ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 9, 2020

Accepted Date: July 14, 2020


Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & A. A. Pt. Putra Wibawa

KANDUNGAN BAHAN ORGANIK DAN MINERAL SILASE BATANG PISANG DENGAN BERBAGAI LEVEL KEMBANG TELANG (Clitoria ternatea)

Kartikasari. D., I. G. Mahardika., dan N. N. Suryani

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B Sudirman, Denpasar Email: [email protected], Telp. +6289668863066

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penambahan kembang telang ditinjau dari bahan organik dan mineral. Penelitian ini dilaksanakan di Farm Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jl. Raya Sesetan, Gang Markisa, Denpasar. Pengujian bahan organik dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana dan pengujian mineral dilakukan di laboratorium Analitik Universitas Udayana. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan A (65% batang pisang + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)), B (55% batang pisang + 10% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)), C (45% batang pisang + 20% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)), D (35% batang pisang + 30% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)). Variabel yang diamati adalah bahan organik dan mineral (Ca, P, dan Zn). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bahan organik mengalami peningkatan secara nyata ( P<0,05). Mineral Ca, P, dan Zn mengalami peningkatan dan tertinggi pada perlakuan C masing – masing 32,58 ml/L, 0,75% dan 19,26 mg/kg. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan kembang telang pada silase batang pisang dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan mineral (Ca, P, dan Zn). Penambahan 30% kembang telang menghasilkan bahan organik tertinggi, sedangkan penambahan 20% kembang telang menghasilkan mineral (Ca, P, dan Zn) tertinggi pada silase batang pisang.

Kata kunci: batang pisang, bahan organik, kembang telang , mineral Ca, P, Zn

ORGANIC MATTER AND MINERAL BANANA STEMS SILASE WITH A VARIETY OF BUTTERFLY PEA(Clitoria ternatea) LEVELS

ABSTRACT

This study aims to determine the level of addition of butterfly pea in terms of organic matter and minerals. This research was conducted at Sesetan Farm, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Jl. Raya Sesetan, Markisa Alley, Denpasar. Organic material testing was carried out at the Laboratory of Nutrition and Animal Feed at the Faculty of Animal Husbandry, Udayana University and mineral testing was carried out at the Analytical laboratory of Udayana University. The research design used was a completely randomized


design (CRD) with 4 treatments and 4 replications. Treatment A (65% banana stem + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)), B (55% banana stem + 10% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)), C (45 % banana stem + 20% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)), D (35% banana stem + 30% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)). The research variables are organic matter and minerals (Ca, P, and Zn). The results showed that the percentage of organic matter had significantly increased (P <0.05). The minerals Ca, P, and Zn increased and were highest in treatment C respectively 32.58 ml / L, 0.75% and 19.26 mg / kg. From the results of this study it can be concluded that the addition of clitoria ternatea to banana stem silage can increase the content of organic matter and minerals (Ca, P, and Zn). The addition of 30% clitoria ternatea produces the highest organic matter, while the addition of 20% clitoria ternatea produces the highest minerals (Ca, P, and Zn) in banana stem silage.

Keywords: banana stems, organic matter, clitoria ternatea, minerals Ca, P, Zn

PENDAHULUAN

Ketersediaan pakan hijauan untuk ternak umumnya berfluktuasi mengikuti musim, dimana produksi hijauan melimpah pada musim hujan dan sebaliknya terbatas pa damusim kemarau (Lado, 2007). Oleh sebab itu, peternak mengalami kesulitan mencari pakan ternak ketika musim kemarau. Kenyataan ini menyebabkan peternak harus mencari alternatif pakan lain yang tersedia sepanjang tahun. Pakan alternatif tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya pada saat musim kemarau tiba sampai memasuki musim penghujan.

Pakan alternatif yang berasal dari limbah pertanian/industri dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu yang berlebihan asalkan kita tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya serta tahu teknologi yang tepat pula untuk mengelolanya. Dalam upaya penyediaan pakan, selain kebutuhan bahan baku yang harus diperhitungkan, maka hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah dukungan teknologi pengolahan pakan agar peternak dapat mengelola pakan dan mendapatkan hasil yang cukup dan baik mutunya.

