Effect of Mung Bean Peel on the Internal Organ of Male Bali Ducks
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: Octoer 31, 2019
Accepted Date: Nopember 3, 2019
Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Wyn. Wirawan
Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Kecambah Kacang Hijau terhadap Organ Dalam Itik Bali Jantan
Nainggolan. J. R., N W Siti, dan A A. P.P Wibawa
P S Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar, Bali. Email: jusupnainggolan@gmail.com Hp. 085333884017
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit kecambah kacang hijau dalam ransum terhadap organ dalam itik bali jantan umur 8 minggu telah dilaksanakan di Farm Sesetan Jalan Raya Sesetan, Denpasar, Bali. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan, yaitu: P0 (Ransum komersial tanpa tepung kulit kecambah kacang hijau), P1 (Ransum komersial mengandung 6% tepung kulit kecambah kacang hijau), dan P2 (Ransum komersial mengandung 12% tepung kulit kecambah kacang hijau). Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan setiap ulangan menggunakan 3 ekor itik bali jantan umur 3 hari dengan berat rata-rata 42,9 ±1,98 g. Variabel yang diamati adalah berat dan presentase jantung, hati, proventrikulus, ventrikulus, dan empedu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit kecambah kacang hijau sebanyak 6% dan 12% berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap semua berat dan persentase organ dalam. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit kecambah kacang hijau sampai level 12% tidak berpengaruh terhadap berat dan presentase organ dalam (jantung, hati, proventrikulus, ventrikulus, dan empedu) itik bali jantan umur 8 minggu.
Kata kunci: organ dalam, itik Bali jantan, tepung kulit kecambah kacang hijau.
Effect of Mung Bean Peel on the Internal Organ of Male Bali Ducks
ABSTRACT
Research aimed to determine the effect of using peel mung bean in the diet on the internal organ in male bali duck aged 8 weeks. The design used was completely randomized design (CRD), which consists of three treatments, namely: P0 (ration commercially without mung bean peel), P1 (rations containing 6% of mung bean peel), and P2 (rations containing 12% mung bean peel). Each treatment consisted of 5 replications and each replication using 3 male bali ducks aged 3 days with an average weight 42.9 ± 1.98 g. The variables measured are weight and percentage of the heart, liver, proventriculus, ventriculus, and bile. The results showed that ration containing 6 % and 12 % mung bean peel had no significant effect (P> 0.05) on all

weights and percentages organs. Based on the results of this study it can be concluded that bali duck given of mung bean peel at a level of up to 12% did not affect on weight and percentage of internal organs (heart, liver, proventriculus, ventricles, and bile) bali duck male aged 8 weeks.
Keywords: internal organ, male bali ducks, green bean sprout peels flour
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu ternak unggas yang perlu dikembangkan selain ayam adalah itik bali, karena itik bali (Anas sp.) merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang harus dijaga kelestariannya dan mempunyai daya tahan hidup yang tinggi sehingga dapat menyediakan protein yang berkualitas. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2018) bahwa, populasi itik di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Populasi itik pada tahun 2017 tercatat 49.055.523 ekor dan tahun 2018 meningkat menjadi 51.239.185 ekor. Populasi itik di Bali tahun 2018 tercatat 845.509 ekor. Produksi daging itik di Bali tahun 2017 tercatat 372 ton, sedangkan tahun 2018 mengalami peningkatan yaitu 383 ton.
