ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: August 5, 2021

Accepted Date: September 2, 2021


Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

PERFORMA BURUNG PUYUH UMUR 1 – 5 MINGGU YANG DIBERI JUS KULIT BUAH NAGA MELALUI AIR MINUM

Nova, L. E., G. A. M. K. Dewi, dan M. Wirapartha

PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected] Telp: +6285336490985

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performa burung puyuh umur 1 – 5 minggu yang diberi jus kulit buah naga melalui air minum. Rancangan percobaan yang digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan yang setiap ulangan terdiri dari 5 ekor burung puyuh. Penelitian ini menggunakan burung puyuh Cotunix coturnix japonica yang berumur 1 minggu sebanyak 80 ekor. Adapun perlakuan yang diberikan yaitu: air minum tanpa pemberian jus kulit buah naga (P0), air minum dengan 1% jus kulit buah naga (P1), air minum dengan 2% jus kulit buah naga (P2), air minum dengan 3% jus kulit buah naga (P3). Variabel yang diamati meliputi bobot badan awal, konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir dan FCR. Hasil penelitian menunjukkan variabel bobot awal, konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir dan FCR perlakuan 0%, 1%, 2% dan 3% menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian jus kulit buah naga 1%, 2%, dan 3% melalui air minum tidak mempengaruhi konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir dan FCR pada burung puyuh Coturnix coturnix japonica umur 1-5 minggu.

Kata kunci: performa, burung puyuh, kulit buah naga

THE PERFORMANCE OF QUAILS 1 - 5 WEEKS AGE GIVEN DRAGON FRUIT PEEL JUICE THROUGH DRINKING WATER

ABSTRACT

This research was conducted to determine the performance of quails aged 1 - 5 weeks which were given dragon fruit peel juice through drinking water. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 4 replications, each of which consisted of 5 quails. This study used 80 quails of Cotunix coturnix japonica which were 1 week old. The treatments given were: drinking water without dragon fruit peel juice (P0), drinking water with 1% dragon fruit peel juice (P1), drinking water with 2% dragon fruit peel juice (P2), drinking water with 3% dragon fruit peel juice


(P3). The variables observed included initial body weight, ration consumption, drinking water consumption, body weight gain, final body weight and FCR. The results showed that each variable of initial weight, ration consumption, drinking water consumption, body weight gain, final body weight and FCR treatment 0%, 1%, 2% and 3% were not significantly different (P>0.05). Based on the results of the study it can be concluded that the provision of dragon fruit peel juice 1%, 2% and 3% through drinking water does not affect ration consumption, drinking water consumption, body weight gain, final body weight and FCR in Coturnix coturnix japonica quails aged 1-5 weeks.

Key words: performance, quails, dragon fruit peel

PENDAHULUAN

Burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki ukuran tubuh yang kecil yang saat ini banyak dikembangkan oleh masyarakat. Burung puyuh sangat potensial dan efisien serta cepat menghasilkan kebutuhan protein hewani seperti telur dan daging sehingga harus dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Hal ini sesuai dengan data meningkatnya populasi burung puyuh di Indonesia yang setiap tahun terus meningkat, tercatat 14.107.687 pada tahun 2016 dan 14.427.314 pada tahun 2017 (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2017). Hal ini membuktikan bahwa burung puyuh merupakan komoditas yang memiliki potensi dibidang perunggasan dan banyak diminati masyarakat (Ditjennak, 2016). Jenis burung puyuh yang banyak dibudidayakan di Indonesia yaitu burung puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica). Burung puyuh ini yang paling populer diternakkan oleh masyarakat sebagai penghasil telur dan daging (Subekti dan Hastuti, 2013).

Dalam upaya mencegah penyakit dan meningkatkan produksi daging dan telur pada burung puyuh, banyak peternak menggunakan AGP (Antibiotic Growth Promoter). Antibiotik imbuhan pakan atau AGP merupakan antibiotik yang diberikan untuk meminimalisir bakteri merugikan saluran pencernaan agar mendapat bobot badan serta rasio konversi pakan yang lebih baik (Institut Pertanian Bogor, 2018). Namun, penggunaan antibiotik secara terus menerus dalam pakan akan memicu permasalahan, antara lain peningkatan resistensi mikroba patogen terhadap obat, residu obat dalam tubuh ternak, serta ketidakseimbangan intestinal mikroflora (Awad et al., 2009). Menurut Saeid dan Al-Nasry (2010) bahwa masalah keamanan pangan asal hewan dimasyarakat meliputi kontaminasi mikroba patogen dan residu antibiotik dalam daging dan telur sebagai efek samping antibiotik dalam pakan yang berperan sebagai Antibiotic Growth Promoter (AGP).

