dan 20 % (150); 2900 kkal/kg dan 18 % (161,11); 2800 kkal/kg dan 16 % (175)) berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, persentase organ dalam antara lain hati, jantung, limfa dan ginjal pada ayam kampung betina umur 30 minggu. Dari hasil penelitian ini disimpulkan pengaruh energi metabolis dan protein ransum 3100 kkal/kg dan 22 % (140,90) memberikan bobot potong, berat karkas, persentase karkas lebih baik serta persentase jantung yang lebih rendah dari perlakuan ransum dengan energy metabolis dan protein 3000 kkal/kg dan 20 % ; 2900 kkal/kg dan 18 % ; 2800 kkal/kg dan 16 %.
Kata kunci : Ayam kampung betina, energy, protein, berat badan, karkas dan organ dalam
Influence Metabolic Energy and Crude Protein about Carcass Percentage and Internal’s Organ in 30 weeks’ female chicken.
ABSTRACT
Research on the effect of ration with Metabolic Energy and Crude Protein levels on the ration to the percentage of 30 weeks’ female chicken carcasses and internal organs which held in Peguyangan Kaja village, North Denpasar, Bali Province. The design used in this study is
completely randomized design (CRD) with four treatments with the content of the ration Metabolic Energy (ME) 3100 kcal / kg and Crude Protein (CP) 22 % (treatment A) and treatment B, C and D by using Energy Metabolic and Crude Protein and for each treatment received 3000 kcal / kg and 20 % ; 2900 kcal / kg and 18 % ; 2800 kcal / kg and 16 %. Each treatment received four replications with the result that there are 16 units of the experiment. There are 48 chickens were used in the research. Variables observed in this study were heavily cut, carcas weight, carcass percentage, liver percentage, heart percentage, lymph percentage, and kidneys percentage. Then, the data were analyzed with analysis of variance, if there is a difference between the real treatments (P<0.05) then followed by the Duncan's Multiple Range Test according to Steel and Torrie (1989). The results showed that administration of rations with a proportion of Crude Protein and Metabolic Energy (3100 kcal / kg and 22 % (140,90); 3000 kcal / kg and 20 % (150) ; 2900 kcal / kg and 18 % (161,11) ; 2800 kcal / kg and 16 % (175)) did not really different (P>0.05) to heavily cut, carcass percentage, internal organs percentage such as the liver, heart, lymph and kidney in 30 weeks’ female chicken. The conclusion the effect of energy ration and protein ration is the influence of metabolizable energy and protein ration of 3100 kcal / kg and 22% (140.90) gives slaughter weight, carcass weight, carcass percentage and the percentage the better lower kidney of the treatment ration metabolizable energy and protein with 3000 kcal / kg and 20%; 2900 kcal / kg and 18%; 2800 kcal / kg and 16%.
Keyword : kampung female chicken, energy, protein, body weight, carcas and inner organs
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang telah lekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, digunakan sebagai salah satu sumber protein hewani, khususnya di Bali yang mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu warna bulu pada ayam kampung sangat erat kaitannya dengan sarana upakara. Penampilan ayam kampung sampai saat ini masih sangat beragam, begitu pula dengan sifat genetiknya. Warna bulu, ukuran tubuh, dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin keragaman genetik ayam kampung.
