ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 13, 2021

Accepted Date: September 2, 2021


Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

KUALITAS TELUR BURUNG PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) YANG DIBERIKAN JUS KULIT BUAH NAGA PADA AIR MINUM

Sujana, I. K. Y., G. A. M. K. Dewi dan M. Wirapartha

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected], Telepon: +6287862657185

ABSTRAK

Penelitian  ini bertujuan untuk mengetahui kualitas  telur  burung  puyuh  jepang

(Coturnix-coturnix japonica ) yang diberikan jus kulit buah naga pada air minum. Rancangan yang digunakan Rancanga Acak Lengkap (RAL) dengan empat (4) perlakuan dan empat (4) ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor burung puyuh

umur 6-10 minggu. Keempat perlakuan yaitu: P0 : air minum tanpa jus kulit buah naga atau kontrol , P1 : air minum yang diberi jus kulit buah naga sebanyak 1%, P2 : air minum yang diberi jus kulit buah naga sebanyak 2%, P3: air minum yang diberi jus kulit buah naga sebanyak 3%. Variabel yang diamati yakni bobot telur, bobot cangkang telur, tebal cangkang telur, bobot putih telur, bobot kuning telur, warna kuning telur, HU (Haugh Unit), pH telur. Hasil yang diperoleh dari pemberian perlakuan P0 air minum tanpa jus kulit buah naga, P1 (1% jus kulit buah naga pada air minum), P2 (2% jus kulit buah naga pada air minum) dan P3 (3% jus kulit buah naga pada air minum) yaitu menunjukkan kualitas telur seperti: bobot telur, bobot cangkang telur, tebal cangkang telur, bobot putih telur, bobot kuning telur, warna kuning telur, HU (Haugh Unit) dan pH telur secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) antara perlakuan.    Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian jus kulit

buah naga sebesar 0%, 1%, 2%, dan 3% melalui air minum memiliki nilai yang

sama terhadap kualitas telur burung puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica).

Kata kunci: bobot telur, warna kuning telur, HU (Haugh Unit), pH telur

QUALITY OF JAPANESE QUAIL (Coturnix-coturnix japonica) EGGS WITH DRAGON FRUIT PEEL JUICE ON DRINKING WATER

ABSTRACT

This study aims to determine the egg quality of Japanese quail (Coturnix-coturnix japonica) given dragon fruit peel juice in drinking water. The design used was Completely Randomized Design (CRD) with four (4) treatments and four (4) replications, each replication consisted of 5 quails aged 6-10 weeks. The four


treatments were: P0: drinking water without dragon fruit peel juice or control, P1: drinking water given dragon fruit peel juice as much as 1%, P2: drinking water given dragon fruit peel juice as much as 2%, P3: drinking water given dragon fruit skin juice as much as 3%. The variables observed were egg weight, egg shell weight, egg shell thickness, egg white weight, egg yolk weight, egg yolk color, HU (Haugh Unit), egg pH. The results obtained from the treatment of P0 drinking water without dragon fruit peel juice, P1 (1% dragon fruit peel juice on drinking water), P2 (2% dragon fruit peel juice on drinking water), P3 (3% dragon fruit peel juice on drinking water). That showed eggs quality such as: egg weight, egg shell eight, egg shell thickness, egg white weight, egg yolk weight, egg yolk color, HU (Haugh Unit) and pH were not statistically significant (P>0,05) between treatments. The conclusion of this study is giving gragon fruit peel juice 0%, 1%, 2%, and 3% through drinking water had the same value on in japanese quail (Coturnix-coturnix japonica) eggs.

Keywords: egg weight, egg yolk color, HU (Haugh Unit), egg pH

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan pokok termasuk bahan pangan asal hewani. Burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Selain menghasilkan daging,burung puyuh juga menghasilkan telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Jenis burung puyuh yang sering dibudidayakan adalah burung puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) karena burung puyuh ini mulai bertelur pada umur 42 hari. Burung puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dalam setahun. Berat telurnya sekitar 10 g/butir atau 7-8% dari bobot badan (Ahmadi, 2014).

