ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 27, 2021

Accepted Date: August 3, 2021


Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

KARAKTERISTIK KIMIA OLAHAN DAGING BABI SUI WU’U YANG DIAWETKAN DENGAN TAMBAHAN TEPUNG JAGUNG PADA KONSENTRASI BERBEDA

Maharani, N K.D., I N. S. Miwada, dan S. A. Lindawati

PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected] , Telp. 082144640214

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik kimia olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan tambahan tepung jagung pada konsentrasi berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak & Mikrobiologi dan Laboratorium Nutrisi & Pakan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana pada bulan September-November 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan lima ulangan. Ketiga perlakuan yaitu: daging babi landrace yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung sebanyak 0,5 kg (P1), daging babi landrace yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung sebanyak 1 kg (P2), daging babi landrace yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung sebanyak 1,5 kg (P3). Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam (anova) dan apabila perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Variabel yang diamati yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu. Hasil penelitian uji kimia daging babi landrace yang diawetkan dengan pengawetan tradisional sui wu’u dengan tambahan tepung jagung yang berbeda menunjukkan perbedaan tidak nyata, dengan hasil rata-rata kadar air (P1: 59,79%, P2: 54,99%, P3: 51,20%), kadar protein (P1: 19,69% P2: 22,07%, P3: 26,30%), kadar lemak (P1: 13,37%, P2: 15,49%, P3: 17,02%), dan kadar abu (P1: 2,63%, P2: 2,19%, P3: 2,55%). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung jagung yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata dalam kualitas kimia daging babi landrace sehingga dalam penelitian ini efektivitas penggunaan tepung jagung cukup pada perlakuan P1 dengan penambahan 0,5 kg dalam metode pengawetan sui wu’u.

Kata kunci: karakteristik kimia, daging babi, Sui wu’u, tepung jagung

CHEMICAL CHARACTERISTICS OF PROCESSED SUI WU'U PORK PRESERVED WITH ADDITION OF CORN FLOUR IN DIFFERENT CONCENTRATIONS

ABSTRACT

This study aims to find out the chemical characteristics of processed sui wu'u pork preserved with addition of corn flour in different concentrations. This research was conducted at the Laboratory of Animal Product Technology & Microbiology and Laboratory of Animal Nutrition and Feed Faculty of Animal Husbandry Udayana University in September-November 2020. This study used a Completely Randomized Design (CRD) with three treatments and five replications. The three treatments: landrace pork which was preserved with the addition of 0.5 kg of corn flour (P1), landrace pork which was preserved with the addition of 1 kg of corn flour (P2), landrace pork which was preserved with the addition of 1 kg of corn flour 1.5 kg (P3). The research data were analyzed using variance (anova) and if the treatment had a significant effect, it was continued with Duncan test. The variables observed were moisture content, protein content, fat content, and ash content. The results of the chemical test of landrace pork preserved by traditional preservation of sui wu’u with the addition of different corn flour showed no significant differences, with the average moisture content (P1: 59.79%, P2: 54.99%, P3: 51.20%), protein content (P1: 19.69% P2: 22.07%, P3: 26.30%), fat content (P1: 13.37%, P2: 15.49%, P3: 17.02%), and ash content (P1: 2.63%, P2: 2.19%, P3: 2.55%). Based on the results of this study it can be concluded that the addition of different corn flour has no significant effect on the chemical quality of landrace pork so that in this study the effectiveness of using corn flour was sufficient in the P1 treatment with the addition of 0.5 kg in the sui wu'u preservation method.

Key words: chemical characteristics, pork, Sui wu’u, corn flour

PENDAHULUAN

Ternak babi banyak dipelihara di Bali karena masyarakatnya mayoritas beragama Hindu yang tidak melarang mengkonsumsi daging babi, serta digunakan sebagai sarana sesaji. Jenis babi yang dikembangkan yaitu babi lokal (babi Bali) dan babi ras (landrace). Daging babi landrace persilangan merupakan daging babi yang umum beredar di pasaran (Armini et al., 2019). Populasi babi terkonsentrasi pada beberapa daerah antara lain: Bali, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), sehingga jenis olahan pangan daging babi pun beragam, yaitu salah satunya “Sui Wu’u” yang berasal dari daerah Kabupaten Bajawa, Nusa Tenggara Timur. Sui wu’u adalah produk olahan pangan daging babi dimana terjadinya proses fermentasi spontan pada metode pengawetan tradisional. Proses pengawetan daging

babi dilakukan dengan mencampur tepung jagung dan garam yang dimasukkan kedalam bambu (tuku) untuk bisa dikonsumsi sewaktu-waktu. Lamanya waktu penyimpanan dapat mempengaruhi rasa dan semakin lama menyimpan rasa lebih baik tetapi tidak merusak tekstur daging (Rosalina et al., 2020).