Itik bali yang biasanya dimanfaatkan sebagai pedaging adalah yang jantan atau betina afkir. Menurut Kuspartoyo (1990) itik jantan dapat menghasilkan daging yang lebih banyak dibandingkan dengan itik betina afkir. Selain itu kelebihan yang dimiliki itik jantan adalah harga bibitnya lebih murah, pertumbuhan dan peningkatan bobot badannya lebih cepat. Laju pertumbuhan itik yang optimal terjadi pada umur 6-8 minggu dan umumnya itik jantan sudah siap dipanen pada umur 8 minggu. Pada saat ini, pemeliharaan itik sudah mengarah ke pemeliharaan secara intensif. Dengan sistem pemeliharaan seperti ini, kendala utama yang dihadapi adalah tingginya biaya ransum. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dicari bahan pakan alternatif yang lebih murah, memiliki kandungan nutrisi yang baik, terjamin ketersediaanya dan tidak bersaing dengan manusia seperti kulit kecambah kacang hijau (Rasyaf, 2000). Kecambah kacang hijau merupakan tanaman pendek bercabang tegak yang tingginya mencapai 30 cm. Bunganya berbentuk kupu-kupu dan berwarna kuning kehijauan atau kuning pucat, dari bunga itulah terbentuk polongan yang berisi 10 - 15 biji kacang hijau. Kulitnya hijau berbiji putih sering dibuat kecambah atau tauge. Kulit kecambah kacang hijau adalah limbah dari pembuatan kecambah atau tauge, yang ketersediaannya cukup banyak. Setiap 1 kg kacang hijau dapat menghasilkan ± 5 kg tauge, sehingga didapatkan kulit kecambah sekitar 10%. Semakin banyak pembuatan tauge maka semakin banyak limbah yang dihasilkan yaitu kulit kecambah
kacang hijau (Surya, 2010). Hasil analisis laboratorium makanan ternak UNS kulit kecambah kacang hijau mengandung (ME) energi metabolis 2841,67 (kkal/kg), protein kasar 13,56 %, serat kasar 33,07 %, dan lemak kasar 0,22%, sehingga kulit kecambah ini potensial untuk
dimanfaatkan. Aprilianti et al. (2017) penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau dalam ransum sampai taraf 15% belum meningkatkan kecernaan protein kasar, kecernaan serat kasar dan pertambahan bobot badan pada itik magelang jantan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung kulit kecambang kacang hijau pada ransum terhadap organ dalam itik bali jantan umur 0-8 minggu.
Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kulit kecambah kacang hijau pada ransum terhadap berat organ dalam itik bali jantan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit kecambah kacang hijau dalam ransum terhadap berat organ dalam itik bali jantan.
MATERI DAN METODE
Itik
Ternak itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali jantan umur 3 hari sebanyak 45 ekor dengan bobot badan 42,9 g ± 1,98 g. Itik tersebut diperoleh dari peternakan itik UD. Erna, Kediri, Tabanan.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem “Battery Colony” sebanyak 15 unit, yang terbuat dari kayu, bambu dan kawat jaring. Setiap unit kandang mempunyai ukuran panjang x lebar x tinggi, yaitu 80 cm x 65 cm x 50 cm, dengan tinggi kolong dari lantai adalah 57 cm. Kandang diletakan pada bangunan berukuran 9,70 m x 8,85 m yang mengunakan atap dari genteng dan lantai dari beton. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari paralon yang dibelah menjadi 2 bagian dan tempat minum terbuat dari botol bekas air mineral 1500 ml. Di bawah kandang diletakkan lembaran seng kemudian diberi serbuk gergaji kayu dan abu dapur agar feses yang basah dapat diserap dengan baik. Untuk mengurangi bau dari feses, kandang dibersihkan setiap 3 hari sekali.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari beberapa bahan yaitu pakan komersial 511B dan tepung kulit kecambah kacang hijau. Air minum yang digunakan adalah air
yang berasal dari air sumur bor. Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan nutrien dalam ransum terdapat pada Tabel.2.
Tabel.1 Komposisi bahan penyusun ransum penelitian
Bahan (%) |
Perlakuan P0 P1 P2 |
CP 511 B Tepung kulit kacang hijau Total |
100 94 88 0 6 12 100 100 100 |
Keterangan :
P0 : Ransum komersial tanpa tepung kulit kecambah kacang hijau
P1 : Ransum mengandung 6% tepung kulit kecambah kacang hijau
P2 : Ransum mengandung 12% tepung kulit kecambah kacang hijau
Tabel 2. Kandungan nutrien dalam ransum
Nutrien |
Perlakuan 1) P0 P1 P2 Standar2) |
Metabolis energy (Kkal/kg) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Kalisum (Ca) (%) Fospor (P) (%) |
3000 2990,50 2981 Min 2700 23 22,43 21,86 Min 18 5 4,71 4,42 7 5 6,68 8,36 7 0,9 0,84 0,79 0,9 - 1,2 0,6 0,56 0,52 0,6 - 1,0 |
Keterangan:
1) P0 : Ransum komersial tanpa tepung kulit kecambah kacang hijau P1 : Ransum mengandung 6% tepung kulit kecambah kacang hijau P2 : Ransum mengandung 12% tepung kulit kecambah kacang hijau
2) Standar : SNI (2008).
Tepung kulit kecambah kacang hijau
Kulit kecambah kacang hijau yang digunakan pada penelitian ini merupakan limbah kecambah yang diperoleh dari pedagang kecambah kacang hijau yang ada di kota Denpasar. Kulit kecambah kacang hijau yang sudah terkumpul dikeringkan selama 1 hari, setelah itu dihaluskan hingga berbentuk tepung, agar dapat homogen dengan ransum komersial CP 511 B. Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain; 1) timbangan elektrik 5 kg dengan kepekaan 1g digunakan untuk menimbang berat itik, bahan-bahan penyusun ransum, saat pemotongan karkas, dan bagian selain karkas; 2) baskom dengan ukuran sedang untuk mencampur ransum; 3) kantong plastik untuk tempat perlakuan ransum; 4) lembaran plastik dan nampan diletakan di bawah tempat makan dan minum untuk menampung pakan dan air yang
jatuh, 5) alat tulis untuk mencatat setiap kegiatan yang dilaksanakan dari awal sampai akhir penelitian.
