ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: March 29, 2021                                             Accepted Date: May 30, 2021

Editor-Reviewer Article :  Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK MELALUI AIR MINUM TERHADAP DISTRIBUSI LEMAK ABDOMINAL ITIK BETINA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH KULIT KECAMBAH KACANG HIJAU

Anjarwati, A., I M. Mudita, dan I N. S. Sutama

PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected] Telp: 088219381131

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik melalui air minum terhadap distribusi lemak abdominal itik betina telah dilaksanakan di Laboraturium Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 8 minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas tiga perlakuan yaitu : Itik yang diberi air minum tanpa probiotik sebagai kontrol (A), itik yang diberi air minum + 2,5 ml probiotik (B), itik yang diberi air minum + 5 ml probiotik (C). Masing–masing perlakuan terdiri atas lima ulangan dan setiap ulangan menggunakan tiga ekor itik bali betina umur 3 hari dengan bobot rata-rata. Variabel yang diamati adalah berat dan persentase lemak bantalan, berat dan persentase lemak mesentrium, berat dan persentase lemak empedal, serta berat dan persentase lemak abdomen. Hasil penelitian menunukkan bahwa pemberian probiotik kombinasi bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL dan Bacillus sp strain BT3CL melalui air minum sebanyak 2,5 ml/ekor/hari belum mampu mempengaruhi distribusi lemak abdominal itik bali betina umur 8 minggu, namun pemberian probiotik sebanyak 5 ml/ekor/hari mengakibatkan terjadinya peningkatan berat lemak bantalan (pad fat) dan berat lemak empedal (ventriculus fat), namun tidak mempengaruhi variabel lemak abdominal lainnya.

Kata kunci : Probiotik, itik bali betina, distribusi lemak abdominal.

THE EFFECTS OF PROBIOTICS ON DRINKING WATER AGAINST ABDOMINAL FAT DISTRIBUTION OF FEMALE DUCKS

ABSTRACT

The research which aims to determine the effect of probiotics through drinking water on the distribution of female ducks' abdominal fat has been conducted at the Sesetan Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University for 8 weeks. The design used was a completely randomized design (CRD) consisting of three treatments, namely: ducks that were given drinking water without probiotics as a control (A), ducks that were given drinking water + 2.5 ml of probiotics (B), ducks that were given drinking water + 5 ml of probiotic (C). Each treatment consisted of five replications and each replication used three


Balinese female ducks aged 3 days with average weight. The observed variables were weight and percentage of bearing fat, weight and percentage of mesentrial fat, weight and percentage of bile fat, and weight. and percentage of abdominal fat. The results showed that the combination of probiotic bacteria Bacillus subtillis strains BR2CL and Bacillus sp strain BT3CL through drinking water as much as 2.5 ml / head / day was not able to affect the distribution of abdominal fat for female bali ducks aged 8 weeks, but giving probiotics as much as 5 ml / head. / day resulted in an increase in weight bearing fat (pad fat) and weight of bile fat (ventriculus fat), but did not affect other abdominal fat variables.

Keywords: Probiotics, female Bali ducks, abdominal fat distribution.

PENDAHULUAN

Peningkatan kebutuhan protein hewani setiap tahun mengalami kenaikan yang tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Pemenuhan akan peningkatan kebutuhan protein hewani dapat diperoleh dari berbagai ternak salah satunya adalah daging itik. Keistimewaan dalam memelihara ternak itik yaitu lebih tahan terhadap penyakit, disisi lain dapat dipelihara dengan manajemen pemeliharaan tanpa air maupun dengan air kolam, serta pertumbuhan itik lebih cepat dibandingkan ayam buras (Srigandono, 1997). Kelebihan ternak itik tersebut bisa dijadikan dasar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya untuk mencapai kebutuhan daging yang permintaanya semakin meningkat. Menurut direktorat jenderal peternakan dan kesehatan hewan (2016) dilaporkan bahwa produksi daging itik di Bali naik setiap tahunnya rata-rata 16,24% dari tahun 2012 sampai 2016. Produksi daging itik di Bali tahun 2015 tercatat 364 ton, sedangkan tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu 378 ton.

