PERAN KEJAKSAAN DALAM UPAYA ASSET RECOVERY AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI

(STUDI KASUS DI KEJAKSAAN TINGGI BALI)

Oleh:

Anak Agung Gede Janaindra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, SH.,MH, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Program Kekhususan Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tindak pidana korupsi seringkali mengidentikkan terhadap suatu perbuatan curang yang merugikan keuangan negara. Tindak pidana korupsi seringkali diartikan sebagai penyelewengan atau penggelapan uang negara untuk kepentingan pribadi.1 Upaya asset recovery di Indonesia dan dengan cara apa penindakan beserta peran kejaksaan dalam tindak pidana korupsi. Dalam penulisan jurnal ini permasalahan yang diangkat adalah bagaimana peran Kejaksaan dalam upaya asset recovery akibat tindak pidana korupsi, serta bagaimana kendala yang di hadapi oleh Kejaksaan Tinggi Bali dan upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Tujuan dari penulisan jurnal ini untuk mengetahui peran Kejaksaan dalam upaya asset recovery akibat tindak pidana korupsi dan bagaimana kendala yang di hadapi oleh Kejaksaan Tinggi Bali dan upaya yang di lakukan untuk mengatasinya. Metode penelitian yang digunakan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat (kesenjangan antara das Sollen dan das Sein atau antara the Ought dan the is atau antara yang seharusnya dengan senyatanya di lapangan). Obyek penelitian hukum empiris berupa pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam penerapan hukum. Peran Kejaksaan dalam aseet recovery akibat tindak pidana korupsi diatur di dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Kata Kunci : Peran, Kejaksaan, Upaya Asset Recovery, Tindak Pidana Korupsi

ABSTRACT

Corruption of corruption. The act of corruption decides to be interpreted as a misappropriation or embezzlement of state money for personal gain. Efforts to recover assets in Indonesia and in any way carried out with criminal acts of corruption. In the discussion of this journal, the discussion raised was how the Prosecutor's role was in efforts to recover assets due to acts of corruption, as well as how the challenges faced by the Bali High Prosecutor's Office and the efforts made to overcome them. The purpose of the publication of this journal is to study the role of the Prosecutor's Office in recovering assets due to criminal acts of corruption and how to deal with those faced by the Bali High Prosecutors Office and the efforts made to overcome them. The research method used is empirical legal research. Empirical legal research is scientific research that explains the legal phenomena concerning the discussion between norms and community research (evaluation between das Sollen and das Sein or between Ought and between what is needed and actually on the field). The object of empirical legal research consists of the views, attitudes, and behavior of the community in the application of law. The role of the Prosecutor's Office in the recovery aseetings following the corruption court is regulated in Law Number 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office of the Republic of Indonesia.

Keywords: Role, Prosecutor's Office, Effort of Asset Recovery, Corruption Crime

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Korupsi merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan

menyangkut tingkah laku pribadi.2 Korupsi merupakan suatu budaya peninggalan masa lalu yang sangat buruk pada diri manusia karena sudah melekat didalam moralitas atau akhlak. Untuk menghilangkan budaya korupsi tersebut dengan cara mencari penyabab terjadinya budaya korupsi dan bagaiaman cara untuk mengatasinya. Unsur utama timbulnya budaya korupsi berasal dari individu manusia itu sendiri dan cara untuk mengatasinya harus dimulai dari individu tersebut dengan upaya penyusunan etika yang lebih jujur didalam diri pribadi itu sendiri selain upaya tersebut ada juga dengan cara yang berasal dari luar diri manusia melalui penegakan hukum. Sudah bukan menjadi hal tabu bahwa korupsi harus diberantas karena dampat buruk yang bermunculan. Korupsi juga memberatkan masyarakat terutama yang ekonomi kebawah, dikarenakan korupsi bukan hanya berdampak pada segi ekonomi saja melainkan berdampak ke sektor-sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, pangan, pembangunan dan kemanan negara. Korupsi juga merendahkan penilaian masyarakat terhadap negara di karenakan jumlah aset negara yang dikorupsi persentasenya sangat banyak.

Menyadari soal itu aparat penegak hukum mulai menerapkan metode lain dengan asset recovery, Dengan asset recovery, diharapkan dapat mendapatkan sanksi kepada pelaku tindak pidana korupsi dikarenakan asset recovery memiliki tujuan untuk dapat mengakhiri hubungan pelaku dengan aset yang dimilikinya dari hasil tindak pidana korupsi, sebab apabila kedapatan, tidak hanya hukuman badan yang akan dikenakan melainkan harta kekayaannya juga dapat dirampas.