Menurut Hasrida (2011), bahwa pakan alternatif dapat berasal dari limbah pertanian, hasil samping dari agro-industri, hasil ikutan dari ternak dan pengelolahanya serta limbah perikanan dan bahan pakan non konvensional. Batang pisang termasuk ke dalamlimbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif yang dapat diberikan kepada ternak.

Tanaman pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis. Indonesia menjadi salah satu negara di daerah tropis yang memiliki keragaman jenis tanaman pisang. Menurut Advena (2014), komposisi produksi tanaman pisang yaitu buah sebesar 30%, batang 60%, dan daun 10%. Bagian dari tanaman pisang seperti daun, buah dan batang dapat

digunakan sebagai pakan ternak ruminansia, terutama ternak, domba, kambing dan kerbau. Kandungan nutrisi dari batang pisang adalah bahan kering 8,62%, abu 24,31%, protein kasar 4,81%, serat kasar 27,73%, lemak kasar 2,75%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 40,61%, hemiselulosa 20,34%, selulosa 26,64% dan lignin 9,92% (Hasrida, 2011).

Berdasarkan hasil analisis kimia, batang pisang mengandung senyawa karbohidrat cukup tinggi, terlihat dari kandungan serat kasarnya sebesar 21,61% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sebesar 59,03%. Pemanfaatan batang pisang sebagai komponen ransum ternak ruminan memiliki keterbatasan karena kadar air yang cukup tinggi dengan kandungan protein yang rendah sehingga secara nutrisi perlu upaya lebih lanjut untuk meningkatkan nilai manfaatnya (Dhalika et al., 2012). Salah satu cara untuk meningkatkan nilai manfaat batang pisang adalah dengan menggunakan teknologi pembuatan silase. Penerapan bioteknologi memungkinkan perbaikan kualitas dan kuantitas nutrisi batang pisang. Pakan yang mengalami proses silase mempunyai nutrisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan pakan tanpa proses silase kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif manis (Siregar., 1996). Pengolahan pada batang pisang bertujuan untuk meningkatkan kandungan gizi, kecernaan, dan palatabilitasnya. Pengolahan batang pisang menjadi silase juga dapat memperlama daya simpannya (Advena, 2014).

Kembang telang (Clitoria ternatea) merupakan tanaman keluarga leguminosa merambat yang bisa tumbuh pada kondisi tanah tandus maupun lahan subur dan dapat berasosiasi dengan tanaman lain. Potensi kembang telang sebagai pakan yang baik karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan juga sangat disukai ternak (Suarna, 2005). Selanjutnya dilaporkan daun kembang telang mengandung protein berkisar antara 18 - 25%, sedangkan campuran batang dan daun (tanaman) kembang telang mengandung protein 9 - 15%, dengan nilai kecernaan bahan kering mencapai 70. Selain kandungan nutrisi yang tinggi kembang telang juga sangat disukai oleh ternak. Silase kembang telangdilaporkan memiliki bahan organik 66% dan nilai energi metabolis sebesar 0,00246 kkal/kg, lebih besar dari pada alfalfa yang dikeringkan (López et al., 2001).

Sampai saat ini, penelitian silase batang pisang dengan penambahan kembang telang belum ada informasi hasil penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji kandungan bahan organik (BO) dan mineral Ca, P, Zn silase batang pisang dengan berbagai level kembang telang.

MATERI DAN METODE

Bahan – bahan penelitian

Bahan – bahan yang digunakan untuk penelitian ini, antara lain; batang pisang, clitoria ternatea, pollar, molasis + EM4 sebanyak 5% sabagai campuran dari silase. Bahan kimia yang digunakan adalah CaCO3 digunakan untuk membuat larutan induk Ca , HNO3 digunakan untuk mengencerkan larutan sampel, ZnCl2 digunakan untuk membuat larutan induk Zn , PCl3 digunakan untuk membuat larutan induk posfor .

Alat – alat penelitian

Alat – alat yang digunakan dalam penelitan ini, antara lain; kantong plastik digunakan untuk penyimpanan silase, pisau digunakan untuk memotong – motong batang pisang dan kembang telang, nampan digunakan untuk mencampur bahan batang pisang sesuai dengan perlakuan, timbangan digunakan untuk menimbang bahan – bahan sesuai dengan campuran sebelum dimasukkan kedalam plastik. Neraca analitik, desikator, kasa asbes, cawan porselin, pinset/gegep, tanur listrik, AAS (Atomic Absorbance Spektrofotometry) dengan katoda Ca dan Zn, Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis), gelas beker, gelas erlemeyer, pipet ukur, pipet volume, pipet tetes, labu ukur, corong, botol semprot.