Pemeliharaan itik di Pulau Bali umumnya dilakukan secara intensif. Yuwono (2012) mengungkapkan bahwa dalam pemeliharaan secara intensif, itik dipelihara secara terkurung/dikandangkan, dengan pemberian pakan bermutu, menggunakan bibit itik berkualitas/unggul, serta tata laksana pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan secara intensif juga berpengaruh pada pertumbuhan cepat diikuti dengan perlemakan yang tinggi. Penerapan sistem pemeliharaan secara intensif akan menimbulkan suatu konsekuensi adanya biaya ransum atau pakan yang tinggi. Nitis (1980) menyatakan bahwa biaya ransum dapat mencapai 60% dari total biaya produksi. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan produktivitas ternak, baik untuk memenuhi hidup pokok maupun produksinya, salah satu untuk mengatasi biaya pakan yang tinggi adalah dengan menambahkan limbah pertanian sebagai bahan campuran ransum. Salah satu limbah pertanian yang bisa dimanfaatkan yaitu kulit kecambah kacang hijau, sebagai pakan ternak yang keberadaanya

tersebut tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, tersedia dalam jumlah yang cukup, kualitas gizinya baik, dan harganya murah (Widayati dan Widalestari, 1996).

Kulit kecambah kacang hijau adalah limbah dari biji-bijian yang mengandung protein tinggi, limbah ini berasal dari pembuatan kecambah kacang hijau atau tauge. Hasil penelitian Handayani (2009) mengungkapkan bahwa kulit kecambah kacang hijau mengandung protein sebanyak 13,56%, vitamin B1 sebanyak 0,12% dan serat kasar 33,07%, energi metabolis/energymetabolic/ME 2841,67 (kkal/kg), lemak kasar 0,22%. sehingga kulit kecambah ini potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan penyusun ransum.

Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan juga menimbulkan permasalahan lain terutama terkait kesehatan serta kemampuan ternak untuk memanfaatkannya (mencernanya), sehingga dibutuhkan adanya pemberian probiotik melalui air minum agar dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas ternak. Barrow (1992) menyatakan bahwa tujuan utama penggunaan probiotik melalui air minum pada unggas, yaitu untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak dari infeksi salmonella dan memanipulasi mikroorganisme saluran pencernaan terutama bagian interior (crop,gizard, dan usus halus) yang menempatkan mikroflora yang menguntungkan. Probiotik adalah mikroorganisme hidup atau bakteri baik yang secara natural ada di dalam usus. Mikroorganisme ini membantu keseimbangan flora usus, meningkatkan kesehatan ternak secara keseluruhan, kesehatan pencernaan dan meningkatkan sistem imun. Ada beberapa jenis mikroorganisme untuk probiotik misalnya : lactobacillus, Bakteri asam laktat, Bacillus subtilis, Bacillus sp.

Bakteri dari genus Bacillus subtilled maupun Bacillus sp. telah banyak dimanfaatkan sebagai agen probiotik. Hal ini didukung oleh Green et al. (1999) yang menyatakan bahwa bakteri Bacillus subtillis telah banyak digunakan sebagai probiotik oral. Bacillus subtillis strain BR2CL merupakan isolate bakteri selulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali dan Bacillus sp. strain BT3CL merupakan bakteri selulolitik unggul yang diisolasi dari rayap yang keduanya mempunyai kemampuan degradasi substrat/sumber yang mengandung selulosa cukup tinggi (Mudita, 2019).

Pemanfaatan bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL dan Bacillus sp.strain BT3CL sebagai probiotik melalui air minum pada ternak itik belum pernah dicobakan. Pemberian probiotik pada ayam pedaging (broiler) telah menunjukkan bahwa kedua isolate bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL dan Bacillus sp. strain BT3CL tersebut (baik secara tunggal maupun kombinasinya) mampu meningkatkan produktivitas ternak serta meningkatkan produksi dan kualitas karkas yang dihasilkan (Dewi et al., 2020; Kertiyasa et al., 2020).

Kertiyasa et al. (2020) menambahkan pemberian probiotik dengan kombinasi bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL dan Bacillus sp. strain BT3CL mampu menghasilkan kualitas karkas broiler tertinggi. Bidura et al. (2008) mengungkapkan bahwa pemberian air minum dengan tambahan kultur bakteri selulolitik dengan level 0,2% dan 0,4% mengakibatkan terjadinya penurunan lemak bantalan (pad fat) dan lemak abdomen (abdominal fat).

Penurunannya disebabkan oleh keberadaan probiotik pada air minum dapat meningkatkan ketersediaan asam amino lisin (lysine analoque-S-2-aminoethyl cysteine) didalam saluran pencernaan unggas. Sand dan Hankim, (1976) menyatakan bahwa meningkatnya konsumsi protein dan asam amino lysin nyata dapat menurunkan perlemakan tubuh itik.Perbedaan konsentrasi atau level pemberian probiotik akan menghasilkan tingkat penurunan lemak yang berbeda pula. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pemberian probiotik Bacillus subtillisstrain BR2CL dan Bacillus sp.strain BT3CL melalui air minum terhadap distribusi lemak abdominal itik betina.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jalan Raya Sesetan Gang Markisa No.5, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali 80223, Penelitian dilaksanakan selama 8 minggu dari 07 Januari – 07 Maret 2020.

