The Relationship Between Inseminator Characteristics and Ai Result on Livestock in Tabanan Regency
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: January 10, 2020
Accepted Date: January 21, 2020
Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I WYN Wirawan
Hubungan antara Karakteristik Inseminator dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di kabupaten Tabanan
Arianti, N., N.W.T. Inggriati,dan N. P. Sarini
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: niluharianti8@gmail.com Telp: 082292844395,
ABSTRAK
Penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam usaha untuk meningkatkan populasi sapi di kabupaten Tabanan sudah tersebar diseluruh kecamatan. Namun, populasi ternak sapi di kabupaten Tabanan dilaporkan mengalami penurunan akhir-akhir ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : 1) karakteristik inseminator; 2) pengetahuan dan
keterampilan inseminator tentang IB; 3) menganalisis hubungan karakteristik, pengetahuan dan keterampilan inseminator dengan keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi. Penelitian ini dilakukan di kabupaten Tabanan dengan jumlah responden sebanyak 33 orang yang diambil menggunakan metode sensus. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dan observasi sedangkan data sekunder dari studi pustaka. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan uji korelasi jenjang spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Inseminator rata-rata mengikuti pendidikan selama 12 tahun, saat ini berumur rata-rata 51 tahun dengan pengalaman kerja sebagai inseminator selama 16 tahun dengan kemampuan menginseminasi rata-rata 13 ekor perbulan; 2) pengetahuan inseminator tentang IB termasuk kategori tinggi dan keterampilan inseminator termasuk kategori sangat baik; 3) Keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di kabupaten Tabanan termasuk kategori baik, faktor-faktor karakteristik seperti pendidikan formal dan pengalaman kerja berhubungan positif nyata dengan keberhasilan IB, sedangkan umur, jumlah ternak yang diinseminasi perbulan, pengetahuan dan keterampilan berhubungan positif tidak nyata dengan keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di Kabupaten Tabanan.
Kata kunci : Inseminator, Inseminasi Buatan, Keberhasilan
The Relationship Between Inseminator Characteristics and Ai Result on Livestock in Tabanan Regency
ABSTRACT
The application of artificial insemination technology for increasing livestock population was wellknown throughout the Tabanan regency. However, it was reported that the livestock population in this regency was decreasing recently. The purpose of this study was to find out: 1) inseminator characteristics; 2) inseminator knowledge and skills on artificial insemination (AI); 3) analyzed the relationship between characteristics, knowledge

and skills of inseminator to the AI result of the livestock. This research was conducted in Tabanan Regency using 33 respondents who were taken through census method. Primary and secondary data were used in this study the first data was obtained from direct interviews and observations, while secondary data from literature studies. The analysis used was descriptive analysis and Spearman level correlation test. The results showed that: 1) The average age of inseminator, education, workexperience, the number of cows inseminated, were age 51, 12, 16, 13 respectively; 2) inseminator knowledge about artificial insemination was high and inseminator skill was very good; 3) The result of artificial insemination in livestock in Tabanan Regency was categorized good, characteristic factors such as formal education and work experience are positively related to the result of artificial insiminator. While age, number of animals inseminated monthly, knowledge and skills were positively related to the result of artificial insemination in livestock in Tabanan Regency.
Keywords :Inseminator, Artificial Insemination, Result
PENDAHULUAN
Pembangunan subsektor peternakan di Indonesia perlu untuk ditingkatkan, hal ini
mengingat permintaan akan produk peternakan di Indonesia pada umumnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi, hanya saja peningkatan kesadaran ini tidak diimbangi dengan peningkatan populasi ternak sapi. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi potong.
Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016) menyatakan bahwa, dalam meningkatkan jumlah populasi sapi potong guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging, pemerintah mengeluarkan program yaitu Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting atau UPSUS SIWAB. Program ini bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi potong dan mengarah ke swasembada daging sapi, melalui teknologi inseminasi buatan (Suharno, 2017).