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – September 2019. Pembuatan silase dilakukan di Farm Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Analisis kandungan bahan organik (BO) dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Pengujian kandungan mineral dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana.

Rancangan percobaan

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 kali ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan (Gaspersz, 1991). Perlakuan yang dicobakan adalah:

  • A:    65% batang pisang + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)

Pembuatan silase

Cara pembuatan silase ini; batang pisang dan kembang telang dipotong – potong dengan ukuran 4 – 5 cm kemudian batang pisang dilayukan selama 1 – 2 hari setelah batang pisang dilayukan ditimbang dan dicampur sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Setelah dicampur secara homogen dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian simpan dalam kantong kedap udara (anaerob) selama 21 hari.

Peubah yang diamati

1.    Bahan organik

Kadar bahan organik ditentukan dengan analisis proksimat menurut (Muhtaruddin, 2007). Fathul et al. (2015) menyatakan bahwa cara mencari bahan organik, antara lain ; cawan porselin dicuci, dibilas dan dikering anginkan. Penentuan berat konstan dilakukan dengan cara memasukkan cawan dalam tanur listrik 2 - 3 jam pada suhu 5000C, cawan desikator didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang berat cawan kosong. Sampel kembali dimasukkan dalam cawan sebanyak 1 – 2 g . Dimasukkan lagi dalam tanur selama 3 – 6 jam dengan suhu 5000C sampai menjadi abu yang ditandai oleh warna putih keabu-abuan tanpa ada bintik-bintik hitam. Cawan dikeluarkan, didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang berat cawan + abu.

CA- C

Berat abu (%)          = x 100%

Kadar bahan organik (%) = Berat sampel – berat abu x 100%

Berat sampel

Keterangan:

CA = Berat cawan beserta abu (g)

C  = Berat cawan konstan (g)

S   = Berat sampel (g)

  • 2.    Kalsium ( Ca )

Penentuan kadar kalsium dengan Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA) yang digunakan untuk analisis kimia kualitatif didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala (Azis 2007).

Cara membuat larutan induk Ca dari CaCO3 (Harvey 2000); timbang CaCO3 10 mg kemudian encerkan dengan HNO3 hingga 50 ml. Setelah membuat larutan induk buat larutan sampel dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%.

Preparasi sampel yang sebelumnya sudah digerus sampai halus kemudian ambil 1 gram dilarutkan dalam HNO3 hingga 50 ml. Setelah prepasi sampel larutan yang sudah di buat diukur absorbanya menggunakan AAS dan ditentukan konsentrasinya dengan kurva kalibrasi.

  • 3.    Posfor ( P )

Cara membuat larutan induk P dari PCl3 (Harvey 2000); timbang PCl3 10 mg kemudian encerkan dengan HNO3 hingga 50 ml. Setelah membuat larutan induk buat larutan sampel dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%.

Preparasi sampel yang sebelumnya digerus sampai halus kemudian ambil 1 gram dilarutkan dalam HNO3 hingga 50 ml. Setelah prepasi sampel larutan yang sudah di buat diukur absorbanya menggunakan Spektrofotometri Sinar tampak (UV-Vis) dan ditentukan konsentrasinya dengan kurva kalibrasi.

  • 4.    Zink (Zn )

Penentuan kadar logam berat dengan Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA) yang digunakan untuk analisis kimia kualitatif didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala (Azis 2007).

Menurut Harvey (2000) cara membuat larutan induk Zn dari ZnCl2; timbang ZnCl2 10 mg kemudian encerkan dengan HNO3 hingga 50 ml. Setelah membuat larutan induk buat larutan sampel dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%.

Preparasi sampel yang sebelumnya sudah digerus sampai halus kemudian ambil 1 gram dilarutkan dalam HNO3 hingga 50 ml. Setelah preparasi sampel larutan yang sudah di buat diukur absorbanya menggunakan SSA dan ditentukan konsentrasinya dengan kurva kalibrasi.