Telur burung puyuh adalah produk utama yang dihasilkan oleh ternak burung puyuh dengan nilai gizi yang tinggi dan disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa serta harga relatif murah. Populasi burung puyuh di Indonesia setiap tahun terus meningkat, tercatat 14.107.687 pada tahun 2016 dan 14.427.314 pada tahun 2017 (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2017). Lukito et al.,

(2012) menyatakan sumber protein dan lemak terbaik yang terdapat di telur burung puyuh. Setiap 100 g telur burung puyuh mengandung 15,00 g protein dan 10,20 g lemak. Kualitas telur burung puyuh lebih baik dijadikan sebagai bahan pangan karena memiliki kandungan protein yang relatif lebih tinggi. Daya tahan dari telur burung puyuh yang tidak begitu lama yang hanya mempunyai daya tahan hanya sekitar 2 minggu mengakibatkan telur burung puyuh tidak bisa di simpan dalam waktu yang cukup lama. Menurut Wahju (1997) kualitas telur meliputi kualitas kulit telur, derajat kekentalan atau kualitas albumen. Faktor-faktor yang mempengarui kualitas telur tersebut diantaranya adalah kandungan ransum atau zat makanan penyakit, temperatur, genetik dan umur. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas telur adalah lama dan suhu penyimpanan (Sudaryani, 2003).

Penggunaan antibiotik atau antimicrobial sebagai bahan aditif dalam dalam pakan ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik sintesis tersebut digunakan sebagai growth promoter dalam jumlah kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan produksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternakan dapat memperoleh keuntungan lebih banyak. Penggunaan antibiotik atau antimicrobial secara terus menerus dalam pakan akan memicu permasalahan, antara lain meningkatkan resistensi mikroba patogen terhadap obat, residu obat dalam tubuh ternak, serta ketidak seimbangan intestinal mikroflora (Awad et al., 2009). Menurut Saeid dan Al-Nasry (2010) bahwa masalah keamanan pangan asal hewan dimasyarakat meliputi kontaminasi mikroba patogen dan residu antibiotik dalam daging dan telur sebagai efek samping antibiotik dalam pakan yang berperan sebagai Antibiotic Growth Promoter (AGP). Penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP) yang banyak digunakan untuk memacu produksi, mulai dibatasi karena diindikasikan memiliki efek negatif.

Kulit buah naga masih menjadi limbah saat ini, yang belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Menurut (Citramukti 2008) 30-35% dari buah naga terdapat sisa kulitnya. Menurut (Nurliyana et al., 2010), dalam 1 mg/ml kulit buah naga dapat menghambat radikal bebas sebesar 83,48 ± 1,02%, sedangkan pada buah naga tersebut dapat menghambat radikal bebas sebesar 27,45 ± 5,03%, sedangkan itu kulit

buah naga mengandung vitamin C yang dapat diberikan sebagai vitamin alami (Sadarman et al., 2013). Serta kandungan yang ada didalam kulit buah naga yaitu sumber mineral, nutrisi, antioksidan dan pigmen seperti β-carotin, licopen, anthocyanin. Kulit buah naga mengandung zat antosianin yang selain berperan sebagai antioksidan, juga berperan sebagai colouring agent yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan skor kuning telur ayam kampung.

Hasil penelitian Rosa et al., (2013) menyatakan bahwa penambahan tepung kulit buah naga 4% ternyata mempengaruhi konsumsi pakan, presentase produksi telur harian dan berat telur puyuh. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilaksanakan penelitian kualitas telur burung puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica) umur 610 minggu yang diberi jus kulit buah naga pada air minum. Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas telur burung puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica) yang diberikan jus kulit buah naga pada air minum umur 6-10 minggu

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Jalan Pasraman Unud Blok F no, 30 perumahan Bukit Jimbaran, Badung dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 7 Januari – 11 Februari 2021.

Burung puyuh

Pada penelitian ini digunakan adalah burung puyuh jepang Coturnix coturnix japonica berumur 6-10 minggu sebanyak 80 ekor. Burung puyuh diperoleh dari peternak yang beralamat di Desa Kaliakah, Kabupaten Jembrana, Bali.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang system koloni yang berjumalah 8 unit kandang dengan ukuran Panjang 100 cm, tinggi 20 cm, dan lebar

70 cm per unit.    Setiap unit kandang diisi 5 ekor burung puyuh betina dilengkapi

dengan tempat pakan yang berukuran panjang 50 cm yang terbuat dari pipa berdiameter 1,5 inci dan tempat minum berukuran panjang 35 cm yang terbuat dari pipa berdiameter 1,5 inci.