Maka dari hal tersebut Kejaksaan membentuk satuan kerja yang khusus untuk mengurus soal asset recovery, tugas pokok dan fungsinya untuk upaya aseet recovery negara kehatan untuk kepada yang berhak termsuk Negara.

  • 1.2.    Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan yang penulis temukan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana peran Kejaksaan dalam upaya asset recovery akibat tindak pidana korupsi?

  • 2.    Bagaimana kendala yang di hadapi oleh Kejaksaan Tinggi Bali dan upaya yang di lakukan untuk mengatasinya?

  • 1.3.    Tujuan penulisan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peran Kejaksaan dalam upaya asset recovery akibat tindak pidana korupsi dan mekanisme upaya Kejaksaan dalam asset recovery akibat tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Tinggi Bali.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat (kesenjangan antara das Sollen dan das Sein atau antara the Ought dan the is atau antara yang seharusnya dengan senyatanya di lapangan). Obyek penelitian hukum empiris berupa pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam penerapan hukum.3

  • 2.2.    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Peran Kejaksaan dalam upaya asset recovery akibat tindak pidana korupsi.

Fungsi dan tugas Kejaksaan sudah dimuat didalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Peraturan tersebut menjadi sumber hukum oleh Kejaksaan didalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai penyidik dan penuntut umum. Berdasarkan data yang diperoleh dari situs resmi Kejaksaan memiliki fungsi, yaitu:

  • 1.    Perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis pemberi bimbingan dan pembinaan serta pemberian izin berdasarkan bidangnya dalam peraturan perundang-undangan dan kebijaksaan yang diterapkan oleh Jaksa Agung.

  • 2.    Penyelengaraan dan pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana, administrasi, organisasi, pembinaan manajemen dan tata pelaksanaan serta pengelolaan atas hak milik Negara menjadi tanggungjawabnya.

  • 3.    Pelaksanaan penegakan hukum yang baik preventif maupun yang berintikan keadilan di bidang pidana.

  • 4.    Pelaksanaan pemberian bantuan dibidang intelijen yustisial, dibidang ketertiban dan ketentraman umum, pemberian bantuan, pertimbangan, pelayanan dan penegakan hukum dibidang perdata dan tata usaha Negara serta tindakan hukum dan tugas lain, untuk menjamin kepastian hukum, kewibawaan pemerintah dan penyelamatan kekayaan Negara, berdasarkan aturan perundang-undangan dan

kebijaksanaan yang ditetapkan Jaksa Agung.

  • 5.    Penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan Hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau tidak disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.

  • 6.    Pemberian pertimbangan hukum terhadap instansi pemerintah, penyusunan peraturan perundang-undangan serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

  • 7.    Koordinasi pemberian bimbingan dan petunjuk teknis aturan pengawasan, baik di dalam maupun dengan instansi terkait atas pelaksanaan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan dalam perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.4

Peran yang di lakukan oleh Kejaksaan dalam melakukan asset recovery, ada beberapa tahapan yaitu pelacakan, pemblokiran, penyitaan, perampasan, pembekuan, serta pengembalian aset. Dari berbagai tahapan tersebut tahap prapenyitaan dilakukan dengan maksud untuk persiapan dan analisis yang dijalankan sebelum melaksanakan penyitaan.

  • 1.    Pelacakan

Cara pelacakan atau pencarian aset (asset tracing) adalah cara awal, dikarenakan cara investigator ini berfungsi mengumpulkan dan mengevaluasi data-data yang relevan berhubungan dengan asset hasil tindak pidana korupsi yang disembunyikan oleh pelaku agar tidak dapat ditemukan, dihitung jumlahnya, dan selanjutnya agar

dapat dilakukan penyitaan untuk asset recovery akibat kejahatan yang dilakuakan oleh pelaku tindak pidana korupsi.5

Pelacakan dapat dimulai saat proses dalam mencari unsur-unsur tindak pidana, pada saat penyidikan untuk mencari tersangkanya dan mencari aset-asetnya. Selain itu proses pelacakan dapat dimulai bahkan pada saat belum ada kasus sama sekali. Pada dasarnya proses pelacakan dibagi menjadi tiga tahapan umum, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.

