ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 29, 2021                                              Accepted Date: September 2, 2021

Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati

KUALITAS FISIK DAGING BROILER DENGAN PEMBERIAN ASAM AMINO LISIN DAN METIONIN MELALUI AIR MINUM DALAM KANDANG CLOSED HOUSE

Pratama, I M. D. A, I P. A. Astawa, dan I M. Suasta

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected] , Telp +6282144091854

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kualitas fisik daging broiler yang diberi asam amino lisin dan metionin melalui air minum dalam kandang closed house. Penelitian ini menggunakan Rancanga Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 4 perlakuan yaitu: perlakuan A kontrol (ayam broiler tanpa pemberian asam amino lisin dan metionin), B (pemberian asam amino lisin dan metionin sebanyak 0,02%), C (pemberian asam amino lisin dan metionin sebanyak 0,025%), D (pemberian asam amino lisin dan metionin sebanyak 0,03%). Masing-masing perlakuan memiliki 4 ulangan dan setiap ulangan menggunakan 12 ekor ayam broiler. Variabel yang diamati adalah pH daging, daya ikat air, susut mentah dan susut masak. Data yang dianalisis menggunakan sidik ragam. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pH daging broiler yang diberi asam amino lisin dan metionin pada kadar 0,025% menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian asam amino lisin dan metionin pada kadar 0,025% melalui air minum memberikan pengaruh nyata pada niali pH daging dan tidak berpengaruh nyata terhadap daya ikat air, susut mentah dan susut masak.

Kata kunci : daging broiler, kualitas fisik, air minum, lisin dan metionin

PHYSICAL QUALITY OF BROILER MEAT WITH PROVISION OF AMINO LYSINE AND METHIONENE THROUGH DRINKING WATER IN CLOSED HOUSE CAGE

ABSTRACT

This study aims to determine the physical quality of broiler chicken meat given the amino acids lysine and methionine through drinking water in a cage near the house. This study used a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments, namely: treatment A control (broiler chickens without the amino acids lysine and methionine), B (administration of amino acids lysine and methionine as much as 0.02%), C (administration of


amino acids lysine and methionine as much as 0.025%), D (administration of amino acids lysine and methionine as much as 0.03%). Each treatment had 4 replications and each replication used 12 broiler chickens. The variables observed were meat pH, water holding capacity, raw and cooked losses. The data were analyzed using a variance fingerprint. The results of the study showed that the pH of broiler meat given the amino acids lysine and methionine at a level of 0.025% showed significantly different results (P<0.05) Based on the results of the study, it can be concluded that that the administration of amino acids lysine and methionine at levels of 0.025% through drinking water had a significant effect on the pH value of meat and had no significant effect on water holding capacity, raw and cooked losses.

Keywords : broiler meat, physical quality, dringking, waterlysine and methionine

PENDAHULUAN

Kebutuhan daging broiler pada saat ini semakin meningkat, tingkat konsumsi kebutuhan daging broiler bertambah dengan seiring bertambahnya populasi penduduk. Menurut data Ditjen Peternakan Kementan (2012) tingkat konsumsi protein hewani terutama broiler di Indonesia tahun 2010 hingga 2012 terus mengalami peningkatan sebesar 1 kg/kapita/tahun. Broiler menghasilkan daging sebesar 955.800 ton atau 47,17% dari daging yang di hasilkan oleh ternak unggas di Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa, peternak dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas daging yang baik. Untuk meningkatkan akan kebutuhan kualitas daging yang bagus maka perlu diberikan ransum yang bagus baik kualitas maupun kuantitas selain itu peternak bisa lakukan yaitu mengubah kandang biasa atau kandang open house menjadi kandang closed house.

Menurut Tamallaudin (2012) pemeliharaan broiler pada umumnya menggunakan kandang tipe closed house. Kelebihan lain dari kandang tipe Closed House adalah kapasitas atau populasi jauh lebih banyak, ayam lebih terjaga dari gangguan luar baik fisik, cuaca, maupun serangan penyakit, terhindar dari polusi, keseragaman ayam lebih bagus. Pentumbuhan daging salah satu dipengaruhi oleh pakan, terutama kandungan protein pada