Bahan dan alat

Alat yang digunakan dilaboratorium adalah timbangan elektrik, egg tray, telur burung puyuh, meja kaca untuk menguji kualitas telur, micrometer sekrup, jangka sorong, mikrometer, alat pH meter, tissue, serta alat tulis kantor (ATK) untuk keperluan pencatatan dan dokementasi kegiatan.

Komposisi dan nutrisi ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial puyuh petelur QQ 504 S PT.Sierad Produce Tbk.

Rancangan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana tiap ulangan terdiri dari 5 ekor burung puyuh umur 6 minggu. Total burung puyuh yang digunakan 80 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu:

P0 = Air minum tanpa tambahan jus kulit buah naga.

P1 = air minum 990 ditambah 1% (10 ml) jus kulit buah naga.

P2 = Air minum 980 ditambah 2% (20 ml) jus kulit buah naga.

P3 = Air minum 970 ditambah 3% (30 ml) jus kulit buah naga.

Tabel 1 Kandungan Zat Gizi ransum QQ 504 S PT.Sierad Produce Tbk dan Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh Berdasarkan Periode Pemeliharaan

Komponen

Kandungan zat gizi1)

Kebutuhan layer2)

Kadar Air (%)

Maks

13

14

Protein (%)

20-22

17

Lemak (%)

Maks

4

7

Serat (%)

Maks

6

7

Abu (%)

Maks

13

14

Kalsium (%)

3,00-3,50

2,50-3,50

Fosfor    Tersedia

Min

0,40

(%)

Lisin (%)

Min

1,20

0,90

Metionin (%)

Min

0,60

0,40

Metionin + Sistin

Min

0,90

0,60

(%)

Triptofan (%)

Min

0,22

Treonin (%)

Min

0,70

ME (Kcal/kg)

Min

2700

2700 Kcal/kg

Aflatoxin     Total

Maks

40

(ppb)

P total

0,60-1,00

Keterangan:

Sumber: 1) PT.Sierad Produce Tbk

  • 2)    SNI 2006

Pengacakan burung puyuh

Sebelum penelitian dilaksanakan, untuk mendapatkan berat badan burung puyuh jepang Coturnix-coturnix japonica yang homogen, semua burung puyuh (150 ekor) ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata (X) dan standar deviasinya Penempatan burung puyuh dilakukan melalui teknik pengacakan acak lengkap dengan terlebih dahulu dilakukan penimbangan bobot badan (dengan catatan bobot

badan burung puyuh homogen/koefisien variasi ±  5%).     Burung puyuh yang

digunakan memiliki rataan 139,90 g dengan standar deviasi 132,90 g dan 146,90 g (±5%) sehingga burung puyuh yang digunakan memiliki berat (132,90 g – 146,90 g).    Burung puyuh Coturnix-coturnix japonica tersebut dimasukkan ke dalam

kandang secara acak dan masing-masing unit diisi 5 ekor burung puyuh Coturnix-coturnix japonica.

Pembuatan jus kulit buah naga

Kulit buah naga dibersihkan bagian luar sebanyak 1 kg

Di potong tipis-tipis

Kulit buah naga ditambah 1 liter air

Diblender hingga halus

Jus ditambahkan pada air minum sesuai dengan level

perlakuan (1%, 2% dan 3%)

Gambar 1 Proses pembuatan jus kulit buah naga

Pemberian ransum dan air minum

Pemberian ransum pada burung puyuh diberikan selama 2 kali sehari. Ransum diberikan dengan menempatkan langsung ransum ke tempat pakan didepan kandang pada setiap unit perlakuan, sedangkan pemberian air minum dengan tambahan jus kulit buah naga dilakukan dengan cara ad libitum. Penggantian air minum dilakukan setiap hari agar air minum pada burung puyuh tetap bersih.