Ternak Itik

Ternak Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali betina yang dipelihara (sesuai penelitian) mulai umur 3 hari sebanyak 45 ekor. Bibit itik diperoleh dari peternakan UD. Erna yang beralamat di daerah Kediri, Kabupaten Tabanan.

Kandang dan Perlengkapan

Penelitian ini menggunakan kandang ‘’ Battery Colony‘’ sebanyak 15 petak, yang terbuat dari kayu, bambu dan kawat jaring. Kerangka petak kandang berukuran panjang 80 cm, lebar 65 cm dan tinggi 50cm. Alas kandang terbuat dari kawat dengan jarak dari lantai 57 cm. Lantai bangunan kandang terbuat dari beton dan atap bangunan kandang terbuat dari asbes. Semua petak kandang berada dalam bangunan yang berukuran 7,96 m x 4,98 m, membujur dari timur ke barat. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan yang

terbuat dari pipa paralon dengan ukuran 40 cm dan tempat minum terbuat dari botol air mineral berukuran 1,500 ml dibawah tempat pakan diletakkan selembar plastik untuk menampung ransum yang jatuh. Untuk mengurangi bau, kelembaban dan memudahkan pembersihan kandang akibat kotoran itik, maka lantai diberi sekam yang diganti setiap tiga hari sekali.

Probiotik

Probiotik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah probiotik yang diformulasi menggunakan kombinasi bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL (1) dan Bacillus sp. strain BT3CL (2) yang diperoleh dari I Made Mudita. Produk ini diberikan pada itik bali betina sebanyak 2,5 ml/per ekor/per hari dan 5 ml/per ekor/per hari melalui air minum. Kandungan nutrien, kemampuan degradasi substrat dan aktivitas enzim uang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas Inokulan Probiotik Penelitian

Kualitas

Inokulan Probiotik (P12)

Kandungan Nutrient

1.Fosfor (ppm)

161.688

2.Calsium (ppm)

958.486

Total Bakteri (x 108 CFU)

12,13

Tingkat Degradasi Substrat Inokulan (cm/15 µl inokulan)

1. Asam Tanat (cm/15 µl)

0.979

2.CMC (cm/15 µl)

1.133

3.Avicel (cm/15 µl)

1.167

4.Xylan (cm/15 µl)

1.254

Aktivitas Enzim setelah inkubasi 1 jam (IU= mmol/ml/menit)

1.

6,590

2. Ligninase (IU)

2. Endoglukanase (IU)

11,043

3. Eksoglukanase (IU)

9,741

4. Xylanase (IU)

156,181

Sumber : Mudita et al. (2019)

Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis yang akan dipergunakan untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan dari awal pemeliharaan sampai pemotongan ternak, timbangan elektrik 5 kg dengan kepekaan 1 g yang digunakan untuk menimbang berat badan itik, bahan-bahan penyusun ransum, dan sisa ransum, baskom yang berukuran sedang untuk mencampur ransum, kantong plastik untuk tempat perlakuan ransum, gelas ukur 1 litter untuk mengukur volume air dan sisa air, ember yang berukuran besar untuk menampung air dan sisa air, lembaran plastik dan nampan diletakkan dibawah tempat makan dan minum yang digunakan untuk menampung pakan air dan minum yang berjatuhan, talenan yang digunakan sebagai alas pemotongan sampel,pisau digunakan untuk memotong sampel, spuit berkapasitas 10 ml untuk mengukur volume probiotik.

Ransum dan Air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu campuran ransum komersial 511B (80%) dan tepung limbah kulit kecambah kacang hijau (20%) (Tabel 2.) dan diberikan secara ad libitum, sedangkan air minum yang diberikan berasal dari PDAM setempat yang ditambahkan probiotik, dengan kombinasi bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL dan Bacillus sp.strain BT3CL sesuai dengan perlakuan yang diberikan secara ad libitum. Komposisi bahan penyusun ransum dan kandungan nutrien dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 2. dan 3.

Tabel 2. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian

Bahan (%)

Perlakuan1)

P0

P1

P2

Pakan Komersial 511 B

80

80

80

Tepung Kulit Kecambah kacang hijau

20

20

20

Total

100

100

100

Probiotik (melalui air minum)

0

2,5 ml

5 ml

Keterangan:

1) A: Perlakuan tanpa pemberian probiotik atau sebagai kontrol.

