TINGKAT PENERAPAN BIOSEKURITI PADA PETERNAKAN AYAM PEDAGING KEMITRAAN DI KABUPATEN TABANAN DAN GIANYAR
on

e-journal FAPET UNUD
e-Journal

Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id
TINGKAT PENERAPAN BIOSEKURITI PADA PETERNAKAN AYAM PEDAGING KEMITRAAN DI KABUPATEN TABANAN DAN GIANYAR
Oleh:
Putu Riski Ananta Widyantara, I K. A. Wiyana dan N. P. Sarini Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar Email: Noesena@ymail.com No.Tlp: 085792687998
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Selanbawak Kabupetn Tabanan dan Desa Petak Kaja Kabupeten Gianyar yang berlangsung selama tiga bulan yaitu dari bulan Februari sampai April 2012. Pemilihan lokasi penelitian ini menggunakan metode “purposive”, dan penentuan responden ditentukan dengan metode sensus yaitu suatu cara pengambilan respon dan dengan mengambil semua populasi ( Singarimbun dan Effendi, 1989). Responden dari penelitian ini berjumlah 49 peternak yang merupakan semua peternak ayam pedaging kedua desa di kedua Kabupaten. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan biosekuriti pada peternakan ayam pedaging kemitraan di Kabupaten Tabanan dan Gianyar. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang didapat langsung di lapangan dan menggunakan data sekunder yang merupakan hasil dari proyek Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) Ah/2006/169 mengenai biosekuriti yang murah dan efektif bagi peternak ayam pedaging sektor 3 di Indonesia (peternakan komersial yang melaksanakan biosekuriti yang sangat sederhana). Adapun pengukuran variabel menggunakan skor dari data yang diperoleh. Penggolahan data menggunakan metode deskriptif dan analisa statistika. Masing-masing jawaban responden dikelompokkan menjadi lima kategori dan diberi skor. Skor ini dinyatakan dalam bilangan bulat 1,2,3,4,dan 5 untuk setiap jawaban. Nilai tersebut dikelompokkan menjadi 3 bagian sesuai dengan penerapan biosekuriti pada Pre Entry, Point of Entry, dan Post Entry yang kemudian nilai pada masing-masing kelompok ini dijumlahkan dan di rata-ratakan dan kemudian dianalisis menggunakan program SPSS 16 dengan Independent Sample Test. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat penerapan biosekuriti pada peternakan ayam pedaging kemitraan di Desa Selanbawak Kabupaten Tabanan lebih baik pada Pre Entry (P<0.05) dibandingkan di Desa Petak Kaja Kabupaten Gianyar. Sedangkan pada Point of Entry dan Post Entry sama pada Kedua Kabupaten.
Kata kunci: Ayam Pedaging, Biosekuriti, Kemitraan
LEVEL IMPLEMENTATION BIO-SECURITY IN BROILER FARMS PARTNERSHIP IN THE DISTRICT AND GIANYAR TABANAN
SUMMARY
The study is titled implementation of biosecurity on broiler farms in partnership Tabanan and Gianyar regency. The research was conducted in the village and the village of Tabanan district Selanbawak and Petak Kaja village of Gianyar district which lasted for three months from the month of February until April 2012. The study site selection using the "purposive", and the determination of respondents defined by the census method is a way of making the response and by taking all populations (Singarimbun and Effendi,

-
1989) . Respondents of the study amounted to 49 farmers who are all broiler breeder two villages in both districts. This study aims to determine the level of implementation of biosecurity on broiler farms in partnership Tabanan and Gianyar. The data used in this study is primary data obtained directly in the field and using secondary data is the result of the project the Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) Ah/2006/169 on a cheap and effective biosecurity for broiler breeders in sector 3 Indonesia (commercial farms that implement biosecurity very simple). The measurement variables using scores from the data obtained. Data processing and analysis using descriptive statistics. Each of these respondents were grouped into five categories da were scored. This score is expressed in whole numbers 1,2,3,4, and 5 for each answer. The values are then grouped into 3 sections in accordance with the implementation of bio-security in Pre Entry, Point of Entry, and Post Entry is then the value in each group was summed and averaged and then analyzed using SPSS 16 with Independent Sample Test. These results indicate that the level of implementation of biosecurity on broiler farms in partnership Selanbawak Village Tabanan better at Pre Entry (P<0.05), than in the Village Petak Kaja Gianyar regency. While at Point of Entry and Post Entry at the both of District.