Teknik pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung sesuai perlakuan dan ulangan. Telur burung puyuh dikumpulkan pada tiap ulangan dan dicari rata - rata berat telur, kemudian diambil 3 butir yang mendekati rata - rata pada masing - masing ulangan setiap perlakuan sebanyak 48 butir dan akan dipecahkan selama 1 minggu sekali untuk diuji kualitasnya di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

  • a.    Bobot telur (g) : Berat 1 butir telur yang didapat dengan cara ditimbang.

  • b. Bobot  cangkang  telur  (g): telur burung puyuh dipecahkan dan dikeluarkan

isinya lalu ditimbang

  • c. Tebal  cangkang  telur  (mm) : Tebal cangkang telur didapat dengan cara

mengukur menggunakan alat micrometer.

  • d. Bobot putih telur (g) : Telur burung puyuh dipecahkan dan dipisahkan antara

putih dan kuning, lalu putih telur tersebut ditimbang.

  • e.    Warna kuning telur : Warna kuning telur dapat dinilai dengan melihat secara langsung/visual  dan  memberi skor warna kuning dengan menggunakan yolk

colour fan.

  • f.  Bobot kuning telur (g)  : Telur burung puyuh dipecahkan dan dipisahkan

antara kuning dan putih telur lalu kuning telur tersebut ditimbang.

  • g.    Haugh Unit : Haugh Unit diukur menggunakan peralatan laboratorium egg multitester atau dengan pengukuran tinggi albumen dan bobot telur, yaitu : HU = IOO log (H + 7,57 - 1,7 IV0'37)

Keterangan: HU : Haugh Unit

H : Tinggi putih telur

W : Bobot telur (g)

  • h.    pH telur : Telur yang dipecahkan diaduk dan diukur pHnya dengan pH meter

Analisis data

Data yang dihasilkan dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan perlakuan yang nyata (P<0,05) analisis akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Seel dan Torie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh pemberian jus kulit buah naga terhadap kualitas telur burung puyuh jepang Coturnix coturnix japonica umur 6-10 minggu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengaruh pemberian jus kulit buah naga terhadap kualitas telur burung puyuh jepang Coturnix coturnix japonica umur 6-10 minggu

Variabel

Perlakuan (1)

P3

SEM (3)

P0

P1

P2

Bobot Telur (g)

10,50a(0)

10,76a

10,74a

10,31a

0,21

Bobot Cangkang Telur (g)

1,44a

1,43a

1,44a

1,42a

0,04

Tebal Cangkang Telur (mm)

0,26a

0,28a

0,27a

0,30a

0,02

Bobot Putih Telur (g)

5,81a

6,14a

6,01a

5,80a

0,14

Bobot Kuning Telur (g)

3,29a

3,19a

3,29a

3,09a

0,10

Warna Kuning Telur

4,00a

4,25a

3,75a

4,50a

0,23

HU (Haugh Unit)

85,34a

86,22a

86,00a

86,84a

0,64

pH Telur

7,25a

7,25a

6,75a

7,00a

0,22

Keterangan:

1. P0 : Air minum tanpa jus kulit buah naga sebagai kontrol.

P1 : Air minum 990 ml ditambah 1% (10 ml) jus kulit buah naga.

P2 : Air minum 980 ml ditambah 2% (20 ml) jus kulit biah nagan

P3 : Air minum 970 ml ditambah 3% (30 ml) jus kulit buah naga.

2.Superskrip sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05).

3.SEM adalah “Standart Error of Treatmeans Mean”

Bobot Telur

Rataan bobot telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 10,50 g (Tabel 2).    Pada

perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan bobot telur 10,76 g, 10,74 g, 10,31 g secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan burung puyuh yang memperoleh jus kulit buah naga baik 1% (P1), 2% (P2) dan 3% (P3) sebagai sumber antioksidan melalui air minum belum

dapat meningkatkan secara nyata bobot telur puyuh umur 6 sampai 10 minggu. Kandungan yang terdapat dikulit buah naga yaitu antioksidan yang dapat membunuh mikroorganisme patogen sehingga zat-zat makanan dapat diserap baik yang dimanfaatkan untuk     berproduksi dan menghasilkan telur walaupun telur yang