ransum, kadungan protein disusun oleh asam-asam amino, asam amino yang sering atau menjadi pembatas pertumbuhan adalah asam amino lisin dan metionin. Widodo (2002) menyatakan bahwa umumnya ransum unggas yang berasal dari produk nabati mempunyai kekurangan. Asam amino lisin dan metionin, sehingga perlu disuplementasi ke dalam ransum dalam bentuk asam amino sintesis. Menurut Sundari et al. (2004) lisin merupakan asam amino esensial yang sangat berguna bagi tubuh. Lisin adalah prekusor untuk biosintesis karnitin, sedangkan karnitin merangsang proses β-oksidasi dari asam lemak rantai panjang yang terjadi di mitokondria. Penambahan lysin ke dalam pakan diharapkan dapat meningkatkan terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi semakin meningkat, sehingga mengakibatkan kadar lemak dan kolesterol daging rendah. Lisin yang mempunyai banyak kegunaan di dalam tubuh merupakan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh ayam, sehingga digolongkan pada asam amino esensial yang kritis karena kadarnya dalam pakan sangat rendah.

Pesti et al. (2005) menyatakan bahwa metionin adalah asam amino yang penting atau sangat diperlukan oleh tubuh. Asam amino dibutuhkan untuk pertumbuhan otot dan pemeliharaan. Metionin mempunyai beberapa peranan yang sangat penting bagi ayam antara lain, sebagai donor gugus metil dalam pembentukan kholin, sebagai bahan pembentuk bulu, sebagai penetral racun tubuh, dan sebagai pembentuk taurin yang diperlukan untuk menyusun garam empedu dapat memperbaiki kualitas pakan dari sumber protein, dimana dalam proses pemecahan bahan makanan banyak kandungan protein yang hilang sehingga solusinya dapat ditambahkan dengan pemberian asam amino lisin dan metionin yang merupakan asam amino yang perlu di perhatikan dalam penyusunan ransum.

Menurut Yuliyanti et al. (2018) pemberian ransum dengan suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin sebanyak 0,5% dan 1% pada babi bali jantan belum memberikan hasil yang berbeda terhadap dimensi tubuh yang meliputi tinggi pundak, tinggi punggung, tinggi pinggul, lingkar dada, lingkar perut, lingkar flank, dan panjang badan.

Menurut Purnamayana et al. (2020) pemberian mikro-nutrien vitamin dan asam amino 4 g dalam air minum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas fisik telur. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian asam amino lisin dan metionin melalui air minum terhadap kualitas fisik daging broiler.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali dan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang berlangsung selama 32 hari. Ayam

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC broiler strain CP 707, sebanyak 192 ekor yang di produksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. dan tanpa membedakan jenis kelamin (unsexed).

Asam amino

Asam amino yang di gunakan pada penelitian ini adalah lisin dan metionin produksi PT Peridam. Tbk

Kandang dan perlengkapan

Tipe kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang Close House yang didalamnnya telah disekat sebanyak 16 petak. Ke 16 petak kandang terbuat dari bahan kayu dan kawat jaring dengan ukuran 1x1 m yang dilengkapi dengan gasolek/pemanas. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum galon dengan kapasitas 5 liter.

Pada bagian bawah kandang sekam untuk menampung kotoran dan dinding kandang ditutupi dengan terpal.

Ransum dan air minum

Ransum yang di berikan adalah ransum Br 10 (0-1 minggu) Br 11 (1-3 minggu) dan Br 12 (3-6 minggu) yang di produksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Air minum bersumber dari PDAM dan diberikan ad libitum. Kandungan nutrisi pakan dapat di lihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kandungan zat nutrisi pakan

Nutrien

Pakan 1)

BR10        BR11        BR12

(0-1 minggu)   (1-3 minggu)   (3-6 minggu)      Standar2)

Energi metabolis protein kasar Serat kasar Lemak kasar Kalsium Fospor

(Kkal/Kg)     3000-3100      300-3100     3000-3100         3200

(%)           22-24           21-23         20-22             18-23

(%)           4               5             5                 3-6

(%)           5               5             5                 3-4

(%)            0,9              0,9            0,9                0,9-1

(%)            0,6              0,6            0,5                0,35-

Keterangan:

1)  Brosur pakan ternak yang di produksi oleh PT. Charoen Pokhphand Indonesia, Tbk.