Key Words : Biosecurity, Broiler farm, Partnership
PENDAHULUAN
Di Indonesia secara umum sistem peternakan terdiri dari peternak dengan sistem kemitraan dan peternak mandiri. Kedua sistem ini memiliki kekurangan dan kelebihan.Pada peternak dengan sistem kemitraan, pihak pengusaha dengan peternak harus mempunyai posisi yang sejajar agar tujuan kemitraan dapat tercapai. Sistem kemitraan merupakan usaha dalam bidang peternakan bukan lagi sebagai alternatif usaha tetapi menjadi kebutuhan antara industri atau pemasok sapronak dan juga peternak sebagai plasma dengan prinsip kerja saling menghormati dan saling menaruh kepercayaan (Rasyid dan Sirajuddin,2010). Kemitraan adalah salah satu alternatif cara dalam memperoleh modal kerja, banyak peternak yang kesulitan memperoleh modal kerja untuk menjalankan peternakannya. Dengan melakukan kemitraan, modal kerja yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Resiko kerugian yang ditanggungpun semakin kecil dan ada jaminan dalam pemasarannya (Maurendkk,2010). Dalam melaksanakan kegiatan usaha peternak mitra selalu berpedoman kepada apa yang sudah diinformasikan oleh perusahaan mitra melalui teknikal servis(TS)nya. Jadi peternak harus mengikuti semua yang sudah digariskan dalam kontrak ketika akan memulai periode pemeliharaan. Bimbingan pelaksanaan pemeliharaan didapat peternak dari kunjungan TS perusahaan secara regular.
Ayam pedaging merupakan salah satu komoditi peternakan yang sudah dikembangkan di masyarakat dan merupakan ayam pedaging unggul dan merupakan
sumber protein hewani utama bagi masyarakat. Saat ini pemeliharaan ayam broiler membutuhkan waktu yang relatif singkat, yaitu sekitar 30-35 hari untuk menghasilkan bobot badan sebesar + 1,5 kg, hal ini ditunjang dengan manajeman pemeliharaan yang diterapkan telah semakin baik, dilihat dari sisi manajemen pemberian pakan maupun dari sisi manajemen pencegahan penyakit. Dalam pemeliharaan ayam broiler memerlukan manajemen pemeliharaan yang baik agar ayam tidak terserang penyakit yang dapat menyebabkan kerugian bagi peternak. Langkah yang dapat dilakukan untuk menghindarkan ayam broiler dari serangan penyakit adalah dengan penerapan biosekuriti.
Biosekuriti adalah suatu langkah-langkah manajemen yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk ke dalam peternakan dan untuk mencegah penyakit yang ada di peternakan keluar menulari peternakan yang lain atau masyarakat sekitar (Payne 2002). Dalam penelitian ini, penerapan biosekuriti difokuskan pada tiga tingkat yaitu, Pre Entry, Point of Entry, dan Post Entry. Penerapan biosekuriti dilakukan pada ketiga tingkat ini bertujuan untuk mencegah serta meminimalisir bibit penyakit masuk kedalam areal peternakan. Dengan kata lain pencegahan pada peternakan dilakukan pada ketiga tingkat ini dimaksudkan seandainya pada tingkat 1 (Pre Entry) bisa dilewati oleh bibit penyakit, maka biosekuriti pada 2 tingkat berikutnya ( Point of Entry dan Post Entry) dapat diterapkan dengan lebih ketat agar bibit penyakit jangan sampai menginfeksi ayam yang dipelihara.