Penyebaran ayam kampung di Indonesia sangat luas, ayam kampung dapat dijumpai di perkotaan maupun pedesaan. Ayam kampung memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan terutama untuk meningkatkan gizi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan protein hewani yang berasal dari ayam kampung semakin lama semakin meningkat di pasaran. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2011) jumlah ayam kampung yang terdapat di provinsi Bali sebanyak 4.396.174 ekor). Sehingga usaha dalam bidang budidaya unggas lokal sangat besar peluangnya, dimana ini dilihat dari keunggulan – keunggulan serta potensi dari
unggas lokal terutama ayam kampung yang telah membudaya pemeliharaannya sebagai usaha sampingan baik di desa maupun di kota. Karena memiliki daya adaptasi yang tinggi dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan perubahan iklim maupun cuaca maka ayam kampung memiliki berbagai kelebihan selain itu daging dan telurnya sangat disukai masyarakat karena memiliki rasa yang lebih gurih sehingga harganya relatif lebih mahal. Selain daging dan telurnya, bagian organ dalam seperti hati, jantung, limfa dan usus masih memiliki nilai ekonomis. Organ dalam (hati, jantung, limfa dan usus) digunakan sebagai bahan utama pembuatan cemilan yang diminati masyarakat, berupa kripik usus, keripik hati, kripik limfa, dll. Ayam kampung juga memiliki penyebaran yang merata dari dataran rendah hingga dataran tinggi.
Kondisi yang terkait mengenai masalah utama didalam pengembangan usaha ayam kampung yakni rendahnya produktivitas ayam kampung. Menurut Zakaria (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor rendahnya produktivitas ayam kampung yakni sistem pemeliharaannya yang bersifat tradisional dan tata laksana pemberian pakannya belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi.
Masih beragamnya potensi genetik dan rendahnya potensi ayam kampung dibandingkan dengan ayam ras pedaging maupun ayam ras petelur tipe ringan maka masih perlu adanya perhatian pada tata laksana yang diberikan antara lain pakan, kandang, pencegahan, pengendalian dan pengobatan penyakit maka penelitian ini dilakukan khusus pada tata laksana pakannya.
Hingga saat ini acuan dalam pemberian ransum pada ternak ayam masih menggunakan rekomendasi dari Scott et al. (1982) dan NRC (1994). Menurut Scott et al. (1982) kebutuhan energi termetabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu sebesar 2600-3100 kkal/kg dan protein pakan antara 18% - 24%, sedangkan menurut NRC (1994) kebutuhan energi metabolis dan protein masing – masing 2900 kkal/kg dan 18%. Standar ini digunakan pada ayam ras, sedangkan pada ayam kampung standar kebutuhan energi dan protein yang dipelihara didaerah tropis menurut beberapa hasil penelitian pakar peternakan unggas perlu dikaji lebih lanjut.
Dalam penyusunan suatu ransum ternak unggas yang perlu diperhatikan dengan baik yaitu energi termetabolis dan protein. Hal ini dikarenakan energi dan protein ransum merupakan komponen utama yang dibutuhkan oleh ternak ayam untuk hidup pokok maupun berproduksi. Kedua komponen itu harus dipertimbangkan bersama dalam penyusunan ransum
atau dengan kata lain setiap energi dan protein ransum mempunyai tingkat pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan perlemakan (Syahrudin, 2001). Pemberian ransum dengan imbangan energi dan protein pada ayam kampung cukup banyak diteliti (berdasarkan umur dan tingkat pertumbuhan) namun perlu diteliti lebih lanjut pengaruhnya terhadap persentase karkas dan organ dalam terutama umur 30 minggu. Karena penelitian pengaruh energy metabolis dan protein ransum terhadap persentase karkas dan organ dalam ayam kampung betina umur 30 minggu belum ada yang meniliti maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh energi metabolis dan protein terhadap persentase karkas dan organ dalam.
Berdasarkan informasi tersebut di atas maka dilakukan penelitian tentang pengaruh energi metabolis dan protein terhadap persentase karkas serta organ dalam (jantung, hati, limpa, dan ginjal) ayam kampung betina umur 30 minggu untuk mengetahui imbangan energi dan protein yang efisien terhadap persentase karkas serta organ dalam ayam kampung betina umur 30 minggu.
