THE INFLUENCE OF SPINING FREQUENCY ON HATCHABILITY OF VILLAGE CHICKENS EGGS
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: March 29, 2021
Accepted Date: May 1, 2021
Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani
PENGARUH FREKUENSI PEMUTARAN TERHADAP DAYA TETAS TELUR AYAM KAMPUNG
Kartika, M. W. A. , M. Wirapartha., G. A. M. K. Dewi
PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected] , Telepon: +6281236626809
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemutaran terhadap daya tetas telur ayam kampung. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan masing-masing ulangan menggunakan 5 butir telur ayam kampung sehingga telur yang digunakan sebanyak 90 butir. Adapun perlakuan yang digunakan yaitu perbedaan frekuensi pemutaran telur tetas ayam kampung selama proses penetasan : Pemutaran 1 kali /hari (P1), Pemutaran 3 kali /hari (P3) dan Pemutaran 6 kali/hari (P6). Variabel yang diamati dalam penelitian adalah indeks telur (%), daya tetas (%), telur infertil (%), penyusutan telur (weight loss) hari ke 18, presentase telur fertil (%). Hasil penelitian menunjukan pengaruh frekuensi pemutaran telur ayam kampung pada perlakuan P1, P3, dan P6 tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot telur, indeks telur, telur fertil, infertil dan penyusutan telur, tetapi pada perlakuan P3 dan P6 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya tetas telur. Kesimpulan penelitian ini adalah pemutaran telur ayam kampung yang dilakukan 3 dan 6 kali sehari memiliki pengaruh yang lebih tinggi terhadap daya tetas dari pemutaran 1 kali sehari , sedanngkan pemutaran telur 1, 3 dan 6 kali sehari tidak berpengaruh terhadap indeks telur, telur fertil, telur infertil, dan penyusutan berat telur ayam kampung didalam mesin tetas.
Kata kunci: fertilitas, telur ayam kampung, penetasan telur, daya tetas, frekuensi pemutaran telur
THE INFLUENCE OF SPINING FREQUENCY ON HATCHABILITY OF VILLAGE CHICKENS EGGS
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the frequency of spinning on the hatchability of native chicken eggs. The study used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications, each with 5 native chicken eggs so that 90 eggs were used. The treatment used was the difference in the frequency of spinning native chicken eggs during the hatching process: P1 (Spinning 1 time / day), P3 (Spinning 3 times / day) and P6 (Spinning 6 times / day). The variables observed in the study were egg index, hatchability (%), infertile eggs (%), egg shrinkage (weight loss) on day 18, percentage of fertile eggs (%). The results
showed that the effect of the frequency of stanning native chicken eggs on treatment P1, P3, and P6 was not significantly different (P> 0.05) on egg weight, egg index, fertile eggs, infertile and egg shrinkage/ weight loss, but on P3 and P6 treatments had a significant effect (P <0.05) on egg hatchability. The conclusion of this study was that the frequency of spinning native chicken eggs 3 and 6 times a day had a higher effect on hatchability than the spinning once a day. The frequency of egg spinning is performed 1, 3 and 6 times a day, does not affect the index of eggs, fertile eggs, infertile eggs, and weight loss of native chicken eggs in the hatching machine.
Keywords: fertility, native chicken eggs, hatching eggs, hatchability, turning frequency
PENDAHULUAN
Ayam kampung adalah Jenis ayam yang banyak berkeliaran di sekitar pekarangan atau lingkungan warga masyarakat yang tidak diproduksi dan dibudidayakan dalam julah besar untuk tujuan komersil. Menurut Yusdja (2005) ayam kampung menghasilkan telur dan daging yang lebih kecil dibandingkan telur dan daging ayam ras, sedangkan harga produk ayam kampung lebih mahal. Telur ayam kampung adalah salah satu bahan makanan asal unggas ayam kampung yang bernilai gizi tinggi. Telur ayam kampung mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asan amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sulistiati,2003).
