MARINATION EFFECTS OF GARLIC EXTRACT (Allium Sativum L.) AND GARLIC POWDER ON THE PHYSICAL AND ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF SPENT HEN CHICKEN MEAT
on
ISSN 2722-7286

Ju rnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: June 16, 2021
Accepted Date: July 10, 2021
Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
EFEK MARINASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN POWDER BAWANG PUTIH TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR
Floriantini, K. W., I. A. Okarini, dan M. Wirapartha
PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: windyfloriantini@student. unud.ac.id Telp. : 081338807920
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama marinasi ekstrak bawang putih (Allium sativum L) dan powder bawang putih terhadap sifat fisik dan organoleptik daging ayam petelur afkir. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAK) dengan 2 x 2 perlakuan dengan 4 kali ulangan. Kelompok pertama adalah perlakuan marinasi ekstrak bawang putih segar dan powder bawang putih sebanyak 10% dan kelompok kedua adalah waktu marinasi selama 1,5 jam dan 3 jam. Analisis data menggunakan uji sidik ragam. Hasil penelitian pada kelompok perlakuan dan kelompok waktu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada uji organoleptik (warna, aroma, tekstur, penerimaan keseluruhan) dan nilai pH. Kemudian tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada uji rasa dan susut masak. Interaksi antara perlakuan dan waktu marinasi terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada uji organoleptik (warna dan rasa). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulan bahwa dengan perlakuan marinasi daging ayam petelur afkir dengan bawang putih segar dan waktu marinasi 3 jam dapat meningkatkan kualitas organoleptic serta menurunkan nilai pH dan susut masak daging.
Kata Kunci: bawang putih, daging ayam petelur afkir, lama marinasi, kualitas fisik, dan uji organoleptic
MARINATION EFFECTS OF GARLIC EXTRACT (Allium Sativum L.) AND GARLIC POWDER ON THE PHYSICAL AND ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF SPENT HEN CHICKEN MEAT
ABSTRACT
This study aims to determine the length of marination with garlic extract (Allium sativum L.) and garlic powder on the physical and organoleptic properties of spent laying hens meat. This study was conducted at the Laboratory of Animal Product Technology and Microbiology, Faculty of Animal Husbandry. The design used was a factorial randomized block design (RBD) with 2 x 2 treatments and 4 replications. The first group was the treatment of 10% marination of garlic extract and garlic powder and the second group was the

marination time of 1.5 hours and 3 hours. Data analysis used the variance test. The results of the study in the treatment group and the time group showed that there were significant differences (P<0.05) in the organoleptic test (color, aroma, texture, and overall acceptance) and pH values. Then there was no significant difference (P>0.05) in the taste and cooking losses. The interaction between treatment and marination time was significantly different (P<0.05) in the organoleptic test (color and taste). Based on the results of the study, it can be concluded that the treatment of discarded laying hens with fresh garlic and 3 hours of marinating time can improve the organoleptic quality and reduce the pH value and cooking loss of the meat.
Keywords: garlic, spent laying chicken meat, long marination, physical quality, and organoleptic test
PENDAHULUAN
Daging merupakan sumber protein hewani yang mampu memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat, salah satu jenis daging yang popular dikalangan masyarakat yaitu daging ayam petelur afkir. Okarini et al. (2013) melaporkan daging ayam petelur afkir memiliki kandungan protein 22,93 %, lemak 1,49 %, sementara daging ayam lokal Bali mengandung protein 22,32 %, lemak 1,73 % dan daging ayam broiler mengandung protein 18,94 %, lemak 4,70 %, serta kandungan asam-amino esensial pada daging ayam petelur afkir tidak berbeda dengan daging ayam lokal Bali. Selanjutnya juga dilaporkan bahwa daging ayam petelur afkir memiliki kandungan asam-asam lemak amida merupakan senyawa bioaktif, seperti oktadekanamida, 13-dokosenamida, oktadekanamida (tidak terdapat pada daging ayam lokal Bali).