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah upaya memasukan semen kedalam saluran reproduksi hewan betina yang sedang birahi dengan bantuan petugas inseminator agar hewan betina bunting. Menurut Herawati et al., (2012) menyatakan bahwa keterampilan dan keahlian inseminator dalam akurasi pengenalan birahi, sanitasi alat, penanganan semen beku, pencairan kembali yang benar, serta kemampuan melakukan IB akan menentukan keberhasilan. IB juga merupakan teknologi perkawinan yang mempunyai beberapa keuntungan yaitu menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan, mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina, dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik, dan sebagainya. Penerapan teknologi IB di Indonesia sendiri sudah semakin meningkat dan sudah menyebar
diberbagai propinsi di Indonesia. Di Provinsi Bali sejauh ini keberhasilan IB belum merata pada semua kabupaten.
Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai populasi sapi yang lumayan besar di Bali. Namun, berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tabanan, populasi sapi mengalami penurunan dari tahun 2014. Di tahun 2014 populasi sapi berjumlah 52.916 ekor, kemudian menurun di tahun 2015 berjumlah 51.567 ekor, di tahun 2016 kemudian mencapai 50.906 ekor. Lalu, di tahun 2017 mengalami penurunan drastis mencapai 45.268 ekor dan di tahun 2018 terdata sebanyak 43.842 ekor.
Penurunan yang terjadi ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan apa yang terjadi pada saat pelaksanaan program inseminasi buatan di lapangan.Pelaksanaan program inseminasi buatan di lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor keberhasilan dari kualitas semen, kemampuan atau keahlian inseminator, peternak dan ternak reseptor inseminasi buatan itu sendiri. Berdasarkanuraian diatas, penelitian ini akan lebih difokuskan untuk mengetahui karakteristik dari inseminator yang ada dan masih aktif di kabupaten Tabanan.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabanan dengan menggunakan metode purposive yaitu suatu metode penentuan daerah penelitian dengan pertimbangan tertentu terlebih dahulu (Hadi, 1983). Penelitian ini dilaksanakan ± 3 bulan, mulai dari persiapan, mengambil data di lapangan, analisis data, dan penulisan skripsi.
Penentuan populasi dan responden
Populasi yaitu keseluruhan inseminator yang masih aktif di Kabupaten Tabanan.Penentuan responden menggunakan metode sensus, yang merupakan suatu cara pengambilan responden dengan mengambil semua populasi pada penelitian tersebut (Sugiyono, 2002). Sehingga jumlah responden menjadi 33 orang inseminator.
Jenis data dan sumber data
Dilihat dari jenis dan sumber data, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi : (1) Karakteristik responden mencakup : umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah ternak yang di
inseminasi per bulan, pengalaman kerja; (2) Pengetahuan inseminator mengenai inseminasi buatan; (3) Keterampilan inseminator dalam menginseminasi ternak sapi.
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada dan ada kaitannya dengan penelitian, seperti data tentang jumlah inseminator, jumlah ternak sapi yang di IB, dll.
Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survai yaitu : (1) Wawancara , dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan sesuai dengan tujuan penelitian ; (2) Observasi, merupakan pengamatan secara langsung untuk memperoleh informasi yang lebih jelas serta mengetahui keadaan sebenarnya; (3) Studi Pustaka menggunakan data dari pemerintah setempat atau dokumentasi berdasarkan fakta atau laporan kegiatan. Data sekunder terdiri dari keadaan ilmiah atau gambaran umum yang bersifat menunjang dan diperoleh dari instansi terkait.
Pengukuran data
Data variabel karakteristik inseminator, yang meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman bekerja dan jumlah ternak yang di inseminasi per bulan dilakukan dengan meminta jawaban atas pertanyaan dalam kuesioner. Sedangkan data mengenai variabel pengetahuan, keterampilan dan keberhasilan inseminasi buatan diukur dengan Skala Likert, yaitu pemberian skor dilakukan dengan memberikan bilangan bulat yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 (Singaribun et al., 2006).