Telur ayam kampung salah satu produk yang mempunyai kandungan protein tinggi. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan protein hewani terutama pada telur ayam kampung sehingga masyarakat diharuskan untuk mempertahankan populasi ayam kampung dan agar dapat meningkatkan populasi ayam kampung tersebut baik telur maupun dagingnya, maka masyarakat melakukan penetasan telur ayam kampung menggunakan mesin tetas( Murtidjo,1992). Penetasan merupakan proses perkembangan embrio didalam telur sampai menetas. Penetasan buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan penetasan alami, dengan kapasitasnya yang lebih besar.Upaya menetaskan telur dengan menggunakan inkubator atau mesin tetas sebaiknya menggunakan telur yang bobotnya seragam. Pada umumnya peternak hanya memasukkan telur tetas ke dalam mesin tetas tanpa memperhatikan bobot telur dan selama proses penetasan juga tanpa memperhatikan frekuensi pemutaran telur. Hal ini akan menyebabkan sulit untuk mencapai keberhasilan yang maksimal dalam penetasan.
Pemutaran telur juga termasuk hal yang mempengaruhi daya tetas telur, dengan pemutaran yang lebih sering maka telur akan lebih cepat menetas. Frekuensi Pemutaran telur yang dilakukan peternak selama proses penetasan biasanya sebanyak 3 kali/hari. Proses pemutaran telur yang tidak teratur dapat menyebabkan panas yang mengenai telur menjadi tidak merata sehingga embrio akan lengket pada kerabang dan akhirnya menyebabkan
kematian embrio (Daulay et al., 2008). Menurut Wirapartha et al. (2012), ada lima prinsip yang mempengaruhi proses perkembangan embrio dan daya tetas yang tinggi dalam proses penetasan telur : 1) Sanitasi/kebersihan mesin tetas dan telur tetas yang baik, 2) Suhu yang optimal untuk perkembangan embrio, 3) kelembaban, 4) Pemutaran telur, 5) Ventilasi yang cukup baik untuk mengatur udara (kesesuaian suplai O2 dan pembuangan CO2). Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian pengaruh frekuensi pemutaran terhadap daya tetas telur ayam kampung.
MATERI DAN METODE
Tempat dan penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2020. Dilakukan secara mandiri di Jalan Raya Sibangkaja Br. Piakan Desa Sibangkaja, Kec. Abiansemal, Kab. Badung. Penelitian ini dilakukan di Br. Piakan selama kurang lebih satu bulan.
Bahan dan alat penelitian
Bahan-bahan yang digunakan adalah 90 butir telur ayam kampung, formalin sebanyak 4 ml, KMnO4 sebanyak 2 gram, kain bersih. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 buah mesin tetas semi otomatis kapasitas 100 butir, timbangan, egg tray, thermometer, cawan porselin atau cawan plastik, jangka sorong, nampan air, dan higromer.
Rancangan penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan masing-masing ulangan menggunakan 5 butir telur ayam kampung. Sehingga total menggunakan 90 butir telur ayam kampung. Adapun perlakuan yang digunakan yaitu perbedaan frekuensi pemutaran telur tetas ayam kampung selama proses penetasan yaitu:
P1 = Pemutaran 1 kali per hari
P3 = Pemutaran 3 kali per hari
P6 = Pemutaran 6 kali per hari
Pelaksanaan penetasan
Menyediakan telur tetas ayam kampung sebanyak 90 butir. Telur dipilih dengan syarat-syarat berat telur antara 35–40g, bentuk oval, kulit halus/mulus, bersih, fertil, memiliki ruang udara pada ujung telur yang tumpul dan tidak retak, serta umur telur yang seragam yang berumur 2 hari. Bersihkan telur dengan kain bersih untuk membersihkan kotoran dan membunuh mikroorganisme yang melekat pada kulit telur. Berikan kode angka pada pada
setiap telur untuk pengingat perlakuan pada telur.Ukur panjang dan lebar telur menggunakan jangka sorong.
Mesin tetas dan peralatannya dibersihkan dan difumigasi dengan menggunkan KMn04 dan 4 ml formalin difumigasi selama 15 menit. Mesin tetas dihidupkan selama 1 x 24 jam dengan suhu antara 37,5oc–38oc diukur dengan menggunakan termometer, ventilasi terbuka dan bak air terisi. Setelah suhu mesin tetas konstan, telur dimasukkan ke dalam rak telur. Susun telur pada rak telur/penetasan, dengan posisi ujung tumpul di atas/ujung runcing di bawah dengan kemiringan 45o. Pada hari ke-1 sampai hari yang ke-3 telur tetas belum mendapat perlakuan biarkan mesin tertutup rapat supaya kelembaban dan suhu mesin tetas terjaga.