Syamsir (2010) yang disitasi oleh Nurohim et al. (2013) melaporkan bahwa metode marinasi merupakan suatu proses perendaman daging di dalam bahan marinade, sebelum diolah lebih lanjut, sedangkan marinade adalah cairan berbumbu yang berfungsi sebagai bahan perendaman daging, pada umumnya digunakan untuk meningkatkan rendemen (yield) daging, memperbaiki flavor, meningkatkan keempukan, meningkatkan kesan jus (juiceness), menurunkan susut masak, dan memperpanjang masa simpan daging. Wongwiwat et al. (2007) melaporkan bahwa marinasi daging ayam dengan campuran beberapa bumbu dapat menurunkan jumlah bakteri dan memperpanjang masa simpan dari 10 hari menjadi 12 hari pada penyimpanan suhu 40C. Purnamasari et al. (2012) melaporkan perendaman daging ayam petelur afkir dengan ekstrak kulit nenas (Ananas comosus L.) berpengaruh terhadap penurunan nilai pH, daya mengikat air dan skor keempukan daging ayam petelur afkir, namun tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air, skor aroma dan warna daging ayam petelur
afkir. Aprinando et al. (2019) melaporkan hasil dari penelitiannya terhadap daya suka sensoris daging broiler yang diberi ekstrak bawang putih cina “sin chung” dengan konsentrasi 10%, mendapatkan nilai organoleptik yang tidak berbeda nyata pada parameter warna, aroma, rasa daging. Rahayu et al. (2020) melaporkan bahwa peningkatan lama waktu (1 – 5 jam) marinasi dalam ekstrak tepung batang kecombrang konsentrasi 6%, nyata menurunkan nilai pH daging broiler (lebih rendah pada perlakuan tanpa ekstrak tepung batang kecombrang). Menurut Nurwantoro et.al (2011) terdapat empat manfaat marinasi adalah yaitu meningkatkan kualitas sensori daging (citarasa, keempukan, kesanjus) memperbaiki sifat fisik daging (meningkatkan daya ikat air) dan memperpanjang masa simpan. Keasaman (pH), dan susut masak merupakan sifat fisik yang mempengaruhi kualitas daging (Soeparno, 2015) sehingga perlu diketahui bagaimana perubahan-perubahan dari sifat fisik tersebut setelah ternak dipotong dan dilakukan metode pengempukan. Hasil penelitian Priskayani et al. (2020) mendapatkan hasil susut masak yang melaporkan bahwa pada daging dengan perlakuan kontrol dan 5% blend kencur pada hari ke-0 sampai hari ke-5 mengalami penurunan, sedangkan susut masak pada hari ke-0 sampai hari ke-10 memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Melda et al. (2013) melaporkan bahwa penurunan pH akan mempengaruhi sifat fisik daging, karena meningkatnya kontraksi aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan memeras cairan keluar dari dalam daging dan menyebabkan penurunan nilai pH pada daging.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan organoleptik dari daging ayam petelur afkir setelah dilakukannya metode pengempukan, sehingga dapat ditentukan pada jangka waktu pengempukan berapa daging ayam petelur afkir masih memiliki kualitas yang baik setelah di olah. Salah satu metode pengempukan daging ayam petelur afkir yakni marinasi. Ioga et al (2020) mendapatkan hasil dari penelitiannya yakni perendaman daging ayam pedaging dalam konsentrasi ekstrak daun binahong dapat meningkatkan mutu sensoris daging ayam. Perendaman ekstrak binahong yang dapat meningkatkan mutu sensoris daging terletak pada konsentrasi 50% dengan nilai penerimaan 6 (suka). Pratiwi (2012) melaporkan bahwa, penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Indera yang berperan dalam uji sensori adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan dan pendengaran. Panelis diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu produk. Unsur-unsur mutu/kualitas sensoris yakni warna, aroma, rasa, tekstur dan over all. Pengolahan daging ayam petelur afkir dengan metode marinasi, berfungsi untuk menurunkan kandungan
bakteri. Salah satu bumbu yang dapat digunakan sebagai bahan marinasi daging ayam petelur afkir sekaligus sebagai anti bakteri adalah bawang putih. Bawang putih merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki multifungsi bagi manusia. Ada beberapa jenis bawang putih salah satunya yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu bawang putih tunggal, mengapa menggunakan bawang putih tunggal? Selain sebagai bumbu penyedap masakan bawang putih tunggal juga sebagai penangkal berbagai macam penyakit salah satunya obat penurun kolesterol. Kekhasan yang terdapat dalam bawang putih yaitu senyawa sejenis minyak atsiri yang disebut allicin yang berfungsi sebagai antiradang dan antibakteri yang kuat (Wibowo, 2009).