Analisis data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam atau analisis varians (Anova), Apabila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan, analisis dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Steel dan Torrie, 1989)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan kandungan bahan organik dan mineral (Ca, P, dan Zn) silase batang pisang dengan berbagai level kembang telang mengalami peningkatan pada perlakuan B, C, dan D (Tabel 1 ).

Tabel 1 Kandungan bahan organik dan mineral silase batang pisang dengan berbagai level

kembang telang (Clitoria ternatea)

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

A

B

C

D

Bahan organik (%)

87,74a 3)

88,89b

90,75c

91,51d

0,34

Kalsium (%)

0,41a

0,55b

0,62c

0,58b

0,01

Posfor (%)

0,26a

0,54b

0,75c

0,42b

0,13

Zink(mg/kg)

7,79a

14,31b

19,26c

8,71ab

3,34

Keterangan :

1)A: 65% batang pisang + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)

B: 55% batang pisang + 10% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)

  • C:    45% batang pisang + 20% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)

  • D:    35% batang pisang + 30% C. ternatea + 30% pollar + 5% (molasis + EM4)

2)Standar Error Of The Treatmean Means

3)Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Pembahasan

Bahan organik

Analisis statistik terhadap bahan organik dan mineral (Ca, P, dan Zn) silase batang pisang dengan level 10%, 20% dan 30% Clitoria ternatea menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Bahan organik silase batang pisang dengan penambahan 10%, 20%, dan 30% Clitoria ternatea (Perlakuan B, C dan D) masing-masing 88,89%, 90,75% dan 91,51% lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan A yang mempunyai nilai bahan organik sebesar 87,74%.

Bahan organik (BO) terutama berasal dari golongan karbohidrat, yaitu BETN dengan komponen penyusun utama pati dan gula yang digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan asam laktat (Novianty, 2014) . Hasil analisis ragam (Tabel 1), menunjukkan bahwa

penambahan berbagai level kembang telang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan bahan organik silase batang pisang. Peningkatan bahan organik terjadi pada perlakuan B, perlakuan C dan perlakuan D. Rataan BO menunjukkan nilai tertinggi pada penambahan kembang telang 30% mencapai 91,51%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan BO

ketika jumlah kembang telang ditingkatkan. Peningkatan bahan organik juga dipengaruhi oleh meningkatnya bahan kering (Dewi, 2019). Menurut Tripuratapini et al. (2015)kandungan bahan organik suatu bahan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kandungan bahan kering. Lebih lanjut Amrullah (2003) mengatakan, kandungan bahan organik suatu bahan pakan tergantung pada komponen lainnya seperti bahan kering. Dengan tingginya kandungan bahan kering pada perlakuan juga ikut mempengaruhi tingginya kandungan bahan organik.

Bahan organik adalah bagian dari bahan kering, sehingga semakin tinggi bahan kering maka bahan organik akan cenderung meningkat. Menurut Tillman et al. (1998) bahan organik adalah bagian terbesar bahan kering, sehingga peningkatan bahan kering meningkatkan bahan organik. Penambahan kembang telang pada silase meningkatkan bahan organik karena kandungan bahan organik kembang telang lebih tinggi dari batang pisang. Menurut Rubianti et al., 2007 kembang telangmemiliki kandungan bahan organik mencapai 92,49% sedangkan bahan organik batang pisang 76,76% menurut Santi, 2008.

Hasil penelitian Kurniati (2016) menunjukkan bahan organik silase batang pisang dengan lama inkubasi yang berbeda yaitu 81,25±2,13%. Hasil penelitian Thiasari dan Setiawan (2016) menunjukkan bahwa bahan organik complete feed batang pisang terfermentasi dengan level protein yang berbeda yaitu 87.30%. Bahan organik dari dua penelitian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan silase batang pisang yang diberi 30% kembang telang mencapai 91,51%.

Perbandingan bahan organik silase batang pisang dengan lama inkubasi yang berbeda dan penambahan complete feed menunjukkan bahwa penambahan kembang telang memiliki nilai bahan organik terbaik.Hal ini sesuai dengan pendapat (Wilkinson, 1988)yang menyatakan bahwa proses fermentasi yang merupakan perubahan yang mempengaruhi nutrisi yaitu karbohidrat diubah menjadi alkohol, asam organik, air, dan CO2. Penambahan bahan yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi juga memicu kenaikan bahan organik pada silase menurut Rubiantiet al. (2007).