Pemutaran telur dilakukan pada hari ke-4, dilakukan sesuai dengan perlakuan pemutaran telur sampai hari ke-18. Peneropongan dilakukan pada hari ke-4 dan hari ke-18 dengan menggunakan senter. Bila peneropongan pada hari ke-4 menunjukkan gejala infertile, telur tersebut dapat diafkir. Sebaliknya kalau pada hari ke-18 tidak ada gejala kehidupan embrio, telur juga sebaiknya di culling. Pada hari ke-18 dilakukan penghitungan penyusutan telur (weight loss) dan pada hari ke-21 dihitung presentase daya tetas telur ayam kampung.
Variabel penelitian
a.Indeks telur (%)
Indeks telur di ukur dengan menggunakan jangka sorong dan mengunakan rumus yaitu:
lebar telur
Indeks telur =----— x 100%
panjang telur
b.Daya Tetas (%)
Presentase telur-telur yang menetas dari jumlah telur yang fertile yang dihitung dengan rumus
(Djannah, 1998):
Daya Tetas =
telur menetas telur fertil
x 100%
c.Telur infertil (%)
Telur ayam infertil merupakan telur yang tidak dapat menetas atau tidak terdapat embrio
(telur yang tidak mengalami perkembangan embrio pada saat penetasan)
jumlah telur yang infertil
Telur Infertil =---—--r— ---:--x 100%
jumlah telur di tetaskan
d.Penyusutan telur (weight loss) hari ke 18
Dihitung berdasarkan penelitian Van der Pol (2013), presentase bobot susut telur dari hari
inkubasi ke-0 sampai hari ke-18 pada ayam dihitung dengan rumus :
bobot awal telur-bobot telur hari ke 18 ,
weight loss = x 100%
b ob ot telur awal
e.Presentase telur fertil (%)
Persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertile yang ditetaskan. Dengan
rumus sebagai berikut :
e. Presentase Telur Fertil = x 100%
jumlah telur yang ditetaskas
2.2.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam, apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari pengaruh pemutaran
terhadap daya tetas telur ayam kampung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh pemutaran terhadap daya tetas telur ayam kampung
Perlakuan1)
Variabel SEM3)
P1 |
P3 |
P6 | ||
Bobot telur (gram) |
38,38a2) |
38,43a |
38,47a |
0,083 |
Indeks telur (%) |
76,22a |
76,43a |
76,41a |
0,490 |
Telur fertil (%) |
93,33a |
90a |
90a |
4,389 |
Telur infertil (%) |
6,67a |
10a |
10a |
4,389 |
Penyusutan telur hari |
10,69a |
11,02a |
11,08a |
0,219 |
ke 18 (%) | ||||
Daya tetas (%) |
60b |
80,83a |
87,5a |
5,924 |
Keterangan :
1) Perlakuan:
P1 : terlur ayam kampung diputar 1 kali sehari
P3 : terlur ayam kampung diputar 3 kali sehari
P6 : terlur ayam kampung diputar 6 kali sehari
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05).
3) SEM (Standart Error of the Treatment Means)
Bobot awal telur
Berat awal telur yang diperoleh pada perlakuan P1, P3 dan P6 adalah 38,38; 38,43 dan 38,47 gram secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan. Perlakuan P1 lebih rendah masing-masing 0,13 dan 0,23% dari perlakuan P3 dan P6. Berat awal telur diperoleh hasil non signifikan (P>0,05), dikarenakan untuk memperoleh bobot telur yang homogen atau seragam (SD + 0,193438). Berat awal telur meliliki kisaran berat 35
sampai 40 gram.Yuwono et al. (2006) menyatakan bahwa bobot telur dipengaruhi oleh kualitas bibit (genetik) dan kualitas ransum yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewi (2010) semakin meningkat presentase penambahan kalsium pada ransum ternak dapat menghasilkan bobot telur yang lebih tinggi. North dan Bell (1992) menyatakan, bahwa telur dihasilkan dari induk ayam yang baru bertelur atau induk muda lebih kecil dibandingkan dengan telur yang dihasilkan dari induk yang lebih tua.