Penggunaan AGP dapat memicu resistensi pada ternak maupun manusia yang mengkonsumsi daging ataupun bagian lain dari ternak, sehingga penggunaan AGP dilarang pada pakan ternak. Dewi et al. (2017) menyatakan bahwa salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian maupun industri pertanian seperti: limbah brokoli, limbah anggur dan limbah buah naga. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan kulit buah naga yang ditambahkan pada air minum. Menurut Sitepu et al. (2019) menyatakan bahwa pemberian jus kulit buah naga dengan level 1% dan 3% pada air minum tidak berpengaruh nyata terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas, recahan karkas pada ayam Lohman Brown umur 52 minggu. Menurut Mustika et al. (2015), catechin yang terdapat pada kulit buah nagadapat berfungsi sebagai antibakteri sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih optimal. Selain itu senyawa fitokimia yang terdapat pada kulit buah naga yang berperan sebagai antioksidan berfungsi menjaga kesehatan sel dan kekebalan tubuh (Kumalaningsih, 2006). Kulit buah naga memiliki kandungan nutrisi vitamin C yang bersifat antioksidan yang dapat mengurangi radikal bebas, meningkatkan ketahanan tubuh terhadap stres serta menurunkan pH saluran pencernaan (Vernanda et al., 2015). Penambahan bahan herbal yang terbuat dari kulit buah naga dapat digunakan sebagai pengganti AGP untuk mengoptimalkan pertumbuhan burung puyuh, sehingga diharapkan dengan pemberian jus kulit buah naga dapat meningkatkan performa burung puyuh Coturnix coturnix japonica umur 1-5 minggu.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilaksanakan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian jus kulit buah naga dalam air minum terhadap performa burung puyuh Coturnix coturnix japonica umur 1-5 minggu. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat khususnya pada sektor peternakan bahwa penggunaan jus kulit buah naga sebagai air minum burung puyuh, serta sebagai data ilmiah untuk para peneliti selanjutnya.

MATERI DAN METODE

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di farm penelitian yang berlokasi di Perumahan Pasraman Unud Blok F-30, Bukit Jimbaran selama 4 minggu pada tanggal 8 Desember 2020 sampai 5 Januari 2021.

Burung Puyuh

Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung puyuh Coturnix coturnix japonica betina umur 1 minggu sebanyak 80 ekor yang diperoleh dari peternak komersial di Kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang koloni yang terbuat dari kawat berjumlah 16 unit kandang yang setiap satu unit kandang mempunyai ukuran panjang 50 cm, lebar 70 cm dan tinggi 20 cm per unit. Setiap unit kandang diisi oleh 5 ekor burung puyuh dengan tempat pakan yang terbuat dari pipa dengan ukuran panjang 50 cm. Tempat air minum juga terbuat dari pipa dengan ukuran panjang 35 cm.

Peralatan yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan elektrik kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 gram, plastik, blender untuk menghaluskan kulit buah naga, gelas ukur untuk mengukur konsumsi air minum, bola lampu untuk penghangat burung puyuh dan untuk penerangan kandang, alat tulis kantor untuk keperluan pencatatan data serta kamera HP sebagai alat dokumentasi kegiatan.