Publikasi dan laporan ilmiah yang telah diterbitkan secara on-line masih terbatas, tentang pengaruh tipe bawang putih (tunggal dan powder) dan lama waktu marinasi (1 dan 3 jam) pada daging ayam petelur afkir, oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui perubahan-perubahan sifat fisik dan uji organoleptik daging, diduga berpengaruh terhadap mutu daging sebelum dilakukan pengolahan selanjutnya.
MATERI DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 minggu (persiapan peralatan analisis sampai tabulasi data yang terkumpul, sesuai dengan pengamatan), yaitu pada bulan Juli tahun 2020 yang bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Gedung Agrokomplek lantai 1, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
Daging ayam
Daging ayam yang digunakan pada penelitian ini berupa fillet bagian dada (Musculus Pectoralis Superficialis) yang diperoleh dari pedagang ayam di Pasar Kreneng Lantai 3 Jalan Kamboja Dangin Puri Kangin Denpasar, 4 ekor ayam (seberat 2,5 kg berat hidup/ekor ayam).
Bawang putih dan powder bawang putih
Bawang putih yang digunakan yakni bawang putih tunggal yang dikupas kulitnya, lalu dibuat menjadi ekstrak bawang putih dan powder bawang putih merek Koepoe-Koepoe dengan berat 64 gr yang di peroleh dari Supermarket Tiara Dewata, Denpasar.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini yakni pisau, talenan, cobek, gelas plastik, tali benang, saringan, nampan, aluminium foil, botol semprot, penjepit krusibel, thermometer, toples, waterbath, timbangan digital, plastik, tissue, spidol, label, beaker gelas, piring plastik, dan label.
Bahan
Daging ayam, bawang putih tunggal, bawang putih powder, aquades, larutan buffer 4 dan 7.
Rancangan percobaan
Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAK) dengan 2 x 2 perlakuan dengan konsentrasi 10%. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Keempat perlakuan tersebut adalah
PS1,5 : Daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan bawang putih segar selama 1,5
jam,
PS3 : Daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan bawang putih segar selama 3 jam, PP1,5 : Daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan powder bawang putih selama 1,5jam,
PP3 : Daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan powder bawang putih selama 3 jam.
Pembuatan ekstrak bawang putih segar dan ekstrak powder bawang putih
Pembuatan ekstrak bawang putih, pertama kupas kulit bawang lalu ditimbang sebanyak 10gr, kemudian bawang putih di ulek sampai benar-benar halus, setelah semuanya halus, campurkan dengan 90 ml aquades aduk hingga merata dan saring. Untuk powder bawang putih “koepoe koepoe” ditimbang sebanyak 10gr lalu campurkan dengan aquades sebanyak 90 ml. Ekstrak dibuat sesuai dengan konsentrasi yangdiperlukan yaitu 10% (Aprinando et al., 2019).
Prosedur penelitian
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan ekstrak bawang putih dan ekstrak powder bawang putih, kemudian dilanjutkan dengan persiapan sampel daging. Fillet (tanpa kulit dan tulang) daging ayam petelur afkir recahan dada (musculus pectoralis superficialis) sesuai
keperluan, 4 jam post-mortem, ditempatkan ke dalam termos yang telah dilengkapi dengan es kering (dry ice), dibawa ke laboratorium. Sampel karkas daging dipotong secara komersial, untuk mendapatkan dalam bentuk filet (2x3x1) cm dan dimarinasi dengan ekstrak bawang putih segar dan powder bawang putih. Dua lama marinasi yang sama dan 2 lama marinasi yang berbeda (2 perlakuan yang berbeda dan 2 perlakuan yang sama), yaitu perendaman bawang putih segar selama 1,5 jam (PBS1,5) dan selama 3 jam (PBS3); perendaman powder bawang putih selama 1,5 jam (PPB1,5), dan selama 3 jam (PPB3).