Kalsium

Kalsium pada silase batang pisang dengan penambahan 10%, 20%, dan 30% Clitoria ternatea mengalami peningkatan (perlakuan B, C dan D) masing-masing 0,55%, 0,62%, 0,58% dibandingkan dengan perlakuan A yang mengandung kalsium sebesar 0,41% . Pemberian 20% Clitoria ternatea menunjukkan peningkatan tertinggi secara statistik.

Kalsium (Ca) merupakan mineral yang paling banyak dibutuhkan oleh ternak dan berperan penting sebagai penyusun tulang dan gigi (McDonald et al., 2010). Kalsium

merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh dan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5 – 2 % dari berat badan (Almatsier, 2001).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan berbagai level kembang telang pada silase batang pisang meningkatkan kandungan kalsium (P<0,05). Kalsium pada silase batang pisang dengan penambahan 10%, 20% dan 30% kembang telang (perlakuan B, C dan D) masing – masing 0,55%, 0,62%, 0,58% sedangkan silase tanpa kembang telang memiliki kandungan kalsium paling rendah yaitu 0,41% (Perlakuan A) (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan kalsium mengalami peningkatan. Peningkatan kandungan Ca ini disebabkan karena kembang telang mempunyai kandungan Ca yang lebih tinggi dari batang pisang. Menurut Piliang (200) peningkatan kalsium selama fermentasi disebabkan kandungan kalsium yang berasal dari masa sel mikroba yang tumbuh dan berkembang biak pada media selama fermentasi.

Kandungan kalsium pada perlakuan C dengan pemberian kembang telang 20% menunjukan hasil terbaik 0,62% hal ini diakibatkan karena massa sel yang tumbuh dan berkembang baik pada perlakuan C karena nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba sudah terpenuhi, begitu selanjutnya jika penambahan kembang telang lebih dari 20% akan mengakiatkan mikroba mati dan kandungan kalsium menurun.

Kalsium yang terdapat pada kembang telang menurut Mahala et al. (2012) memiliki kandungan sebesar 1,2% nyata lebih tinggi dari pada batang pisang Menurut Santi (2008)batang pisang memiliki kandungan kalsium pada 100g batang pisang adalah 1,22 mg.

Peran Ca sebagai penyusun sel dan jaringan. Fungsi Ca yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai penyalur rangsangan-rangsangan syaraf dari satu sel ke sel lain. Jika ransum ternak pada masa pertumbuhan defisien Ca maka pembentukan tulang menjadi kurang sempurna dan akan mengakibatkan gejala penyakit tulang.

Posfor

Kandungan posfor pada silase batang pisang dengan penambahan berbagai level Clitoria ternatea menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Kandungan posfor silase batang pisang tanpa kembang telang dan dengan penambahan 10%, 20%, dan 30% Clitoria ternatea (Perlakuan A, B, C dan D) masing-masing 0,26%, 0,54%, 0,75%, 0,42%.

Posfor(P) adalah salah satu mineral makro yang dibutuhkan oleh ternak, karena sangat berperan dalam pertumbuhan dan pembentukan tulang (Suprayudi dan Setiawati, 2003). Posfor berperan penting dalam proses mineralisasi tulang, karena tulang terususun atas Ca, P, dan Mg (Zainudin, 2010).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan berbagai level kembang telang pada silase batang pisang berbeda nyata (P<0,05). Meningkatnya kandungan posfor pada silase yang mengandung kembang telang disebabkan karena kandungan posfor kembang telanglebih besar menurut Kapoor dan Purohit (2013) kandungan posfor pada kembang telang yaitu 0,44±0,14%. Posfor pada silase batang pisang dengan penambahan 10%, 20% dan 30% kembang telang (perlakuan B, C dan D) masing – masing 0,54%, 0,75%, dan 0,42% sedangkan silase tanpa kembang telang memiliki kandungan posfor paling rendah yaitu 0,26% (Perlakuan A) (Tabel 1). Rendahnya kandungan posfor yang tidak mengandung kembang telang disebabkan oleh rendahnya kandungan posfor pada batang pisang 1,35% menurut Santi (2008). Hidayati et al. (2011)menjelaskan bahwa Kandungan posfor berkaitan dengan kandungan nitrogen dalam substrat, semakin besar nitrogen yang dikandung maka multiplikasi mikroorganisme yang mampu merombak posfor juga akan meningkat.