Daging merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang mudah mengalami kerusakan, hal ini disebabkan karena daging mengandung unsur zat gizi atau nutrisi yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba (Kuntoro et al., 2013). Kontaminasi bakteri berdampak pada penurunan kualitas mutu daging, upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas daging yaitu dengan pengawetan daging. Pengawetan bertujuan untuk menjaga daging dari kerusakan atau pembusukan oleh mikroorganisme dan untuk memperpanjang masa simpannya (Soeparno, 2015). Pengawetan daging babi landrace dengan metode pengawetan tradisional sui wu’u pada penelitian ini menggunakan bahan alami seperti tepung jagung dan garam yang disimpan dalam bambu petung.

Tepung jagung mengandung komponen kimia yaitu karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, vitamin dan mineral yang akan mempengaruhi kandungan kimia pada daging dimana tepung jagung mampu menyerap air yang berlebih pada daging, kemampuan penyerapan air ini di pengaruhi oleh kandungan protein yang terdapat dalam tepung jagung (Kusnandar, 2011).

Garam sebagai pengawetan berfungsi untuk meningkatkan daya simpan, karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Zainona et al., 2014). Menurut Nurjani et al. (2009), konsentrasi garam yang baik untuk penggaraman sekitar >4%, karena garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh organisme pada konsentrasi garam yang rendah (1-3%). Menurut Maruli et al. (2015), konsumen hanya dapat meneriam rasa asin yang ditimbulkan oleh garan tidak lebih dari 6%.

Bambu petung sebagai wadah atau media pengawetan dalam penelitian ini berperan dalam proses fermentasi spontan karena adanya mikroorganisme alami dalam bambu yang berperan membiodegradasi karbohidrat untuk memproduksi asam laktat, asam ini akan menyebabkan daging menjadi awet. Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat (BAL) secara alami yang terdapat dalam bambu petung (Elida dan Mutia, 2002).

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian pengawetan daging babi

landrace melalui metode pengawetan tradisional sui wu’u dengan penambahan tepung jagung, namun mengenai level penggunaan tepung jagung masih sedikit informasi, maka dalam penelitian ini sudah dilakukan penelitian pendahuluan dan diperoleh penggunaan daging babi landrace 250 g, garam 6% dan penggunaan tepung jagung 1 kg yang disimpan selama 1 bulan, sehingga level penggunaan tepung jagung yang digunakan yaitu 0,5 kg, 1 kg, 1,5 kg.

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak & Mikrobiologi dan Laboratorium Nutrisi & Pakan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jl. P. B Sudirman, Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari September-November 2020.

Obyek penelitian

Obyek penelitian ini adalah karakteristik kimia olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan tambahan tepung jagung pada konsentrasi berbeda.

Bahan dan alat penelitian

Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian adalah daging babi landrace sebanyak 4 kg, tepung jagung 15 kg dan garam 225 g. Zat-zat kimia yang digunakan yaitu aquadest, asam sulfat pekat, NaOH 50%, H₃BO₃ 2%, asam khlorida standart 0,1 N, katalis, indikator campuran (20 ml bromo chresol geen 0,1% : 4 ml metyl red 0,1% dicampurkan ke dalam 1 liter H₃BO₃ 2%), dan petroleum benzena.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan pengawetan daging antara lain 15 ruas batang bambu petung, talenan, nampan, pisau, aluminium foil, isolasi/lakban, kantong plastik. Peralatan yang digunakan dalam uji kimia yaitu pinset/gegep, timbangan, desikator, cawan porcelin, oven, tanur listrik, gelas beaker, tabung digest, erlenmeyer, rak tabung, alat Kjeldahl therm, turbosog, Gerhardt vapodest 50s, top buret digital, kertas saring, alat soxtherm digital, tabung soxtherm.