Indeks telur
Indeks telur pada perlakuan P1, P3 dan P6 adalah 76,22; 76,43 dan 76,41%, secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan. Perlakuan P1 lebih rendah masing-masing 0,27 dan 0,25% dari perlakuan P3 dan P6. Romanoff (1963) yang menyatakan bahwa indeks telur merupakan perbandingan lebar dan panjang telur. Telur yang relatif panjang dan sempit (lonjong) pada berbagai ukuran memiliki indeks telur yang rendah dan telur yang relatif pendek dan lebar (hampir bulat) memiliki indeks telur yang tinggi. Indeks telur yang ideal untuk ayam adalah 74% Romanoff, (1963) sedangakan pada penelitian ini didapatkan indeks telur 76%.Faktor yang mempengaruhi indeks telur yaitu dipengaruhi umur induk sistem pemeliharaaan, periode produksi dan pakan, karena indeks telur sangat berhubungan erat dengan bobot telur. Darmawanti et al. (2016) menyatakan bahwa indeks bentuk telur dipengaruhi oleh faktor genetik, umur induk, periode produksi, umur dewasa kelamin, saluran reproduksi dan kualitas pakan. Hal ini sesuai pendapat Kunaifi et al. (2019) bahwa faktor yang menyebabkan indeks telur dapat dilihat dari jenis ayam, umur induk, pakan, dan manajemen pemeliharaan yang sama. Tampilan produksi indeks bentuk telur dengan bobot telur memiliki sifat yang sama yaitu berbanding terbalik, semakin besar nilai indeks bentuk telur maka bobot telurnya semakin rendah (Wibisono 2003).
Telur fertil
Telur fertil yang diperoleh pada perlakuan P1, P3 dan P6 adalah 93,33%; 90% dan 90% secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan. Perlakuan P1 lebih tinggi 3,7% dari perlakuan P3 dan P6.Tidak terdapat adanya interaksi antara fertilitas telur dengan frekuesi pemutaran telur yang berbeda. Brammel et al. (1996) memperjelas bahwa faktor yang mempengaruhi fertilitas telur diantaranya adalah nutrien, misalnya kekurangan vitamin E dalam pakan dapat menyebabkan telur tidak fertile. Motilitas sperma yang lincah dan dapat membuahi sehingga fertilitasnya tinggi dan sperma yang tidak normal dapat mempengaruhi fertilitas. Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam memilih telur
tetas adalah kualitas telur, jika kualitas telur yang akan ditetaskan buruk maka presentase jumlah telur yang menetas rendah. Telur fertil atau telur yang telah dibuahi baik secara alami maupun buatan, dihasilkan dari peternakan ayam pembibit bukan peternakan komersial (Suprijatna et al., 2005). Telur yang ditetaskan haruslah melalui proses seleksi, tidak semua telur tetas dapat digunakan dalam penetasan dan pada penelitian ini setiap perlakuan menggunakan telur yang dari awal sudah mengunakan telur yang diseleksi dan dibuahi oleh ayam jantan,dan juga proses perkawinan pada peternakan tempat mengambil telur lebih mudah dilakukan karenan ayam dipelihara dalam satu kandang yang memiliki luasan tertentu sehingga ayam jantan lebih mudah menjangkau ayam betina.
Telur infertil
Telur infertil yang diperoleh perlakuan P1, P3 dan P6 adalah 6,67; 10 dan 10% secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan. Perlakuan P1 lebih rendah 33,3% dari perlakuan P3 dan P6. Frekuensi pemutaran telur tidak berpengaruh terhadap tingkat infertil telur. Faktor yang menyebabkan telur menjadi infertile yaitu ransum ayam, kesehatan ayam, umur ayam, perbandingan jantan dan betina, serta kebersihan kandang. Menurut Nataamijaya et al. (1989) yaitu dengan menggunakan sumber telur dari indukan yang benar-benar bibit unggul (diseleksi) akan mendapatkan hasil yang baik. Hal ini juga dijelaskan oleh Wibowo dan Jafendi (1994), yang menyatakan telur lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ayam atau indukan sebagai sumber bibit dan faktor lain terkait pengelolaan penetasan.