B: Perlakuan dengan pemberian probiotik. 2,5 ml/per ekor/per hari C: Perlakuan dengan pemberian probiotik 5 ml/per ekor/per hari.

Tabel 3. Komposisi zat makanan dalam ransum

Kandungan Nutrien              Ransum Perlakuan1)        Standar2)

Energi Metabolis

(kkal/kg)

3017,80

3017,80

3017,08

Min.  2.700

Protein Kasar

(%)

20,02

20,02

20,02

Min.  18

Lemak kasar

(%)

5,84

5,84

5,84

7,0

Serat kasar

(%)

13,38

13,38

13,38

7,0

Kalsium (Ca)

(%)

0,79

0,79

0,79

0,9-1,2

Fospor (P)

(%)

0,55

0,55

0,55

0,6 – 1,0

Keterangan

1) A: Perlakuan tanpa pemberian probiotik atau sebagai kontrol.

B: Perlakuan dengan pemberian probiotik 2,5 ml/per ekor/per hari

C: Perlakuan dengan pemberian probiotik 5 ml/per ekor/per hari

2) Standar SNI 2008.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu A: Perlakuan tanpa pemberian probiotik (sebagai control), B: Perlakuan dengan pemberian probiotik 2,5 ml/per ekor/per hari, dan C:Perlakuan dengan pemberian probiotik 5 ml/per ekor/per hari hari.Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali, dan setiap ulangan berisi tiga ekor, sehingga total itik yang digunakan adalah 3 x 5 x 3 = 45 ekor.

Pengacakan Itik

Sebelum penelitian dimulai, agar mendapatkan berat badan itik yang homogen, maka semua itik 60 ekor ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata (X) dan standar deviasinya. Itik yang digunakan adalah memiliki kisaran bobot badan rata-rata 46,98 ± 7,18 g sebanyak 45 ekor. Itik tersebut kemudian dimasukkan dalam 15 unit kandang secara acak dan masing-masing unit diisi 3 ekor selanjutnya dilakukan pengacakan perlakuan.

Pembuatan Tepung Kulit Kecambah Kacang Hijau

Kulit kecambah kacang hijau di jemur di bawah sinar matahari sampai mengering. Kulit kecambah kacang hijau yang sudah kering selanjutnya di giling sampai halus dan disimpan dalam ember tertutup. Kulit kecambah kacang hijau telah siap untuk dicampur pada ransum.

Pencampuran Ransum dan Air Minum

Sebelum mencampur ransum terlebih dahulu mempersiapkan alat-alat seperti timbangan, wadah plastik dan baskom yang sudah di beri label perlakuan. Pencampuran

ransum dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan dimulai dari bahan yang jumlahnya lebih banyak (pakan komersial 511B), dilanjutkan dengan penimbangan bahan yang jumlahnya lebih sedikit (tepung limbah kecambah kacang hijau). Bahan ransum yang sudah ditimbang diratakan diatas karung agar tidak berserakan. Bahan yang mempunyai volume paling banyak ditempatkan paling awal kemudian bahan yang lebih sedikit. Masing-masing bagian kemudian dicampur secara silang sampai homogen dan diaduk secara menyeluruh, begitu pula dengan perlakuan berikutnya, setelah bahan-bahan tercampur rata masukan ransum pada plastik yang telah diberi label.

Pencampuran air minum dan penambahan probiotik dilakukan dengan cara: pada perlakuan P1 diberikan probiotik 2,5 ml/per ekor/per hari + 10 ml air minum, sedangkan untuk perlakuan P2 diberikan probiotik 5 ml/per ekor/per hari + 10 ml air minum, diberikan pada itik selama 2 jam (dengan mengamati tingkah laku itik pada saat diberikan probiotik dan/atau air minum), dan pemberian probiotik 1x dalam sehari pada pagi hari. Perlakuan A (kontrol/tanpa probiotik).

Pemberian Ransum dan Air minum

Ransum dan air minum diberikan ad libitum (tersedia setiap saat). Tempat pakan diisi ¾ untuk menghindari ransum tercecer pada saat itik makan.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pengamatan dilakukan pada saat itik berumur 8 minggu. Itik yang digunakan sebagai sampel disetiap unit percobaan adalah itik yang memiliki berat badan mendekati rata-rata dan diambil 1 ekor/unit/kandang. Jadi, jumlah itik yang akan dipotong untuk di uji sebanyak 15 ekor.