dihasilkan tidak berbeda nyata. Burung puyuh ini baru dalam masa awal produksi,

walaupun telah mendapat gizi ransum baik protein ,lemak, energi, mineral dikonsumsi mencukupi kebutuhan untuk mencapai berat telur yang optimal. Faktor yang mempengaruhi bobot telur diantaranya pola alami produksi telur dan pakan. Pola alami produksi telur yaitu telur yang dihasilkan ketika baru mulai bertelur berukuran kecil dan semakin besar sampai bobot telur yang stabil. Rataan bobot telur pada penelitian ini didapatkan sebesar 10,57 g. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Pangestuti (2009) menyatakan bahwa rataan bobot telur puyuh berkisar antara 10 sampai 15 gram. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut maka bobot telur puyuh dalam penelitian ini normal, pemberian air minum dengan tambahan jus kulit buah naga tidak mempengaruhi bobot telur dan kualitas telurnya masih bagus. Listiyowati dan Rospitasari (2009) menambahkan bahwa bobot telur merupakan sifat kuantitatif yang dapat diturunkan. Jadi, jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang, serta besar tubuh induk sangat mempengaruhi bobot telur.

Bobot Cangkang Telur

Rataan bobot cangkang telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 1,44 g (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan bobot cangkang telur 1,43 g, 1,44 g, 1,42 g secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena jus kulit buah naga yang diberikan belum dapat mempengaruhi kualitas bobot cangkang telur burung puyuh dan juga disebabkan karena burung puyuh bertelur pada umur induk yang masih muda. Kulit telur mengandung sekitar 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan sisanya magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan tembaga (Gary et al., 2009). Hasil dari pemberian jus kulit buah naga tidak banyak mengandung mineral yang dibutuhkan untuk pembentukan kerabang telir seperti kalsium karbonat (CaCO3). Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling luar dan paling keras. Kerabang ini terutama tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium karbonat ini berperan penting sebagai sumber utama kalsium (Ca). Wiradimaja et al., (2004) mengukur rataan bobot kerabang telur yang diberi ransum mengandung tepung daun

katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh adalah berkisar 1,306 g – 1,521 g. Stadelman dan Cotterill (1995) mengemukakan bahwa kerabang telur unggas terdiri atas beberapa lapisan yang meliputi kutikula, lapisan bunga karang, lapisan mamilaris, dan membrane telur. Menurut (Yuwanta, 2010) kerabang/kulit telur

burung puyuh mempunyai bobot sekitar 0,56-0,90 g/butir.

Tebal Cangkang Telur

Rataan tebal cangkang telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 0,26 mm (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan tebal cangkang telur 0,28 mm, 0,27 mm, 0,30mm secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena jus kulit buah naga yang diberikan membantu meningkatkan imunitas burung puyuh sehingga ransum yang dikonsumsi dapat digunakan dengan baik untuk membentuk cangkang. Sudrajat et al., (2015) yang mengemukakan bahwa rataan tebal kerabang telur burung puyuh sebesar 0,27 mm. Hasil dari penelitian ini diperoleh tebal cangkang telur burung puyuh memiliki rataan sebesar 0,27 mm. Semakin tebal cangkang telur berarti kandungan kalsium juga semakin tinggi (Powrie, 1972). Menurut Suprijatna (2008) sebagian besar elemen penyusun cangkang telur adalah kalsium, magnesium, sodium, dan karbon.

Bobot Putih Telur

Rataan bobot putih telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 5,81 g (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan bobot putih telur 6,14 g, 6,01 g, 5,80 g secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Putih telur dihasilkan oleh saluran oviduk terutama dibagian Magnum. Dalam penelitian ini hasil perlakuan P1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0, P2 dan, P3. Perbedaan bobot putih terlur ini disebabkan karena genetik dan pakan. Perbedaan bobot putih telur disebabkan adanya perbedaan kemampuan setiap burung puyuh dalam mensintesis putih telur. Menurut hasil penelitian dari

Khalim (2012) melaporkan bahwa memberikan perlakuan bungkil biji jarak fermentasi dalam ransum burung puyuh umur 12-14 minggu hingga taraf 12% rataan bobot putih telur mutlak yang didapatkan adalah sebesar 5,33 gr/butir dengan persentase sebesar 53,95%. Bobot putih telur biasanya dipengaruhi oleh berat telur, umur, genetic (Zita et al., 2009) dan hormon (Latifa, 2007).