  • 2.    Pemblokiran

Cara berikutnya adalah cara pemblokiran atau cara pembekuan. Dapat diberitau pemblokiran merupakan upaya untuk menanggulangi aset tindak pidana diberikan kepada orang lain dengan cara menjalankan pembekuan sementara aset tindak pidana. Cara ini juga mendapatkan wewenang kepada penyidik atau penuntut umum maupun hakim untuk melakukan pemblokiran.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 memberi makna pemblokiran berupa pembekuan selagi harta kekayaan bagi kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan didalam siding pengadilan dengan maksud untuk menghalangi dialihkan atau dipindah tangankan agar salah satu individu atau semua individu tidak terkait dengan harta kekayaan yang di dapat dari tindak pidana.6

  • 3.    Penyitaan

Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyitaan merupakan suatu bentuk tindakan penyidik agar

dapat mengambil alih atau menyimpan dalam pengawasan benda bergerak atau tidak bergerak, tidak berwujud atau berwujud sebagai pembuktian dalam penyidikan, peradilan dan penuntutan.7

Penyitaan hanya dapat dilaksanakan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Adapun pengecualian apabila dalam keadaan mendesak, dan penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin mendapatkan surat izin terlebih dahulu, maka penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

  • 4.    Perampasan

Arti perampasan (confiscation) dapat di perhatikan dalam article 2 huruf g UNCAC, yaitu confiscation which includes for feature where applicable, shall mean the permanent deprivation of property by order of a court or other competent authority. Diartikan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) sebagai berikut perampasan yang meliputi pengenaan denda bilamana dapat diberlakukan, berarti pencabutan kekayaan untuk selama-lamanya berdasarkan perintah pengadilan atau badan berwenang lainnya.

  • 5.    Pengembalian

Cara pengembalian tersebut sudah tercantum didalam pengelolaan aset tindak pidana yang mencakup kegiatan pengamanan, penyimpanan, pemindah tanganan, pemanfaatan, penggunaan, pembagian dan pemanfaatan aset tindak pidana.

  • 2.2.2    Bagaimana kendala yang di hadapi oleh Kejaksaan Tinggi Bali dan upaya yang di lakukan untuk mengatasinya.

Hambatan yang kerap berjalan awalnya terdapat dalam pribadi terdakwa, berdasarkan pandapat dari Polin O. Sitanggang selaku Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Bali,8 awalnya pada kala dilakukan penyidikan dijalani terdakwa tersebut tidak mengakui adanya tindak pidana korupsi yang dilakukannya secara sadar oleh terdakwa beliau sempat menjelaskan apabila para terdakwa cenderung untuk merahasiakan maka ia telah melaksanakan tindakan pelanggaran yang menyebabkan kerugian bagi keuangan Negara. Terdapat pada keluarga dari terdakwa tidak dapat diajak bekerja sama terkait hal penyidikan atas tindakan salah satu anggota keluarga terdakwa yang telah melaksanakan tindak pidana korupsi.

Banyak hal yang di sampaikan oleh Bapak Polin O. Sitanggang maka halangan yang sering ditemukan saat penyidikan kasus tindak pidana korupsi yang sudah membuat kerugian keuangan Negara dalam dilakukannya penyidikan bahwa terdakwa memiliki alasan berbeda seperti mengeluh sakit atau terdakwa keberadaanya tidak terlacak, termasuk dari pihak keluarga tidak tau keberadaan terdakwa dimana pada saat proses penyelidikan di lakukan.

Penanggulangan atau cara-cara yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Bali dalam langkah-langkahnya dalam asset recovery terdapat beberapa langkah yang telah dilakukan adalah

  • 1.    Seperti yang dikatakan oleh Polin O. Sitanggang selaku asisten tindak pidana khusus Kejaksaan Tingi Bali. Belaiu menyampaikan bahwa solusi yang tepat adalah dengan cara

melakukan pendekatan terhadap terdakwa atau kelaurga terdakwa disaat penyidikan berjalan. Pada saat pendekatan terkait terdakwa atau keluarga terdakwa kasus tindak pidana korupsi, beliau menyampaikan untuk menjaga kerjasama dengan pihak penyidik agar penyidikan berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apapun. Serta kesadaran oleh pihak terdakwa untuk mengganti hasil korupsi secara langsung tidak dengan perlawanan atau alasan-alsan lain yang dapat mengganggu jalannya penyidikan terhadap terdakwa serta hal yang dapat memberatkan terdakwa pada setelah penyidikan. Sepatutnya terdakwa atau keluarga harus berperan serta dalam penyidikan terhadap tersangka atau terdakwa untuk membuktikan perbuatan tersangka atau terdakwa apa benar terdakwa itu melakukan tindak pidana korupsi.