Prosedur Pemotongan

Sebelum dilakukan penyembelihan, itik terlebih dahulu dipuasakan ±12 jam, akan tetapi air minum tetap diberikan, kemudian ditimbang bobot badanya. Pemotongan ternak dilakukan berdasarkan USDA (United State Departement of Agriculture 1997) yaitu dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak antara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama.Darah yang keluar ditampung menggunakan mangkok dan ditimbang beratnya.

Setelah itik dipastikan mati selanjutnya, dilakukan pencabutan bulu. Untuk mempermudah pencabutan bulu, itik yang sudah mati dicelupkan kedalam air panas dengan suhu 65 – 75 0C, selama + 1 menit.Setelah itik bersih dari bulu, dilakukan pemisahan bagian-Anjarwati, A., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 310-324 Page 317

bagian tubuh itik, yaitu pengeluaran saluran pencernaan, organ dalam, pemotongan kaki dan kepala, dan terakhir didapatkan karkas.Pengeluaran saluran pencernaan dan organ dalam dilakukan dengan pembedahan bagian perut, kecuali tembolok. Khusus untuk tembolok, dikeluarkan dengan membedah lapisan kulit bagian pangkal ventral leher yang menutupi tembolok tersebut. Pemisahan kepala dan leher dilakukan dengan memotong sendi Altlanto occipitalis, yaitu pertautan antara tulang atlas (Vertabrae cervikalis) dengan tulang tengkorak. Untuk memisahkan kaki dilakukan dengan memotong sandi Tibio tarsometatarsus.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi berat/bobot serta persentase distribusi lemak abdominal yang didasarkan pada bobot potong sampel itik dari setiap unit percobaan (Salam et al., 2013). Variabel distribusi lemak abdominal tersebut, meliputi:

  • a.    Lemak bantalan (pad-fat), lemak yang dipisahkan dari rongga perut

_. _     , ,     , Beratlemakbantalan .     .

% Lemak bantalan = -------X 100%

berat potong

  • b.    Lemak mesenterium (mesenteric-fat), lemak yang dipisahkan pertautan dari usus.

n/ τ ,         . Beratlemakmesentrium .

% Lemak mesentrium = -----------------∙ X 100% berat potong

  • c.    Lemak empedal (ventriculus-fat), lemak yang dipisahkan dari empedal

τ ,        , , Beratlemakempedal -

% Lemak empedal = --------------■ X 100% *           berat potong

  • d.    Lemak abdomen (abdominal-fat), gabungan antara lemak bantalan, lemak mesentrium dan lemak empedal.

% Lemak abdominal =

Berat lemak bantalan+berat lemak mesentrium+berat lemak empedal ^QQO∕ berat potong

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengaruh pemberian probiotik melalui air minum terhadap distribusi lemak abdominal itik betina umur 8 minggu yang meliputi : persentase lemak bantalan (fat fat), persentase lemak mensentrium (mesenteric fat), persentase lemak empedal (ventriculus fat), persentase lemak abdomen (abdominal-fat), disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh pemberian probiotik melalui air minum terhadap distribusi lemak abdominal itik betina umur 8 minggu

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

A

B

C

Berat lemak bantalan (pad fat ) g

17,00b

18,60ab

24,00a

1,78

Persentase lemak bantalan (pad fat) %

1,30a

1,40a

1,80a

0,14

Berat lemak mesentrium (mesenteric fat) g

10,00a

11,60a

13,00a

1,56

Persentase lemak mesentrium (mesenteric fat) %

0,80a

0,90a

1,00a

0,12

Berat lemak empedal (ventriculus fat) g

3,00b

2,80b

4,40a

0,41

Persentase lemak empedal (ventriculus fat) %

0,23a

0,21a

0,32a

0,03

Berat lemak abdomen (abdominal fat) g

30,00a

33,00a

41,20a

3,36

Persentase lemak abdomen (abdominal fat) %

2,27a

2,47a

3,04a

0,27

Keterangan :

1. Itik tanpa diberikan tambahan probiotik melalui air minum sebagai kontrol A), itik yang diberikan air minum +2,5 ml probiotik bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL danBacillus sp. strain BT3CL (B), itik yang diberikan air minum + 5 ml probiotik bakteri Bacillus subtillis strain BR2CL dan Bacillus sp. strain BT3CL (C)