Selama ini di masyarakat, biosekuriti dipahami hanya sebatas vaksinasi dan pembersihan kandang pada saat setelah panen dan ketika anak ayam umur sehari (DOC) akan masuk. Sebenarnya yang dimaksud dengan biosekuriti adalah mengurangi resiko yang disebabkan oleh lalulintas orang ke dalam kandang seperti pemilik kandang,tetangga, orang yang melakukan perbaikan, teman, atau pengunjung. Resiko yang disebabkan oleh binatang, baik binatang liar atau pun binatang piara, serta resiko yang disebabkan oleh benda-benda baik benda organik maupun anorganik seperti peralatan dan bahan, termasuk keranjang, alat perawatan, kotak peralatan, ember, semua alat angkut yang masuk dan bergerak di dalam peternakan: peternak, memasukkan pakan, memasukkan anak ayam, pengambilan unggas mati, pengeluaran alas/sekam kotor, genangan air yang mengundang lalat,serta pakan yang terkontaminasi. Adapun resiko-resiko yang harus dihindari di atas yang merupakan jalan masuknya bibit penyakit ke peternakan dikenal dengan akronim PATIO (People, Animal, Things Inorganik dan Organik) (Jubbs& Dharma, 2008).
Melihat faktor resiko di atas, prinsip dari langkah-langkah biosekuriti adalah meminimalisir /menekan/mengurangi/menghindari resiko-resiko di atas kontak dengan ayam yang dipelihara dengan menerapkan langkah-langkah biosekuriti. Adapun prinsip-prinsip biosekuriti dikenal dengan BIRDDS (Build, Increase, Reduce, Detect, Dimention, Select) (Jubbs& Dharma, 2008).
-
II. Materi Dan Metode
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di wilayah Desa Selanbawak Kabupaten Tabanan dan Desa Petak Kaja di Kabupaten Gianyar. Penentuan lokasi ini dilakukan secara “purposive” yakni penentuan berdasarkan pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1989). Adapun pertimbangan tersebut adalah:
-
1. Jumlah peternak ayam pedaging di lokasi penelitian mewakili jumlah terbanyak di masing-masing kabupaten
-
2. Lokasi peternak mengelompok tetapi tidak terlalu berjauhan
-
3. Perusahaan kemitraan yang bersedia bekerja sama
Pemilihan Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah semua peternak di Desa Selanbawak Kabupaten Tabanan yang berjumlah 34 peternak dan peternak di Desa Petak Kaja Kabupaten Gianyar yang berjumlah 15 peternak. Responden ini diambil dari keseluruhan peternak dikedua desa dengan metode sensus. Metode sensus menurut Singarimbun dan Effendi (1989) adalah suatu cara pengambilan responden dengan mengambil semua populasi.
Cara Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara dan metode observasi. Metode wawancara yaitu suatu cara pengumpulan data melalui wawancara terhadap responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah disusun dan jawaban langsung dicatat. Melalui metode observasi, peneliti mengadakan pengamatan secara langsung untuk mengetahui keadaan nyata peternak di lapangan, kemudian dilakukan pencatatan.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan secara langsung melalui wawancara dan data sekunder berupa data (data yang sudah tersedia sehingga tinggal mengumpulkan dan menganalisis) yang merupakan hasil dari proyek Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) Ah/2006/169 mengenai biosekuriti yang murah dan efektif bagi peternak ayam pedaging sektor 3 di Indonesia (peternakan komersial yang melaksanakan biosekuriti yang sangat sederhana) Pada proyek ACIAR Ah/2006/169 peternak yang dilibatkan terlebih dahulu disurvey untuk mengetahui pengalaman mereka dalam beternak ayam, kemudian peternak diberikan pelatihan rencana manajemen resiko biosekuriti. Kuesioner yang digunakan merupakan evaluasi diri 34 peternak di Kabupaten Tabanan dan 15 peternak di Kabupaten Gianyar peserta training rencana manajemen resiko setelah mereka diberikan pelatihan selama 2 hari diharapkan mereka sudah bisa mengevaluasi langkah biosekuriti apa yang sudah mereka terapkan dikandang masing-masing
Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel menggunakan skor dari data yang diperoleh. Penggolahan data menggunakan metode deskriptif dan analisis statistika. Masing-masing jawaban responden dikelompokkan menjadi lima kategori dan diberi skor. Skor ini dinyatakan dalam bilangan bulat 1,2,3,4,dan 5 untuk setiap jawaban dimana skor tertinggi adalah 5 dan skor terendah adalah 1 (Effendi dan Singarimbun,1989).