Bobot Kuning Telur

Rataan bobot kuning telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 3,29 g (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan bobot kuning telur 3,19 g, 3,29 g, 3,09 g secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini tidak berpengaruh langsung terhadap bobot kuning telur. Bobot kuning telur berkisar 30-33% dari total bobot telur (Stadellman dan Cotteril, 1995). Hasil dari perlakuan P0 dan P2 memiliki nilai bobot kuning yang sama yaitu sebesar 3,29 lebih rendah dari perlakuan P3 dan P1. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot kuning telur maka bobot telur yang dihasilkan semakin tinggi pula. Perbedaan berat kuning telur diakibatkan oleh kemampuan genetik yang berbeda pada setiap individu burung puyuh. Perbedaan bobot kuning telur dikarenakan penyusun utama kuning telur berupa air, lipoprotein, protein, mineral, dan pigmen yang dihasilkan oleh setiap individu unggas berbeda-beda. Proses perkembangan folikel menjadi yolk disebut dengan vitelogenin. Proses pembentukan kuning telur menghasilkan bobot kuning telur yang berbeda-beda tergantung kemampuan genetik dari masing-masing individu unggas dan konsumsi nutrien. Bobot kuning telur dipengaruhi oleh genetik, umur, dan kadar kolesterol menurut (Zita et al., 2013 dan Dunn 2011).

Warna Kuning Telur

Rataan warna kuning telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 4,00 (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan warna kuning telur 4,25, 3,75, 4,50 secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05).

Warna kuning telur dapat dipengaruhi oleh betakaroten yang ada didalam kulit buah naga. Penambahan jus kulit buah naga pada air minum tidak memberikan banyak pengaruh terhadap warna kuning telur yang dimana kandungan kulit buah naga yaitu zat antosianin yang dapat berperan sebagai antioksidan. Kandungan kulit buah naga tidak mengandung zat warna xantofil dalam golongan hidrosi-karotenoid, juga disebutkan bahwa semakin kuning warna kuning telur maka semakin banyak kuning telur mengandung zat xantofil. Seperti pernyataan Amrullah (2003) warna kuning telur dipengaruhi oleh zat warna xantofil yang banyak terdapat dalam golongan hidrosi-karotenoid. Winarno (2002) menyatakan bahwa warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur dipengaruh oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum, sehingga menyebabkan warna pekat pada kuning telur.

HU (Haugh Unit)

Rataan HU (Haugh Unit) telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 85,34 (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan HU (Haugh Unit) 86,22, 86,00, 86,84 secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini tidak berpengaruh terhadap kesegaran telur khususnya pada tinggi putih telur (masih bagus) dan karena putih telur berkolerasi positif terhadap nilai HU (Haugh Unit). Mulyadi et al., (2017) menambahkan bahwa ada korelasi positif antara nilai putih telur (albumin) dengan nilai HU (Haugh Unit), yaitu semakin tinggi nilai albumin maka semakin tinggi nilai Haugh Unit yang dihasilkan. Menurut Wirapartha et al., (2019) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi HU (Haugh Unit) diantaranya adalah masa simpan, suhu penyimpanan, tempat atau wadah penyimpanan dan kualitas cangkang telur. Nilai HU tertinggi pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P3 sebesar 88,25 sehingga dikategorikan telur berkualitas AA. Hasil penelitian Wirapartha et al., (2015) mendapatkan telur yang disimpan pada suhu 250C selama 21 hari masih menghasilkan nilai skor kualitas/grade B. Nilai HU (Haugh Unit) lebih dari 72 dikategorikan sebagai telur berkualitas AA, nilai HU (Haugh Unit) 60-72 sebagai telur berkualitas A, nilai HU 31-60 sebagai

telur berkualitas B, dan nilai HU (Haugh Unit) kurang dari 31 dikategorikan sebagai telur berkualitas C (USDA, 2000).