MATERI DAN METODE
Materi
Ayam Kampung
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam kampung betina yang berumur 20 minggu dengan bobot ± 1100 g. Jumlah ayam kampung betina yang digunakan sebanyak 48 ekor yang diperoleh dari peternak di Desa Marga, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang “battery colony” yang terdiri dari 16 unit, yang setiap unit berisi tiga ekor ayam. Setiap unit kandang dindingnya terbuat dari kawat kecuali satu dinding yang terbuat dari bilah bambu yang mengarah ke tempat pakan, sedangkan tempat air minum terbuat dari plastik diletakkan didalam bilik kandang. Ukuran setiap sub unit kandang adalah panjang 65 cm, lebar 75 cm dan tinggi 75 cm. Dibawah kandang dilengkapi dengan alas koran untuk menampung kotoran dan terdapat alas plastik yang di letakkan di bawah tempat pakan untuk menampung pakan tercecer. Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan kandang berukuran 20 m x 5 m dengan atap terbuat dari asbes.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang digunakan didalam penelitian ini tersusun berdasarkan perhitungan Scott et al. (1982) yang terdiri dari jagung kuning, kacang kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, dedak padi, minyak kelapa, premix dan garam dapur. Ransum disusun menggunakan imbangan energi metabolis dan protein berturut–turut yaitu ransum A 3100 kkal/kg dan 22% (140,90), ransum B 3000 kkal/kg dan 20% (150), ransum C2900 kkal/kg dan 18% (161,11), dan ransum D 2800 kkal/kg dan 16% (175). Komposisi bahan dan zat–zat makanan tercantum dalam Tabel 1 dan 2.
Tabel.1. Komposisi Bahan Pakan Ayam Kampung Betina Umur 20 - 30 Minggu
Komposisi Bahan ( %) |
Perlakuan | |||||
A |
B |
C |
D | |||
Jagung Kuning |
48.15 |
50.70 |
50.80 |
54.00 | ||
Kacang kedelai |
27.70 |
20.00 |
14.00 |
6.90 | ||
Bungkil Kelapa |
8.88 |
12.00 |
11.90 |
16.20 | ||
Tepung Ikan |
7.95 |
7.40 |
6.59 |
5.60 | ||
Dedak Padi |
6.53 |
9.05 |
15.91 |
16.40 | ||
Minyak Kelapa |
0.35 |
0.40 |
0.30 |
0.30 | ||
Premix |
0.25 |
0.40 |
0.30 |
0.40 | ||
Garam Dapur |
0.20 |
0.20 |
0.20 |
0.20 | ||
Jumlah |
100.00 |
100.00 |
100.00 |
100.00 | ||
Tabel 2. Komposisi Zat |
– Zat Makanan Ayam Kampung Betina Umur 20 – 30 Minggu | |||||
Perlakuan |
Standar | |||||
Komposisi Nutrien |
A |
B |
C |
D | ||
Energi Metabolis (kkal/kg) 3100 |
3000 |
2900 |
2800 |
2600-3100 | ||
Protein |
(%) |
22 |
20 |
18 |
16 |
18-22 |
Serat Kasar |
(%) |
4,37 |
5,02 |
5,33 |
5,63 |
7-9 |
Kalsium |
(%) |
0,58 |
0,53 |
0,47 |
0,40 |
1-1,2 |
Pospor |
(%) |
0,47 |
0,44 |
0,40 |
0,36 |
0,30 |
Arginin |
(%) |
1,78 |
1,64 |
1,50 |
1,38 |
1,06 |
Sistin |
(%) |
0,37 |
0,32 |
0,30 |
0,28 |
0,34 |
Histidin |
(%) |
0,59 |
0,54 |
0,49 |
0,44 |
0,42 |
Isoleusin |
(%) |
1,25 |
1,09 |
0,95 |
0,78 |
0,85 |
Leusin |
(%) |
2,05 |
1,85 |
1,69 |
1,49 |
1,27 |
Lisin |
(%) |
1,52 |
1,33 |
1,14 |
1,27 |
1,06 |
Metionin |
(%) |
0,44 |
0,38 |
0,34 |
0,30 |
0,24 |
Trionin |
(%) |
0,29 |
0,25 |
0,22 |
0,67 |
0,37 |
Triptopan |
(%) |
0,88 |
0,83 |
0,76 |
0,68 |
0,11 |
Valin |
(%) |
1,11 |
1,01 |
0,94 |
0,84 |
0,41 |
Keterangan : (1) Hasil analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet Unud (2011)., (2) Standar Scott et al. (1982).