Metode

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan tiga perlakuan dan lima ulangan. Adapun ketiga perlakuannya, yaitu: P1: daging babi sebanyak 250 g dengan pemberian garam 6% dengan tambahan tepung jagung 0,5 kg, P2: daging babi sebanyak 250 g dengan pemberian garam 6% dengan tambahan tepung jagung 1 kg, P3: daging babi sebanyak 250 g dengan pemberian garam 6% dengan tambahan tepung jagung 1,5 kg.

Persiapan sampel penelitian

Pada penelitian ini tepung jagung yang digunakan berasal dari Bajawa Kabupaten Ngada, NTT, garam diperoleh dari pasar tradisional dan bambu petung yang digunakan didapat dari petani. Daging babi landrace yang digunakan diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) Pesanggaran, Denpasar. Daging tersebut disimpan dalam termos yang sudah berisi es dan dibawa ke laboratorium kemudian dicuci bersih lalu ditiriskan, dan dipotong ukuran 5 x 6 cm, selanjutnya daging dilumuri dengan tepung jagung dan garam sesuai perlakuan dan ulangan. Setelah tercampur rata pada daging, daging dimasukkan dalam bambu petung dengan cara: tepung jagung sebagai layer pertama kemudian beberapa potong daging untuk layer ke dua dan langkah tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan pada setiap perlakuan dan ulangan. Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam bambu, tutup bambu dengan tutupan bambu dan aluminium foil serta kantong plastik terakhir lakban dengan erat. Penyimpanan pada suhu ruang selama 1 bulan. Setelah diawetkan selama 1 bulan daging dipisahkan terhadap formulasi tepung jagung (dibersihkan biasa tanpa pencucian) dan sampel daging (sui wu’u) siap diuji.

Variabel yang diamati

Kadar air

Pada analisis kadar air, metode yang digunakan adalah metode AOAC (1990). Cawan porcelin kosong dioven pada suhu 105oC selama 3 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang sebagai berat cawan kosong. Selanjutnya dimasukkan ±1 gram sampel dalam cawan, ditimbang sebagai berat cawan+sampel sebelum dioven, lalu ditentukan bobot konstan cawan+sampel dengan jalan, dioven pada suhu 105-110oC selama 9-12 jam,

didinginkan dalam desikator selama 30 menit, untuk meyakinkan bobot konstan, dapat dioven lagi seperti diatas atau dioven selama 2 jam pada suhu 135oC + 2oC, kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air (%) dengan rumus:

A 1     B f ∖    berat sebelum di oven—setelah dioven   -    *

Kadar Air (%) = -----------------------X 100%

beratsampel

Kadar protein

Kadar protein dihitung dengan menggunakan metode semi mikro Kjeldahl (Ivan et al., 1974). Tahap-tahap yang dilakukan terdiri dari tiga, yaitu: destruksi, destilasi dan titrasi. Destruksi diawali dengan ±0,3000 gram sampel dimasukkan ke tabung digestor, ditambah 1 butir tablet katalis, ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat, dilakukan dalam lemari asam. Selanjutnya, diletakkan dalam tungku Kjehdahl therm, kemudian menutup tabung dengan cerobong yang terhubung turbosog, kran air dibuka, turbosog dan alat Kjeldahl therm dinyalakan. Destruksi berlangsung selama 1 jam 15 menit, temperatur akan naik secara bertahap hingga 400oC, destruksi berakhir ditandai dengan larutan jernih pada sampel, Kjedahl therm dimatikan, diangkat rak tabung ke pengait paling rendah, didiamkan selama 15 menit dengan turbosog yang tetap menyala hingga asap hilang, air dan alat turbosog dimatikan setelah asap sudah hilang, didinginkan selama 1 jam, lalu hasil destruksi dibilas dengan aquadest 5 ml.

Destilasi diawali dengan memasang tabung digestor dan erlenmeyer pada alat destilator Gerhardt vapodest 50s, menekan saklar (on) di samping kanan, ditunggu selama 3 menit, membilas 3x alat destilator dengan program wash-down, destilasi blangko protein dengan memilih program CP (crude protein), ditambahkan 25 ml NaOH 50%, ditampung destilat dalam erlenmeyer yang berisi 20 ml H3BO3 2% yang sudah dicampur dengan indikator, destilasi berlangsung selama 2 menit 15 detik sampai tertampung 100 ml, penentuan blangko dengan cara yang sama tanpa berisi sampel.

