e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: Nopember 1, 2019

Accepted Date: Nopember 3, 2019


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Wyn. Wirawan

Persentase dan Panjang Saluran Pencernaan Ayam Broiler yang Mendapat Ransum Mengandung Kulit Buah Naga Difermentasi

Manaek C. L., G. A. M. K Dewi, dan I. W. Wijana

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: Laudewijkcalvin@gmail.com Hp : +6282113089889

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum mengandung kulit buah naga difermentasi terhadap persentase dan panjang saluran pencernaan broiler. Dilaksanakan selama 5 minggu.Perlakuan diberikan sejak ayam berumur 1 minggu. Broiler yang digunakan adalah tipe MB 202, diproduksi oleh PT Japfa Comfeed Tbk sebanyak 90 ekor dengan bobot badan homogen. Menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam broiler umur 1 minggu. Perlakuan yang dicobakan pada penelitian ini adalah R0: ransum tanpa kulit buah naga difermentasi, R1 : ransum dengan kulit buah naga difermentasi sebanyak 5% dalam ransum, R2 : ransum dengan kulit buah naga difermentasi sebanyak 7% dalam ransum. Variabel yang diamati meliputi persentase gizzard, persentase proventrikulus,persentase dan panjang usus halus (duodenum, jejenum, ileum), persentase dan panjang sekum.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum mengandung kulit buah naga difermentasi pada level 7% berpengaruh terhadap panjang duodenum dan panjang ileum.Tetapi pada level 5% dan 7% tidak berpengaruh terhadap persentase gizzard, persentase proventrikulus, persentase duodenum, persentase jejenum, persentase ileum, persentase sekum, panjang jejenum, dan panjang sekum.Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada level 7% menghasilkan panjang duodenum dan panjang ileum lebih rendah dari kontrol (R0).

Kata kunci:Broiler, fermentasi, kulit buah naga

Percentage and Length of The Broiler Digestive Tract that Got Rations Contains Fermented Dragon Fruit Skin

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of ration containing fermented dragon fruit rind on the percentage and length of the digestive tract of broilers. Held for 5 weeks. The treatment is given since the chicken is 1 week old. The broiler used is type MB 202, produced by PT Japfa Comfeed


Tbk as many as 90 tails with a homogeneous body weight. Using a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications, each repetition consisted of 5 broiler chickens aged 1 week. The treatments that were tried in this study were R0: ration without fermented dragon fruit rind, R1: ration with dragon fruit rind fermented by 5% in ration, R2: ration with fermented dragon fruit rind as much as 7% in ration. The observed variables included gizzard percentage, proventriculus percentage, percentage and length of small intestine (duodenum, jejenum, ileum), percentage and length of cecum. The results showed that the provision of rations containing fermented dragon fruit peel at 7% level affected the length of the duodenum and the length of the ileum. But at the level of 5% -7% does not affect the percentage of gizzard, percentage of proventriculus, percentage of duodenum, percentage of jejenum, percentage of ileum, percentage of caecum, length of jejenum, and length of caecum. The conclusion of this study is the administration of fermented dragon skin peel at 7% level resulting in duodenal length and ileum length lower than control (R0).

Keywords: Broiler, fermentation, dragon fruit skin

PENDAHULUAN

Latar belakang

Broiler banyak diternakkan karena diminati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.Selain memiliki kualitas daging yang baik dan protein yang tinggi, harganya juga terjangkau.Akan tetapi tidak hanya dagingnya saja yang diminati, organ dan saluran pencernaannya juga banyak dijual dipasaran.Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan kualitas daging dan saluran pencernaan ayam broiler.Saluran pencernaan ayam broiler merupakan suatu organ vital yang berfungsi untuk menyerap nutrisi yang terkandung dalam pakan.Penyerapan nutrisi oleh usus dapat berlangsung secara optimal apabila usus dalam keadaan sehat.Kesehatan usus dipengaruhi oleh populasi mikroba yang hidup di dalamnya.Kecernaan broiler juga sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Perbaikan ransum dan suplementasi adalah salah satu cara ampuh dan banyak dilakukan oleh peneliti. Di dalam saluran pencernaan broiler terdapat mikroba yang bersifat pathogen dan yang bersifat menguntungkan. Gibson et al., (1986) menyatakan prebiotik merupakan substrat yang mampu merubah mikro ekologi usus, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat berkembang biak dengan baik. Prebiotik alami dapat diperoleh dari ekstrak tanaman, contohnya adalah kulit buah naga.Penyerapan nutrisi yang baik dari pakan akan membantu meningkatkan bobot hidup ayam (Purwanti, 2008; Murwani, 2010; dan Mario et al., 2013).