Air minum yang diberikan pada penelitian ini bersumber dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air minum yang diberikan ditambah dengan vitamin “Vitachick”. .
Peralatan
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan timbangan Soehnle dengan kepekaan 1 gram dengan kapasitas 2000 gram berfungsi untuk menimbang ayam dan sisa ransum serta bahan ransum ketika mencampur ransum. Selain alat timbangan terdapat alat pembantu didalam penelitian antara lain lumpang dan alu untuk menghaluskan bahan ransum, lembaran plastik sepanjang 5 x 5 meter, ember plastik, kantong plastik, kertas koran, meteran, alat tulis dan alat kebersihan.
Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Umadesa, Desa Peguyangan Kaja, Denpasar Utara, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Selama 10 minggu dari tanggal 1 Agustus 2011 sampai tanggal 16 Oktober 2011
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Keempat perlakuan tersebut yaitu ransum dengan kandungan energi metabolis 3100 kkal/kg dan protein 22% (140,90) perlakuan A, ransum dengan kandungan energi metabolis 3000 kkal/kg dan protein 20% (150) perlakuan B, ransum dengan kandungan energi metabolis 2900 kkal/kg dan protein 18% (161,11) perlakuan C, dan ransum dengan kandungan energi metabolis 2800 kkal/kg dan protein 16% (175) perlakuan D. Masing-masing perlakuan mendapat empat kali ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan dan jumlah keseluruhan ayam yang digunakan dalam penelitian sebanyak 48 ekor.
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
-
1. Bobot Potong : Bobot potong diperoleh dari hasil penimbangan ayam sebelum dipotong dan sesudah dipuasakan
-
2. Berat karkas : berat hidup ayam setelah dipotong dikurangi darah, bulu, kepala, kaki, leher dan organ dalam.
-
3. Persentase karkas : perbandingan antara berat karkas dengan berat hidup dikalikan 100%.
-
4. Persentase hati : perbandingan antara berat hati dengan berat hidup dikalikan 100%.
-
5. Persentase jantung : perbandingan antara berat jantung dengan berat hidup dikalikan 100%.
-
6. Persentase limfa : perbandingan antara berat limfa dengan berat hidup dikalikan 100%.
-
7. Persentase ginjal : presentase berat ginjal diperoleh dengan perbandingan antara berat ginjal dengan berat hidup dikalikan 100%.
Percampuran Ransum
Ransum yang digunakan merupakan ransum penelitian dan bukan ransum komersil. Pencampuran bahan-bahan ransum dilakukan setiap minggu sehingga pakan yang tersedia selalu dalam keadaan baik. Sebelum pencampuran, bahan-bahan penyusun ransum terlebih dahulu ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Penimbangan awal dilakukan pada jenis bahan yang paling banyak digunakan, kemudian diikuti dengan bahan yang komposisinya lebih sedikit.
Setelah ditimbang, kemudian bahan tersebut dituangkan pada lembaran plastik yang disediakan sebagai alas ketika pencampuran dilakukan. Bahan ransum yang memiliki volume paling banyak terletak paling bawah, kemudian susunan bahan tersebut dibagi menjadi empat bagian yang sama dan setiap bagian itu dicampur kan secara merata, selanjutnya dicampur silang hingga diperoleh campuran yang benar-benar merata (homogen). Setelah ransum tercampur dengan merata, lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberikan kode sesuai dengan tiap perlakuan pada penelitian.
Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Ransum yang diberikan pada tempat ransum, kira-kira setengah hingga tiga perempat volume tempat pakan untuk menghindari tercecernya ransum ketika ayam mengkonsumsi pakan. Alas plastik dipasang dibawah tempat ransum untuk menampung pakan yang tercecer. Penambahan ransum dilakukan setiap pagi, siang dan sore, dan pemberian air minum dilakukan setiap pagi pukul 07.00 WITA, air yang digunakan berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Pencegahan Penyakit
Sebelum kandang digunakan terlebih dahulu dibersihkan, dua minggu sebelum kandang digunakan dilakukan pembersihan dan melakukan desinfeksi kandang dengan menggunakan carbo. Ayam betina umur 20 minggu yang baru dimasukkan kedalam kandang diberikan air minum yang dicampur vita chick dosis 1 sachet dan gula dengan dosis 1 gram per 1 liter air gula. Pemberian air gula ini bertujuan untuk memulihkan kondisi ayam selepas dari pengiriman dan pemberian vita chick berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengatasi stress. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan melihat berbagai aspek yakni pemberian ransum yang masih berkualitas baik, melakukan sanitasi kandang dan melakukan vaksinasi terhadap ternak
Pemotongan Ayam
Pengambilan sampel untuk pemotongan dilakukan pada saat ayam kampung betina berumur 30 minggu sebanyak 16 ekor ayam sebagai sampel dimana 16 ekor ayam ini memiliki berat badan paling mendekati berat badan rata-rata dalam setiap ulangan, sebelum dilakukan proses pemotongan ayam dipuasakan selama 12 jam. Kemudian dilakukan proses pemotongan ayam dengan cara menoreh vena jugularis yang terletak pada bagian leher ayam.
Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda dari Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) menurut Steel dan Torrie (1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian dan pengamatan selama 10 minggu dapat terlihat pengaruh imbangan energi metabolis dan protein terhadap berat karkas, persentase karkas dan organ dalam (hati, jantung, limfa dan ginjal ) ayam kampung betina umur 30 minggu seperti yang disajikan pada Table 3.
Tabel 3. Imbangan Energi Metabolis dan Protein terhadap Berat Karkas, Persentase Karkas, Hati, Jantung, Limfa, dan Ginjal Ayam Kampung Betina umur 30 Minggu.
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | |||
A |
B |
C |
D | ||
Bobot Potong ( g / ekor ) |
1240a |
1240a |
1228a |
1225a |
29,22 |
Berat Karkas ( g / ekor ) |
961a |
949 a |
930a |
921a |
29,92 |
Persentase Karkas (%) |
77,27a |
76,57a |
75,74a |
75,21a |
0,59 |
Persentase Hati (%) |
34,84a |
28,95a |
29,55a |
31,55a |
1,94 |
Persentase Jantung (%) |
6,64a |
6,68a |
6,74a |
6,79a |
0,17 |
Persentase Limfa (%) |
2,14a |
2,10a |
2,14a |
2,09a |
0,16 |
Persentase Ginjal (%) |
6,03a |
5,85a |
5,90a |
5,80a |
0,20 |
Keterangan :
1) Perlakuan A : Ransum dengan kandungan energi metabolis ( EM ) 3100 kkal/kg dan protein 22%. Perlakuan B : Ransum dengan kandungan energi metabolis ( EM ) 3000 kkal/kg dan protein 20% . Perlakuan C : Ransum dengan kandungan energi metabolis ( EM ) 2900 kkal/kg dan protein 18% . Perlakuan D : Ransum dengan kandungan energi metabolis ( EM ) 2800 kkal/kg dan protein 16%.
2) SEM : ” Standard Error of the Treatmeant Means ”
3) Huruf yang sama mengikuti angka hasil pada baris yang sama menunjukan perbedaan tidak nyata (P>0,05).