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang Farm Sesetan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana yang berlokasi di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa, Denpasar, Bali, selama 8 minggu, mulai dari tanggal 16 Februari sampai 16 April 2019.
Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas tiga perlakuan yaitu; P0 (Pemberian ransum komersial tanpa tepung kulit kecambah kacang hijau), P1 (Ransum mengandung 6% tepung kulit kecambah kacang hijau), P2 (Ransum mengandung 12% tepung kulit kecambah kacang hijau. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap ulangan berisi 3 ekor itik bali jantan umur 3 hari, sehingga total itik yang digunakan adalah 3 x 5 x 3 = 45 ekor.
Pengacakan itik
Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan itik yang homogen, maka semua itik sebanyak 65 ekor, ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata (X) dan standar deviasinya. Itik yang digunakan adalah yang memiliki kisaran bobot badan rata- rata ± standar deviasinya (42,90 g ± 1,98 g) sebanyak 45 ekor. Itik tersebut kemudian dimasukan ke dalam 15 unit kandang secara acak dan masing-masing unit diisi 3 ekor.
Pembuatan tepung kulit kecambah kacang hijau
Kulit kecambah kacang hijau dijemur dibawah sinar matahari selama 1 hari dan setelah kering diayak untuk memisahkan kulit kacang hijau dengan sisa kecambah yang masih tercampur, selanjutnya digiling sampai halus dan disimpan di dalam ember tertutup.
Pencampuran ransum
Sebelum mencampur ransum terlebih dahulu mempersiapkan alat-alat seperti timbangan, wadah plastik dan baskom yang sudah diberi label perlakuan. Pencampuran ransum dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan dimulai dari bahan-bahan yang jumlahnya paling banyak, dilanjutkan dengan penimbangan bahan yang jumlahnya lebih sedikit. Bahan ransum yang sudah ditimbang diratakan di atas lembaran plastik, kemudian dibagi menjadi empat bagian, masing-masing bagian diaduk sampai rata, kemudian dicampur secara silang. Selanjutnya, campuran tersebut dijadikan satu dan diaduk sampai
homogen. Ransum yang telah diaduk dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi kode sesuai perlakuan.
Pemberian ransum dan air minum
Ransum dan air minum diberikan ad libitum (tersedia setiap saat). Penambahan ransum dan air minum diberikan sesuai kebutuhan. Tempat pakan diisi ransum 3/4 bagian untuk menghindari ransum tercecer pada saat itik makan.
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada saat itik berumur 8 minggu, untuk mendapatkan sampel yang homogen, semua itik ditimbang, kemudian dicari berat rata- ratanya. Itik yang digunakan sebagai sampel adalah yang memiliki berat badan mendekati rata-rata dan diambil 1 ekor/unit kandang. Jadi, jumlah itik yang dipotong untuk diuji sesuai variabel sebanyak 15 ekor. Prosedur pemotongan
Sebelum melakukan penyembelihan/pemotongan, itik terlebih dahulu dipuasakan 12 jam, tetapi air minum tetap diberikan, kemudian ditimbang bobot badannya. Pemotongan ternak itik dilakukan dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak antara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama USDA (United State Depart of Agriculture 1977).
Setelah itik dipastikan mati, selanjutnya dilakukan pencabutan bulu dengan cara mencelupkan itik yang sudah mati ke dalam air panas dengan suhu ± 65oC-75oC, selama ±1 menit untuk mempermudah proses pencambutan bulu. Setelah itik bersih, itik ditimbang tanpa bulu dan darah. Setelah itu dilanjutkan dengan pemisahan karkas, bersamaan dengan pemotongan atau pemisahan karkas maka organ dalamnya pun diambil atau dicabut secara perlahan, diawali dengan pengambilan proventrikulus, hati, ampela, kantung empedu beserta ususnya.