Variabel yang diamati
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu kualitas fisik daging, analisis susut masak dan pH (Kaewthong dan Wattanachant, 2018 yang disitasi oleh Rahayu et al., 2020); dan analisis uji organoleptik daging yang sudah di rebus meliputi: warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan secara keseluruhan (Yusop et al., 2010 yang disitasi oleh Rahayu et al., 2020).
Analisis data
Data sifat fisik dan organoleptik yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik sifat fisik daging ayam perlakuan lama marinasi dalam ekstrak bawang putih disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji Ph dan susut masak (cooking loss) daging ayam
Perlakuan1) |
Waktu Marinasi | |||
BPS |
BPP |
1,5 jam |
3 jam | |
Cooking Loss (%) |
32,58a2) |
35,14a |
31,35a |
36,37a |
Nilai pH |
5,3a |
5,0b |
5,3a |
5,1b |
Keterangan:
1) Perlakuan BPS (ekstrak bawang putih) dan BPP (bawang putih powder)
2) Nilai dengan huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05)
Susut masak daging ayam (%)
Analisis statistik pada uji susut masak daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan perlakuan ekstrak bawang putih dan waktu marinasi yang berbeda, menunjukkan hasil
persentase pada BPS 7,3% dan pada waktu 1,5jam menunjukkan hasil 13,8% yang artinya tidak berbeda nyata atau non-signifikan (P>0,05).
Cooking loss atau susut masak adalah berat yang hilang selama pemasakan (Soeparno, 1994). Menurut Pratama et al. (2018) daging yang bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibanding dengan daging bersusut masak besar karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada kelompok perlakuan dan kelompok waktu marinasi dengan nilai P>0.05, yang berarti perlakuan dan waktu marinasi tidak mempengaruhi cooking lose daging ayam petelur afkir. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Pratama et al. (2018) yang menunjukan bahwa perlakuan bawang putih berpengaruh terhadap nilai susut masak daging ayam broiler. Namun nilai susut masak pada penelitian ini berkisar antara 3136% dan tergolong normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa pada umumnya susut masak daging bervariasi antara 1,5% - 45,5%. Nurwanto et al. (2003) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi susut masak antara lain nilai pH, panjang sarkomer serabut otot, ukuran dan berat sampel, penampang melintang daging, dan pemanasan.
Nilai pH daging ayam
Tabel analisis uji pH pada daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan perlakuan ekstrak bawang putih dan waktu marinasi yang berbeda menunjukkan hasil persentase pada BPP 5,7% dan pada waktu 3jam menunjukkan 3,8% yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata atau non-signifikan dengan nilai (P>0.05).
Derajat keasaman atau pH merupakan indikator untuk menentukan derajat/tingkat easaman atau kebasaan dari daging segar atau produk daging yang dihasilkan (Merthayasa et al., 2015 yang disitasi oleh Rahayu et al., 2020). Hasil analisis data menunjukan bahwa perlakuan ekstrak bawang putih dan waktu marinasi berpengaruh terhadap nilai pH daging ayam. Nilai pH daging ayam perlakuan marinasi dengan bawang putih powder dan pada waktu marinasi 3 jam, menunjukan pH lebih rendah dibandingkan dengan nilai pH perlakuan marinasi dengan bawang putih segar dan waktu marinasi 1.5 jam. Selanjutnya perlakuan marinasi dengan bawang putih powder dan waktu marinasi 1,5 jam, menunjukan nilai pH yang normal dan tidak mengalami penurunan yang bermakna. Rahayu et al. (2020) juga melaporkan hasil penelitiannya menggunakan ekstrak tepung batang kecombrang konsentrasi 6% dengan perbedaan lama marinasi (dari 1 jam samapai 5 jam) dapat menurunkan secara nyata nilai pH
daging ayam broiler, sedangkan pH perlakuan kontrol diperoleh 5,58 (4 jam post-mortem) dan untuk pH standar ayam petelur afkir yaitu Menurut Aberle et al. (2001) yang disitasi oleh Rahmatina (2010) laju penurunan pH daging secara umum dapat dibagi menjadi tiga salah satunya adalah Nilai pH turun relatif cepat sampai berkisar 5,4-5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5,4-5,6. Sifat daging yang dihasilkan yaitu pucat, lembek, dan berair. Penurunan pH pada daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan bawang putih powder, dikarenakan senyawa allicin bawang putih powder lebih cepat beraksi dan meresap ke dalam daging ayam petelur afkir. Begitupun dengan waktu marinasi, semakin lama marinasi maka semakin banyak senyawa allicin yang akan meresap ke dalam daging. Penurunan nilai pH juga dapat menurunkan cemaran mikroba dikarenakan mikroba hidup pada pH basa.