2. SEM = ‘ 'Saandard error of the treatment means ’ ’

3. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Berat dan persentase lemak bantalan (pad fat)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa itik betina umur 8 minggu yang mendapatkan perlakuan penambahan probiotik kombinasi bakteri Bacillus subtillis BR2CL dan Bacillus sp strain BT3CL melalui air minum dengan dosis pemberian sebanyak 5 ml/ekor/hari (C) mampu meningkatkan berat lemak bantalan. Namun pada pemberian 2,5 ml/per ekor/per hari (B) belum mampu meningkatkan berat maupun persentase lemak bantalan. Terjadinya peningkatan lemak bantalan pada pemberian perlakuan C diakibatkan terjadinya peningkatan secara kuantitatif jumlah konsumsi ransum serta bobot badan akhir pada itik yang diberi probiotik bakteri lignoselulolitik sebanyak 5 ml/ekor/per hari (Lampiran 9). Peningkatan secara kuantitatif konsumsi ransum sudah tentu akan meningkatkan pasokan nutrien/energi bagi ternak yang pada akhirnya akan dideposisi salah satunya menjadi bantalan lemak. Apalagi pada perlakuan C probiotik yang diberikan juga dalam level yang lebih tinggi yaitu 5 ml/ekor/hari sehingga akan meningkatkan pasokan nutrien termasuk lemak yang bersumber

dari sel tubuh bakteri lignoselulolitik yang juga akan dideposisi (saat kelebihan energi) oleh ternak menjadi bantalan lemak.

Disisi lain pemberian probiotik bakteri lignoselulolitik yaitu kombinasi Bacillus sp dan Bacillus subtillis yang memiliki fungsi sebagai pendegradasi serat pada ternak yang diberi pakan mengandung serat kasar yang tinggi (tepung limbah kacang hijau) (Tabel 2.3) juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kecernaan dari ransum tersebut sebagai akibat adanya peran probiotik yang dipergunakan sebagai inokulan pendegradasi serat kasar. Hal ini secara nyata ditunjukkan dengan peningkatan konsumsi ransum dari 10.180,56 g/ekor/ 8 minggu menjadi 10.572,89 g/ekor/ 8 minggu. Tillman (1990) mengungkapkan bahwa pemberian ransum yang mempunyai kecernaan yang lebih tinggi akan meningkatkan jumlah konsumsi ransum oleh ternak. Hal ini semakin diperkuat karena probiotik yang dipergunakan memiliki kemampuan tingkat degradasi substrat selulosa yang tinggi yaitu 1,133 cm/ 15 µl, serta dengan aktivitas enzim endoglukanase dan eksoglukanase yang tinggi ( 11,043 dan 9,741) yang menyebabkan kecernaan serat kasar dari ransum itu meningkat. Peningkatan dari kecernaan ransum inilah yang berespon meningkatkan cepat kosongnya lambung sehingga kemampuan ternak untuk mengkonsumsi semakin meningkat. Peningkatan konsumsi pakan yang beriringan inilah mengakibatkan peningkatan suplai nutrien yang ditunjukkan secara nyata dengan adanya peningkatan pertambahan bobot badan yaitu 1.290,60 g/ekor/8 minggu sampai 1.336,40 g/ekor/8 minggu, bobot akhir1.337,53 g/ekor/8 minggu sampai 1.383,53 g/per ekor/8 minggu, maupun bobot potong sekitar 1320,00 g/ekor/8 minggu menjadi 1360,20 g/ekor/ 8 minggu. ternyata peningkatan ini sejalan dengan deposisi lemak abdominal diantara bagian lemaknya yaitu lemak bantalan yang mengalami peningkatan. Rata-rata lemak bantalan berkisar 17,00 g – 24 g, berat lemak tertinggi pada perlakuan C yaitu 24 g, sedangkan berat lemak paling rendah terdapat pada perlakuan A yaitu 17,00 g.

Berat dan persentase lemak empedal (ventriculus fat)

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peningkatan berat lemak yang terdeposisi baik berat lemak bantalan (pad fad) maupun lemak empedal (ventriculus fad) belum mampu meningkatkan persentase lemak yang terdeposisi. Peningkatan bobot lemak tersebut sejalan dengan peningkatan bobot badan maupun bobot potong ternak (Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan bobot lemak lebih dominan sebagai akibat terjadinya peningkatan kecernaan dari pakan yang diberikan (pakan dengan campuran limbah kulit kecambah kacang hijau) yang diduga mempunyai kandungan serat kasar tinggi sehingga

pemberian probiotiok kombinasi bakteri Bacillus subtillis BR2CL dan Bacillus sp strain BT3CL yang juga mempunyai peranan sebagai pendegradasi senyawa lignoselulosa akan mendegradasi komponen serat kasar (lignoselulosa) yang terdapat dalam bahan pakan yang diberikan sehingga kecernaan pakan meningkat dan suplai nutrien/energi akan meningkat yang berimbas terhadap peningkatan bobot lemak yang terdeposisi.