Variabel yang diamati
Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 λ — bβrat jantung 1 o/
-
1) %
berat potong
-
2) Persentase hati = -be' °‘ ha^ X 100% 7 berat potong
-
3) Persentase proventrikulus = ^-^-^-^-^-^^ x 100% 7 JiavrrP πλ^λhλ
berat potong
berat Ventrikulus
-
4) Persentase Ventrikulus =------------- X 100%
berat potong
7 har∙rrP nΛPΛn
-
5)
Persentase empedu =---------- X IOO% berat potong
-
6) Berat jantung diperoleh dengan menimbang organ jantung
-
7) Berat hati diperoleh dengan menimbang organ hati
-
8) Berat proventrikulus dengan menimbang organ proventrikulus
-
9) Berat ventrikulus dengan menimbang organ ventrikulus
-
10) Berat empedu diperoleh dengan menimbang organ empedu
Analisis statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberian tepung kulit kecambah kacang hijau pada level 6% dan 12% tidak nyata (P>0,05) menurunkan persentase organ dalam bagian jantung, hasil yang didapat pada perlakuan P0 adalah 0,81% sedangkan pada P1 dan P2 nilainya menurun tidak nyata (P>0,05) 15,80% dan 13,58% dibanding P0. Hal ini terlihat persentase jantung masih dalam kisaran wajar dan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa persentase berat jantung unggas berkisar antara 0,5 – 1,42% dari bobot hidup (Nickle, 1990; Aqsa et al., 2016). Dimana jantung pada unggas berfungsi untuk mendistribusikan darah ke dalam paru-paru untuk menggantikan oksigen dan karbondioksida dalam menyokong proses metabolisme tubuh.
Persentase organ dalam bagian hati pada perlakuan P1 (pemberian 6% tepung kulit kecambah kacang hijau) dan P2 (pemberian 12 % tepung kulit kecambah kacang hijau) memiliki nilai 4,26% dan 6,92% lebih rendah dari pada dari perlakuan P0 (ransum komersial tanpa tepung kulit kecambah kacang hijau) yang memiliki nilai 1,88% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan kemungkinan kecambah kacang hijau tidak mengandung racun atau zat anti nutrisi sehingga persentase hati telah bersatu dengan kontrolnya. Menurut Ressang, (1984); Aqsa et al., (2016) hati berperan dalam metabolisme lemak, protein, karbohidrat, zat besi, detoksifikasi racun yang masuk ke dalam tubuh itik, pembentukan sel darah merah, metabolisme dan penyimpanan vitamin. Di samping itu Bobot hati unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran tubuh, spesies dan jenis kelamin. Selain itu, bobot hati juga dipengaruhi oleh bakteri patogen yang biasanya mengakibatkan
pembengkakan hati (Sturkie, 1976; Simamora, 2011).
Persentase organ dalam bagian proventrikulus pada perlakuan P1 (pemberian 6% tepung kulit kecambah kacang hijau) dan P2 (pemberian 12% tepung kulit kecambah kacang hijau) nilainya lebih rendah 9,09% dan 7,51% dari pada perlakuan (kontrol) P0 namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan kandungan serat kasar pada pelakuan P1 dan P2 (Tabel 3.2) masih dalam kisaran standar yang dianjurkan pada ketiga perlakuan, sehingga kerja organ proventrikulus menjadi optimal. Peneliti lain melaporkan rataan persentase bobot proventrikulus sebesar 0,39% (Awad et al., 2009), 0,45% (Djunaidi et al., 2009) dan 0,45%-0,56% (Elfiandra, 2007) dari bobot potong.
Tabel 3. Pengaruh penggunaan tepung kulit kecambah kacang hijau terhadap organ
dalam itik bali jantan umur 8 minggu.
Perlakuan1)
Variabel yang diamati |
P0 |
P1 |
P2 |
SEM2) |
Persentase jantung (%) |
0,81a |
0,68a |
0,70a |
0,04 |
Persentase hati (%) |
1,88a |
1,80a |
1,75a |
0,06 |
Persentase proventrikulus (%) |
0,51a |
0,46a |
0,47a |
0,04 |
Persentase ventrikulus (%) |
3,23a |
3,99a |
3,62a |
0,23 |
Persentase empedu (%) |
0,15a |
0,10a |
0,18a |
0,01 |
Berat potong (gr)4) |
1436,2a3 |
1436a |
1407,8a |
14,03 |
Berat jantung (g) |
11,64a |
9,80a |
9,80a3) |
0,64 |
Berat hati (g) |
27a |
25,80a |
24,60a |
1,03 |
Berat proventrikulus(g) |
7,26a |
6,60a |
6,60a |
0,68 |
Berat ventrikulus(g) |
46,40a |
57,40a |
51a |
3,70 |
Berat empedu(g) |
2,19a |
1,49a |
2,54a |
0,37 |
Keterangan
1) P0 : Ransum komersial tanpa tepung kulit kecambah kacang hijau P1 :
Ransum mengandung 6% tepung kulit kecambah kacang hijau P2 :
Ransum mengandung 12% tepung kulit kecambah kacang hijau
2) SEM “Standar error of the treatment means”
3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
4) Sumber : Pradana unpublish
Persentase organ dalam bagian ventrikulus pada perlakuan P1 dan P2 memiliki nilai masing-masing 23,67% dan 12,02% lebih tinggi dari pada perlakuan P0 (kontrol) yang memiliki nilai 3,23% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini karena kandungan serat kasar masih dalam kisaran standar dan ventrikulus berfungsi menghancurkan pakan yang masuk. Ventrikulus memiliki otot yang kuat dan permukaan yang tebal, berfungsi sebagai pemecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Ukuran ventrikulus dipengaruhi oleh aktivitasnya. Besar kecilnya ventrikulus dipengaruhi oleh aktivitasnya, apabila itik dibiasakan diberi pakan yang sudah digiling maka ventrikulus akan mengecil (Akoso, 1993).