Uji organoleptik daging
Uji subjektif dilakukan oleh 5 panelis (pedagang nasi yang kesehariannya menggunakan/ mengolah daging ayam petelur afkir) dengan menilai daging hasil perlakuan marinasi melalui 5 parameter penilaian subjektif yaitu warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan secara keseluruhan. Analisis data menunjukan bahwa pada uji subjektif warna, aroma tekstur dan penerimaan keseluruhan oleh panelis menunjukan nilai tingkat kesukaan yang lebih tinggi pada perlakuan daging ayam pedaging afkir yang direndam dengan bawang putih segar daripada bawang putih powder. Hasil analisis data, ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Hasil uji organoleptik daging ayam
Perlakuan1) |
Warna |
Aroma |
Rasa |
Tekstur |
Overall |
Konsentrasi BPS |
6,3a2) |
8,2a |
7,6a |
7,5a |
7,5a |
BPP |
5,7b |
6,7b |
7,3a |
6,9b |
6,3b |
Waktu 1,5 jam |
5,3b |
7,1b |
7,3a |
7,0b |
6,8a |
3 jam |
6,7a |
7,8a |
7,6a |
7,4a |
7,0a |
Keterangan:
1) Perlakuan BPS (ekstrak bawang putih) dan BPP (bawang putih powder)
2) Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05)
Nilai penerimaan warna daging ayam
Berdasarkan analisis data menggunakan uji sidik ragam diperoleh bahwa, uji subjektif warna daging pada kelompok perlakuan/konsentrasi, memliliki persentase perlakuan BPP 95,2% dan persentase waktu 1,5jam 20,9% yang artinya berbeda nyata (P<0,05) dengan nilai signifikansi 0,032. Sedangkan uji subjektif warna pada kelompok waktu, terdapat perbedaan
yang sangat nyata (P<0,01) dengan nilai signifikansinya 0,000. Hubungan interaksi antara kelompok konsentrasi dan kelompok waktu menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan/konsentrasi dengan kelompok waktu (P<0.05).
Hasil analisis sidik ragam pada parameter warna daging diperoleh bahwa terdapat interaksi terhdap konsentrasi dan waktu yaitu 0,006 <0.05 dan terdapat perbedaan yang sangat nyata pada kelompok perlakuan dan kelompok waktu, hal ini menunjukan bahwa perlakuan dan waktu marinasi mempengaruhi warna daging ayam petelur afkir. Ini ditunjukan dengan tingkat kesukaan lebih pada ayam yang dimarinasi dengan perlakuan bawang putih segar dan pada waktu marinasi 3 jam. Hal ini diduga karena makin lama perendaman daging maka makin banyak senyawa bawang putih yang terserap, sehingga dapat mempengaruhi warna daging ayam petelur afkir. Hadiwiyoto (1992) melaporkan bahwa daging unggas mengandung zat warna (mioglobin) dan adanya gugus heme dengan satu molekul atom Fe yang mudah terdegradasi dan terhidrolisis sehingga warna daging berubah. Pemberian bawang putih yang didalamnya terkandung senyawa allicin mampu mencegah terjadinya perubahan kondisi oksidasi mioglobin (Aprinando et al., 2019).