Dalam menentukan distribusi hasil penelitian, dilakukan dengan cara menggolongkan variabel dalam kriteria tertentu berdasarkan skor yang dicapai, dengan menerapkan rumus interval kelas dari Dajan (2010), sebagai berikut:
i j CLJnClk kβ L CLS jumlah kelas
i = interval kelas
jarak kelas = selisih data tertinggi dengan data terendah
jumlah kelas = jumlah kriteria yang ditentukan
Dengan menggunakan rumus interval kelas tersebut, maka variabel-variabel berikut kriteria dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 1. Kategori Berbagai Variabel Berdasarkan Persentase Skor yang Diperoleh
No |
PerolehanPencapaian Skor Kategori Pengetahuan Keterampilan Keberhasilan |
1 2 3 4 5 |
1 – 1,8 Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah |
Analisis data
Untuk menguji hipotesis 1 menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif yaitu suatu bentuk analisis yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya. Untuk menguji hipotesis 2 dan 3 menggunakan analisis Koefisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 2011) dengan rumus:
T= 1 - ^i≈ l
j w—ζw^ — 1)
Keterangan :
r3 = koefisien korelasi
di = selisih jenjang panjang unsur yang diobservasi
n = banyaknya pasangan unsur yang diobservasi
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka t hitung dibandingkan dengan t tabel pada tingkat probabilitas 1% atau 5%. Maka kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :
Hipotesis penelitian diterima apabila t hitung > t tabel pada P < 0,01 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang sangat nyata. Apabila t hitung > t tabel pada P 0,05 – 0,10 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang nyata. Apabila t hitung < t tabel pada P > 0,10 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang sangat tidak nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Umur
Berdasarkan hasil penelitian, responden dengan umur 51-60 tahun berjumlah 19 orang (57,58%), umur 41-50 tahun berjumlah 7 orang (21,21%), umur >60 tahun berjumlah 4 orang (12,12%), dan umur 20-30 tahun berjumlah 3 orang (9,09%). Rataan umur responden yakni 51 tahun dengan kisaran 51-60 tahun. Dengan demikian, sebagian besar responden berada dalam umur produktif. Distribusi umur inseminator (responden) pada ternak sapi di Kabupaten Tabanan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No |
Umur (tahun) |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
20-30 |
3 |
9.09 |
2 |
31-40 |
0 |
0 |
3 |
41-50 |
7 |
21.21 |
4 |
51-60 |
19 |
57.58 |
5 |
>60 |
4 |
12.12 |
Jumlah |
33 |
100 |
Pendidikan
Hasil penelitan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang cukup banyak di Kabupaten Tabanan yakni 10-12 tahun atau setara dengan sekolah menengah atas (SMA) atau Sekolah Menengah kejuruan (SMK) berjumlah 19 orang (57,58%) dan >12 atau setara dengan Perguruan tinggi sebanyak 14 orang (42,42%). Rataan lama pendidikan formal responden yakni 12 tahun setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Distribusi pendidikan formal responden dapat dilihat pada Tabel 3.
abel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal
No |
Tingkat Pendidikan (Tahun) |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (Orang) |
Persentase (%) | |||
1 |
0-6 |
SD |
0 |
0 |
2 |
7-9 |
SMP |
0 |
0 |
3 |
10-12 |
SMA/SMK |
19 |
57.58 |
4 |
>12 |
Perguruan Tinggi |
14 |
42.42 |
Jumlah |
33 |
100 |
Jumlah ternak yang diinseminasi perbulan
Berdasarkan hasil penelitian, responden dengan jumlah ternak yang diinseminasi 1120 ekor yakni sebanyak 18 orang (54,55%), 1-10 ekor berjumlah 13 orang (39,39%), 21-30 ekor sebanyak 1 orang (3,03%) serta 41-50 ekor sebanyak 1 orang (3,03). Rataan jumlah ternak yang di IB perbulan oleh responden yakni 13 ekor. Distribusi responden berdasarkan jumlah ternak yang di IB per bulan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Ternak Yang Diinseminasi Perbulan
No |
Jumlah Ternak Yang Di IB Responden Per Bulan (ekor) Jumlah (Orang) Persentase (%) |
1 2 3 4 5 |
1-10 13 39.39 11-20 18 54.55 21-30 1 3.03 31-40 - 0 41-50 1 3.03 |