Kulit buah naga merupakan limbah pertanian yang belum banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia.Kulit buah naga merupakan salah satu contoh hasil dari limbah pertanian yang layak dicoba sebagai campuran ransum broiler karena memiliki berbagai kelebihan dan potensi.Menurut Waladi (2015) kulit buah naga memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat, lemak, protein, dan serat

pangan. Lalu Jamilah, dkk (2011) menyatakan bahwa kulit buah naga masih mengandung glukosa, maltosa, dan fruktosa. Menurut Citramukti (2008) kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) mengandung zat antosianin yang selain berperan sebagai antioksidan, juga dapat berperan sebagai colouring agent yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan skor kuning telur ayam kampung.Akan tetapi kulit buah naga memiliki kekurangan, yaitu serat kasar yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum akan mengganggu digestibilitas (kecernaan) pada ternak unggas. Untuk mengurangi kandungan kasar pada kulit buah naga dapat dilakukan fermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisae.

Selain untuk mengurangi kandungan serat kasar yang tinggi, fungsi fermentasi adalah membantu memproduksi mikroba yang bersifat menguntungkan dan membantu melancarkan kecernaan ayam broiler.Jika kulit buah naga tidak difermentasi, maka mengakibatkan usus sulit mencerna makanan. Menurut Noor dkk. (2016) kulit buah naga ditemukan positif mengandung senyawa alkaloid, steroid, saponin, tanin, dan vitamin C(3). Alkaloid adalah senyawa basa bernitrogen yang dihasilkan tumbuhan dan larut dalam air.Alkaloid berfungsi untuk memacu sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah, dan melawan infeksi mikroba.Steroid merupakan penyusun antosianin yang berfungsi sebagai zat warna alami.Sementara saponin merupakan jenis glikosida yang banyak ditemukan pada tumbuhan.Saponin berfungsi menstimulasi jaringan tertentu seperti epitel hidung, bronkus, dan ginjal.Fungsi alkaloid yang terkandung pada kulit buah naga disini adalah membantu melawan infeksi mikroba.Pencernaan yang bebas infeksi dapat membantu meningkatkan bobot potong.Pengaruh ransum terhadap saluran pencernaan ayam broiler dapat diukur dari bobot potong, bobot gizzard, bobot proventrikulus, bobot dan panjang duodenum, jejenum, ileum, dan sekum.

Astuti (2016) telah melakukan penelitian menggunakan tepung kulit buah naga terfermentasi Aspergillus niger pada ayam broiler dengan 4 perlakuan, yaitu tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi, 2% tepung kulit buah naga terfermentasi, 4% tepung kulit buah naga terfermentasi, dan 6% tepung kulit buah naga terfermentasi, tetapi hasil yang didapat tidak berbeda nyata terhadap performans ayam broiler umur 0-4 minggu.

Pada penelitian ini, media yang digunakan untuk memfermentasi kulit buah naga adalah Saccharomyces cerevisiae karena sebelumnya sudah ada penelitian yang menggunakan Aspergillus niger. Selain itu bahannya mudah didapat di pasaran, harganya murah, dan bakteri produk fermentasi yang dihasilkan juga cocok bagi pencernaan ayam broiler.

Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bobot dan panjang saluran pencernaan ayam broiler yang mendapat ransum mengandung kulit buah naga terfermentasi.

MATERI DAN METODE

Ayam broiler

Broiler yang digunakan untuk penelitian ini adalah ayam broiler tipe MB 202 yang diproduksi oleh PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. sebanyak 90 ekor dengan bobot badan homogen.