Nilai penerimaan aroma daging ayam
Hasil analisis uji subjektif aroma menunjukan persentase perlakuan BPP 18,3% dan persentase waktu 1,5jam 9%yang artinya bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kelompok konsentrasi dengan nilai signifikannya 0,000. Begitupun uji subjektif aroma terhadap kelompok waktu marinasi, terdapat perbedaan nyata (P<0,05) dengan nilai signifikansi 0,021. Sedangkan tidak terdapat hubungan interaksi antara kelompok perlakuan/konsentrasi dan kelompok waktu dengan nilai (P>0,05) terhadap penilaian aroma daging.
Analisis data sidik ragam terhadap parameter aroma menunjukan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata pada perlakuan dan waktu marinasi dengan P<0,001, dimana perlakuan dan waktu marinasi sangat berpengaruh terhadap aroma daging ayam petelur afkir. Daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan bawang putih segar dan waktu marinasi 3 jam menunjukan tingkat kesukaan yang lebih dibanding perlakuan bawang putih powder dan waktu marinasi 1,5 jam. Menurut Ankri dan Mirelman (1999) yang disitasi oleh Pratama et al. (2018) melaporkan bahwa bawang putih mengandung senyawa organosulfur berupa alliin dan allicin. Senyawa allicin ini yang memberi aroma khas pada bawang putih dan juga bersifat sebagai antibakteri, sehingga dapat mempengaruhi kualitas fisik, kimia, dan biologi daging.
Menurut Ho C.P (2004) yang disitasi oleh Aprinando et al. (2019) melaporkan bahwa daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk yang ditandai dengan pembentukan lendir, perubahan warna, perubahan rasa menjadi asam dan pahit, terjadinya ketengikan yang disebabkan oleh pemecahan atau oksidasi lemak daging, serta perubahan bau menjadi busuk karena terjadi pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk sepertiammonia.
Nilai penerimaan rasa daging ayam
Uji subjektif rasa menunjukan bahwa, persentase perlakuan BPP 4% dan persentase waktu 1,5jam 4% pada kedua kelompok yaitu kelompok konsentrasi dan kelompok waktu marinasi tidak terdapat perbedaan nyata atau non-signifikan dengan P>0,05. Yang membuktikan bahwa konsentrasi bawang putih dan waktu perendaman tidak berpengaruh terhadap rasa ayam petelur afkir. Sedangkan terdapat hubungan interaksi antara kelompok konsentrasi dan waktu dengan nilai P<0.05.
Parameter citarasa daging ditentukan dengan mencicipi daging yang telah diberi perlakuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukan terdapat interaksi antara konsentrasi dan waktu. Dan pada parameter citarasa tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada kelompok perlakuan dan kelompok waktu, yang mana perlakuan dan waktu marinasi tidak mempengaruhi rasa daging ayam petelur afkir. Namun berdasarkan rata-rata tingkat kesukaan panelis, daging ayam yang dimarinasi dengan bawang putih segar dan waktu marinasi 3 jam lebih disukai. Hal ini diduga karena bawang putih segar memiliki aroma dan rasa yang lebih khas dan kuat sehingga memberikan cita rasa lezat dan harum pada daging dibanding bawang putih powder. Begitupun tingkat kesukaan meningkat terhadap citarasa daging ayam petelur afkir dengan perendaman yang lebih lama. Hal ini didukung oleh pernyataan Hadiwiyoto (1992), menyatakan bahwa perubahan citarasa dapat disebabkan oleh adanya degradasi atau peruraian senyawa makromolekul daging ayam. Adanya variasi penilaian yang terlihat pada panelis, disebabkan oleh perbedaan kebiasaan makan dari panelis. Perbedaan pola serta kebiasaan makan pada kelompok-kelompok manusia menyebabkan tingkat kesukaan yang berbeda-beda pula (Maynard,1965).
Nilai penerimaan tekstur daging ayam
Uji subjektif tekstur menunjukan bahwa nilai persentase dari perlakuan BPp 8% dan Persentase waktu 1,5jam 5,7% terdapat perbedaan nyata pada kelompok konsentrasi dan kelompok waktu marinasi (P<0.05) dengan nilai signifikannya masing-masing adalah 0,003 dan
0,035. Sedangkan tidak terdapat hubungan interaksi antara kelompok konsentrasi dan kelompok waktu yang ditunjukan dengan nilai P>0.05.