Komposisi dan nutrisi ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial CP511 PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Adapun standar kebutuhan burung puyuh dan kandungan nutrisi ransum komersial terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar kebutuhan nutrisi burung puyuh dan kandungan nutrisi ransum komersial CP511 PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

Komponen

Satuan

Standar Kebutuhan Burung Puyuh

Kandungan

Starter

Grower

Nutrisi CP511

Energi (Min)

kkal/kg

2800

2600

3448

Protein (Min)

%

19,0

17,0

23,0

Lemak (Maks)

%

7,0

7,0

5,0

Serat (Maks)

%

6,5

7

5,0

Abu (Maks)

%

8,0

8,0

7,0

Kalsium (Ca)

%

0,90 – 1,20

0,90 – 1,20

0,9

Phosphor (P)

%

0,60 – 1,00

0,60 – 1,00

0,6

Sumber: SNI, 2006; Kandungan nutrisi ransum komersial CP511 PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

Rancangan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana tiap ulangan terdiri dari 5 ekor burung puyuh umur 1 minggu. Total burung puyuh yang digunakan 80 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu:

P0 : Air minum tanpa tambahan jus kulit buah naga.

P1 : Air minum dengan 1% jus kulit buah naga.

P2 : Air minum dengan 2% jus kulit buah naga.

P3 : Air minum dengan 3% jus kulit buah naga.

Pengacakan burung puyuh

Sebelum penelitian dilaksanakan, burung puyuh yang dijadikan objek penelitian ditimbang berat badannya agar diperoleh berat badan yang homogen. Pengacakan burung puyuh dilakukan dengan cara memillih 80 ekor burung puyuh dari 150 ekor burung puyuh yang tersedia. Burung puyuh yang digunakan memiliki kisaran bobot badan rata-rata 17,50 gram, dengan standar deviasi 11,80 gram dan 22,65 gram (+5%) sehingga burung puyuh yang digunakan memiliki berat (11,80 – 22,65 gram). Burung puyuh yang telah dipilih kemudian dimasukkan kedalam kandang unit percobaan secara acak. Selanjutnya dilakukan pemberian nomor kandang. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan, sehingga terdapat 16 unit kandang percobaan yang masing-masing unit diisi 5 ekor burung puyuh Coturnix coturnix japonica umur 1 minggu.

Cara pembuatan jus kulit buah naga

Kulit buah naga dibersihkan bagian luarnya sebanyak 1 kg

Dipotong tipis-tipis

Kulit buah naga ditambah 1 liter air

Diblender hingga halus

Jus ditambahkan pada air minum sesuai dengan level perlakuan (1%, 2%, 3%)

Gambar 1. Proses pembuatan jus kulit buah naga

Pemberian ransum dan air minum

Pemberian ransum pada burung puyuh dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi pukul 08.00 WITA dan sore hari 17.00 WITA. Ransum diberikan dengan menempatkan langsung ransum ke tempat pakan didepan kandang pada setiap unit perlakuan, sedangkan pemberian air minum dilakukan secara ad libitum sesuai dengan perlakuan.

Teknik pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung sesuai perlakuan dan ulangan. Burung puyuh yang diteliti ditimbang berdasarkan variabel yang diamati seperti bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, maupun konsumsi pakan serta konsumsi minum yang akan diberikan.

Variabel yang diamati

Performa burung puyuh dilihat dari konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan efisiensi ransum. Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

  • 1.    Bobot badan awal: diperoleh dengan menimbang berat badan burung puyuh pada awal pemeliharaan.

  • 2.    Konsumsi ransum: dihitung dengan mengurangi antara pakan pemberian dan pakan sisa (Maknun et al., 2015).

  • 3.    Konsumsi air minum: dihitung setiap hari dengan mengukur pemberian air minum awal dan dikurangi sisa akhir minum yang diberikan (Maknun et al., 2015).

  • 4.    Pertambahan bobot badan: diukur dengan menimbang bobot badan pada akhir minggu dan dikurangi bobot badan pada awal minggu (Maknun et al., 2015).

  • 5.    Bobot badan akhir: diperoleh dengan menimbang berat badan burung puyuh pada akhir pemeliharaan pada umur 5 minggu.

  • 6.    Feed Convertion Ratio (FCR)

Feed Convertion Ratio: adalah konsumsi ransum dibagi pertambahan bobot badan. FCR dihitung dengan rumus:

^^     Konsumsi ransum (gram/ekor)

Pertainbahan bobot badan (gram/ekor)

Analisis data

Data yang dihasilkan dianalisis dengan sidik ragam (Anova) dan apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari performa burung puyuh umur 1 – 5 minggu yang diberi jus kulit buah naga melalui air minum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Performa burung puyuh umur 1 – 5 minggu yang diberi jus kulit buah naga melalui air minum.