Analisis Data
Nilai tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 3 bagian sesuai dengan Pre Entry, Point Of Entry, dan Post Entry yang kemudian nilai pada masing-masing kelompok ini dijumlahkan dan di rata-ratakan, kemudian dianalisis menggunakan program SPSS 16 dengan Independent Sample Test dengan rumus:

Keterangan :
Xa = rata-rata kelompok a, Xb

= rata-rata kelompok b, Sp = Standar Deviasi
gabungan, Sa = Standar deviasi kelompok a, Sb = Standar deviasi kelompok b, na = banyaknya sampel di kelompok a, nb = banyaknya sampel di kelompok b, DF = na + nb -2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Peternak yang Menerapkan Biosekuriti pada Pre Entry,Point of Entry dan Post Entry
Biosekuriti merupakan tindakan manajemen yang dilakukan untuk mencegah bibit penyakit yang ada dalam peternakan menyebar dan mencemari peternakan lain maupun pemukiman sekitarnya. Dalam penelitian ini yang dilihat dan dinilai adalah penerapan biosekuriti langkah biosekuriti pada 3 tingkat penerapan yaitu penerapan biosekuriti pada Pre Entry atau sebelum pintu masuk peternakan, pada Point of Entry atau pada pintu masuk peternakan dan penerapan biosekuriti pada Post Entry atau antara pintu peternakan dan kandang. Penerapan biosekuriti dilakukan di tiga tempat bertujuan untuk mencegah bibit penyakit berinteraksi langsung dengan ternak yang dipelihara. Bila bibit penyakit berhasil melewati tingkat pertama/ Pre Entry masih ada dua langkah lagi yang harus diperketat oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit menulari ternak ayam dalam kandang yaitu biosekuriti pada Point of Entry dan Post Entry.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah peternak yang menerapkan biosekuriti pada kabupaten Tabanan dan Gianyar tidak memiliki perbedaan yang besar, ini dapat dilihat dari tabel 1,2, dan 3 berikut.
Tabel 1. Jumlah Peternak yang menerapkan Biosekuriti pada Pre Entry / Sebelum Pintu Masuk Peternakan | |||
No |
Faktor resiko |
Tabanan (%) |
Gianyar (%) |
1 |
Tidak ada kontak dengan manusia/ peternakan lain |
35 |
0.0 |
2 |
Tidak ada kontak dengan unggas lain dalam jarak 1 km |
14.7 |
6.7 |
3 |
Tidak ada peternakan lain dalam jarak 1km |
29.4 |
6.7 |
4 |
Tidak ada unggas berkeliaran di sekitar kandang |
20.5 |
6.7 |
5 |
Semua alat angkut disemprot dengan desinfektan |
14.7 |
6.7 |
6 |
Peternakan tidak berbagi peralatan ke peternakan lain |
94.1 |
26.7 |
7 |
Limbah unggas tidak dibawa kembali kekandang |
100 |
33.3 |
Tingkat penerapan biosekuriti pada pre entry di Kabupaten Tabanan lebih tinggi dibanding dengan Kabupaten Gianyar. Hal ini dapat dilihat dari lebih banyaknya peternak yang menerapkan biosekuriti pada lokasi Pre entry di Tabanan dibanding kan dengan Gianyar (Tabel 1).
Lokasi peternakan yang jauh dari pemukimam mampu meminimalisir kontak ternak dengan manusia ataupun dengan peternakan unggas lain. Sehingga dapat mengurangi lalu lintas orang, hewan, bibit penyakit dari kandang ke pemukiman maupun sebaliknya. Menurut Jubss dan Darma (2009), semakin jauh lokasi peternakan dari pemukiman dan peternakan lain, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya penyebaran bibit penyakit. Peternakan di kabupaten Gianyar sebagian besar terletak di dekat pemukiman penduduk dan peternakan lain, kemungkinan pada awalnya lokasi peternakan dibangun jauh dari pemukiman penduduk, namun karena pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat, sehingga di sekitar kandang banyak didirikan rumah untuk tempat tinggal.