Tekstur daging merupakan penampakan bagian luar daging untuk mengetahui kasar dan halusnya daging. Analisis sidik ragam menunjukan bahwa terdapat perbedaan nyata pada kelompok perlakuan dan kelompok waktu marinasi, yang mana perlakuan dan waktu marinasi mempengaruhi tekstur daging ayam petelur afkir. Daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan bawang putih segar dan waktu marinasi daging selam 3 jam memiliki tingkat kesukaan yang lebih. Hal ini diduga bahwa kandungan bawang putih segar lebih tinggi dibandingkan bawang putih powder, dimana salah satu fungsi dari kandungan bawang putih sebagai antioksidan. Berdasarkan penelitian Kompudu (2008) mengenai pengaruh antioksidan menyebabkan terjadinya perubahan kualitas daging dada ayam dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa antioksidan mampu menurunkan nilai daya putus jaringan pada dada ayam karena merupakan antioksidan alami berasal dari tanaman yang mengandung enzim proteinase dan papain. Sehingga daging ayam yang dimarinasi dengan bawang putih lebih empuk dan teksturnya bagus. Tekstur daging dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu antemortem (gen, fisiologis, umur, managemen, jenis kelamin dan stres) dan postmortem (chilling, refrigerasi, pelayuan, pembekuan lama, suhu penyimpanan, pemasakan dan pengempukan) (Suardana dan Swacita, 2008).
Nilai penerimaan secara keseluruhan (overall) daging ayam
Secara uji subjektif overall atau penerimaan keseluruhan menunjukkan persentase BPP 16% dan persentase waktu 1,5jam 2,9% terdapat perbedaan yang sangat nyata pada kelompok konsentrasi (P<0,01) dengan nilai signifikannya 0,000. Sedangkan pada kelompok waktu marinasi tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi bawang putih sangat berpengaruh terhadap penerimaan keseluruhan. Sedangkan hubungan interaksi antara kedua variabel terikat tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan dengan nilai P>0.05.
Penerimaan keseluruhan pada daging ayam afkir yang diberi perlakuan dengan marinasi bawang putih segar dan bawang putih powder dengan waktu berbeda yaitu 1,5jam dan 3 jam menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada kelompok perlakuan dengan P<0,01. Sedangkan tidak terdapat perbedaan nyata pada kelompok waktu marinasi dengan P>0,05. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap penerimaan keseluruhan. Daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan bawang putih segar menunjukan tingkat
kesukaan yang lebih dibanding dengan daging ayam petelur afkir yang dimarinasi dengan bawang putih powder. Waktu marinasi tidak mempengaruhi penerimaan keseluruhan oleh panelis, namun berdasarkan analisis deskriptif terjadipeningkatan kesukaan pada waktu marinasi 3 jam. Hal ini terjadi karenapenyerapanbawang putih segar ke dalam daging yang menyebabkan adanya perubahan kenaikan dan kualitas daging serta cita rasa daging. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa sifat kima dari makanan merupakan system yang dinamis dan terus berusaha menyebabkan perubahan citarasa akibat aktivasi bakteri pembusuk maupun aktivasi oksidasi lemak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: perlakuan marinasi daging ayam petelur afkir pada parameter warna dan rasa terdapat interaksi tetapi tidak terdapat interaksi pada aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan selama marinasi 3 jam dengan bawang putih segar dapat meningkatkan kualitas organoleptik (rasa, aroma, tekstur, warna dan penerimaan keseluruhan) dan menurunkan nilai pH serta susut masak daging.
Saran
Saran yang dapat diberikan penulis yakni perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perlakuan bawang putih dengan persentase dan lama marinasi berbeda terhadap kualitas organoleptik, nilai pH dan cooking lose daging ayam petelur afkir.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K) selaku Rektor Universitas Udayana dan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Aprinando, Riyanti, dan D. Septinova. 2019. Pengaruh lama penyimpanan terhadap daya suka sensori daging broiler yang diberi ekstrak bawang putih sebagai pengawet. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol. 3 (2): 45-49.