2) Standar menurut NRC (1994)

Alat-alat dan perlengkapan

Peralatan yang di gunakan pada saat penelitian di lapangan dan di lab adalah ember plastik, timbangan Ohaus kapasitas 2610 g dengan kepekaan 10 g, timbangan Scale Kitchen kapasitas 5 kg dengan kepekaan 50 g, kantong plastic, lampu, tempat pakan, tempat minum, sepait, kalkulator. Alat tulis berupa buku, pulpen. Alat-alat bedah seperti pisau, cutter, gunting dan pinset. Perlengkapan lain yang digunakan dalam penelitian ini yakni kertas koran sebagai alas, bola lampu 100 watt, terpal/kain untuk menutupi kandang dari angin dan sabun untuk mencuci peralatan kandang. Dan peralatan dan bahan yang digunakan pada saat di lab plastik sebagai pembungkus daging, aquadest, larutan buffer, dan air. pisau, talenan, baskom, timbangan analitik, kulkas, gelas ukur, pH meter, waterbath, plastik bersegel, kertas tissu,

cawan petri, cawan porselen, aluminium foil, aqua gelas, sentrifugasi, tali, chart, alat tulis menulis dan kamera.

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan dalam satu kelompok. Adapun perlakuannya yaitu:

Perlakuan A: Ayam tanpa pemberian asam amino lisin dan meteonin dalam air mium

Perlakuan B: Ayam yang mendapatkan 0,02% asam amino lisin dan meteonin dalam air minum

Perlakuan C: Ayam yang mendapatkan 0,025% asam amino lisin dan meteonin dalam air minum

Perlakuan D: Ayam yang mendapatkan 0,03% asam amino lisin dan meteonin dalam air minum

Pengacakan ayam

Ayam diambil secara acak sebanyak 192 ekor dari 202 ekor ayam yang kemudian ditimbang dan dicari berat badannya. Rata-rata berat badan yang di peroleh dipakai untuk membuat kisaran berat badan, yaitu x ± 5%. Ayam yang dipakai adalah ayam yang beratnya masuk kedalam kisaran berat badan yang telah di buat. Ayam kemudian di masukan pada masing-masing petak kandang yang jumlahnya 16 petak dan tiap petak kandang diisi 12 ekor ayam. Sehingga jumlah ayam yang di gunakan sebanyak 192 ekor.

Pencegahan penyakit

Sebelum ayam di masukan kedalam kandang terlebih dahulu kandang disemprot menggunakan formalin dengan dosis 1-2 cc dalam 1liter air. Ayam yang baru tiba diberikan “vitachick” dengan dosis 1 g dalam 1liter air minum untuk meningkatkan nafsu makan dan “vitastress” dengan dosis 1 g dalam 1 liter air air minum untuk menghilangkan stress saat ayam di kandangan. Vaksin ND sudah di lakukan oleh perusahaan peternak yakni saat umur 1 hari.

Pemberian ransum dan air minum

Ransum dan air minum di berikan secara ad libitum. Ransum diberikan setengah dari tempat pakan untuk menghindari pakan tercecer akibat dikais oleh ayam. Air minum diberikan dengan cara mengisi ½ bagian dari tempat air minum untuk menghindari

tumpahnya air saat ayam minum. Air minum berasal dari sumber PDAM setempat dengan menambahkan asam amino sesuai dengan dosis perlakuan.

Pemotongan ayam

Ayam yang dipotong sebagai sempel adalah ayam yang mendekati berat badan rata-rata pada setiap perlakuan. Sebelum melakukan pemotongan. Ayam terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam. Ayam dipotong pada vena juguralis yang terletak pada bagian bawah leher, kemudian darah ditampung dengan kantong plastik. Ayam yang sudah dipotong kemudian dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu bekisar 60°-70°C selama ± l menit untuk memudahkan dalam pencabutan bulu. Kemudian dilanjutkan dengan pemisahan bagian-bagian tubuh ayam yaitu pengeluaran saluran pencernaan dan organ dalam dengan jalan membelah perut. Pemotongan kaki, kepala dan leher. Setelah dilakukan pemisahan kepala, kaki, leher, kemudian isi rongga perut dikeluarkan, Selanjutnya dilakukan pemisahan bagian-bagian karkas. Untuk pemisahan bagian dada dari bagian punggung dengan cara memotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung (Costae sternalis) sampai sendi bahu, sehingga selain tulang rusuk dan tulang dada pada bagian dada akan ikut serta Os Clavicula dan Os coracoid. Pemisahan bagian punggung dari paha dengan memotong sendi Articulatio coxae antara Os femur (tulang paha) dengan Os coxae. Bagian sayap dapat dipisahkan dengan memotong persediaan antara Os humerus dengan Os scapula. Variabel yang Diamati

Nilai pH daging

Pengujian pH daging sempel yang diambil pada bagian dada berdasarkan Soeparno (2015), yaitu sampel daging seberat 10 gram dihaluskan kemudian dicampur dengan 10 ml aquadest kemudian diaduk hingga homogen. pH meter dibersihkan dengan aquadest dan dimasukkan buffer pH 7 untuk disesuaikan pH-nya. Setiap larutan diukur pH-nya sebanyak tiga kali dan hasilnya direrata sebagai nilai pH daging.