Berbeda dengan di Kabupaten Tabanan yang sebagian besar lokasi peternakan yang terlibat dalam penelitian ini lebih terisolasi daripada di Kabupaten Gianyar. Hal ini terlihat pada jumlah peternak yang menerapkan biosekuriti pada aspek kontak dengan manusia sebesar 35%, aspek tidak berbagi peralatan dengan peternakan lain yaitu sebesar 94.1% dan aspek tidak adanya limbah unggas yang dibawa ke kandang sendiri yaitu sebesar 100% (Tabel 1). penyebaran penyakit unggas antara lain disebabkan oleh lalu lintas unggas, produk unggas tertular serta limbah peternakan termasuk keranjang ayam atau kotak telur tetas dari peternakan tertular, lalu lintas orang dan kendaraan dari peternakan tertular, migrasi (perpindahan) hewan atau unggas disekitarnya (Deptan RI 2004).
Aspek biosekuriti lain yang juga telah diterapkan oleh peternak di Tabanan dan Gianyar diantaranya penyemprotan dengan desinfektan. Pada Pre Entry penyemprotan dilakukan pada alat angkut ternak hal ini bertujuan untuk membunuh bibit penyakit baik berasal dari luar peternakan maupun yang ada di peternakan. FAO (2004) menyatakan sebagian besar sumber-sumber penyakit yang berasal dari bakteri atau virus mampu ditanggulangi dengan melakukan penyemprotan dengan desinfektan.
Peralatan peternakan di Tabanan di tangani lebih baik daripada di Gianyar. Di Tabanan, banyak peternak yang tidak berbagi/saling meminjam peralatan kandang (94.1% pada Tabel 1). Ini disebabkan sebagian besar peternak sudah memiliki peralatan yang diperlukan untuk memelihara/beternak. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir menularnya bibit penyakit ke dalam kandang. Berbeda dengan Kabupaten Gianyar yang hanya sebesar 26% peternaknya (Tabel 1), di daerah Gianyar, masih banyak peternak yang berbagi peralatan, artinya ada beberapa peralatan yang dipakai bersama beberapa peternak seperti
penyemprotan, tempat pakan dan minum, Padahal diketahui membagi peralatan dengan peternakan lain dapat menyebarkan bibit penyakit dari peternakan satu ke peternakan lainnnya.
Limbah yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan bibit penyakit yang dapat menjangkiti unggas di dalam kandang. Limbah unggas pada Kabupaten Tabanan ditangani dengan baik. Dimana semua peternak di Kabupaten ini (100%) sudah menangani limbahnya dengan baik. Limbah unggas yang sudah keluar dari kandang tidak dibawa lagi ke kandang lain yang dapat menyebarkan bibit penyakit. Terdapat perbedaan di Gianyar dimana hanya sekitar 33.3% peternaknya (Tabel1) yang menangani limbahnya dengan baik. Peternak di kedua Kabupaten, limbah unggas berupa litter bercampur kotoran dipisahkan dan kemudian dijual kepada pengepul dan ada juga peternak yang memanfaatkannya menjadi pupuk tanaman
Tabel 2. Jumlah Peternak yang Menerapkan Biosekuriti pada Point of Entry/ pada Pintu Masuk Peternakan.
No |
Faktor Resiko |
Tabanan (%) |
Gianyar (%) |
1 |
Memiliki Pagar dan kunci |
50 |
66.75 |
2 |
Merupakan kandang tunggal |
14 |
6.7 |
3 |
Memiliki program kesehatan dengan pengawasan dokter hewan |
85.2 |
93 |
4 |
Tidak menjual eceran |
88 |
100 |
5 |
Produk tidak laku tidak kembali ke kandang |
73 |
100 |
6 |
Memiliki tempat mandi dan baju ganti bagi tamu |
14 |
0.0 |
7 |
Pegawai wajib mengenakan pakaian kerja khusus dipakai dalam peternakan |
44 |
66.7 |
8 |
Pemeliharaan dengan sistem all in all out |
82 |
93 |
9 |
Pegawai wajib memakai alas kaki yang bersih |
29.4 |
20 |
10 |
Sudah/ pernah Mengikuti pelatihan biosekuriti baik pegawai/pemilik |
14 |
0.0 |
Usaha biosekuriti pada tingkat ini dilakukan untuk mencegah penyakit seandainya penyakit menyerang Pre Entry . Penerapan yang diterapkan pada Point of Entry / diantara pintu masuk dan kandang haruslah dapat mencegah bibit penyakit yang bisa melewati pintu masuk peternakan sampai masuk kedalam kandang ayam. Penerapan biosekuriti pada pintu masuk peternakan meliputi pagar keliling dengan pintu yang terkunci, memiliki tempat mandi dan ganti baju dan lain sebagainya yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat penerapan pada peternak di kedua Kabupaten hampir semua menerapkan langkah biosekuriti, ini terlihat dari semua bahwa peternak di Kabupaten Tabanan dan Gianyar sebanyak 50% dan 66.7% (tabel 2) mempunyai pagar, pintu yang terkunci. Mengunci pintu merupakan usaha untuk membatasi lalulintas orang, hewan peliharaan maupun hewan liar, hal ini didukung oleh Jubbs dan Dharma (2008) yang menekankan bahwa pagar dan penguncian pintu sangat penting untuk membatasi lalu lintas orang, hewan, dan kendaraan yang dapat membawa bibit penyakit masuk kedalam peternakan. Selain itu, pemagaran dan penguncian pintu merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki peternak agar usahanya aman.