Bobot Potong
Hasil rataan bobot potong ayam kampung betina umur 30 minggu yang diberikan ransum imbangan energi metabolis dan protein dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan bobot potong yang diperoleh pada ayam perlakuan A dan B sebesar 1240 g/ekor, ayam perlakuan C sebesar 1227,5 g/ekor dan ayam perlakuan D sebesar 1225 g/ekor. Bobot potong perlakuan C sebesar 1, 01 % dan D adalah 1,2 % lebih rendah dari perlakuan A dan B namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan B adalah 1,01 % lebih tinggi dari perlakuan C dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Sedangkan perlakuan C sebesar 0,20 % lebih tinggi dari perlakuan D dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Berat Karkas
Rataan berat karkas ayam kampung betina yang dipotong umur 30 minggu pada ayam perlakuan A sebesar 960,9 g/ekor dan yang terendah pada ayam perlakuan D sebesar 921,325 g/ekor (Tabel 3). Berat karkas perlakuan A lebih tinggi dari perlakuan B, C dan D sebesar 1,19 %, 3,24 % dan 4,12 % namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan B sebesar 2,07 % lebih tinggi dari pada perlakuan C dan secara statistik juga berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan C sebesar 0,91 % lebih tinggi dari perlakuan D dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Persentase Karkas
Persentase karkas ayam kampung betina umur 30 minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Rataaan persentase karkas tertinggi diperoleh ayam yang mendapat perlakuan A sebesar 77,27 %. Ayam kampung betina yang mendapat perlakuan B, C dan D memiliki persentase masing-masing 0,91 %, 1,99 %, 2,67 % lebih rendah dari perlakuan A. Namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan B sebesar 1,31 % lebih tinggi dari perlakuan C dan perlakuan D sebesar 1,20 % lebih rendah (P>0,05) dari perlakuan B.
Persentase Hati
Hasil penelitian menunjukkan persentase hati ayam kampung betina yang mengkonsumsi ransum perlakuan A dengan rataan tertinggi sebesar 34,8375 %, persentase hati perlakuan B, C dan D masing-masing yaitu 16,91 %, 15,18 %, dan 9,44 % lebih rendah dari perlakuan A dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan B sebesar 2,03 % lebih rendah dari perlakuan C namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan C sebesar 6,34 % lebih rendah dari perlakuan D namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Persentase Jantung
Rataan persentase jantung ayam kampung betina pada penelitian umur 30 minggu mendapati perlakuan D sebesar 6,79 %, perlakuan A, B dan C masing-masing yaitu 2,21 %, 1,62 %, 0,74 % lebih rendah dari perlakuan D dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan A sebesar 0,60 % lebih rendah dari perlakuan B dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan B sebesar 0,89 % lebih rendah dari perlakuan C dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Persentase Limfa
Hasil penelitian menunjukkan rataan persentase limfa ayam kampung betina umur 30 minggu yang mengkonsumsi ransum perlakuan A dan D dengan rataan tertinggi sebesar 2,14 %, persentase limfa perlakuan B dan C masing-masing yaitu 1,87 % dan 2,34 % lebih rendah dari perlakuan A dan D dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan B adalah 1,87 % lebih rendah dari perlakuan A dan perlakuan D 2,34 % lebih tinggi dari perlakuan C secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Persentase Ginjal
Ayam kampung betina yang mendapat perlakuan ransum A menghasilkan persentase ginjal sebesar 6,03 % sedangkan rataan persentase ginjal perlakuan B, C dan D masing-masing yaitu 2,99 %, 2,16 %, dan 3,81 % lebih rendah dari perlakuan A dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Sedangkan perlakuan C 1,69 % lebih tinggi dari perlakuan D dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Pembahasan
Energi ransum yang turun dari 3100 menjadi 2800 kkal/kg dan protein dari 22% sampai 16% menyebabkan perbedaan tidak nyata pada bobot potong ayam kampung betina umur 30 minggu (P>0,05). Rendahnya berat karkas akibat turunnya kandungan energi dan protein, sehingga nutrien yang disimpan dalam karkas juga rendah. Energi yang masuk ke dalam tubuh ayam digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi semua aktivitas dan metabolismenya. Aktivitas metabolisme tubuh antara lain untuk hidup pokok (makan, bergerak, dan berproduksi) dan pertumbuhan jaringan. Menurut Siregar et al., (1980) pertambahan berat badan ternak ayam akan dipengaruhi oleh konsumsi ransum, selain itu strain dan kemampuan genetik yang sama akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan yang sama.