Kandang dan peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah “battery colony”. Bangunan kandang memiliki ukuran panjang 18 m, lebar 5 m, tinggi 4 m dengan atap terbuat dari asbes dan masing–masing petak kandang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang 65 cm, lebar 55 cm, tinggi 40 cm. Tempat air minum memiliki kapasitas 1 liter, dan tempat ransum berkapasitas 1 kg yang digantung dalam kandang. Penerangan kandang menggunakan lampu bohlam 60 watt dan juga berfungsi untuk menghangatkan ayam pada saat malam hari.

Peralatan yang digunakan berupa pisau, gunting, meteran, alat penggiling pakan, sarung tangan, kantong plastik tempat ransum penelitian, koran dan plastik sebagai alas penampungan kotoran, terpal, tempat minum, timbangan elektrik, berbagai wadah sampel, ember, kamera dokumentasi, dan alat tulis.

Pencegahan penyakit

Sistem biosecurity yang dilakukan pada awal penelitian dengan cara menyemprotkan desinfektan ke seluruh kandang yang digunakan. Penyemprotan desinfektan dilakukan 2 minggu sebelum ayam dimasukkan ke kandang.Ayam diberikan vitamin secara terjadwal.

Ransum penelitian

Ransum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ransum yang disusun berdasarkan rekomendasi Scott et al., (1982).Komposisi dan kandungan nutrisi ransum penelitian ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi ransum ayam broiler umur 1 – 5 minggu

Bahan Penyusun Ransum

Perlakuan1)

(%)

R0                     R1                   R2

Jagung

Tepung Ikan

Kacang Kedelai

Dedak Halus

Tepung Kulit Buah Naga

Minyak Bimoli

Premix

CaCO3

43,57                   41,39                 40,86

8                          8                        8

18,44                     18,49                  18,51

25                      21,93                 20,43

0                         5                      7

4,79                      5                      5

0,1                          0,1                       0,1

0,1                          0,1                       0,1

Total (%)

100                    100                  100

Keterangan :

1) R0 = ransum tanpa kulit buah naga difermentasi

R1 = ransum + kulit buah naga difermentasi sebanyak 5%

R2 = ransum + kulit buah naga difermentasi sebanyak 7%

Tabel 2 Kandungan nutrienbroiler umur 1-5 minggu

Kandungan Nutrien

Perlakuan 1)                Standar 2)

R0            R1             R2

Energi Termetabolis (Kkal/Kg) Protein Kasar (%)

Lemak Kasar (%)

Serat Kasar (%)

Kalsium/Ca (%)

Phosfor/P (%)

2900         2900          2900     2900

20            20           20       20

10,35            10,14         9,95      4-18

3,08             3,73           3,90      3-8

0,65             0,73           0,77      0,90

0,67             0,64           0,62      0,60

Keterangan:

1) R0 = Ransum tanpa tepung kulit buah naga.

R1 = Ransum + tepung kulit buah naga difermentasi sebanyak 5%

R2 = Ransum + tepung kulit buah naga difermentasi sebanyak 7%.

2) Sumber: Dewiet al., (2016)

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali.Penelitian berlangsung selama 5 minggu.

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam broiler umur 1 minggu. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah R0 : ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi, R1: ransum dengan kulit buah naga difermentasi 5%, R2: ransum dengan kulit buah naga difermentasi 7%.

Prosedur penelitian

Penempatan ayam broiler dilakukan secara acak. Didahului dengan penimbangan bobot awal ayam broiler dan pemasangan “leg band” secara individu keseluruhan, dan kemudian dicatat untuk dicari rata-rata bobot badannya lalu dilakukan pemilihan ayam (dengan catatan bobot badan dari ayam broiler homogen/koefisien variasi < 5%). Perlakuan ini menggunakan 3 perlakuan dan 6 ulangan, sehingga terdapat 18 unit kandang perlakuan.Setiap unit perlakuan diisi 5 ekor ayam lalu diberi kode kandang, sehingga ayam yang digunakan seluruhnya berjumlah 90 ekor.Penempatan ayam dilakukan dengan pengacakan, sehingga setiap unit penelitian tidak ada perbedaan yang nyata.