Jumlah |
33 100 |
Pengalaman kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, lama bekerja responden dengan kurun waktu 13-18 tahun yakni 10 orang (30,30%), 19-24 tahun sebanyak 10 orang (30,30%), serta 7-12 tahun berjumlah 6 orang (18,18%). Rataan lama pengalaman kerja responden yakni 16 tahun. Distribusi responden berdasarkan pengalaman bekerja dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
No |
Pengalaman Responden Menginseminasi Jumlah (Orang) Persentase (%) |
1 2 3 4 5 |
1-6 3 9.09 7-12 6 18.18 13-18 10 30.30 19-24 10 30.30 25-30 4 12.12 |
Jumlah |
33 100 |
Tingkat Pengetahuan Inseminator tentang Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan responden dengan kategori tinggi berjumlah 18 orang (54,55%) dan responden dengan kategori pengetahuan sangat tinggi sebanyak 15 orang (45,45%). Rataan perolehan skor pengetahuan responden adalah 4,1 termasuk dalam
kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan inseminator di Kabupaten Tabanan tinggi. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
No Perolehan Skor |
Jumlah Inseminator Persentase (%) Kategori (Orang) |
1 >4.2-5 2 >3.4-4.2 3 >2.6-3.4 4 >1.8-2.6 5 1-1.8 |
15 45.45 Sangat Tinggi 18 54.55 Tinggi 0 0 Sedang 0 0 Rendah 0 0 Sangat Rendah |
Jumlah |
33 100 |
Keterampilan Inseminator mengenai Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, 30 orang inseminator (90,91%) mempunyai tingkat keterampilan termasuk kategori sangat baik, 3 orang inseminator (9,09%) termasuk kategori baik. Rataan keterampilan responden termasuk kategori sangat baik yakni dengan perolehan skor 4,5. Distribusi responden berdasarkan keterampilan dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan
No |
Perolehan Skor Jumlah Inseminator Persentase (%) Kategori |
1 2 3 4 5 |
1-1.8 0 0 Sangat Rendah |
Jumlah |
33 100 |
Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Service per conception merupakan jumlah pelayanan inseminasi buatan sampai seekor sapi betina bunting. Dari hasil penelitian diperoleh nilai S/C 1-2 kali, dengan nilai rataan sebesar 1,76. Menurut Susilawati (2011) bahwa S/C yang baik adalah 1,6-2,1 kali servis. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat keberhasilan inseminasi buatan di Kabupaten Tabanan sudah baik. Distribusi responden berdasarkan keberhasilan dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Keberhasilan Inseminasi Buatan
No Service Per Conception (Servis) |
Responden Jumlah (Orang) Persentase (%) |
1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 |
8 24.24 25 75.76 0 0 0 0 0 0 |
Jumlah |
33 100 |
Hubungan Karakteristik dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan analisis data, indikator dari variabel karakteristik memiliki hubungan yang nyata (P<0,5) pada pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengelaman bekerja dengan keberhasilan inseminasi buatan, sedangkan umur dan jumlah ternak yang di IB per bulan memiliki hubungan tidak nyata (P>0,5) dengan keberhasilan inseminasi buatan . Rincian data selengkapnya mengenai analisis data dengan menggunakan uji koefisien korelasi jenjang spearman dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9 Hubungan Karakteristik Dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan
No |
Faktor-faktor |
Analisis Keberhasilan IB | ||
rs |
t hitung | |||
1 |
Umur |
0.115 |
0.648tn | |
2 |
Pendidikan Formal |
0.236 |
1.39n | |
3 |
Jumlah Ternak Yang Di IB |
0.059 |
0.329tn | |
4 |
Pengalaman Kerja |
0.326 |
2.03n | |
Keterangan : | ||||
rs = |
Koefisien Korelasi |
tn |
= tidak nyata | |
n = |
nyata |
t tabel (0,5) d.b 31 = 0,682 |
Hubungan Pengetahuan dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil analisis data, variabel pengetahuan memiliki hubungan tidak nyata (P>0,5) dengan keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di kabupaten tabanan. Rincian data selengkapnya mengenai analisis data dengan menggunakan uji koefisien korelasi jenjang spearman dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Hubungan pengetahuan dengan keberhasilan inseminasi buatan