Kandungan posfor pada perlakuan C dengan pemberian kembang telang 20% menunjukkan hasil terbaik (0,75%) hal ini diakibatkan karena dipengaruhi massa sel yang tumbuh dan berkembang baik pada perlakuan C karena nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba sudah terpenuhi, begitu selanjutnya jika penambahan kembang telang lebih dari 20% akan mengakibatkan mikroba mati dan kandungan posfor menurun.

Posfor merupakan mineral kedua terbanyak yang berada di dalam tubuh ternak utamanya terdapat di dalam tulang. Jika ransum ternak pada masa pertumbuhan defisien P maka dapat menyebabkan persendian kaku dan otot menjadi lembek.

Zink

Kandungan zink pada silase batang pisang dengan berbagai level Clitoria ternatea menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) dengan nilai masing-masing 7,79 mg/kg (perlakuan A), 14,31mg/kg (Perlakuan B), 19,26 mg/kg (Perlakuan C) dan 8,71 mg/kg (Perlakuan D) (Tabel 1).

Mineral zink (Zn) sebagai metalloenzim banyak melibatkan enzim antara lain polymerase DNA, peptidase karboksi A dan B dan fosfatase alkalin menurut Larvor (1983). Demikian juga Puchala et al. (1999) menyatakan bahwa mineral Zn diperlukan oleh berbagai enzim sebagai kofaktor yang mendorong aktivitas enzim yang diperlukan dalam sintesis protein.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan berbagai level kembang telang pada silase batang pisang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Zink pada silase

batang pisang dengan penambahan 10%, 20% dan 30% kembang telang (perlakuan B, C dan D) masing – masing 14,31%, 19,26%, dan 8,71% sedangkan silase tanpa kembang telang memiliki kandungan zink paling rendah yaitu 7,79% (Perlakuan A) (Tabel 1).

Kandungan zink pada perlakuan C dengan pemberian kembang telang 20% menunjukkan hasil terbaik (19,26%) hal ini diakibatkan karena dipengaruhi massa sel yang tumbuh dan berkembang baik pada perlakuan C karena nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba sudah terpenuhi, begitu selanjutnya jika penambahan kembang telang lebih dari 20% akan mengakibatkan mikroba mati dan kandungan zink menurun.

Kandungan Zn pada kembang telang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan batang pisang. Menurut Ho et al. (2012) menyatakan bahwa kandungan Zn pada batang pisang mencapai 8,05±0,05% sedangkan kandungan Zn pada kembang telang yaitu0,33% menurut Heuze et al. (2012).

Mineral mikro yang sering defisien untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah zink (Leng, 1991). Untuk memaksimalkan degradasi pakan dalam rumen, kecukupan mineral Zn sangat penting, mengingat peran strategis Zn dalam meningkatkan pertumbuhan mikroba rumen dan sebagai aktivator dari banyak enzim (Elihasridas et al., 2011).

Defisiensi Zn dapat mengganggu metabolisme mikroba rumen dan menurunkan aktivitas enzim. Puchala et al. (1999) menyatakan bahwa suplementasi Zn meningkatkan aktivitas enzim yang diperlukan dalam proses sintesis protein. Arora (1989) melaporkan bahwa mineral Zn mempercepat sintesa protein oleh mikroba melalui pengaktifan enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :Penambahan kembang telang pada silase batang pisang dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan mineral (Ca, P, dan Zn).Penambahan 30% kembang telang menghasilkan bahan organik tertinggi, sedangkan penambahan 20% kembang telang menghasilkan mineral (Ca, P, dan Zn) tertinggi pada silase batang pisang.

Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk leguminosa lainya seperti penambahan indigofera yang dapat digunakan sebagai campuran silase batang pisang sehingga kandungan bahan organik dan mineral pada ternak terpenuhi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas UdayanaProf. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakanbapak Dr. Ir I Nyoman Tirta Ariana, MS., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.S, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S dan Dr. Ir. Ni Nyoman Suryani, M.Si, sebagai pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Terimakasih juga kepada bapak dan ibu saya yang telah memberi motivasi kepada saya serta kepada teman-teman yang senantiasa memberi dukungan kepada saya selama menyelesaikan kuliah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Advena, D. 2014. Fermentasi Batang Pisang Menggunakan Probiotik dan Lama Inkubasi Berbeda Terhadap Perubahan Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar dan Serat Kasar. Skripsi : Universitas Taman Siswa

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Satu Gunung Budi, Bogor

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan Retno Murwani.

Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Aziz, V. 2007. Analisis Kandungan Sn, Zn, dan Pb Dalam Susu Kental Manis Kemasan Kaleng Secara Spektrofotometri Serapan Atom(Skripsi).      Universitas

Islam Indonesia

Dewi. O. 2019. Kecernaan silase batang pisang dengan berbagai level Clitoria ternatea secara in vitro. Skripsi : Universitas Udayana.

Dhalika, T., Mansyur dan A. Budiman. 2012. Evaluasi karbohidrat dan lemak batang tanaman pisang (Musa paradisiaca) hasil fermentasi anaerob dengan suplementasi nitrogen dan sulfur sebagai bahan pakan. Pastura 2(2): 97-101.

Elihasridas, F. Agustin dan Erpomen. 2011. Suplementasi nutrisi terpadu pada ransum berbasis limbah pertanian untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas daging

Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2015. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Buku Ajar. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian, Lampung

Gaspersz, V. 1991. Metode perancangan percobaan. C. V. Armico. Bandung.

Harvey, D. (2000). Modern Analitycal Chemistry. The McGraw-Hill     Companies.USA.

Hasrida. 2011. “Pengaruh Dosis Urea dalam Amoniasi Batang Pisang terhadap Degradasi Bahan Kering, Bahan Organik, dan Protein Kasar secara IN_VITRO”.Skripsi.

Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas     Peternakan).Universitas

Andalas. Padang

Heuzé V, G Tran, D Bastianelli, M Boval, dan F Lebas. 2012. Butterfly Pea (Clitoria ternatea). Feedipedia.org. A programme by INRA, CIRAD, AFZ and FAO. http://www.feedipedia.org/node/318 Last updated on May 24, 2012,

Hidayati, Y. A., A. Kurnani., E. T. Marlina, dan E.Harlia. 2011. Kualitas pupuk cair hasil pengolahan fases sapi potong menggunakan Saccharomyces cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak 11(2): 104-107

Ho, L. H., A. A. Noor Aziah, Bhat, dan Rajeev (2012). Mineral composition and pasting properties of banana pseudo-stem flour from Musa acuminata X balbisiana     cv.

Awak grown locally in Perak, Malaysia. Internat.

Huda N. 2001. Pemeriksaan kinerja spektrofotometer UV-VIS.GBC 911A menggunakan pewarna tartazine CL 19140. Sigma Epsilon 20(21): 15-20.

Kapoor, B. B. S.,dan V. Purohit. 2013. Mineral contents from some fabaceous plant species of Rajasthan desert. Indian J. Pharm. Biol. Res. 1(4):35-37.

Kurniati. 2016. Kandungan Lemak Kasar, Bahan Organik, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) Dengan Lama Inkubasi yang Berbeda. Skripsi. Sarjana Peternakan., Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasar.

Lado, L. 2007. Evaluasi Kualitas Silase Rumput Sudan (Sorghum Sudanense) Pada Penambahan Berbagai Macam Aditif Karbohidrat Mudah Larut. Tesis. Pascasarjana Program Studi Ilmu Peternakan. Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Larvor, P. 1983. The Pools of Cellular Nutrients. Mineral, in: Dynamic Biochemistry of Animal Production. P.M. Riis. Ed.Elseveir. Amsterdam.

Leng, R. A. 1991. Further observation on the efficiency of feed utilization for growth in ruminants fed forage based diets. Dalam Recent Advance in Animal    Nutrition in

Australia. Ed. Farrel, D.J.Universsity of New England. Armidale.

Lopez J. L., C. M. Mederos, R. Pérez-Carmenate. 2001. A note on the chemical composition of foliage from two varieties of Clitoria ternatea L. Revista Comput Prod Por. 8:28-35.

Mahala, A. G., M. O. Amasiab, M. A. Yousif, dan A. Elsadig. 2012. Effect of plant      age

on DM yield and nutritive value of some leguminous plants (Cyamopsistetragonoloba, Lablab purpureus and Clitoria (Clitoria       ternatea).

Int. Res. J. Agricultural Science and Soil Science. 2(12): 502-  508.