Proses pengolahan ransum kulit buah naga yang difermentasi

Proses penyusunan ransum dalam penelitan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap persiapan fermentasi hingga selesai, dan tahap pembuatan tepung kulit buah naga. Pertama- tama kulit buah naga segar dicacah kecil, kemudian diangin- anginkan sampai kadar airnya 60-70%, setelah itu difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae, lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik (3-5 hari) disimpan. Setelah itu dikeringkan, lalu digiling sampai halus menjadi tepung dan siap dicampurkan ke dalam ransum.

Pencampuran ransum

Pencampuran ransum dilakukan dengan bahan- bahan yang telah disiapkan sesuai Tabel 2.1. Bahan disusun dari jumlah yang paling banyak sampai jumlah yang paling sedikit diatas plastik terpal. Bahan pakan yang telah disusun dibagi empat, masing-masing bagian diaduk sampai homogen, bahan yang sedikit disiapkan dan ditaburkan pada keempat bagian dari campuran. Setelah itu campuran pakan digabung menyilang dan diaduk sampai homogen. Lalu ransum dibagi-bagi ke dalam wadah penyimpanan untuk diberikan kepada masing-masing perlakuan.

Pemberian ransum dan air minum

Ransum diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore.Pemberian dilakukan dengan menaruh ransum ke dalam tempat ransum yang sudah terpasang dan konsumsi ransum dihitung pada pagi

hari berikutnya.Air minum yang diberikan bersumber dari PDAM, tempat air minum terbuat dari plastik dengan kapasitas 1 liter yang berada di dalam masing – masing petak kandang.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah saluran pencernaan ayam broiler yang ditimbang dan diukur dengan pita ukur pada saat akhir penelitian.meliputi:

a.


b.


c.


d.


Bobotgizzard

Persentase Gizzard :—1----- XlOO %

Bobot potong

Bobotproventrikulus i nn∩∕

Persentase Proventrikulus :-----1------------XlO 0%

Bobot potong

BobotduodenumJejenumHeum „

Persentase Usus Halus : -------------—---------% 100%

Bobot potong

„        „ . Bobotsekum 1

PersentaseSekum : ----------X 100%

Bobot potong

  • e.    Panjang Usus Halus : diperoleh dengan cara mengukur per bagian usus halus (duodenum, jejenum, ileum) yang sudah dipisah dari organ pencernaan lain. Diukur menggunakan pita ukur (cm).

  • f.    Panjang Sekum : diperoleh dengan mengukur bagian sekum yang sudah dipisah dari usus halus. Diukur menggunakan pita ukur (cm).

Analisis data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam (Anova). Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993) menggunakan aplikasi SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian persentase dan panjang saluran pencernaan ayam broiler yang mendapat ransum mengandung kulit buah naga difermentasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persentase dan panjang saluran pencernaan ayam broiler umur 5 minggu

Variabel

Ro

Perlakuan1)

SEM 2)

R1

R2

Persentase Gizzard (%)

1,79a

1,77a

1,65a

0,04

Persentase Proventrikulus (%)

0,57a

0,58a

0,60a

0,23

Persentase Duodenum (%)

0,61a

0,54a

0,52a

0,04

Persentase Jejenum (%)

1,08a

0,96a

0,78a

0,10

Persentase Ileum (%)

1,26a

1,24a

1,16a

0,05

Persentase Sekum (%)

0,44a

0,40a

0,39a

0,02

Panjang Duodenum (cm)

25,17a

22,50a

18,83b

1,17

Panjang Jejenum (cm)

70,17a

68,17a

65,33a

2,1

Panjang Ileum (cm)

76,42a

72,08ab

69,83b

1,55

Panjang Sekum (cm)

30,17a

28,17a

26,17a

1,38

Keterangan :

1) R0 = Ransum tanpa kulit buah naga difermentasi

R1 = Ransum + kulit buah naga difermentasi sebanyak 5%

R2 = Ransum + kulit buah naga difermentasi sebanyak 7%

2) “Standard Error of The Treatment’s Means”.