Titrasi yaitu hasil destilasi dititrasi dengan asam titrator HCl 0,1 N menggunakan alat titrator top buret, diklick start pada top buret sehingga menunjukkan angka 0.00, tirasi sampel dengan memutar kran potensio volum secara perlahan, titik akhir titrasi ditandai perubahan warna menjadi merah muda, dicatat jumlah volume titrasi yang terbaca pada layar monitor. Perhitungan kadar protein (%) dengan rumus:

. (ml titrasi sampel-titrasi blanko) X 0,1 X 14 X 6,25

Kadar Protein = -------------------------:------— × 100%

m.a sampel

Kadar lemak

Kadar lemak dihitung dengan menggunakan metode AOAC (1990), kertas saring yang telah dikeringkan dalam oven ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam kertas saring bebas lemak ±1 gram sampel (berat sampel), dilipat kertas saring tersebut, dihilangkan kandungan airnya dengan mengoven selama 9 jam pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator (berat timbel+sampel). Selanjutnya, dimasukkan timbel kedalam tabung soxtherm, diisi tabung soxtherm dengan petroleum benzena 200 ml hingga sampel tercelup sempurna, diekstraksi selama 4 jam pada alat soxtherm sesuai dengan program komputer yang telah ditentukan, hasil residu dioven selama 1 jam pada suhu 70oC, lalu diuapkan selama 3 jam dalam oven dengan suhu 105-110oC, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, ditimbang berat kertas saring berisi residu sampel setelah diekstraksi. Perhitungan kadar lemak (%) dengan rumus:

J T           ∖ berat timbel Sebelum-Setelah Aiekstraksi

Kadar Lemak (%) =------------------------ <100%

beratsamvel

Kadar abu

Kadar abu dihitung dengan menggunakan metode AOAC (1990), diawali dengan menentukan berat konstan cawan porcelin dengan cara dimasukkan dalam tanur listrik selama 1 jam pada suhu 600oC, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, ditimbang cawan kosong tersebut. Selanjutnya ±1 gram sampel dimasukkan dalam cawan, dioven pada suhu 70oC selama 9 jam, ditimbang sebagai berat cawan+sampel, lalu dibakar dalam tanur selama 3 jam pada suhu 600oC sampai menjadi abu yang ditandai oleh warna putih keabu-abuan tanpa ada bintik-bintik hitam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai berat cawan+abu. Perhitungan kadar abu (%) dengan rumus:

Kadar Abu (%) = bβrat — X 100% '  , berat sampel

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam, apabila hasil yang didapatkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari analisis kimia (kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu) terhadap olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan tambahan tepung jagung pada konsentrasi berbeda ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis kimia olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan

tambahan tepung jagung pada konsentrasi berbeda

Variabel

Perlakuan(1)

SEM(3)

P1

P2

P3

Kadar air (%)

59,79a(2)

54,99a

51,20a

4,07

Kadar protein (%)

19,69a

22,07a

26,30a

2,75

Kadar lemak (%)

13,37a

15,49a

17,02a

1,51

Kadar abu (%)

2,63a

2,19a

2,55a

0,35

Keterangan :

1. P1 : daging babi sebanyak 250 g dengan pemberian garam 6% dengan penambahan tepung jagung 0,5 kg

P2 : daging babi sebanyak 250 g dengan pemberian garam 6% dengan penambahan tepung jagung 1 kg

P3 : daging babi sebanyak 250 g dengan pemberian garam 6% dengan penambahan tepung jagung 1,5 kg

2. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05)