pH Telur

Rataan pH telur burung puyuh tanpa pemberian jus kulit buah naga yang diberikan dalam air minum sebagai kontrol P0 adalah 7,25 (Tabel 2). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan pH 7,25, 6,75, 7,00 secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian pH telur burung puyuh dengan perlakuan jus kulit buah naga yang ditambahkan pada air minum didapatkan pH sebesar 7,06. Hal ini sesuai dengan penelitian Kuniafi et al., (2019) telur segar yang disimpan 0-14 hari memiliki kondisi pH 7 karena belum memperikan peluang terhadap mikroba untuk merombak protein maupun lemak pada telur, sehingga tidak terjadi kerusakan telur oleh mikroba. Menurut Nova et al. (2014) telur dengan kualitas baik mempunyai pH sekitar 6-8.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian air minum dengan tambahan jus kulit buah naga sebesar 0%, 1%, 2%, dan 3% memberikan hasil yang sama terhadap kualitas telur burung puyuh jepang Coturnix-coturnix japonica umur 6-10 minggu.

Saran

Berdasarkan data hasil yang diperoleh dapat disarankan pada penelitian selanjutnya agar level pemberian jus kulit buah naga pda air minum yang diberikan ditingkatkan untuk mengetahui kualitas telur burung puyuh jepang Coturnix-coturnix japonica umur 6-10 minggu dan untuk dijadikan perbandingan dengan hasil penelitian yang diperoleh saat ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K) selaku Rektor Universitas Udayana dan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakn Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan di Prog Studi Sarjana Peternakan, Fakultas peternakan Universitas

Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Achmanu, Muharlien, Salaby. 2011. Pengaruh lantai kandang (rapat dan renggang) dan imbangan jantan-betina terhadap konsumsi pakan, bobot telur, konversi pakan dan tebal kerabang pada burung puyuh. Ternak                               Tropika.                               12:1-14.

https://ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/view/108

Ahmadi, S.E.T. 2014. Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang Diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis Linn.   f.)

Dalam Ransum.     Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Ahmad, H. A., Yadalam, S. S., and Rolland, D. A. 2003. Calcium Requirement of Bovanes Hens. International Journal of Poultry Science. 2:417-420.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Awad WA, Ghareeb K, Abdel-Raheem S, Bohm J. 2009. Effects of dietary inclusion of probiotic and synbiotic on growth performance, organ weights, and intestinal histomorphology of broiler chickens. Poultry Science. 88(1): 49-56.

Citramukti, I. 2008. Ekstraksi dan Uji Kualitas Pigmen Antosianin pada Kulit Buah Naga Merah (Hylocereusb  costaricensis), (Kajian Masa Simpan Buah dan

Penggunaan Jenis Pelarut). Skripsi. Jurusan THP Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (2017). statistik peternakan dan kesehatan hewan. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI.

Dunn, I. 2011.  11  - Poultry breeding for egg quality: traditional and modern genetic

approaches. In Y. Nys, M. Bain & F. V. Immerseel (Eds.), improving the

safety and  quality of  eggs and egg  products (pp. 245-260): Woodhead

Publishing.

Gary D, Butcher DVM dan Richard Miles. (2009). Ilmu Unggas, Jasa Ekstensi Koperasi, Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian Universitas Florida. Gainesville.

Khalim, I.R., 2012. Efek Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jantropha curcas L)

Difermentasi Rhizopus olisgoporus Terhadap Kualitas Telur Puyuh. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kuniafi, M. A., M. Wirapartha dan I K. A. Wiyana. 2019. Pengaruh Penyimpanan Selama 14 Hari Pada Suhu Kamar Terhadap Kualitas Eksternal dan Internal Telur Itik di Daerah Jimbaran. Peternakan Tropika. Denpasar. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/46289

Latifa, R. 2007. The increasing of afkir duck’s egg quality with pregnant mare’s serum gonadotropin (PMSG) hormones. Jurnal Protein. 14   (1)

: 21-30.

Listiyowati E. & K. Roospitasari. 2009. Tata Laksana Budidaya Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lukito, G. A., Suwasrastuti dan Hintono. 2012. Pengaruh berbagai metode pengasinan terhadap kadar NaCl, kekenyalan dan tingkat kesukaan konsumen pada telur puyuh asin. Animal Agriculture Journal. 1   (1)   :

829-838.

Mulyadi, A., E. Suprijatna, U. Atmomarsono. 2017. Pengaruh pemberian tepung limbah udang fermentasi dalam ransum puyuh terhadap kualitas telur. J. Agripet.17 (2): 95-103.