Variabel

P0

Perlakuan(1)

P3

SEM(3)

P1

P2

Bobot badan awal (g/ek)

17,20a

17,38a

17,66a

17,76a2)

0,30

Konsumsi ransum (g/ek)

360,50a

370,25a

363,75a

366,65a

2,70

Konsumsi minum (ml/ek)

1147,25a

1021,50a

1068,75a

1055,75a

40,24

Pertambahan bobot badan (g/ek)

126,11a

132,69a

130,27a

132,76a

2,70

Bobot badan akhir (g/ek)

143,31a

150,26a

147,92a

150,52a

2,61

FCR

2,86a

2,79a

2,80a

2,76a

0,05

Keterangan:

1.  P0: Air minum tanpa jus kulit buah naga sebagai kontrol.

P1: Air minum yang diberi 1% jus kulit buah naga.

P2: Air minum yang diberi 2% jus kulit buah naga.

P3: Air minum yang diberi 3% jus kulit buah naga.

2. Superskrip sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05).

3. SEM adalah “Standard Error of Treatment Means”.

Bobot badan awal

Hasil penelitian menunjukkan bobot badan awal burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga melalui air minum sebagai kontrol (P0) adalah 17,20 g (Tabel 2). Bobot badan awal burung puyuh pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 17,38 g; 17,66 g dan 17,76 Nova, L. E., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 3 Th. 2021: 651-664               Page 657

gram secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 1,05%; 2,60% dan 3,15% bobot badan awal lebih berat dibandingkan perlakuan P0 namun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan untuk memperoleh bobot badan awal burung puyuh yang homogen dan untuk memperoleh materi penelitian yang sesuai dengan rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan bobot yang homogen. Bobot badan awal burung puyuh yang digunakan dalam penelitiaan ini memiliki rataan 17,50 g (Tabel 2). Bobot badan burung puyuh dipengaruhi oleh ransum yang dikonsumsi memiliki nutrien yang sama sehingga menghasilkan bobot badan awal yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Widjastuti dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas ransum mempengaruhi bobot badan. Menurut Goa et al. (2015) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bobot badan awal adalah jumlah pakan yang dikonsumsi, laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik pakan, komposisi pakan dan imbangan kandungan nutrisi pakan.

Konsumsi ransum

Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ransum burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga melalui air minum sebagai kontrol (P0) adalah 360,50 g (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan konsumsi ransum 370,25 g; 363,75 g dan 366,65 g secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 2,63%; 0,89% dan 1,67% memiliki konsumsi ransum yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0 namun secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Pemberian jus kulit buah naga 1% sampai 3% belum mampu mempengaruhi nafsu makan burung puyuh dimana hal ini belum atau tidak sesuai dengan pendapat Yuliansyah et al. (2015) yang menyatakan bahwa kulit buah naga mengandung vitamin C yang dapat meningkatkan efisiensi zat makanan dalam pakan sehingga meningkatkan nafsu makan. Selain vitamin C, kandungan catechin yang terdapat pada kulit buah naga belum mampu berperan sebagai antioksidan sehingga belum mampu meningkatkan konsumsi ransum. Zin et al. (2003) menyatakan bahwa catechin merupakan suatu flavonoid yang bersifat antioksidan dan antibakteri. Menurut Weiss dan Hogan (2007) bahwa pemberian bahan yang memiliki kandungan antioksidan pada ternak dapat mengurangi efek radikal bebas seperti meningkatkan konsumsi pakan. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata pada konsumsi ransum karena dosis pemberian jus kulit buah naga yang masih sedikit menyebabkan asupan vitamin C dan catechin tidak

mempengaruhi konsumsi ransum. Menurut Triyanto (2007) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan pada unggas yaitu faktor berpengaruh dominan (kandungan energi pakan dan suhu lingkungan) dan faktor yang berpengaruh minor (strain burung, berat tubuh, bobot telur harian, pertumbuhan bulu, derajat stress daan aktivitas burung).