3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05).

Rataan persentase gizzard pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 1,13% dan 8,48% lebih rendah dari R0 (kontrol) (Tabel 3). Rataan persentase gizzard pada perlakuan R2 sebesar 7,27% lebih rendah dari perlakuan R1. Tetapi secara statistik, ketiga perlakuan tersebut tidak signifikan (P>0,05). Persentase gizzard dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak.Akan tetapi, dalam penelitian ini ternak diberikan ransum dalam bentuk tepung, sehingga mudah dicerna oleh gizzard. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amrullah (2004) bahwa bobot empedal dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi oleh unggas, jika makanan yang biasanya dikonsumsi berupa biji-bijian atau dalam bentuk kasar, maka ukuran empedal juga jadi jauh lebih besar, lebih kuat, dan lebih tebal.

Hasil penelitian terhadap rataan persentase proventrikulus ayam broiler pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 1,72% dan 5% lebih tinggi dari R0 (kontrol) (Tabel 3). Pada perlakuan R2 sebesar 3,33% lebih tinggi dari R1. Secara statistik ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini dikarenakan pada proventrikulus hanya terjadi pencernaan secara enzimatis, yang diperankan oleh enzim pepsin dan asam klorida yang berguna untuk mencerna

protein (Nesheim et al., 1979).Sedangkan peranan kulit buah naga difermentasi sebagai campuran ransum disini adalah untuk membantu meningkatkan kecernaan dengan memproduksi mikroba non patogen, salah satunya adalah bakteri asam laktat. Fungsi bakteri tersebut adalah mengontrol pertumbuhan bakteri patogen. Sedangkan pada proventrikulus tidak terdapat mikroba patogen, yang ada hanya enzim pepsin dan asam klorida yang berperan untuk mencerna protein.Oleh sebab itu penambahan kulit buah naga difermentasi pada level 5% sampai 7% sebagai campuran ransum tidak berpengaruh nyata terhadap persentase proventrikulus.

Rataan persentase duodenum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 12,96% dan 17,3% lebih rendah dari R0 (kontrol) (Tabel 3). Pada perlakuan R2 sebesar 3,85% lebih rendah dari perlakuan R1. Tetapi secara statistik tiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga difermentasi sebagai campuran ransum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dibanding dengan kontrol. Hal tersebut dipengaruhi oleh fakor pakan dan nutrisi. Pakan yang mempengaruhi pertumbuhan usus halus adalah yang mengandung serat kasar, dimana serat kasar yang tinggi, akan menyebabkan pertumbuhan usus halus menjadi tidak stabil dan usus halus akan menjadi lebih tebal atau panjang sebab usus tidak mampu menyerap zat makanan dengan baik.. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hermana dan Aliyani (2003) bahwa pakan yang memiliki serat kasar tinggi menyebabkan protein sulit didegradasi, sehingga panjang usus halus akan lebih panjang dibandingkan dengan serat kasar rendah.

Retnoadiati (2001) juga berpendapat bahwa ransum yang memerlukan penyerapan secara intensif, maka usus akan memperluas permukaannya dengan cara mempertebal dinding usus atau memperpanjang usus, sehingga banyak nutrisi yang akan diserap usus. Dalam penelitian ini kandungan serat kasar pada tepung kulit buah naga difermentasi dalam ransum hampir sama dengan kontrol yaitu 3,73% (Dewi, 2016). Sedangkan ransum tanpa kulit buah naga difermentasi (kontrol) memiliki serat kasar 3,08% (Dewi, 2016). Dengan demikian pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada perlakuan R1 dan R2 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kontrol (R0).