No |
Variabel |
Analisis Keberhasilan IB | |
rs |
t hitung | ||
1 |
Pengetahuan |
0.068 |
0.380tn |
Keterangan:
rs = Koefisien Korelasi t tabel (0,5) d.b 31 = 0,682
tn = tidak nyata
Hubungan Keterampilan dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil analisis data, variabel keterampilan memiliki hubungan tidak nyata (P>0,5) dengan keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di kabupaten tabanan. Rincian data selengkapnya mengenai analisis data dengan menggunakan uji koefisien korelasi jenjang spearman dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11.Hubungan Keterampilan Dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan
No |
Variabel |
Analisis Keberhasilan IB | |
rs |
t hitung | ||
1 |
Keterampilan |
0.079 |
0.0442 tn |
Keterangan :
rs = Koefisien Korelasi t tabel (0,5) d.b 31 = 0,682
tn = tidak nyata
Pembahasan
Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan Berdasarkan Service Per Conception
Service per conception adalah jumlah pelayanan inseminasi buatan dibagi jumlah sapi yang bunting, yang menunjukkan berapa kali inseminasi dilakukan sampai terjadi kebuntingan (Feradis, 2010). Dari hasil analisa yang didapatkan bahwa nilai service per conception (S/C) adalah 1.76. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat keberhasilan IB di Kabupaten Tabanan sudah baik, karena menurut Susilawati (2011) nilai S/C yang normal adalah 1,6-2,1. Nilai S/C menunjukkan tingkat kesuburan ternak. Semakin tinggi nilai S/C semakin rendah tingkat kesuburan ternak tersebut. Rendahnya nilai S/C memberikan dampak yang positif bagi inseminator dan peternak.
Pengetahuan Inseminator tentang Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh, rataan perolehan skor pengetahuan responden adalah 4,1 termasuk dalam kategori tinggi. Pengetahuan inseminator yang tinggi mengenai inseminasi buatan pada ternak sapi dikarenakan sebagian besar responden merupakan lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Alim et al., (2007) yang menyatakan bahwa pendidikan minimal SMA sebagai standar pendidikan inseminator karena lulusan SMA sudah dianggap mampu melakukan komunikasi dengan baik, mampu bekerjasama, kreatif dan mampu dalam penggunaan teknologi. Lebih lanjut Sarini et al., (2018) menyatakan bahwa inseminator yang pendidikan lebih rendah dari 12 tahun tentunya ada pertimbangan lain seperti pengalaman kerja dan umur.
Keterampilan Inseminator terhadap Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh rata-rata perolehan skor keterampilan responden adalah 4,5 termasuk dalam kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan inseminator yang ada di kabupaten Tabanan memiliki tingkat keterampilan yang sangat baik dalam melakukan inseminasi buatan pada ternak sapi, dikarenakan inseminator selalu melakukan sanitasi alat, melakukan penangan semen beku dan pencairan kembali dengan benar, mendeposisikan semen dengan tepat serta ketepatan waktu IB. hal ini sesuai dengan pendapat Herawati et al., (2012) yang menyatakan bahwa keahlian dan keterampilan inseminator dalam akurasi pengenalan birahi, sanitasi alat, penanganan dan pencairan kembali semen beku serta kemampuan melakukan inseminasi buatan akan menentukan keberhasilan.
Hubungan Karakteristik Inseminator dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Dari hasil penelitian ini, umur responden memiliki hubungan tidak nyata (P>0,5) dengan keberhasilan inseminasi buatan . Rataan umur responden adalah pada umur 51 tahun termasuk kategori usia produktif. Menurut Sari et al., (2009) menyatakan bahwa variabel umur berpengaruh negatif terhadap adopter cepat, hal ini menunjukkan orang yang muda umurnya lebih inovatif daripada mereka yang berumur lebih tua. Namun, umur responden yang produktif tidak memberikan pengaruh terhadap keberhasilan inseminasi buatan. Hal ini dikarenakan inseminator merupakan pekerjaan sampingan dari responden sehingga responden lebih produktif pada pekerjaan utamanya.