Konsumsi air minum

Hasil penelitian menunjukkan konsumsi air minum tanpa pemberian jus kulit buah naga melalui air minum sebagai kontrol (P0) adalah 1147,25 ml (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing memiliki rataan konsumsi air minum 1021,50 ml; 1068,75 ml dan 1055,75 ml secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 12,31%; 7,35% dan 8,67% memiliki konsumsi air minum yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P0 namun secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan pemberian jus kulit buah naga dengan level 1%, 2% dan 3% belum memberikan hasil yang signifikan terhadap konsumsi air minum. Pemberian jus kulit buah naga level (1%, 2% dan 3%) dalam air minum diminum lebih sedikit dari kontrol, secara numerik terdapat penurunan jumlah konsumsi air minum tidak berbeda nyata. Konsumsi air minum salah satunya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pada saat penelitian suhu ruang kandang +26oC, karena diluar kandang sering hujan dapat menurunkan konsumsi air minum. Sejalan dengan pernyataan Arifien (2002) juga menyatakan bahwa jumlah konsumsi air minum lebih dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, jumlah dan keadaan ransum yang diberikan. Konsumsi air minum dipengaruhi oleh faktor tingkat garam kalium dan kalium dalam ransum, enzim-enzim, bau air, makanan tambahan pelengkap, temperatur air, penyakit, jenis bahan makanan, kelembaban, angin, komposisi pakan, umur, jenis kelamin dan jenis tempat air (Wahju, 2004). Namun level pemberian jus kulit buah naga (1%, 2% dan 3%) terlalu sedikit menyebabkan hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata walau secara numerik terdapat penurunan jumlah konsumsi air minum.

Pertambahan bobot badan

Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga melalui air minum sebagai kontrol (P0) adalah 126,11 g (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan pertambahan bobot badan 132,69 g, 130,27 g, 132,76 g secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 4,96%; 3,19% dan 5,01% memiliki pertambahan bobot badan lebih berat dibandingkan dengan perlakuan P0 namun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena jumlah konsumsi ransum yang dimakan relatif sama sehingga menyebabkan penambahan bobot badan yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Pemberian jus kulit buah naga dengan level 1-3% melalui air minum belum mampu meningkatkan bobot badan burung puyuh secara signifikan. Menurut Ichwan (2003) secara umum penambahan bobot badan akan dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan yang dimakan dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan tersebut. Peningkatan pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi pakan jika konsumsi pakan baik maka pertambahan bobot badan akan baik pula (North dan Bell, 1990), dan pertambahan bobot badan adalah selisih antara bobot tubuh saat tertentu dengan bobot tubuh semula (Rasyaf, 2011).

Bobot badan akhir

Hasil penelitian menunjukkan bobot badan akhir burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga melalui air minum sebagai kontrol (P0) adalah 143,31 g (Tabel 2). Bobot badan akhir burung puyuh pada perlakuan P1, P2 dan P3 memiliki rataan masing-masing 150,26 g; 147,92 g dan 150,52 g secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 4,62%; 3,12% dan 4,79% memiliki bobot badan lebih berat dibandingkan dengan perlakuan P0 namun secara statistik tidak berbeda nyata. Pemberian jus kulit buah naga dengan level 1%, 2% dan 3% masih terlalu sedikit sehingga peranan senyawa fitokimia yang terdapat pada kulit buah naga belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot badan akhir burung puyuh, hal ini dapat dilihat dari konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata. Kandungan senyawa fitokimia yang terdapat pada kulit buah naga memberikan efek yang baik pada kesehatan burung puyuh namun belum mampu meningkatkan bobot badan akhir dari perlakuan 1% (P1), 2% (P2), 3% (P3) jus buah naga dalam air minum dan P0 (Tabel 2). Hal ini sesuai penelitian Trisnayuni et al. (2019) bahwa pemberian ekstrak kulit buah naga melalui air minum belum mampu meningkatkan bobot badan akhir secara statistik pada ayam. Adapun fitokimia yang dapat membantu

meningkatkan kesehatan burung puyuh yang terdapat pada kulit buah naga meliputi penol, hidrokuinon, flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin, tanin (Manihuruk, 2016).