Terjadinya peningkatan berat lemak empedal sebagai respon dari peningkatan kecernaan nutrien yang kemungkinan besar dampak positifnya berasal dari kualitas dan kuantitas probiotik yang diberikan, dimana probiotik ini kaya akan nutrien, populasi mikroba yang cukup tinggi, dan aktivitas enzim yang tinggi mengakibatkan peningkatan kecernaan nutrien dari pakan itu sendiri yang notabanya pakan kaya akan serat. Pada penelitian ini, probiotik yang digunakan adalah bakteri pendegradasi serat kasar (lignoselulolitik). Adanya probiotik lignoselulolitik dengan kombinasi dua bakteri Bacillus subtillis dan bacillus sp yang dapat mengakibatkan penyerapan langsung pada pakan limbah kulit kecambah kacang hijau yang semakin baik, kecernaan pakan yang semakin baik inilah menyebabkan penyerapan/suplai nutrien yang bisa dimanfaatkan oleh ternak akan semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan secara nyata dengan adanya pertambahan bobot badan yang semakin meningkat, bobot badan akhir dan juga bobot potong yang semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan peningkatan deposisi lemak empedal. Serat kasar dalam saluran pencernaan mempunyai fungsi sebagai penghambat penyimpanan lemak dalam usus, sehingga penurunan kandungan serat kasar ransum berpengaruh terhadap jumlah lemak yang dapat diserap oleh tubuh ternak (Mayes et al.,1992) seingga berat lemak empedal menjadi meningkat (Tabel 4 ).

Berat dan persentase lemak abdomen (abdominal fat)

Pemberian probiotik campuran BR2CL dan BT3CL sebanyak 2,5 ml/ekor/per hari dan 5 ml/ekor/per hari ternyata belum mampu meningkatkan berat lemak abdomen maupun persentase lemak abdomen. Lemak abdomen meningkat secara kuantitatif dan secara statistik tidak meningkat (Tabel 4 ). Hal ini disebabkan juga karena memang deposis pada lemak abdomen tidak setinggi dibandingkan dengan lemak empedal maupun lemak bantalan, disisi lain dari bakteri lignoselulolitik kombinasi dari dua bakteri ini mengakibatkan penyerapan ransum limbah kacang hijau semakin baik, kecernaan pakan yang semakin baik menyebabkan jumlah suplai nutrien yang bisa dimanfaatkan oleh ternak akan semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan secara nyata terhadap bobot badan akhir yang semakin tinggi, bobot badan akhir inilah sejalan dengan peningkatan deposisi lemak. Bobot

badan yang tinggi dapat menujukkan pertumbuhan yang baik, serta dapat memaksimalkan pertumbuhan tulang, daging dan lemak. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewanti et al. (2014) menyatakan bahwa berat lemak abdominal cenderung meningkat dengan bertambahnya berat badan. Faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan antara lain umur, jenis kelamin, suhu lingkungan, konsumsi ransum dan kandungan nutrisi. Semakin tinggi konsumsi ransumnya, maka semakin meningkat bobot badan yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian dimana rataan persentase lemak abdomen tertinggi pada perlakuan C yaitu 3,04% dari bobot potong, meskipun terjadi peningkatan dalam lemak abdomen masih dalam batas normal. Summers dan Leeson (1984), menyatakan bahwa dalam keadaan normal bobot lemak abdominal berkisar antara 1,6 % bobot potong sampai 3,5% dari bobot hidup. Miettinen (1987), menyatakan bahwa lemak abdominal dipengaruhi oleh serat kasar ransum, keberadaan serat kasar dalam rasum dapat mengikat asam empedu yang berfungsi sebagai pengemulsi makanan berlemak sehingga mudah dihidrolisis oleh enzim lipase, bila sebagian besar asam empedu tersebut akan diikat oleh serat kasar maka emulsi partikel lipida yang terbentuk lebih sedikit sehingga aktivitas enzim lipase berkurang, akibatnya akan banyak lipida yang dikeluarkan bersama kotoran karena tidak diserap tubuh akhirnya jaringan tubuh akan sedikit mengandung lipida. Pada penelitian ini menggunakan perlakuan probiotik yang akan memudahkan proses pencernaan pakan dan penyerapan lemak didalam saluran pencernaan unggas.