Peternak yang terlibat adalah 100% peternak kemitraan yang pemasaran produknya/ayamnya dilakukan oleh perusahaan, jadi tidak diijinkan peternak mitra untuk menjual ayamnya (mengecer). Oleh karena itu tidak ada satupun peternak memasarkan ayamnya di pasar, sehingga tidak ada ayam yang kembali kekandang.
Peternak di Gianyar tidak memiliki fasilitas mandi dan baju ganti pegawai dikarenakan peternakan tersebut dikerjakan sendiri oleh pemilik yang tinggal di dekat kandang serta sebelumnya peternak belum pernah mengikuti pelatihan biosekuriti. Sedangkan peternak di Tabanan mendirikan tempat mandi dikarenakan lokasi peternakannya terpisah dari pemukiman penduduk
Pada aspek pemeliharaan sistem all in all out hampir sebagian besar peternak pada kedua kabupaten sudah menerapkannya. Untuk memastikan kesehatan ternak selama masa pemeliharaan, tenaga medis juga memiliki peran yang penting sehingga langkah preventif bisa diambil apabila terjadi masalah terkait kesehatan ternak. Hal ini sudah dilakukan oleh peternak dikedua kabupaten karena mereka menyadari pentingnya pemantauan kondisi kesehatan ternak secara berkala
Penerapan biosekuriti pada tingkat ini adalah upaya untuk mencegah seandainya ada bibit penyakit yang berhasil melewati Pre Entry dan Point of Entry, maka dengan pelaksanaan yang ketat pada level ini dapat menghindari bibit penyakit menulari ayam yang dipelihara. Adapun langkah-langkah biosekuriti pada tingkat ini meliputi menerapkan aspek biosekuriti berupa melakukan tindakan pendeteksian sedini mungkin terhadap penyakit yang kemungkinan menjangkiti unggas, menggunakan peralatan masuk kandang yang selalu dalam keadaan bersih, melakukan tindakan pemusnahan terhadap unggas yang mati baik itu dikubur maupun dibakar.