Ayam akan mengkonsumsi ransum lebih banyak apabila kandungan energi didalam ransumnya rendah, karena ayam akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan energinya. Hal ini sejalan dengan Scott et al. (1982) yang menyatakan bahwa semakin rendah energi ransum maka ayam akan mengkonsumsi ransum lebih banyak daripada ransum berenergi tinggi. Menurunnya kandungan energi dan protein akan menyebabkan semakin rendah protein yang dicerna dan menurunnya protein yang diserap untuk bobot potong ayam (pertumbuhan) sesuai dengan Soeharsono (1976) bahwa ransum dengan energi dan protein tinggi cenderung mempercepat pertumbuhan dan menyebabkan meningkatnya bobot potong ayam. Anggorodi (1990) menyatakan bahwa setelah kebutuhan hidup pokok terpenuhi maka kelebihan energi dan protein yang ada akan digunakan untuk perkembangan dan pertumbuhan jaringan tubuh. Energi metabolis dan protein yang semakin rendah menghasilkan berat karkas lebih rendah secara tidak nyata (P>0,05). Pada perlakuan A lebih tinggi dari perlakuan B, C dan D
(P>0,05). Hal ini terlihat pada (Tabel. 3) secara kuantitatif perlakuan A menghasilkan berat paling tinggi (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan B, C dan D.
Ransum yang dikonsumsi oleh ternak tidak hanya digunakan sebagai hidup pokok namun digunakan juga sebagai pertumbuhan organ dan jaringan tubuh. Resnawati et al (1989) menyatakan bahwa persentase karkas berbanding lurus dengan berat badan, dimana semakin meningkat berat badan cenderung menghasilkan persentase karkas yang tinggi pula. Selain faktor diatas menurut Sumiada (1992) meningkatnya berat dan persentase karkas disebabkan pula dengan menurunnya berat bagian tubuh selain karkas, seperti persentase kepala, kaki, darah bulu dan organ dalam. Pengaruh antar perlakuan ransum dengan berat potong dan berat karkas ayam kampung betina umur 30 minggu dapat terlihat pada Gambar 1.
1240 1240 1227.5 1225
1200
1000
g 800 s
O 600
400
200
0
■ Bobot Potong (gram)
■ Berat Karkas (gram)
ABCD
Perlakuan
Gambar 1. Pengaruh Antara Perlakuan Ransum dengan Bobot Potong dan Berat Karkas Ayam Kampung Betina Umur 30 Minggu.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa bobot potong ayam kampung betina umur 30 minggu pada perlakuan A dan B memiliki rataan bobot potong yang sama tinggi dan kemudian diikuti dengan perlakuan C dan D. Selanjutnya berat karkas tertinggi diperoleh pada perlakuan A dan diikuti kemudian oleh perlakuan B, C dan D. Sedangkan pada Gambar 2 dapat dilihat pengaruh antara perlakuan ransum dengan berat organ dalam ayam kampung betina umur 30 minggu.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa berat hati ayam kampung betina umur 30 minggu pada perlakuan A lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B, C dan D. Namun, berbeda dengan berat jantung dimana pada perlakuan D lebih tinggi dibandingkan perlakuan C, B dan A. Begitu pula dengan berat limfa dimana perlakuan A dan C sama dan paling tinggi dari
perlakuan B dan D. Selanjutnya, pada berat ginjal perlakuan A paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan C, B dan D. Dari hasil statistik didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan atau berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase hati, jantung, limfa dan ginjal pada ayam kampung betina umur 30 minggu yang diberikan ransum dengan imbangan energi metabolis dan protein yang berbeda. Jadi, pemberian ransum dengan imbangan energi metabolis dan protein yang berbeda memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap pertumbuhan organ dalam antara lain hati, jantung, limfa, dan ginjal.