3. SEM adalah “Standard Error of Treatment Means

Kadar air merupakan salah satu komponen penting dari bahan pangan dimana banyaknya air yang terkandung berpengaruh terhadap kualitas, penampakan, tekstur, cita rasa dan daya simpan dari bahan pangan (Pertiwi et al., 2015). Hasil analisis statistik nilai kadar air (Tabel 1.) menunjukkan bahwa, ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan nilai rata-rata pada P1 (59,79%), P2 (54,99%) dan P3 (51,20%). Hal ini menunjukkan bahwa olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung menurunkan nilai kadar air daging namun tidak signifikan, ini berarti air bebas pada daging mampu terjaga selama proses pengawetan sehingga tidak mengalami lisis (terdegradasi). Kondisi ini bisa disebabkan karena pengawetan dengan adanya pengaruh fermentasi secara alami oleh bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat dalam bambu petung menghasilkan asam laktat dalam jumlah besar dari proses metabolisme karbohidrat oleh BAL, asam laktat inilah yang menyebabkan daging menjadi awet, serta dipengaruhi sifat dari tepung jagung untuk menyerap air pada daging, dimana tepung jagung mengandung komponen kimia yaitu salah

satunya protein. Penyerapan dan pengikatan air merupakan salah satu sifat fungsional protein, sehingga dengan adanya kandungan protein, tepung jagung mampu menyerap air pada daging. Protein tersebut dapat mengikat molekul air daging dengan ikatan hidrogen yang kuat, kemampuan ini disebabkan karena protein bersifat hidrofilik dimana kemampuan protein untuk mengikat komponen bahan pangan seperti air dan lemak (Kusnandar, 2011). Kisaran rata-rata kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 51,20-59,79%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar air yang dihasilkan sedikit lebih rendah dari pendapat USDA, (2009); Veerman, (2013) yang menyatakan bahwa rata-rata kadar air daging babi yaitu 6070%. Secara diskriptif terdapat penurunan kadar air, hal ini disebabkan karena asam laktat yang dihasilkan dari biodegradasi karbohidrat oleh BAL, dapat menurunkan pH daging, penurunan pH mengakibatkan penurunan daya ikat air sehinga kandungan air daging akan menurun. Penurunan kandungan air ini juga menyebabkan komponen kimia lainnya seperti persentase kadar protein, lemak dan abu meningkat (Erik, 2008). Pada penelitian sui wu’u yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung dapat menurunkan nilai kadar air daging, namun penurunan ini tidak menyebabkan daging rusak dan tetap awet sehingga penurunan kadar air yang terjadi tidak berbeda secara nyata.

Protein dalam produk pangan sangat penting sebagai indikator untuk mengetahui nilai gizi bahan pangan. Hasil analisis statistik (Tabel 1.) menunjukkan bahwa, nilai kadar protein tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai rata-rata kadar protein yang dihasilkan pada P1 (19,69%), P2 (22,07%) dan P3 (26,30%). Hal ini menunjukkan bahwa olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung meningkatkan nilai kadar protein daging namun tidak siginifikan, artinya selama proses pengawetan protein daging mampu menjaga ikatannya dengan air bebas pada daging, dimana protein daging berperan dalam pengikatan air daging, kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat penting karena secara umum daging tersebut mempunyai kualitas yang baik. Lawrie (2003) menyatakan bahwa, kemampuan menahan air daging meningkat, sehingga semakin rendah jumlah air yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin tinggi dan sebaliknya. Kadar protein daging yang tinggi berarti meningkatnya kemampuan menahan air daging sehingga menurunkan kandungan air bebas, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini sejalan karena menurunkan kandungan air bebas daging yaitu kadar air. (Tabel 1.) Peningkatan kadar protein disebabkan karena proses fermentasi oleh BAL yang terdapat dalam bambu akan merombak substrat

berupa pati serta disebabkan adanya aktivitas enzim proteolitik dan menghasilkan asam laktat yang mempengaruhi protein daging menjadi meningkat. Menurut Ockerman (1983) dalam Montolalu (2003), tepung jagung merupakan tepung yang berpati atau mengandung karbohidrat yang tinggi dimana dapat meningkatkan daya mengikat air pada daging sehingga mempengaruhi protein daging dalam pengikatan air daging yang semakin meningkat. Kisaran kadar protein yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 19,69-26,30%. Kadar protein daging babi segar adalah 20-28% (USDA, 2009) dan menurut Soeparno (2009), kadar protein daging adalah 16-22%. Hasil kadar protein yang didapat masih berada dalam batas normal.