Rataan persentase jejenum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 12,5% dan 38,46% lebih rendah dari R0 (kontrol) (Tabel 3). Pada perlakuan R2 sebesar 23,07% lebih rendah dari perlakuan R1. Tetapi secara statistik tiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada

level 5% dan 7% sebagai campuran ransum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dibanding dengan kontrol.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usus halus adalah makanan yang dikonsumsi oleh ternak, khususnya pakan yang mengandung serat kasar, dimana serat kasar yang tinggi akan menyebabkan pertumbuhan usus halus menjadi tidak stabil dan usus halus akan menjadi lebih tebal atau panjang sebab usus tidak mampu menyerap zat makanan dengan baik. Hal ini didukung oleh pernyataan Hermana dan Aliyani (2003) bahwa pakan yang memiliki serat kasar tinggi menyebabkan protein sulit didegradasi, sehingga panjang usus halus akan lebih panjang dibandingkan dengan serat kasar rendah.

Rataan persentase ileum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 1,61% dan 8,62% lebih rendah dari R0 (kontrol) (Tabel 3). Pada perlakuan R2 sebesar 6,9% lebih rendah dari perlakuan R1. Tetapi secara statistik tiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada level 5% dan 7% sebagai campuran ransum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dibanding dengan kontrol. Hal tersebut dipengaruhi oleh fakor pakan dan nutrisi. Pakan yang mempengaruhi pertumbuhan usus halus adalah yang mengandung serat kasar, dimana serat kasar yang tinggi, akan menyebabkan pertumbuhan usus halus menjadi tidak stabil dan usus halus akan menjadi lebih tebal atau panjang sebab usus tidak mampu menyerap zat makanan dengan baik. Hal ini didukung oleh pernyataan Hermana dan Aliyani (2003) bahwa pakan yang memiliki serat kasar tinggi menyebabkan protein sulit didegradasi, sehingga panjang usus halus akan lebih panjang dibandingkan dengan serat kasar rendah. Retnoadiati (2001) juga berpendapat bahwa ransum yang memerlukan penyerapan secara intensif, maka usus akan memperluas permukaannya dengan cara mempertebal dinding usus atau memperpanjang usus, sehingga banyak nutrisi yang akan diserap usus. Dalam penelitian ini kandungan serat kasar pada tepung kulit buah naga difermentasi dalam ransum hampir menyamai kontrol yaitu 3,73% (Dewi, 2016). Sedangkan ransum tanpa kulit buah naga difermentasi (kontrol) memiliki serat kasar 3,08% (Dewi, 2016). Dengan demikian pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada level 5% dan 7% sebagai campuran ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase ileum.

Rataan persentase sekum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 10% dan 12,82% lebih rendah dari R0 (kontrol) (Tabel 3). Sedangkan pada perlakuan R2 menunjukkan

hasil 2,56% lebih rendah dari perlakuan R1. Tetapi secara statistik tiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase sekum karena kandungan nutrisi pakan yang telah berkurang akibat penyerapan pada usus halus.Hal ini sesuai dengan pendapat Mitchell dan Lemme (2008) bahwa dalam usus halus terjadi penyerapan asam amino dan glukosa.Berdasarkan anatomi saluran pencernaan ayam, dimungkinkan kandungan karbohidrat dan protein digesta pada sekum telah berkurang.Kandungan nutrisi digesta yang telah berkurang pada sekum mempengaruhi pertumbuhan BAL (Bakteri Asam Laktat).Bakteri asam laktat memerlukan karbohidrat (sumber energi dan bahan pembentuk asam laktat) dan protein (penyusun bagian sel) untuk tumbuh (Azizah et al., 2012).Sedangkan sebagian besar nutrisi sudah diserap di usus halus, sehingga BAL tidak dapat tumbuh di sekum. Oleh sebab itu pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada level 5% dan 7% sebagai campuran ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase sekum.