Hadiwiyoto, S. 1992. Kimia dan Teknologi Daging Unggas. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.
Ioga. A, I. A. Okarini, I N. S. Miwada.2020. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun binahong (Anredera cordiofolia (Ten). stenis) terhadap mutu sensori daging ayam. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 8 (1): 177-188.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/60477/35011
Kompudu, A. 2008. Pengaruh Antioksidan Catechins Tea, Eugenol Ekstrak Kayu Manis dan Asap Cair Terhadap Terjadinya Perubahan Kualitas Daging Dada Ayam Pedaging. Skripsi Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Maynard, A. A. 1965. Principles of Sensory Evaluation of Food. Academic press New York. London.
Melda, A., Bambang Dwiloka, Bhakti, E.S. 2013. Total bakteri, pH, dan kadar air daging ayam broiler setelah direndam dengan ekstrak daun senduduk (Melastoma
malabathricum L.) selama masa simpan. Jurnal Pangan dan Gizi. Vol. 04 (07): 49-56.
NK Priskayani, INS Miwada, NLP Sriyani. 2020. Pengaruh Marinasi rimpang kencur terhadap (Kamferis galangal l) dan lama penyimpanan pada suhu dingin terhadap kualitas fisik dan total plate count daging ayam petelur afkir. Makalah Ilmiah Peternakan Vol. 23 (2): 91-97.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/63600/36284
Nurohim, Nurwantoro, dan D. Sunarti. 2013. Pengaruh metode marinasi dengan bawang putih pada daging itik terhadap ph, daya ikat air, dan total coliform. Animal Agriculture Journal Vol. 2 (1): 77-85.
Nurwanto, Septianingrum, Surhatayi. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Semarang: Universitas Diponegoro.
Nurwantoro, V.P. Bintoro, A.M. Legowo, A. Purnomoadi. 2011. Pengolahan daging dengan sistem marinasi untuk meningkatkan keamanan pangan dan nilai tambah. Wartazoa Vol. 22 (2): 72-78.
Okarini, A, I. Purnomo, H. Aulaniam.Radiati, E, L. 2013. Proximate, total phenolicantioxidant activity and amino acids profile of bali indigenous chicken, spent laying hen and broiler breast fillet. International Journal of Poultry Science Vol. 12 (7): 415-420
Pratama Ridho, Rr Riyanti, dan Ali Husn. 2018. Efektivitas bawang putih dengan metode marinasi terhadap kualitas fisik daging broiler. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol. 2 (1): 20 ISSN: 2598-3067
Pratiwi, A. 2012. Penentuan Kualitas Pangan dan Uji Organoleptik Produk Pangan. Skripsi Program Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro, Semarang.
Purnamasari, E., M. Zulfahmi, dan I. Mirdhyati., 2012. Sifat fisik daging ayam petelur afkir yang direndam dalam ekstrak kulit nenas (Ananas comosus L. Merr) dengan konsentrasi yang berbeda. Jurnal Peternakan Vol. 9 (1): 1-12.
Rahayu, P. I. S., I. N. S. Miwada., dan I. A. Okarini. 2020. Efek Marinasi Ekstrak Tepung Batang Kecombrang Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Daging Broiler. Makalah Ilmiah Peternakan Vol. 23 (3): 118-123.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/67953/37590
Rahmatina. 2010. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Pada Berbagai Rasio Antara Daging Sapi dan Daging Ayam. Skripsi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke dua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Steel R. D. G., dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suardana, I W. dan I B. N. Swacita. 2008. Buku Ajar Hiegene Makanan (Kesmavet II). Fakultas Kedokteran Hewan Udayana.
Wongwiwat, P., S. Yanpakdee and S. Wattanachant. 2007. Effect of mixed spices in lemon grass marinade decuisine on changes in chemical, physical, and microbiological quality of ready-to-cook Thai indigenous chiken meat during chilled storage. Songklanakrin J. Sci. Technol. Vol. 29: 1619-1632.
Wibowo, S. 2009. Budi Daya Bawang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Floriantini, K. W., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 364-377
Page 377
Discussion and feedback