Nurliyana, R., I.   Syed Zahir., Suleiman., M.R   Aisyah and K.   Kamarul

Rahim. 2010.  Antioxidant study of pulps and peels  of dragon  fruit: A

Comparative Study. International Food Research Journal. 17:   367

357.

Nort, MO dan Bell, DD 1990, Comercial Chicken Produktion Manual, The Van Nostrand Reinhold Publishing, New York.

Nova, I., T. Kurtini, V. Wanniatie. 2014. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas internal telur ayam ras pada fase produksi pertama. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 2(2):16-21.

Pangestuti. 2009. Analisis kelayakan usaha peternakan puyuh pada peternakan puyuh bintang tiga Desa     Situ Ilir,     Kecamatan

Cibungbulang,      Kabupaten      Bogor.      Skripsi.      Jurusan      Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Powrie, W.D. 1997. Chemistry of Egg and Egg Product. In Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill (eds). Egg Science and Technology. Avi Publishing Company. New York.

Rosa, R.A., M.  A.  Malik, I. G.  Prakoso, R.  W. Djati, and  Y. Purnamawati.

2013. Suplemen pakan berbasis limbah kulit buah naga (Hylocereus undatus)  guna menghasilkan telur puyuh yang kaya   vitamin A dan

rendah kolesterol. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sadarman., E. Saleh dan S. Sudarman. 2013. Performans Produksi Ayam Pedaging yang Diberi Seduhan Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus Sabdariffa L.) Dalam Air Minum. Prosiding. Seminar Nasional 12 Desember 2013. Fakultas Pertanian dan Peternakan, UIN Suska Riau. Pekanbaru.

Saeid J, Al-Nasry A. 2010. Effect of dietary coriander seeds supplementation on growth performance carcass traits and some blood parameters of broiler chickens. IJPS 9(9):867-870.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta

Standar Nasional Indonesia. 2006. Ransum Puyuh Petelur (quail layer). Dewan standarisasi nasional LIPI, Jakarta.

Stadelman, W.J. and O.J.Cotterill, 1995. Egg Science and Technology. Fourt Ed. Food Product Press. An Imprint Of The Haworth Press. Inc. New York. London

Sudaryani T. 2006. Kualitas telur. Jakarta (Indones): Penebar Swadaya.

Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprijatna, E., E. Umiyati dan K. Ruhayat. 2008. Ilmu dasar ternak unggas.Cet.2. penebar Swadaya. Jakarta.

Sudrajat, Kardaya dan Sahroji. 2015. Produksi telur puyuh yang diberi air minum larutan daun sirih. Jurnal Peternakan Nusantara 1(2):   159   –

166..

United States Department of Agriculture    (USDA).    2000.    United

StatesStandards, Grade, and Weight Classes for Shell Eggs. http://www.ams.usda.gov/poultry.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Yogyakarta:   Gadjah

Mada University Press.

Wirapartha, M, Wijana. K.A, Dewi. G.M.K. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas dan Kandungan Nutrisi Telur Ayam Kampung Dengan     Pemeliharaan     Ekstensif.     Prosiding     Sinastek,     Universitas

Udayana.

Winarno, F. G., dan Koswara, S. 2002. Telur Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

Wirapartha,  M., K.  A.  Wiyana,  G. A.  M. Kristina Dewi, dan I. W.  Wijana.

2019. Pengaruh Tray Korton, Kayu, dan Kawat terhadap Kualitas Telur Ayam  Isa Brown  yang  Disimpan pada Suhu Kamar.  Majalah

Ilmiah             Peternakan.             Vol             22.             No.1.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/50097/29829

Wiradimadja, S., W. Piliang, M.T. Suhartono dan W. Manalu. 2004. Performans kualitas telur puyuh jepang yang diberi pakan mengandung tepung daun katuk (Savropvs Androgynvs, L.i Merr.). J. Poultry Science. 58: 432.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gajah Madah. University Press. Yogyakarta.

Zita, L., E. Tůmová, and  L. Štolc.  2009. Effects of  genotype, age and their

interaction on  egg  quality in  brown-egg laying hens. Acta   Veterinaria

Brno. 78 (1): 85-91.

Sujana, I. K. Y., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 3 Th. 2021: 490-508

Page 508