Feed convertion ratio (FCR)

Hasil penelitian menunjukkan FCR burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga melalui air minum sebagai kontrol (P0) adalah 2,86 (Tabel 2). Feed Convertion Ratio (FCR) pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing memiliki rataan 2,79; 2,80 dan 2,76 secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 2,42%; 2,05% dan 3,53% memiliki angka FCR yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P0 namun secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Pemberian perlakuan jus kulit buah naga 1%-3% pada air minum belum mampu mempengaruhi FCR pada burung puyuh. Hal ini disebabkan level pemberian jus kulit buah naga yang terlalu sedikit sehingga kandungan catechin yang terdapat pada kulit buah naga belum berperan dalam menekan angka FCR, walaupun secara numerik terdapat penurunan angka FCR. Mustika et al. (2014) menyatakan bahwa kandungan catechin yang terdapat pada kulit buah naga dapat berfungsi sebagai antibakteri sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih optimal. Hal ini sependapat dengan Miguel et al. (2010) yang menyatakan bahwa catechin merupakan salah satu senyawa polyphenol yang berpotensi sebagai anti mikroba. Sinurat et al. (2003) menyatakan bahwa mekanisme kerja bioaktif dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pakan pada unggas adalah dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen di dalam saluran pencernaan atau dapat juga dikatakan sebagai antibakteri. Konsumsi ransum yang tidak berbeda secara signifikan dan kandungan nutrien didalam pakan juga sama sehingga berdampak pada pertambahan bobot badan yang tidak jauh berbeda menyebabkan FCR yang didapat juga tidak berbeda nyata. Sesuai dengan pendapat Achmanu et al. (2011) yang menyatakan bahwa perbedaan konversi pakan disebabkan karena adanya perbedaan dalam konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Faktor yang mempengaruhi FCR adalah kualitas ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi ransum serta bobot badan ternak (Amrulloh, 2003). Menurut Subekti (2012) bahwa konversi ransum merupakan ukuran efisiensi dalam penggunaan ransum. Semakin rendah nilai konversi ransum, maka semakin baik ternak dalam penyerapan ransum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan 1 kg daging semakin sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian jus kulit buah naga sebanyak 1%, 2% dan 3% dalam air minum belum berpengaruh terhadap bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, FCR, konsumsi air minum pada burung puyuh Coturnix coturnix japonica umur 1-5 minggu.

Saran

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh disarankan pada penelitian selanjutnya agar menambahkan pemberian jus kulit buah naga melalui air minum dengan level pemberian yang lebih tinggi pada burung puyuh Coturnix coturnix japonica umur 1-5 minggu untuk dijadikan perbandingan dengan hasil penelitian yang diperoleh saat ini.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir I Nyoman Tirta Ariana, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir Ni Wayan Siti, M.Si atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Achmanu, Muharlien, Salaby. 2011. Pengaruh lantai kandang (rapat dan renggang) dan imbangan jantan-betina terhadap konsumsi pakan, bobot telur, konversi pakan dan tebal kerabang pada burung puyuh. Ternak Tropika. 12:1-14.

Amrulloh, I. K. 2003. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB-Press, Bogor.

Arifien, M. 2002. Rahasia Sukses Memelihara Ayam Broiler di Daerah Tropis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Awad. 2009. Effect Of Dietary Inclusion Of Probiotic And Synbiotic On Growth Peformance.

Organ Weight And Intestinal Histomorfology. Poulth : sci

Dewi, G. A. M. K., M. Nuriyasa, dan I W. Wijana. 2017. Effect of diet containing dragon fruit peel meal fermentation for productivity of kampung chickens. The 2nd International Conference on Animal Nutrition and Environment (ANI-NUE). Khon Kaen, Thailand. ISBN 978-616-438-084-4 Vol. II.

Direktoral Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2016. Populasi peternakan menurut provinsi. Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Statistik peternakan dan kesehatan hewan. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI.

Goa, S. E. L., Silitonga, L dan Yuanita, I. 2015. Substitusi ransum jadi dengan roti afkir terhadap performa burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur starter sampai awal bertelur. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 4 (2): 61-65.

Ichwan, 2003. Membuat Pakan ras Pedaging. Tanggerang: Agro Media Pustaka.

Institut Pertanian Bogor. 2018. Antibiotic Growth promoter/AGP. Bogor : Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan.