Pendidikan formal responden yang ada di Kabupaten tabanan memiliki hubungan yang nyata (P<0,5) dengan keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan sinkronnya hubungan antara pendidikan formal dengan keberhasilan. Pada umumnya tingkat pendidikan yang tinggi, produktivitasnya akan semakin tinggi karena rasional dalam berfikir di banding dengan tingkat pendidikan rendah, yang sulit mengadopsi inovasi-inovasi dan bimbang dalam mengambil keputusan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Simanjuntak dalam Setiawan (2017), yang mengemukakan bahwa pendidikan dengan produktivitas kerja dengan penghasilan tinggi, akan menyebabkan produktivitas kerja akan lebih baik dan penghasilan yang diperoleh juga.
Jumlah ternak yang diinseminasi oleh inseminator di Kabupaten Tabanan memperlihatkan hubungan yang tidak nyata (P>0,5) dengan keberhasilan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kurangnya partisipasi peternak dalam menginseminasi ternaknya dan kurangnya pengetahuan peternak dalam mendeteksi birahi ternaknya, seharusnya partisipasi peternak sangat berpengaruh terhadap keberhasilan IB, karena menurut Baba et al., (2011) menyatakan bahwa keikutsertaan peternak dalam program membuat mereka lebih sering berkomunikasi dengan penyuluh dan akan membuat hasil yang baik.
Secara umum, responden memiliki pengalaman kerja selama 16 tahun. Pengalaman menginseminasi ternak sapi di Kabupaten Tabanan memperlihatkan hubungan yang nyata (P<0,5) dengan keberhasilan. Artinya bahwa tingginya tingkat pengalaman kerja seseorang dalam menjalankan tugasnya akan menyebabkan tingginya pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan inseminasi buatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Labetubun et al., (2014) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik.
Hubungan Pengetahuan Inseminator dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil analisis data, variabel pengetahuan memiliki hubungan tidak nyata (P>0,5) terhadap keberhasilan inseminasi buatan dengan rataan perolehan skor pengetahuan adalah 4,16 termasuk kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukkann tingkat pengetahuann tidak memberikan pengaruh terhadap keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di Kabupaten Tabanan. Seharusnya pengetahuan berpengaruh pada tingkat keberhasilan, karena menurut Swastika et al., (2018) menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang suatu inovasi maka akan meningkatkan keberhasilan inovasi tersebut.
Hubungan Keterampilan Inseminator dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan
Berdasarkan hasil analisis data, variabel keterampilan memiliki hubungan tidak nyata (P>0,5) dengan keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di kabupaten tabanan. Artinya keterampilan tidak berpengaruh terhadap keberhasilan inseminasi buatan di Kabupaten Tabanan. Hasil dari penelitian ini, inseminator yang ada di Kabupaten Tabanan memiliki tingkat keterampilan yang sangat baik dalam melakukan inseminasi buatan pada ternak sapi, dikarenakan inseminator selalu melakukan sanitasi alat, melakukan penangan semen beku dan pencairan kembali dengan benar, mendeposisikan semen dengan tepat serta ketepatan waktu IB. hal ini sesuai dengan pendapat Herawati et al.,(2012) yang menyatakan bahwa keahlian dan keterampilan inseminator dalam akurasi pengenalan birahi, sanitasi alat, penanganan dan pencairan kembali semen beku serta kemampuan melakukan inseminasi buatan akan menentukan keberhasilan. Namun, hubungan keterampilan inseminator dengan keberhasilan tidak berpengaruh terhadap keberhasilan. Hal ini berbeda dengan pendapat Swastika et al.,(2018) yang menyatakan bahwa keterampilan berpengaruh nyata dengan keberhasilan, hali ini berarti semakin tinggi keterampilan seseorang maka akan semakin meningkatkan keberhasilan inseminasi buatan di Kabupaten Tabanan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat di simpulkan bahwa: 1) Inseminator rata-rata mengikuti pendidikan selama 12 tahun, saat ini berumur rata-rata 51 tahun dengan pengalaman kerja sebagai inseminator selama 16 tahun dengan kemampuan menginseminasi rata-rata 13 ekor perbulan; 2) pengetahuan inseminator tentang IB termasuk kategori tinggi dan keterampilan inseminator termasuk kategori sangat baik; 3) Keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di kabupaten Tabanan termasuk kategori baik, faktor-faktor karakteristik seperti pendidikan formal dan pengalaman kerja berhubungan positif nyata dengan keberhasilan IB, sedangkan umur, jumlah ternak yang diinseminasi perbulan, pengetahuan dan keterampilan berhubungan positif tidak nyata dengan keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi di Kabupaten Tabanan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir I
Nyoman Tirta Ariana, MS, pembimbing pertama (I) Dr. Ir. Ni Wayan Tatik Inggriati, MP, pembimbing kedua (II), Ir. Ni Putu Sarini, M.Sc,dan seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, S Dan Lilis Nurlina. 2007. Hubungan Antara Karakteristik Dengan Persepsi Peternak Sapi Potong Terhadap Inseminasi Buatan. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.7 (2): 165–169. Bandung.