Daya ikat air

Pengujian daya ikat air (DIA) sempel yang diambil pada bagian dada dapat ditentukan dengan metode sentrifulus, yaitu sebanyak 10 gr daging dilumatkan, kemudian ditimbang, sebagai berat awal. Selanjutnya daging dibungkus dengan kertas saring Whatman, bungkusan daging selanjutnya dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi dan dilakukan pemusingan dengan kecepatan tinggi yaitu 36.000 rpm selama 60 menit. Sampel yang sudah dipusingkan,

kemudian ditimbang tanpa kertas saring sehingga diperoleh berat akhir (Hamm, 1972).

Persentase daya ikat air (DIA) dihitung dengan rumus:

DIA =


Berat awal - Berat akhir --x IOO

Berat awal

Susut mentah

Susut mentah sempel yang diambil pada bagian dada di tentukan dengan menimbang sampel daging dengan ketebalan 2,5 cm tanpa lemak dan jaringan ikat. Selanjutnya daging diikat tali dan digantung dalam keadaan terbungkus plastik rapat dan tidak menyentuh kantong plastik. Gantung dalam suhu kamar selama 24 jam. Setelah digantung selama 24 jam daging dilepas dan sebelum ditimbang daging di lap kering dan selanjutnya di timbang. Pengukuran nilai weep loss dilakukan berdasarkan rumus sebagai berikut:

Berat awal — Berat akhir

weep loss = ------—--—-----x 100

Berat awal

Susut masak

Susut masak sempel yang diambil pada bagian dada ditentukan dengan Menyiapkan sampel daging yang akan di uji dengan berat ± 20 gr. Merebus air sampai mendidih. Merebus

sampel daging sampai suhu dalamnya mencapi 80, selama 30 menit lalu angkat dan

dinginkan. Timbang sampel sampai beratnya konstan. Swatland (1984) Presentase susut:

SM %


Berat awal — Berat akhir -----------------------x 100

Berat awal

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Stell dan Torrie, 1998)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai pH

Rataan nilai pH daging ayam broiler tanpa pemberian asam amino lisin dan meitionin (A) sebesar 5,30%. Pada perlakuan B (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,02%), perlakuan C (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,025%) nilai pHnya secara berturut-

turut sebesar 2,75%, 3,99% dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol) dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05), serta pada perlakuan D (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,03%) lebih tinggi sebesar 0,75% dari perlakuan A namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Nilai pH daging ayam broiler pada perlakuan B lebih tinggi 2,01% dari perlakuan D, serta 1,28% lebih rendah dari perlakuan C namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada penelitian ini ayam broiler yang diberi asam amino lisin dan miteonin pada kadar 0,025% menunjukan nilai pH 5,52. Nilai pH daging broiler yang berada pada kisaran pH normal atau ultimat dikarenakan timbunan asam laktat pada masa glikolisis post mortem pada saat pemotongan, ternak yang pada saat pemotongan tidak mengalami stress terlalu tinggi dan waktu pengistirahatan yang cukup akan menyebabkan glikogen yang tidak banyak berkurang dan pH akhir daging akan normal selain itu penambahan pemberian asam amino lisin dan metionin menurut Sastrawan et al. (2020) pemberian suplementasi komplek asam amino, mineral, dan vitamin dapat meningkatkan produktivitas ayam dan menurut Martin et al.(2006). Penambahan asam amino lisin dan metionin bukan saja meningkatkan berat badan tetapi mempercepat pertumbukan otot dan jaringan lainya termasuk pH daging untuk memcapai hasil yang maksimal. Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya menurut Soeparno (2015) bahwa daging yang berkualitas baik berada pada kisaran pH normal daging segar yaitu 5,4-5,8 yang menunjukan pH daging berada dikisaran pH normal. Menurut Lawrie (2003) nilai pH adalah sebuah indikator penting kualitas daging dengan memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar.