Rataan panjang duodenum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 11,86% dan 33,67% lebih rendah dari perlakuan R0 (kontrol) (Tabel 3). Pada perlakuan R2 memiliki selisih 19,5% lebih rendah dari perlakuan R1. Perlakuan R0 dan R1 menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Sedangkan pada perlakuan R0 dan R2 menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga difermentasi sebagai campuran ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kontrol. Hal itu terjadi karena pakan yang dikonsumsi oleh ternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usus halus, khususnya pakan yang mengandung serat kasar, dimana serat kasar yang tinggi akan menyebabkan usus halus menjadi tidak stabil dan usus halus akan menjadi lebih tebal atau panjang, sehingga usus tidak mampu menyerap zat makanan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hermana dan Aliyani (2003) bahwa pakan yang memiliki serat kasar tinggi menyebabkan protein sulit didegradasi, sehingga panjang usus halus akan lebih panjang dibandingkan dengan serat kasar rendah. Dalam penelitian ini kandungan serat kasar pada tepung kulit buah naga difermentasi dalam ransum hampir menyamai kontrol yaitu 3,73% (Dewi, 2016). Sedangkan ransum tanpa kulit buah naga difermentasi (kontrol) memiliki serat kasar 3,08% (Dewi, 2016). Dengan demikian pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada level 5% sampai 7% sebagai campuran ransum mampu mengimbangi kontrol,

bahkan rataan panjang duodenum pada perlakuan R1 dan R2 lebih rendah dari perlakuan R0 (kontrol).

Rataan panjang jejenum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 2,93% dan 7,41% lebih rendah dari perlakuan R0 (kontrol) (Tabel 3). Pada perlakuan R2 memiliki selisih 4,35% lebih rendah dari perlakuan R1. Secara statistik keseluruhan menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga difermentasi sebagai campuran ransum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dibanding dengan kontrol. Hal itu terjadi karena pakan yang dikonsumsi oleh ternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usus halus, khususnya pakan yang mengandung serat kasar, dimana serat kasar yang tinggi akan menyebabkan usus halus menjadi tidak stabil dan usus halus akan menjadi lebih tebal atau panjang, sehingga usus tidak mampu menyerap zat makanan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hermana dan Aliyani (2003) bahwa pakan yang memiliki serat kasar tinggi menyebabkan protein sulit didegradasi, sehingga panjang usus halus akan lebih panjang dibandingkan dengan serat kasar rendah.

Rataan panjang ileum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 6,02% dan 9,43% lebih rendah dari perlakuan R0 (kontrol) (Tabel 3). Pada perlakuan R2 memiliki selisih 3,22% lebih rendah dari perlakuan R1. Perlakuan R0 dan R2 menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Sedangkan pada perlakuan R0 dan R1, R1 dan R2 menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga difermentasi sebagai campuran ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kontrol. Hal itu terjadi karena pakan yang dikonsumsi oleh ternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usus halus, khususnya pakan yang mengandung serat kasar, dimana serat kasar yang tinggi akan menyebabkan usus halus menjadi tidak stabil dan usus halus akan menjadi lebih tebal atau panjang, sehingga usus tidak mampu menyerap zat makanan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hermana dan Aliyani (2003) bahwa pakan yang memiliki serat kasar tinggi menyebabkan protein sulit didegradasi, sehingga panjang usus halus akan lebih panjang dibandingkan dengan serat kasar rendah. Dalam penelitian ini kandungan serat kasar pada tepung kulit buah naga difermentasi dalam ransum hampir menyamai kontrol yaitu 3,73% (Dewi, 2016). Sedangkan ransum tanpa kulit buah naga difermentasi (kontrol) memiliki serat kasar 3,08% (Dewi, 2016). Dengan demikian pemberian tepung kulit buah naga

difermentasi pada level 5% sampai 7% sebagai campuran ransum mampu mengimbangi kontrol, bahkan rataan panjang duodenum pada perlakuan R1 dan R2 lebih rendah dari perlakuan R0 (kontrol).