Penyusutan telur hari ke-18
Penyusutan telur yang diperoleh pada perlakuan P1, P3 dan P6 adalah 10,69; 11,02 dan 11,08 gram, secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan. Perlakuan P1 lebih rendah masing-masing 3 dan 3,5% dari perlakuan P3 dan P6. Frekuensi pemutaran telur tidak berpengaruh terhadap penyusutan telur, karena telur tetas yang relatif sama, menyebabkan penguapan gas dan air dari telur tetas juga relatif sama sehingga susut tetas antar perlakuan tidak berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Tullet dan Burton (1982) bahwa penyusutan telur selama masa pengeraman diakibatkan pengaruh suhu dan kelembapan Kerabang telur yang tipis mengakibatkan telur mudah sekali pecah, sedangkan kerabang yang tebal menyebabkan telur kurang berpengaruh terhadap suhu penetasan dan menyebabkan penguapan air dan gas sangat sedikit. Hal ini didukung oleh Rasyaf (1991), kerabang yang terlalu tebal menyebabkan telur kurang terpengaruh oleh suhu penetasan sehingga penguapan air dan gas sangat kecil. Telur yang berkerabang tipis
mengakibatkan telur mudah pecah sehingga tidak baik untuk ditetaskan. Menurut Sudaryani (2003), Faktor lain yang berkaitan dengan kualitas telur yang dapat memengaruhi susut tetas adalah tebal kerabang. Tebal kerabang telur ayam kampung berpengaruh pada susut telur. Hal ini diungkapkan oleh Peebles dan Brake (1985) bahwa penyusutan berat telur selama masa pengeraman menunjukkan adanya perkembangan dan metabolisme embrio, yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan karbondioksida serta penguapan air melalui kerabang telur.Kerabang telur yang tipis mengakibatkan telur mudah sekali pecah, sedangkan kerabang yang tebal menyebabkan telur kurang berpengaruh pada suhu penetasan dan menyebabkan penguapan air dan gas sangat sedikit.
Daya tetas
Daya tetas pada perlakuan P1, P3 dan P6 adalah 60; 80,83 dan 87,5% secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan. Perlakuan P1 nyata (P<0,05) lebih rendah dari perlakuan P3 dan P6 masing-masing 25,77 dan 31,43%. Perlakuan P3 lebih rendah 7,62% dari P6, namun secara statistik menunjukkan hasil yang berdeda tidak nyata (P>0,05).Daya tetas tertinggi diperoleh pada perlakuan (P6) dan (P3) 80,83%, 87,5%. Karena pada perlakuan P6 dan P3 pemutaran telur dilakukan 3 dan 6 kali sehari mempengaruhi presentase menetas lebih besar (daya tetas tinggi) dan embrio mendapatkan panas yang merata dan tidak menempel salah satu bagian telur. Sedangkan pada perlakuan P1 telur hanya diputar 1 kali sehingga menetas lebih rendah (daya tetas rendah) karena telur kurang mendapatkan panas yang merata. Faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu kondisi induk, kondisi telur tetas, pengelolaan penetasan, jika pengelolaan penetasan baik suhu dan kelembaban yang baik maka perkembangan embrio didalam mesin tetas dapat optimal sehingga menyebabkan daya tetas yang bagus. Wibowo dan Juarini (2008) menyatakan bahwa faktor kesuksesan dalam proses penetasan telur antara lain yaitu mesin tetas (suhu dan kelembapan) sesuai persyaratan yang dibutuhkan oleh telur, faktor pengelola proses penetasan dan hal lain yang terjadi sewaktu waktu seperti ganguan tegangan listrik. Menurut Wirapartha et al. (2012), ada lima prinsip yang mempengaruhi proses perkembangan embrio dan daya tetas yang tinggi dalam proses penetasan telur : 1) Sanitasi/kebersihan mesin tetas dan telur tetas yang baik, 2) Suhu yang optimal untuk perkembangan embrio, 3) kelembaban, 4) Pemutaran telur, 5) Ventilasi yang cukup baik untuk mengatur udara (kesesuaian suplai O2 dan pembuangan CO2).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah pemutaran telur ayam kampung yang dilakukan 3 dan 6 kali sehari memiliki pengaruh yang lebih tinggi terhadap daya tetas dari pemutaran 1 kali sehari sedangkan pemutaran telur 1, 3 dan 6 kali sehari tidak mempengaruhi indeks telur, fertil, infertil, dan penyusutan berat telur ayam kampung didalam mesin tetas.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan Frekuensi pemutaran telur dilakukan 3 dan 6 kali sehari
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Amrin, A. 2008. Faktor yang mempengaruhi daya tetas.