Baba S, Isbandi, Mardikanto T, Waridin. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Peternak Sapi Perah Dalam Penyuluhan Di Kabupaten Enrekang. JITP. 1(3): 193-208.
Dajan, A. 2010, Pengantar Metode Statistik jilid II, cetakan kedelapan belas,. Pustaka LP3ES, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. 2016. Pedoman pelaksanaan Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Upsus SIWAB 2017). Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Alfabeta. Bandung.
Hadi, S. 1983. Statistik II. Ansi Offset. Yogyakarta.
Herawati, T. Anneke Anggraeni, Lisa Praharani, Dwi Utami Dan Argi Argiris. 2012. Peran Inseminator Dalam Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah. Informatika Pertanian. Vol. 21 No.2:81-88.
Labetubun, Jusak. Feronica Parera, dan Sherley Saiya. 2014. Evaluasi Pelaksanaan Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali Di Kabupaten Halmahera Utara. Agrinimal. Vol.4 No.1:22-27.
Pajar. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktifitas Karyawan Bagian Keperawatan Pada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.Universitas Muhammadiyah Surakarta, Semarang.
Sari, A.R,. T. Sakti, H. Dan Suci, P.S. 2009. Karakteristik Kategori Adopter Dalam Inovasi Feed Additive Herbal Untuk Ayam Pedaging. Bulletin Peternakan Vol, 33 (3) : 1962013. Yogyakarta.
Sarini, Ni Putu, Ni Nyoman Suryani, Dan Ni Putu Mariani. 2018. Tantangan Dan Strategi Pengembangan Inseminasi Buatan Dalam Percepatan Pencapaian UPSUS SIWAB Di Propinsi Bali. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Universitas Udayana, Denpasar.
Setiawan, H. 2017. Pengaruh Karakteristik Peternak Terhadap Motivasi Beternak Sapi Potong Di Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Siegel. 2011. Statistic Non Parametric Untuk Ilmu Social. Gramedia. Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 2006, Metode Penelitian Survei (Editor). LP3ES. Jakarta.
Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
Suharno. 2017. Upsus SIWAB jadi prioritas pembangunana peternakan 2017.
Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan 2017 [Internet]. [Diunduh 2017 Jul 28] Tersedia dari: http://wwwmajalahinfovet.com /2017/01/ upsus-siwabjadi-prioritas-pembangunan.html.
Sulaksono, A., Suharyati, S., Dan Santoso, E. P. 2010. Penampilan Reproduksi (Servise Per Conception, Lama Bunting Dan Selang Beranak) Kambing Boerawa Di Kecamatan Gedong Tataan Dan Kecamatan Gisting. JIPT. Vol, 1 No. 2. Lampung.
Susilawati, T. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Dengan Kualitas Dan Deposisi
Semen Yang Berbeda Pada Sapi Peranakan Ongole. J. Ternak Tropika. Vol. 12, No.2: 15-24.
Swastika, I G. L., N. W. T. Inggriati, Dan I G. S. Adi Putra. 2018. Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali Di Kabupaten Karangasem. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol, 21 (1).
Arianti, N., et al, Peternakan Tropika Vol. 8 No. 1 Th. 2020 : 1 - 15
Page 15
Discussion and feedback