Kartasudjana, R. Dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kumalaningsih, S . 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber manfaat, Cara penyediaan dan Pengolahan. Surabaya : Trubus. Agrisarana.

Maknun, L., Sri, K dan Isna, M. 2015. Performans produksi burung puyuh(Coturnix coturnix japonica) dengan perlakuan tepung limbah penetasan telur puyuh. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 25 (3) : 53-58.DOI: http://dx.doi. or.

Manihuruk, FM. 2016. Efektivitas penambahan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai pewarna, antioksidan, dan antimikroba pada sosis daging sapi selama penyimpanan dingin [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Miguel, M.G., M. A. Neves, and M. D. Antunes. 2010. Pomegranate (Punica granatum L.): A medicinal plant with myriad biological properties - A Short Review. Journal of Medicinal Plants Research. 4:2836-2847.

Mustika, A.I.C., O. Sjofjan., E. Widodo. 2014. Pengaaruh penambahan tepung kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam pakan terhadap penampilan produksi burung puyuh (Coturnix japonica). Skripsi. Universitas Brawijaya Malang.

North, M.O. And D,D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrand Reinhold. New York.

Rasyaf, M. 2011. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saeid, J. and A. Al-Nasry. 2010. Effect of dietary coriander seeds supplementation on growth performance carcass traits and some blood parameters of broiler chickens. IJPS. 9 (9):867-870.

Sinurat, A.P., T. Purwadaria, M.H. Togatorop Dan T. Pasaribu. 2003. Pemanfaatan bioaktif tanaman sebagai “feed additive” pada ternak unggas: Pengaruh pemberian gel lidah buaya atau ekstraknya dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging. JITV 8(3): 139-145.

Sitepu, M, G. A. M. K. Dewi dan M. Wirapartha, 2019. Pengaruh Pemberian Jus Kulit Buah Naga Dalam Air Minum Pada Karkas dan Recahan Karkas Ayam Lohman Brown Umur 52 Minggu. Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019:  481-492.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/49864/29651

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama, Jakarta.

Subekti, E. 2012. Pengaruh penambahan vitamin C pada pakan non komersial terhadap efisiensi pakan puyuh petelur. Mediagro. 8 (1): 1-8.

Subekti, E. dan D. Hastuti. 2013. Budidaya Puyuh (Coturnix coturnix japonica) di Pekarangan Sebagai Sumber Protein Hewani dan Penambahan Income Keluarga. Vol 9. No. 1. 2013. Hal 1-10.

Trisnayuni, G.A.M.K. Dewi, dan I W. Wijana. 2019. Performans ayam persilangan white gold dengan lancy umur 6-14 minggu yang diberi air minum mengandung ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus). E-Journal Peternakan Tropika. Vol.7 No. 1 Th.2019 P: 291-303. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/48007/28704

Triyanto. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Periode Produksi Umur 6-13 minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda. Disertasi tidak diterbitkan. IPB. Bogor.

Vernanda, W. L., F. Wahyono, dan I. Mangisah. 2015. Pengaruh pemberian aditif cair buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap performa burung puyuh betina umur 1650 hari. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan Vol. 25 No. 3 Th. 2015: 37-44.

Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Weiss, W. P., and J. S. Hogan. 2007. Effects of dietary vitamin c on neutrophil function and responses to intramammary infusion of lipopolysaccharide in periparturient dairy cows. Journal of Dairy Science. 90(2): 731-739.

Widjastuti, T. dan Kartasudjana, R. 2006. Pengaruh pembatasan ransum dan implikasinya terhadap performa puyuh petelur pada fase produksi pertama. Journal Tropical Animal Agriculture. 31 (3): 162-166.

Yuliansyah, M. F., Widodo, E. dan Djunaidi, I. H. 2015. Pengaruh penambahan sari belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai acidifier dalam pakan terhadap kualitas internal telur ayam petelur. J. Nutrisi Ternak. 1 (1) : 19-26.

Zin, Z. M., A. Abdul-Hamid, and A. Osman. 2003. Antioxidative activity of extracts from mengkudu (Morinda citrifolia L.) Root, Fruit and Leaf. Food Chemistry. 78: 227-23.

Nova, L. E., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 3 Th. 2021: 651-664

Page 664