Lemak merupakan salah satu zat nutrisi yang penting, selain itu lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Winarno, 1995). Hasil analisis statistik (Tabel 1.) menunjukkan bahwa, nilai kadar lemak yang dihasilkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan nilai rata-rata pada P1 (13,37%), P2 (15,49%) dan P3 (17,02%). Hal ini menunjukkan bahwa olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung meningkatkan nilai kadar lemak namun tidak signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lemak yang dihasilkan lebih tinggi dari pendapat USDA, 2009; Veerman, (2013) bahwa kadar lemak daging babi yaitu 6-10% dan menurut Soeparno (2009), kadar lemak daging sebesar 1,5-13%. Peningkatan nilai kadar lemak terjadi karena penurunan kadar air (Tabel 1.), selama pengawetan kadar air mengalami penurunan, menyebabkan kadar lemak meningkat, lemak yang terkandung pada daging tidak dapat larut dalam air sehingga semakin banyak air yang keluar dari daging yang menyebabkan kadar lemak mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Warris (2000) yang menyatakan bahwa, kadar lemak berbanding terbalik dengan kadar air, apabila kadar airnya menurun maka diikuti dengan kadar lemaknya yang meningkat. Lawrie (1995) & Soeparno (2011) juga menyatakan bahwa, komposisi kimia daging yang diolah dengan metode pengeringan, pemanasan dan pemasakan pada suhu tertentu akan mengakibatkan kandungan air menurun sedangkan kandungan protein dan lemak mengalami peningkatan namun tetap pada komposisi kimia yang proposional. Pada penelitian sui wu’u yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung dapat meningkatkan nilai kadar lemak daging, namun peningkatkan ini tidak menyebabkan daging rusak dan tetap awet selama penyimpanan sehingga peningkatkan kadar lemak yang terjadi tidak berbeda secara nyata.

Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan

unsur-unsur mineral. Unsur-unsur tersebut dikenal sebagai zat anorganik atau abu (Winarno, 1995). Pada prinsipnya, kadar abu yaitu banyaknya unsur mineral yang tidak terbakar atau sisa pembakaran menjadi zat yang mudah menguap pada saat proses pemanasan (Widiana et al., 2020). Hasil analisis statistik nilai kadar abu (Tabel 1.) menunjukkan bahwa, ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan nilai rata-rata yang dihasilkan pada P1 (2,63%), P2 (2,19%) dan P3 (2,55%). Hal ini menunjukkan bahwa olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung tidak berpengaruh terhadap kadar abu daging, ditunjukkan dengan adanya penambahan tepung jagung menghasilkan presentase angka yang sama atau tidak signifikan antar perlakauan, hal ini terjadi karena komponen anorganik (mineral) pada daging terlindungi atau tidak berubah selama pengawetan sehingga tidak terjadinya kerusakan daging. Kadar abu suatu bahan pangan dipengaruhi oleh kandungan mineral bahan, jenis bahan serta cara pembakaranya. Pada beberapa bahan pangan, kadar abu juga dipengaruhi oleh bahan-bahan sumber mineral yang ditambahkan ke dalamnya. Kisaran kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 2,19-2,63%. Kadar abu daging babi yaitu 1,21-1,49% menurut (Widiana et al., 2020). Peningkatan kadar abu ini dipengaruhi oleh bahan sumber mineral yang ditambahkan yaitu garam. Sanni et al. (1999) menyatakan bahwa dalam proses fermentasi terjadi peningkatan kadar abu karena dekomposisi mikrobial terhadap komponen-komponen organik yang mengikat komponen mineral. Tingginya kandungan abu yang diperoleh, berarti kandungan unsur-unsur mineral yang terdapat pada bahan pangan tersebut juga tinggi (Sudarmadji et al., 1989).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, olahan daging babi sui wu’u yang diawetkan dengan penambahan tepung jagung berbeda tidak berpengaruh terhadap karakteristik kimia (kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu) daging babi landrace.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa pada pengawetan ini, efektivitas penggunaan tepung jagung sudah cukup pada penambahan 0,5 kg, dimana sudah mampu

menjaga daging dari kerusakan dan memberikan karakteristik yang sama dengan penambahan 1 kg maupun 1,5 kg tepung jagung.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC, 1990. Published by AOCC International. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists, Inc. 18thEd. Gaithersburg, MD.