Daya Ikat Air (DIA)

Rataan daya ikat air daging ayam broiler tanpa pemberian asam amino lisin dan meitionin (A) sebesar 22,98%. Pada perlakuan B (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,02%), perlakuan C (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,025%) dan perlakuan D (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,03%) nilai daya ikat airnya secara berturut-turut sebesar 12,80%, 17,12% dan 7,56% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol) dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil dari penelitian ini pemberian asam amino lisin dan metionin tidak memberikan hasil tidak berbeda nyata pada daya ikat air banyak faktor yang mempengaruhi daya ikat air daging, diantaranya pH, bangsa, pembentukan aktomiosin (rigormortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas, tipe

daging dan lokasi otot, fungsi otot, umur, pakan, dan lemak intramuskuler. Kemampuan menahan air memjadi faktor penting terutama pada industri pangan. Daya ikat air water holding capacity (WHC) daging adalah kempuan protein daging dalam mengikat air di dalam daging, sehingga daya ikat air ini dapat menggambarkan tingkat kerusakan protein daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan. Lawrie (2003) yang menyatakan bahwa protein daging berperan dalam pengikatan air daging. Kadar protein daging yang tinggi menyebabkan meningkatnya kemampuan menahan air daging sehingga menurunkan kandungan air bebas, dan begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi jumlah air yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah. Lawrie (2003) menyatakan bahwa daya mengikat air daging sangat dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi pH akhir semakin tinggi daya mengikat air.

Susut mentah

Rataan susut mentah daging ayam broiler tanpa pemberian asam amino lisin dan meitionin (A) sebesar 26,75%. Pada perlakuan B (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,02%), perlakuan C (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,025%) dan perlakuan D (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,03%) nilai susut mentahnya secara berturut-turut sebesar 21,16%, 22,44% dan 13,99% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (control) dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). nilai susut mentah pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh perbedaan pakan dan perlakuan yang diberikan yang mempengarui susut mentah adalah waktu dan lama penyimpanan dalam pendingin sesui dengan pernyataan George (1990) waktu dan lama penyimpanan dalam pendingin menjadi faktor utama yang mempengaruhi susut mentah. Susut mentah dipengaruhi juga oleh daya ikat air, daya ikat air yang tinggi menyebabkan susut mentah yang rendah, sedangkan daya ikat air rendah menyebabkan susut mentah tinggi. Susut mentah berbanding lurus dengan susut masak, apabila susut masak meningkat maka susut mentah meningkat dan jika susut masak menurun maka susut mentah menurun juga.ini sesui dengan susut masak.

Tabel 2. Kualitas fisik daging broiler dengan pemberian asam amino lisin dan meteoinin

melalui air minum pada kandang closed house

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

A

B

C

D

Nilai pH daging

5,30c3)

5,45ab

5,52a

5,34bc

0,03

Daya Ikat Air (%)

22,98

26,01

27,73

24,86

1,76

Susuk mentah (%)

26,75

33,93

34,49

31,10

2,62

Susut Masak (%)

10,36

11,62

11,85

10,90

0,66

Keterangan

1. Perlakuan A: ayam tanpa pemberian asam amino lisin dan metionin (sebagai control),

perlakuan B: ayam dengan pemberian asam amino lisin dan metionin 0,02%

perlakuan C: ayam dengan pemberian asam amino lisin dan metionin 0,025%

perlakuan D: ayam dengan pemberian asam amino lisin dan metionin 0,030%

2. SEM:”Standard Error of the Treatment Mean”

3. Nilai dengan hurup berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Susut masak

Rataan susuk masak daging ayam broiler tanpa pemberian asam amino lisin dan meitionin (A) sebesar 10,36%. Pada perlakuan B (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,02%), perlakuan C (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,025%) dan perlakuan D (pemberian asam amino lisin dan meitionin 0,03%) nilai susuk masaknya secara berturut-turut sebesar 10,84%, 12,57% dan 5,23% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (control) dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai susut masak yang dihasilkan pada penelitian tidak dipengaruhi oleh perbedaan pakan perlakuan yang diberikan. Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin tinggi temperatur pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging menurut Soeparno (2015). Besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, umur simpan daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat Shanks et al.(2002).