McDonald, P., R. A. Edward., J. F. D. Greenhalg, C. A. Morgan, L. A. Sinclair, dan R. G. Wilkinson, (2010). Animal Nutrition. Seventh Edition. United    Kingdom,

Pearson.

Muhtaruddin. 2007. Kecernaan Pucuk Tebu Terolah Secara In Vitro. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Novianty, N. 2014. Kandungan bahan kering bahan organik protein kasar ransum berbahan jerami padi daun gamal dan urea mineral molases liquid dengan perlakuan yang berbeda. Skripsi : Universitas Hasanuddin

Piliang, W. G. 2002. Nutrisi Vitamin. Volume I. Edisi ke-5. Institut Pertanian Bogor. Press, Bogor.

Puchala, R., T. Sahlu, dan J. J. Davis. 1999. Effect of zink methionine on performance of Angora goats. Small Ruminant Research. 33: 1-8.

Rubianti, A., P. Th. Fernandez., H. H Marawali., E. Budisantoso., 2007. Kecernaan Bahan Kering danBahan Organik Hay ClitoriaTernatea dan CentrocemaPascourum pada Anak Sapi BaliJantan Lepas Sapih.http://ntt.litbang.deptan.go.id/karya-ilmiah/7.pdf

Santi, R. K., D. Fatmasari, S. D. Widayanti, dan W. P. Suprayogi. 2012. Kualitas dan nilai vecernaan in-vitro silase batang pisang (musa paradisiaca) dengan      penambahan

beberapa akselerator. Tropical Animal Husbandry. 1 (1) : 15-23.

Santi, S. S. 2008. Kajian Pemanfaatan Limbah Nilam untuk Pupuk Cair Organik dengan Proses Fermentasi Tanaman Nilam. Jurnal Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran Jawa Timur. Surabaya,

Scott, M. L., M. L. Neshein, dan R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. Third Ed. Publ By M. L. Scott Q Associates Itacha New York. Hal 70 – 73.

Siregar, S. B. 1996. Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi di Daerah Dataran Rendah. Majalah Ilmiah Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor

Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan Bambang Sumantri. Gramedia, Jakarta

Suarna I. W. 2005. Kembang telang (Clitoria ternatea) tanaman pakan dan      penutup

tanah. Dalam: Subandriyo, Diwyanto K, Inounu I, Prawiradiputra BR, Setiadi B, Nurhayati, Priyanti A, penyunting. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Bogor (Indonesia): Puslitbang Peternakan.

Suprayudi, M. A. dan M. Setiawati. 2003. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila merah (Oreochromis Sp.) yang dipelihara pada media bersalinita. Jurnal Akuakultur Indonesia 2(1) : 27-30

Sutowo, I. T., Adelina, dan D. Febriana. 2016. Kualitas nutrisi silase limbah pisang (batang dan bonggol) dan level molasis yang berbeda sebagai pakan alternatif ternak ruminansia. Jurnal Peternakan. 2:41-47

Suwiti N. K. S., P . Entana, N. Puja, N.L. Watiniasih. 2012. Peningkatan Produksi Sapi Bali Unggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. Laporan Penelitian Prioritas Nasional (MP3EI) Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana.

Thiasari, N., dan A. I. Setiawan. 2016 Complete feed batang pisang       terfermentasi

dengan level protein berbeda terhadap kecernaan bahan kering,kecernaan bahan organik dan TDN secara in vitro. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 26 (2): 67-72.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S. Lebdosoekoekojo. (1998). Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University

Tripuratapini, S., I. M. Mudita dan D. P. M. A. Candrawati. 2015. Kandungan bahan kering dan nutrien suplemen berprobiotik yang diproduksi dengan tingkat limbah isi rumen berbeda. J. Peternakan Tropika Udayana. 3(1): 105-120.

Wilkinson, J. M. 1988. The Feed Value Of By Products and Wastes In: Food Science Edited By: E. R. Orskov Rowett Research Institued, Greenburn, Aberdeen Ab2 9 SB, Scotland.

Zainuddin. 2010. Pengaruh calsium dan fosfor terhadap pertumbuhan, Efisiensi Pakan, Kandungan mineral dan komposisi tubuh juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(2): 1-

Kartikasari. D., et al, Peternakan Tropika Vol. 8 No. 2 Th. 2020: 407 – 421

Page 421