Armini, N.M.A., N. L. P Sriyani, dan T. I. Putri. 2019. Kualitas kimia daging babi landrace persilangan yang dilayukan secara tradisional dalam waktu yang berbeda. Journal of Tropical Animal Science. 7(2): 590-592.

Elida dan Mutia. 2002. Profil Bakteri Asam Laktat dari Dadih yang Difermentasi dalam Berbagai Jenis Bambu dan Potensinya Sebagai Probiotik. Skripsi. Program Studi Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Erik, K. 2008. Karakteristik Kimia Dendeng Daging Sapi Iris atau Giling yang Difermentasi oleh Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum 1B1. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ivan, M., D.J. Clack, and G.J White. 1974. Kjeldahl Nitrogen Determination. In Short Course on Poultry Production, Udayana University, Denpasar.

Kuntoro, B., Maheswari, dan Nuraini. 2013. Mutu fisik dan mikroorganisme daging sapi asal rumah potong hewan (RPH) kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. 10(1): 1–8.

Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat, Jakarta.

Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Penerjemah: Aminuddin Parakkasi & Yuda Amwila. Universitas Indonesia (UIPress), Jakarta.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah: Aminuddin Parakkasi & Yuda Amwila.

Universitas Indonesia (UIPress), Jakarta.

Maruli, S., E. Siswosubroto, D. Rumondor, M. Tamasoleng, dan S. Sakul. 2015. Penilaian kadar air, pH dan koloni bakteri pada poduk daging babi merah di kota Manado. Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Zootek. 35(1): 119.

Montolalu, S., N. Lontaan, S. Sakul, dan A. Dp. Mirah. 2013. Sifat fisiko kimia dan mutu organoleptik bakso broiler dengan menggunakan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Jurnal Zootek. 32(5): 1-13.

Nurjani, A., A. R. Simanjuntak, A. Yakinuddin, H. W. Febrianingrum, Hermansyah, dan S. Mentari. 2009. Teknik penggaraman pindang ikan yang baik dan benar. Makalah. IPB, Bogor.

Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10thEd. Departement of Animal Science the Ohio State University and the Ohio Agriculture Research and Development Centre, Ohio.

Pertiwi, M.E.D., I. N. S. Miwada, dan M. Hartawan. 2015. Kualitas kimia fisik bakso ayam yang dimarinasi dengan asap cair dalam waktu berbeda. Journal of Tropical Animal Science. 3(1): 207.

Rosalina, Y.A., E. Kusdiyantini, dan S. Pujiyanto. 2020. Karakteristik bakteri asam laktat dan aktivitas antimikroba sui wu’u dari kabupaten Bajawa Nusa Tenggara Timur Indonesia. Asian J Pharm Clin Res. 13(4): 45-47.

Sanni, A. I., A. A. Onliude and E. O. Adeleke. 1999. Preparation and Characteristics of Lactic Acid Fermented Cowpea Milk. 2thEd. Lebensm Unters Forsch A. 208: 225-229.

Soeparno. 2009 Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Cetakan ke-1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2015. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steel, R. G. D dan J. H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Terjemahan Principle and Procedureof Statistics oleh B. Sumantri). PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sudarmadji, S.B., Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

USDA. 2009. Nutrient Data Set for Fresh Pork (From SR), Release 2.0. U.S. Department of Agriculture. Agricultural Research Service. Maryland, USA.

USDA, 2019; Veerman, 2013. Pengaruh metode pengeringan dan konsentrasi bumbu serta lama perendaman dalam larutan bumbu terhadap kualitas fisik dan sensori dendeng babi. Buletin Peternakan, 34-40.

Warris, D. D. 2000. Meat Science. CABI Publishing, Welling dan Ford.

Widiana, I.P.E., N. L. P Sriyani, dan T. I. Putri. 2020. Studi perbedaan bahan pembungkus dan lama simpan terhadap kualitas kimia daging babi landrace persilangan. Journal of Tropical Animal Science. 8(3): 664.

Winarno, F. G. 1995 Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zainona, R., A. Baehaki, dan A. Supriadi. 2014. Penggunaan garam, sukrosa dan asam sitrat konsentrasi rendah untuk mempertahankan mutu fillet ikan gabus (Channa striata) yang disimpan pada suhu 40oC. Jurnal Fistech. 3(1): 8.

Maharani, N K.D., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 445-458

Page 458