Tabel 3.Jumlah Peternak yang Menerapkan Biosekuriti pada Post Entry/ di antara
Pintu Peternakan dan Kandang
No |
Faktor Resiko |
Tabanan (%) |
Gianyar (%) |
1 |
Unggas lain tidak bisa memasuki kandang |
32.3 |
53 |
2 |
Penggunaan jasa lab |
2.9 |
0.0 |
3 |
Peralatan yang masuk kekandang selalu dalam keadaan bersih |
20.5 |
0.0 |
4 |
Selalu melakukan deteksi dini |
93 |
100 |
5 |
Memilik catatan produksi |
91 |
100 |
6 |
Saya memiliki catatan pengendalian roden dan insekta |
8.8 |
6.7 |
7 |
Unggas mati dibakar/dikubur |
94 |
73.3 |
8 |
Semua kendaraan dibersihkan sebelum memasuki peternakan |
14.7 |
0.0 |
9 |
DOC hanya diantarkan ke satu peternakan saja |
35.2 |
20 |
10 |
Tembok/ dinding dijaga agar bebas dari roden dan isekta |
23.5 |
0.0 |
11 |
Mempunyai SOP dalam melakukan aktivitas di kandang |
11.8 |
20 |
12 |
Mempunyai daftar tamu |
5.8 |
0.0 |
13 |
Istirahat kandang selalu cukup |
91 |
100 |
14 |
pernah mengikuti pertemuan tentang pengendalian penyakit |
17 |
0.0 |
15 |
Hanya satu kelompok umur dalam satu kandang |
88 |
100 |
Secara umum, para peternak di kedua kabupaten sudah menerapkan langkah-langkah biosekuriti yang baik pada tingkat ini. Pada Post Entry, semua aspek biosekuriti memegang peranan yang amat penting karena langkah-langkah tersebut berfungsi untuk mencegah/menghindari ternak yang dipelihara tertular/terserang patogen yang masuk, seperti aspek pendeteksian dini sangat penting untuk mengetahui ternak yang dipelihara terpapar bibit penyakit. Pada penelitian ini terlihat pada aspek pendeteksian dini terhadap kemungkinan penyakit menjangkiti unggas peternak terdapat sebesar 97% dan 100% peternak di Kabupaten Tabanan dan Gianyar telah melakukan aspek tersebut, hal ini membuktikan bahwa peternak sangat peduli terhadap ternaknya dan juga terhadap lingkungannya. Ini menunjukkan sebagian besar peternak di kedua kabupaten sudah menguasai teknik memelihara ayam, demikian juga halnya terlihat dari sekitar 91-100% peternak di kedua kabupaten juga telah melakukan istirahat kandang yang cukup untuk memutus siklus hidup penyakit yang tertinggal dari periode pemeliharaan sebelumnya.
Tingkat penerapan biosekuriti pada peternak Di Kabupaten Tabanan dan Gianyar
Semua peternak yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah peternakan kemitraan hanya perbedaanya adalah perusahaan mitranya saja.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penerapan biosekuriti pada Pre Entry di Kabupaten Tabanan berbeda nyata (P<0.05) dengan penerapan di Kabupaten Gianyar.Sedangkan penerapan biosekuriti pada Point of Entry dan Post Entry tidak berbeda nyata (P>0.05) antara peternak di kedua kabupaten.
Tabel 4. Nilai Penerapan Biosekuriti Pada Kabupaten Tabanan Dan Gianyar.
Variabel Kabupaten SEM2
Tabanan |
Gianyar | ||
Pre entry |
2.18a1 |
1.04b |
0.18 |
Point of entry |
2.02a |
2.18a |
0.93 |
Post entry |
0.84a |
0.77a |
0.41 |
Keterangan
1) Nilai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0.05).
2) SEM adalah “Standard Error Of Treatmen Means”
Secara statistik tingkat penerapan biosekuriti dikedua kabupaten menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.05) pada tingkat Pre Entry, sedangkan pada Point of Entry dan Post Entry tingkat penerapannya sama (P>0.05) (Tabel 4). Pada penerapan pada tingkat Pre Entry di Kabupaten Tabanan lebih baik daripada di Kabupaten Gianyar (P<0.05). Ini dapat dilihat dari Tabel 1 dimana peternak di Kabupaten Tabanan sebagian besar telah menerapkan aspek biosekurti pada tingkat ini dibandingkan dengan peternak di Kabupaten Gianyar yang hanya sebagian kecil yang menerapkan aspek biosekuriti pada tingkat ini. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini adalah lokasi peternakan yang terlibat pada penelitian ini di Tabanan yang jauh dari pemukiman sedangkan lokasi peternakan di Gianyar dekat dengan pemukiman. Penerapan pada tingkat Point of Entry dan Post Entry penerapannya relatif sama(P>0.05), ini dapat dilihat dari aspek biosekuriti yang di terapkan pada kedua tingkat tersebut. Hal ini menunjukan peternak di kedua kabupaten sebagian besar sudah menguasai teknik memelihara ayam dengan baik dan juga peternak di kedua kabupaten peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu, peternak di Kabupeten Tabanan juga pernah mengikuti pelatihan tentang pencegahan penyakit, sehingga penerapan pada peternak di Kabupaten Tabanan lebih baik jika dibandingkan dengan peternak di Kabupeten Gianyar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain;
-
1. Tingkat penerapan biosekuriti tingkat Pre Entry pada peternakan di Kabupaten Tabanan lebih baik dari peternak di Gianyar.