Hal ini sejalan dengan penelitian Daud (2006) bahwa pemberian probiotik (Bacillus sp) terhadap persentase lemak abdominal tidak memberikan pengaruh nyata. Selanjutnya Ikasari (2017) melaporkan bahwa pemberian probiotik (Enterococcus faecalis) tidak memberikan pengaruh terhadap persentase lemak abdominal. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniastuti (2002), bahwa tinggi rendahnya kualitas karkas itik pedaging ditentukan dari jumlah lemak yang terdapat pada itik pedaging. lemak abdomen sangat dipengaruhi oleh peningkatan bobot badan itik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian probiotik kombinasi bakteri Bacillus subtillis BR2CL dan Bacillus sp strain BT3CL melalui air minum pada itik bali betina umur 8 minggu yang diberi ransum mengandung limbah kulit kecambah kacang hijau sebanyak 5 ml/ekor/hari mengakibatkan peningkatan berat lemak bantalan (pad fat) dan berat lemak empedal (ventriculus fat), namun

tidak mempengaruhi persentase lemak bantalan dan lemak empedal, serta berat dan persentase lemak mesentrium, maupun lemak abdomen.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, dapat disarankan kepada peternak untuk menambahkan probiotik kombinasi Bacillus subtillis BR2CL dan Bacillus sp strain BT3CL melalui air minum. Perlu dilakukan kegiatan penelitian lebih lanjut dosis optimum pemakaian pemanfaatan probiotik melalui air minum pada itik petelur terhadap distribusi lemak abdominal.

UCAPAN TERIMAHKASIH

Penulis mengucapkan terimahkasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. A. A. Raka Sudewi, SP. S (K)., Dekan fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Barrow, P. A. 1992. Probiotik for Chicken.In : Probiotic The Scientific Basis (By Roy Fuller. 1stEd. Champan and Hall, London) Page : 225-250.

Bidura, I.G. N.G., I. B. G. Pratama, dan T. G. O. Susila.2008. Limbah PakanTernak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana Press, Universitas Udayana Denpasar.

Daud Muhammad, 2006. Persentase dan kulitas Karkas Ayam Pedaging yang diberi Probiotik dan Prebiotik dalam Ransum. JIT.Vol. 6.No. 3.Hal 126-131.

Departemen Pertanian RI, 2018, Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Livestock and Animal Health Statistic, Jakarta, Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan   Hewan.   https://ditjennak.pertanian.go.id.

Green DH, Wakeley PR, Page A, Barnes A,Baccigalupi L, Ricca E, Cutting SM. 1999. Characterization of Two Bacillus Probiotics. Appl Environ Microbiol 65(9): 42884291.

Handayani, D. 2009. Studi Eksperimen Pemanfaatan Tepung Kulit Tauge sebagai Campuran serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Cookies. Semarang: Universitas Negri Semarang.

Kertiyasa, I. K. Y., I. G. Mahardika, dan I. M. Mudita. 2020. Pengaruh Pemberian Probiotik BR2CL dan Bacillus sp strain BT3CL Terhadap Produksi dan Komposisi Karkas

Ayam Broiler. Peternakan Tropika Vol. 8 No. 2 Th. 2020:  346-367.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/61705/35522

Mayes, P.A. D.W. Martin and V.W. Rodwell. 1992. Harpers Review of Biochemistry. Edisi 20th ED. Lange Medical Publications, Los Altos California.

Miettinen, T.A. 1987. Dietary fiber and lipids. Journal Animal Science 45:1237-1242.

Mudita, I. M. (2019). Penapisan dan pemanfaatan bakteri lignoselulolitik cairan rumen sapi bali dan rayap sebagai inokulan dalam optimalisasi limbah pertanian sebagai pakan sapi bali. Disertasi. Univ. Udayana, Denpasar.

Nitis, I. M. 1980. Makanan Ternak Salah Satu Sarana Untuk Meningkatkan Produksi Ternak.Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan. Universitas Udayana.

Sand, D. C. and L. Hankin. 1976. Fortification of foods by fermentation with lysine-exreting mutants of lactobacilli. J. Agric. Food Chem. 24 : 1104-1106.

Santoso, U. 2000. Pengaruh pemberian ekstrak daun keji beling (Strobilanthescrispus BL.) terhadap performans dan akumulasi lemak pada broiler.Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (2) : 10 – 14.

Santoso, U.S. Ohtani, K., Tanaka dan Sakandi. 1999. Dried Bacillus subtillis Culture reduced ammonia gass release in poultry house. Asian Australian Journal of Animal Sciences ( AJAS ) Vol. 12. No. 5.677-842.

Srigandono, B. 1997. Beternak Itik Pedaging. Gajah mada University Press.Yogyakarta.

Widayati, E. dan Y. Widalestari. 1996. Limbah untuk pakan ternak. Trubus Agriwidya. Surabaya.

Yuwono, D. M. 2012. Budidaya Ternak Itik Petelur.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.

Anjarwati, A., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 310-324

Page 324