Persentase organ dalam bagian empedu itik bali jantan yang diberi tepung kulit kecambah kacang hijau pada perlakuan P1 nilainya lebih rendah 33,33% dibandingkan dengan perlakuan P0, sedangkan P2 nilainya lebih besar 20% dari pada perlakuan P0 (kontrol) yang memiliki nilai 0,15% namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Empedu merupakan organ pencernaan tambahan yang volume atau beratnya dipengaruhi oleh status nutrisi unggas, tipe pakan yang dikonsumsi, alian darah dan sirkulasi empedu enterohepatic (Suprijatna et al., 2005). Menurut Pilliang dan Djojosoebagio (2002) komposisi cairan empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak dan garam organik. Empedu memiliki fungsi dalam proses penyerapan lemak pakan dan ekskresi limbah produk, seperti kolesterol dan hasil sampingan degradasi hemoglobin (Suprijatna et al., 2005). Menurut Amrullah (2004) fungsi utama empedu adalah menetralkan kondisi asam dari saluran usus dan mengawali pencernaan lemak dengan membentuk emulsi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit kecambah kacang hijau sampai 12% tidak mempunyai pengaruh terhadap organ dalam bagian jantung, hati, proventrikulus, ventrikulus dan empedu pada itik bali jantan umur 8 minggu.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS dan seluruh responden yang telah bekerja sama dengan baik dalam pengumpulan data selama peneitian ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan penlitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 107-109.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur.Cetakan ke-3. Bogor Lembaga Satu Gunung Budi.
Aqsa, A.D., K Kiramang, And M. N Hidayat. 2016. Profil organ dalam ayam pedaging (broiler) yang diberi tepung daun sirih sebagai imbuhan pakan. Jurnal Ilmu dan Industri Perternakan. 3(1) : 148-159.
Awad, W. A., K. Ghareeb, S. Abdel-Raheem, dan J. Bohm. 2009. Effects of dietary inclusion of probiotic and synbiotic on growth performance, organ weight, and intestinal histomorphology of broiler chickens. Poultry Science. 88: 49-55.
Djunaidi, I. H., T. Yuwanta, Supadmo dan M. Nurcahyanto. 2009. Performa dan bobot organ pencernaan ayam broiler yang diberi pakan limbah udang hasil fermentasi Bacillus sp. Media Peternakan. 32(3): 212-218
Elfiandra. 2007. Pemberian Warna Lampu Penerangan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Badan Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kuspartoyo, 1990. Segi Kehidupan Itik. Majalah Swadaya Peternakan Indonesia. No. 59, Jakarta.
Nickle, R. A., Schummer, E., Seifrle, W. G., Siller and P. H. L. Wight. 1977.Anatomy of Domestic Bird. Verlag Paul Parey, Berlin.
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio. 2002.Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4.IPB Press. Bogor.
Rasyaf, M. 2000. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya, Jakarta.
Simamora, N. 2011. Performa Produksi dan Karakteristik Organ dalam Ayam Kampung Umur 12-16 Minggu yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Disuplementasi Ekstrak Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B Gramedia Pustaka Umum, Jakarta
Sturkie, P.D. 1976. Blood Physical Characteristic, Formed, Elemant, Hemoglobin and Coagulation. Avian Physiology. Third Edition. Sringerverlag. New York. P. 141.
USDA (United State Departement of Agriculture). 1977. Poultry Guiding Manual. U.S. Government Printing Office Washington, D.C.
Nainggolan, J. R.,. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 3 Th. 2019: 1221 – 1230
Page 1230
Discussion and feedback