Abduhamrin.blogspot.com/2008/05/faktor-yang-mempengaruhi-daya-tetas.html.
Dewi, G. A. M. K. 2010. Pengaruh Kalsium-Asam Lemak Sawit (Ca-ALS) dan Kalsium Terhadap Bobot Telur, Tebal Kerabang dan Kekuatan Kerabang Ayam Petelur Lohman. MIP. 13(1):20-35.
Darmawati, D., Rukmiasih. dan R, Afnan. 2016. Daya tetas telur itik Cihateup dan Alabio.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, Vol. 04 No. 1 Hal 257-263.
Daulay, A. H., S. Aris, dan A. Salim. 2008.Pengaruh umur dan frekuensi pemutaran terhadap daya tetas dan mortalitas telur ayam Arab (Gallus turticus). Jurnal Agribisnis Peternakan 1: 6-10.
Djannah, D., 1998. Beternak Ayam. Yasaguna. Surabaya.
Kunaifi, M. A., M. Wirapartha dan I K. A. Wiyana. 2019. Pengaruh Penyimpanan Selama 14 Hari Pada Suhu Kamar Terhadap Kualitas Eksternal dan Internal Telur Itik di Daerah Jimbaran. Peternakan Tropika. Denpasar.
Murtidjo, B. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Nataamijaya, A.G., D. Sugandi, D. Muslich, dan Mijono. 1989. Performans ayam pelung di daerah transmigrasi Batumarta Sumatera Selatan. hlm. 77 □ 80. Prosiding Seminar Nasional tentang Unggas Lokal, 29 September 1989. Fakultas Peternakan UniversitasDiponegoro, Semarang.
North, M. O. dan D. D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. An AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York.
Opena, R. T., Van Der Vossen. 1997. Lycopension Esculentum Mill. Dalam Siemonsma dan K.Piluek (eds) Plant Resources Of South East Asia. Puddock Scientific Publisher Waginingen Netherlands. Pp 199-205.
Pilliang, W. 1992. Peningkatan Biovilabilitas Dedak Padi Melalui Proses Fermentasi dengan Aspergillusniger. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balai Peternakan Ternak Ciawi, Bogor.
Septiawan, R. 2007. Respon Produktivitas Dan Reproduktivitas Ayam Kampung Dengan Umur Induk Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sinabutar, 2009. Pengaruh Frekuensi Inseminasi Buatan terhadap Daya Tetas Telur Itik Lokal yang di Inseminasi Buatan dengan Semen Entok. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur Cet.4. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sulistiati. 2003. Pengaruh Berbagai Macam Pengawet dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Telur Konsumsi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U.,Kartasudjana, R., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Raharjo,Suwanto.(2004), Teori, Analisa, dan Implementasi Jaringan Tanpa Disk, pada GNU/Linux, Andi, Yogyakarta.
Wibowo, Y.T dan Jafendi. 1994. penentuan daya tetas dengan menggunakan metode gravitasi spesifik pada tingkat berat inisial ayam kampung yang berbeda. Buletin Peternakan.
Wirapartha, M., K. A. Wiyana., W. Wijana., G. A. M. Kristina Dewi., dan K. Karnama., 2012. Penerapan sistem kawin sodok dan Mesin tetas meningkatkan produktivitas ayam buras sebagai hewan upakara di desa jimbaran. Udayana Mengabdi, 11 (1): 4044. https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/view/2116/1301
Yusdja, 2005. Socio-Economic Impact Assessment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production, with Particular Focus on Independent Smallholders. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Yuwono, D. M., Subiharta, Hermawan, Hartono. 2006. Produktivitas Itik Tegal di Sentra Pengembangan pada Pemeliharaan Intensif. Balai pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Unggaran.
Van der Pol, C. W., I. A. M. van Roovert-Reijrink, C. M. Maatjens, H. van den Brand and R. Molenaar. 2013. Effect of relative humidity during incubation at a set eggshell temperature and brooding temperature posthatch on embryonic mortality and chick quality. Poultry Science 92:2145-2155
Kartika, M. W. A., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 285-295
Page 295
Discussion and feedback