  • 2.    Pendapat Purwanta Sudarmaji, S.H., M.H. kepala seksi penyidikan Kejaksaan Tinggi Bali menyampaikan bahwa upaya yang benar untuk hambatan yang terdapat dalam tahapan asset recovery akibat kasus pidana korupsi oleh kejaksaan, nyaris sama dengan hal disampaikan oleh Polin O Sitanggang, namun menurut Purwanta Sudarmaji pendekatan yang dilaksanakan oleh pihak penyidik selayaknya terhadap tersangka atau terdakwa berguna untuk mengurangi beban dalam moral agar keluarga dari tersangka atau terdakwa bukan untuk memahami terlebih dahulu. Keadaan itu membuat proses penyidikan dapat terlaksana secara lancar tanpa adanya halangan kecil apapun. Selain jika seorang terdakwa atau tersangka dapat mempersulit

jalannya proses penyidikan mau tidak mau keluarga tersangka atau terdakwa harus dengan secara sadar dan terbuka berperan serta atau ikut serta dalam proses penyidikan. Keterangan dari pihak keluarga bisa menjadikan sebuah referensi agar proses penyidikan dapat berjalan dengan lancar.

  • III.  PENUTUP

    • 3.1  Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan analisis dari permasalahan, dapat di simpulkan bahwa:

  • 1.    Peran kejaksaan dalam upaya asset recovery telah sesuai dengan fungsi dan tugasnya sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 adalah sebagai penyidik, penuntut, dan juga eksekutor dalam perkara tindak pidana. Eksekutor yang dimaksud adalah sebagai pelaksana putusan pengadilan. Peran kejaksaan, khususnya di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Bali. Kejaksaan Tinggi Bali tidak pandang bulu dalam perannya sebagai penyidik untuk menangani perkara tindak korupsi. Terbukti bahwa Kejaksaan Tinggi Bali tidak terpengaruh oleh kekuasaan manapun. Namun peranan Kejaksaan dalam upaya asset recovery kurang diketahui atau dipahami secara luas oleh masyarakat.

  • 2.    Sinergisitas kewenangan Lembaga Kejaksaan dan Pengadilan belum secara optimal dalam asset recovery, yang diharapkan dari masyarakat banyak. Hal ini dikarenakan masih banyak kasus tindak pidana korupsi yang masih belum tuntas dalam asset  recovery,  dimana kinerja

kejaksaan terhenti pada keluarnya putusan saja dan tidak

melanjutkannya sampai tuntas yakni kerugian Negara bisa dikembalikan oleh terpidana, hal tersebut diperparah dengan kurangnya pengawasan pengadilan terhadap setiap putusan yang telah dikeluarkan.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan yaitu diharapkan upaya asset recovery harus lebih diperhatikan oleh pemerintah dengan segera disahkannya RUU perampasan aset, serta kiranya pemerintah Indonesia dapat menjalin lebih banyak kerjasama dengan Negara lain guna membantu asset recovery diIluar negeri. Selanjutnya para penegak hukum khususnya jaksa dengan adanya PPA diharapkan dapat meningkatkan kinerja terkait dengan asset recovery sehingga dapat mengadakan asset recovery lebih banyak lagi dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

DR. Marwan Effendy, S.H, Kejaksaan dan Penegakan Hukum, Jakarta, Timpani Publishing, 2010

Prof. Soedarto, S.H. Hukum Pidana, Semarang, Yayasan Soedarto, 2007

Purwaning M Yanuar, Pengembalian Aset Hasil Korupsi, Bandung: PT alumni, 2007

W. Riawan Tjandra, Hukum Negara.Jakarta : PT Grasindo, 2009 Ermansjah Djaja, memberantas korupsi bersama KPK ( komisi Pemberantasan Korupsi ),Jakarta, Penerbit Sinar Grafika,2009 Erdianto Effendi, HUKUM PIDANA INDONSIA suatu pengantar, Bandung, penerbit, PT Refika Aditama, 2011

Darwan Prints, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002)

Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan Hukum, (Jakarta: Diadit Media, 2009)

Andi Hamzah, Delik-Delik di Luar KUHP, (Jakarta: Pradnya Paramita;1985)

Andi Hamzah dalam Ermasjah Djaja; Memberantas Korupsi Bersama KPK; (Jakarta: Sinar Grafika; 2008)

Andi hamzah, pengusutan perkara melalui sarana teknik dan sarana hukum, Media Indonesia, Jakarta, 1986

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi.Sinar Grafika, Jakarta, 2006

Hasil Penelitian dan Jurnal:

Aset Recovery Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta, 2014 I KetutSudiharsa, Pengembalian Aset Kejahatan Korupsi, Bali, 2006.

Edi Nasution, Pemulihan Aset (asset recovery) Dengan Menyita Aset Ilegal, Jakarta, 2013.

Peraturan Perundang-undangan

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana korupsi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 TahunI1999 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia

13