Menurut Lawrie (2003) menyatakan bahwa jumlah cairan yang diperoleh dalam pemanasan akan meningkat lebih lanjut Hal ini mungkin menggambarkan beberapa kerusakan protein, dengan kerusakan asam amino yang akan terjadi dalam kisaran suhu tersebut. Susut masak dapat

digunakan untuk meramalkan jumlah kandungan cairan dalam daging masak. Daging yang mempunyai susut masak yang rendah mempunyai kualitas fisik yang relatif lebih baik dari pada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi       selama pemasakan lebih

sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian asam amino lisin dan metionin pada kadar 0,025% melalui air minum memberikan pengaruh nyata pada niali pH daging dan tidak berpengaruh nyata terhadap daya ikat air, susut mentah dan susut masak.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan kepada masyarakat dapat memberikan pemberian asam amino lisin dan metionin dengan kadar 0,025% kedalam air minum untuk mendapatkan kualitas fisik daging broiler yang lebih baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dirjen Peternakan, Jakarta.

Hamm, R. 1972. Kolloidchemie des Fleisches – des Wasserbindungs-vermoegen des Muskeleiweisses in Theorie und Praxis. Verlag Paul Parey, Berlin.

George, C. 1990. Technological aspect of preservation and processing of edible shell fishes and cold storage in mussels (Mytilus edulis) and clam (Villorotasp.). Journal Fish Technology. 11:22-27.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu daging. Edisi Ke-5. Diterjemahkan oleh parakkasi, A., dan Y. Amwila. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Martin,V. R., P.A. Geraert and R. Ferrer. 2006. Conversion of the methionine hydroxyl analogue DL-2-hydroxy-(4-methylthio) Butanoic acid to sulfur-containing amino acids in the chicken small intestine. Poultry Sci.. 85: 1932-1938.

National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 8 Revised Ed. Washington, DC: National Academy Pres.

Pesti, G. M., R. I. Bakalli, J. P. Driver, A. Atencio, and E. H. Foster. 2005. Poultry Nutrition and Feeding. Department of Poultry Science University of Georgia. Trafford Publishing. Athens.

Purnamayana, G. K. I, I P. A. Astawa, dan I M. Suasta. 2020. Pengaruh Suplementasi Campuran Mikro-Nutrien melalui Air Minum Terhadap Kualitas Fisik Telur Ayam. Peternakan      Tropika.      Vol.      8      No.      1,      Hal.       89-101.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/60468/35001

Sanchez, W.K., P.R. Cheeke and N.M. Patton. 1984. Influence Of Diatery of Soybean Meal, Methionin and Lysine On The Performance of Weaning Rabbits Fed High Diets. J. Appl. Rabbit Res. 7: 109-116.

Sastrawan, I P. L., I P. A. Astawa, dan I G. Mahardika. 2020. Pengaruh Suplementasi (Asam Amino, Mineral, dan Vitamin) Melalui Air Minum Terhadap Kualitas Telur yang Disimpan Sampai 21 Hari. Peternakan Tropika 8(1):   189   –   201.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/60478/35013

Shanks BC, Wolf DM and Maddock RJ. 2002. Technical note : The effect of freezing on Warner Bratzler shear force values of beef longissimuss steak across several postmortem aging periods. J Anim Sci 80 : 2122- 2125.

Soeparno. 2015. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel ,R.G.D. and J.H.Torrei.1998. Principles and Procedures of Statistics . 2nd Ed MeGraw-Hil International Book Company. London.

Sundari, L. C. M. Srilestari dan H.I. Wahyuni, 2004. Komposisi Lemak Tubuh Kelinci Yang Mendapat Pakan Pellet Dengan Berbagai Aras Lisin. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Devolopment of Meat Animal, Prentice Hallinc. Englewood Cliff, New Jersey.

Tamalludin, Ferry. 2012. Ayam Broiler 22 Hari Panen Lebih Untung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Widodo, W. 2002. Nutrisi Ransum Unggas Konstekstual. Fakultas Peternakan – Perikanan. Universitas Muhammadiyah. Malang.

Yuliyanti, N.N., I K. Sumadi dan I M. Suasta. 2018. Dimensi Tubuh Babi Bali Jantan yang diberikan Ransum dengan Suplemen Lisin, Metionin, dan Kolin. Jurnal of Tropical. Vol. 6 (2): 298-308.

Pratama, I M. D. A., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 3 Th. 2021: 509-522

Page 522