40
35
≡
0
0
35
30
25
20
15
10
5
A
B
C
D
Perlakuan
-
■ Berat Hati (gram)
-
■ Be rat Jantu ng (gram)
Berat Lien (gram)
-
■ Berat Ginjal (gram)
Gambar 2. Pengaruh Antara Perlakuan Ransum dengan Berat Organ Dalam (Hati, Jantung, Limfa, dan Ginjal) Ayam Kampung Betina Umur 30 Minggu.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini disimpulkan pengaruh energi metabolis dan protein ransum 3100 kkal/kg dan 22 % (140,90) memberikan bobot potong, berat karkas, persentase karkas lebih baik serta persentase jantung yang lebih rendah dari perlakuan ransum dengan energy metabolis dan protein 3000 kkal/kg dan 20% ; 2900 kkal/kg dan 18% ; 2800 kkal/kg dan 16%. Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk pemeliharaan ayam kampung betina dari umur 20 minggu – 30 minggu dapat menggunakan ransum dengan perlakuan B dilihat dari FCR (Lampiran 9) yaitu 6 dengan harga ransum yang lebih murah dari perlakuan A. Perlakuan D lebih murah harga ransumnya namun dari segi efisiensi konsumsi ransum perlakuan D lebih boros dibandingkan dengan ransum perlakuan A, B dan C
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing I Ibu Prof. Dr. Ir I Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi, MS dan pembimbing II Ibu Ir. R. R Indrawati MS yang telah membimbing penelitian ini hingga berjalan dengan lancar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para Bapak/Ibu dosen dan staf Fakultas Peternakan UNUD yang membantu didalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, H.R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy of Sciences, Washington, D.C.
Resnawati, H., D. Zainuddin, A.G. Nataamijaya, dan R. Zein. 1989. Kebutuhan protein dan energi dalam pakan ayam buras. hlm. 598-605. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Pengembangan Peternakan di Sumatera dalam Menyongsong Era Tinggal Landas. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang, 4-15 September 1988.
Scott, M.L.M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrition of the Chickens. Second Ed. M.L. Scott and Associates, Ithaca, New York
Siregar, A.P. dan M. Sabrani. 1980. Ayam sayur di Indonesia. Perbaikan dan peningkatan kualitas performans dan populasinya. Poultry Indonesia No.10/thn ke2.
Soeharsono. 1976. Respon Broiler Terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan. Disertasi. Unpad. Bandung
Statistik Provinsi Bali. 2011. Populasi Unggas Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenisnya di Bali Tahun 2011.
Steel, R.G. D and J. H. Torrie. 1980. Principles and Procedure of Statistics. Mc Graw-Hill Book. Co New York.
Sumiada Jana Nyoman. 1992. Persentase Karkas dan Bagian-Bagian Bukan Karkas Ayam Jantan Tipe Petelur yang Dipelihara dengan Phase Stater dan Pakan Finisher Berbeda. Karya Ilmiah. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Warmadewa. Denpasar.
Syahrudin, E. 2001. Penambahan lisin pada protein rendah dalam ransum serta umur ternak terhadap kandungan lemak dan kolesterol karkas ayam broiler. Jurnal Penelitian Andalas. v. 13(35) 2001: p. 92-97
Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur ayam buras yang dipelihara dengan system litter. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak 5 (1); 1-11.
G. A. Wiranata et al. Peternakan Tropika. Vol. 1 No.2. Th. 2013: 87 - 100
Page 100
Discussion and feedback