-
2. Penerapan biosekuriti pada Point of Entry dan Post Entry di Kabupaten Tabanan dan Gianyar sama.
Saran
Perusahaan mitra perlu meningkatkan pelayanan terhadap peternaknya melalui TS nya tentang pengetahuan mengenai biosekurti dan penerapannya untuk mencegah ternak yang dipelihara terserang flu burung.
Pihak perusahaan juga harus lebih selektif dalam memilih peternak mitra agar nantinya pihak perusahaan tidak kesulitan dalam memberikan pelatihan tentang penerapan biosekurti pada masing-masing peternaknya sehingga ternak yang dipelihara tidak mudah terserang penyakit.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada.Ir. I Kadek Anom Wiyana MP. atas bimbingan dalam penelitian ini, juga terimakasih kepada Ir. Ni Putu Sarini M,Sc. atas bimbingan dan arahan selama penelitian. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization.2004, Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Pada Peternakan Unggas Skala Kecil. . Buku Petunjuk Bagi Paramedik Veteriner.
[WHO] World Health Organization.2008. Taking Action To Enhance Biosecurity AllAlongTheFoodChain.http://www.searo.who.int/en/Section10/Section1027/Section2 095/section 246 13920.htm [5 februari 2012].
Cardona CJ. 2005. Avian Influenza. http://www.vetmed.ucdavis.edu.vetex/INFPO Avian Influenza.html [19 Juli 2008].
[Deptan RI] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2004. Flu Burung. http://ntb.litbang.deptan.go.id/liptan/fb.pdf [27 maret 2012].
Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Bagaimana Terhindar dari Flu Burung (Avian Influenza).Jakarta.
Effendi,S. dan M. Singarimbun.1989.Metode Penelitian Survai.Cetakan kedua Pusat Penelitan dan Studi Kependudukan Universitas Gajah Mada press,Yogyakarta.
Ilham N dan Yusdja Y (2008), Dampak Flu Burung Terhadap Kesejahteraan Peternak Skala Kecil di Indonesia. http://peternakan.litbang.deptan.go.id. (12 februari 2012).
Jeffrey JS. 1997. Biosecurity for poultry flocks. Poultry fact sheet 1(26). [terhubung berkala]. http://www.vmtrc.ucdavis.edu.html [5 Juni 2011].
Jubb T dan Dharma D, 2009, Biosecurity Risk Management Planning, A Training Course Manual Book.
Mauren N, Evy M, dan Cepriadi. 2010. Analisis Perbandingan Pola Kemitraan Peternak Ayam Broiler di Kota Pekanbaru (Studi Kasus PT. Ramah Tamah Indah). Universitas Riau : Jurusan Agrobisnis (SEP) Fakultas Pertanian Universitas Riau, Jurnal Peternakan Vol. 7, ISSN 1829-8729.
Payne JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation of litter treatments on Salmonella recovery from poultry litter. J. Appl. Poult. Res. 11: 239-243.
Rasyid dan Sirajuddin. 2010. Peranan Pola Kemitraan Inti Plasma pada Peternak g Usaha Ayam Broiler. Makassar : Buletin Ilmu Peternakan. Dinas Peternakan.
Saragih B., 2000. Agrbisnis Berbasis Peternakan.Pustaka Wirausaha Muda. Pustaka Wirausaha Muda,Bogor.
Shulaw WP, Bowman GL. 2001. On-farm biosecurity: Traffic control and sanitation.http://www.ohioline.osu.edu [3 January 2012].
Singarimbun,M dan Effendi,S.1989. Metode Penelitian Survai Edisi Revisi. LP3S, Jakarta.
Sudarisman. 2004. Biosekuritas dan Program Vaksinasi, ASA Poultry Refresher Course. 25 – 27 April 2000. Di dalam Zainuddin D dan Wibawan WT. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam Lokal www.peternakan.litbang.deptan.go.id/attachments/biosekuriti_ayamlokal.pdf [27 maret 2012].
Zainuddin, D. dan Wibawan, W.T. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam Lokal.
P. R. Ananta Widyantara et al. Peternakan Tropika Vol. 1 No. 1 Th. 2013: 45 – 57 Page 57
Discussion and feedback