Rataan panjang sekum pada perlakuan R1 dan R2 memiliki selisih sebesar 7,1% dan 15,28% lebih rendah dari R0 (kontrol) (Tabel 3). Sedangkan pada perlakuan R2 memiliki selisih sebesar 7,645 lebih rendah dari perlakuan R1. Secara statistik tiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase sekum karena kandungan nutrisi pakan yang telah berkurang akibat penyerapan pada usus halus. Hal ini sesuai dengan pendapat Mitchell dan Lemme (2008) bahwa dalam usus halus terjadi penyerapan asam amino dan glukosa. Berdasarkan anatomi saluran pencernaan ayam, dimungkinkan kandungan karbohidrat dan protein digesta pada sekum telah berkurang. Kandungan nutrisi digesta yang telah berkurang pada sekum mempengaruhi pertumbuhan BAL (Bakteri Asam Laktat). Bakteri asam laktat memerlukan karbohidrat (sumber energi dan bahan pembentuk asam laktat) dan protein (penyusun bagian sel) untuk tumbuh (Azizah et al., 2012). Sedangkan sebagian besar nutrisi sudah diserap di usus halus, sehingga BAL tidak dapat tumbuh di sekum. Oleh sebab itu pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada level 5% dan 7% sebagai campuran ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap panjang sekum.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum mengandung kulit buah naga difermentasi pada level 7% berpengaruh terhadap panjang duodenum dan panjang ileum.Tetapi pada level 5% dan 7% tidak berpengaruh terhadap persentase gizzard, persentase proventrikulus, persentase duodenum, persentase jejenum, persentase ileum, persentase sekum, panjang jejenum, dan panjang sekum.Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian tepung kulit buah naga difermentasi pada level 7% menghasilkan panjang duodenum dan panjang ileum lebih rendah dari kontrol (R0).kontrol.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Nyoman Tirta Ariana, MS., Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler.Edisi ke-2. Satu Gunung Budi, Bogor.

Astuti, I. 2016. Performans Ayam Broiler yang Diberi Ransum dan Difermentasi Tepung Kulit Buah Naga dan Difermentasi Aspergillus niger. Thesis. Program Studi Megister Ilmu Peternakan Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Azizah, N., Al-Baarri, A.N., dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol, pH, dan produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari whey dengan substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.

Dewi, G.A.M. Kristina, I.M. Nuriyasa dan I.W. Wijana. 2016. Kajian Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus sp.) untuk Sumber Nutrisi dan Antioksidan dalam Optimalisasi Peternakan Unggas Rakyat di Bali.Laporan LPPM Grup Riset Universitas Udayana.Denpasar.

Gibson, S. W., B. O. Hughes, S. Harvey and P. dun. 1986. Plasma concentration of corticosterone and thyroid hormones in laying fowls from different housing systems. British Poultry Science.

Hermana S.W. dan A. Aliyani.2003. Persentase Bobot Karkas dan Organ dalam Ayam Broiler yang diberi Tepung Daun Talas (Colocasia esculenta) dalam Ransum. Media Peternakan

Jamilah, B., et al. 2011. Physico-chemical Characteristics of Red Pitaya (Hylocereus polyrhizus) Peel. International Food Research Journal.

Mario, W. L. M. S., E. Widodo dan O. Sjofjan. 2013. Pengaruh Penambahan Kombinasi Tepung Jahe Merah, Kunyit, dan Meniran Dalam Pakan Terhadap Kecernaan Zat Makanan dan Energi Metabolis Ayam Pedaging.

Mitchell, M.A. dan Lemme, A. 2008. Examination of the composition of the luminal fluid in the small intestine of broilers and absorption of amino acids under various ambient temperatures measured in vivo. International Journal of Poulrty Science.

Murwani, R. 2010. Broiler Modern. Cetakan Pertama. Widya Karya. Semarang.

Nesheim, M. C., R. E. Austic and L. E. Card. 1979.Poultry Production 12th ed. Lea Febiger, Philadelphia.

Noor, E. Yufita, dan Zulfania. 2016. Identifikasi Kandungan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Fitokimia. Journal of Aceh Physics Society (JAcPS), Vol.5,

Purwanti, 2008.Kandungan dan Khasiat Kacang Hijau.UGM-Press.Yogyakarta.

Purwati, E dan S. Syukur.2006. Peranan Pangan Probiotik untuk Mikroba Patogen dan Kesehatan.Dharma Wanita Persatuan Provinsi Sumatera Utara.

Retnoadiati N. 2001. Persentase Bobot Karkas, Organ Dalam, dan Lemak Abdominal Ayam Broiler yang diberi Ransum Berbahan Baku Tepung Kadal  (Mabouya

multifaciatakuhl).Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Manaek, C. L.. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 3 Th. 2019: 1231 – 1245

Page 1245