The Effect of Marinated Time Spent Laying Hens Meat in Moringa Leaves Extract (Moringa oleifera Lamk.) on Quality of Organoleptic
on
![](https://jurnal.harianregional.com/media/52834-1.jpg)
e-journal
FAPET UNUD
e-Journal
![](https://jurnal.harianregional.com/media/52834-2.jpg)
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: Juny 29, 2019
Accepted Date:July 15, 2019
Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & A.A. P. P. Wibawa
Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Petelur Afkir dalam Larutan Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk.) terhadap Kualitas Organoleptik
Marwansyah. A. J., I. A. Okarini., dan I. N. S. Miwada
P S Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]. Hp. 082186822970
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama perendaman daging ayam petelur afkir dalam larutan daun kelor (Moringa oleifera Lamk.) terhadap kualitas organoleptik Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, berlangsung selama 3 minggu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Non-parametrik terdiri atas 3 perlakuan yaitu tanpa perendaman sebagai kontrol (P0), perendaman dalam larutan daun kelor konsentrasi 20% selama 7 jam (P1), dan perendaman selama 10 jam (P2), masing-masing perlakuan diulang 5 kali dan setiap ulangan menggunakan 1 paha ayam tanpa kulit. Sebanyak 8 ekor ayam petelur afkir dengan rata-rata berat recahan paha (atas/thighs dan bawah/drumsticks) adalah 227,4 g. Variabel kualitas organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan secara keseluruhan, yang dinilai oleh panelis semi terlatih (15 mahasiswa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi atau kesukaan terhadap warna, tekstur, flavor (aroma dan rasa) serta penerimaan keseluruhan daging matang, perlakuan P1 dan P2, demikian pula pada daging mentah (tanpa preferensi rasa) tidak berbeda nyata (P>0,05) menurunkan nilai kesukaan panelis dibandingkan dengan perlakuan P0. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan tanpa perendaman secara statistik perbedaannya tidak nyata, namun perlakuan perendaman dalam larutan daun kelor 20% selama 7 jam dan 10 jam, menurunkan nilai preferensi atau kualitas organoleptik daging.
Kata kunci : Daging ayam petelur afkir, kualitas organoleptik, larutan daun kelor
The Effect of Marinated Time Spent Laying Hens Meat in Moringa Leaves Extract (Moringa oleifera Lamk.) on Quality of Organoleptic
ABSTRACK
This research aims is to determine the effect of marinated time spent laying hens meat in moringa leaves extract (Moringa Oleifera Lamk.) on quality of organoleptic. The implementation is in Laboratory of Animal Product Technology, Faculty of Animal Husbandry, University of Udayana, Denpasar, this research lasts for 1 week. The research design used is Non-parametric consists of 3 treatments, namely without soaking as control (P0), with 20% soaking of moringa leaves extract for 7 hours (P1), and with soaking 20% moringa leaves extract for 10 hours (P2), each treatment was repeated in 5 times and each replication uses 1 spent laying hens meat without skin, the total is 8 chickens were used with an average thigh and drumsticks weight of 227.4 g. Quality variable organoleptic includes the
color of meat, the smell of meat, the texture of meat, the taste of meat, and overall acceptance by panellists (15 Students). The results of the research on raw meat samples and cooked meat samples shows that the color of the flesh, the smell of the flesh, the texture of the flesh, the taste of the flesh, and the overall acceptance of treatment P1 and treatment P2 was not significantly different (P>0.05) decrease the preference value of panelists compared to treatment P0. According to the results the research can be concluded that the soaking in moringa leaf extract is 20% for 7 hours and 10 hours it has influencetial decrease the quality of organoleptic of meat.
Keywords: Spent laying hens meat, quality of organoleptic, moringa leaves extract
PENDAHULUAN
Daging ayam sangat diminati konsumen di Indonesia sebagai sumber nutrisi yang relatif murah dan dapat memenuhi kebutuhan protein bagi tubuh manusia. Di Indonesia terdapat berbagai macam tipe ayam yang meliputi ayam pedaging, ayam petelur dan ayam dwiguna. Ayam pedaging umum dimanfaatkan untuk dikonsumsi dagingnya sedangkan ayam petelur umum dimanfaatkan untuk dikonsumsi telurnya, Di Indonesia kebutuhan akan daging meningkat pada saat hari raya besar, sehingga ayam petelur afkir biasa dimanfaatkan untuk dikonsumsi dagingnya pada saat kebutuhan akan daging ayam meningkat. Daging ayam petelur afkir memiliki kandungan protein 22,93 %, lemak 1,49 %, sementara daging ayam lokal Bali mengandung protein 22,32 %, lemak 1,73 % dan daging ayam broiler mengandung protein 18,94 %, lemak 4,70 %, serta kandungan asam-amino esensial pada daging ayam petelur afkir tidak berbeda dengan daging ayam lokal Bali (Okarini et al., 2013)
Pemanfaatan daging ayam petelur afkir masih sangat kurang untuk dikonsumsi dagingnya jika dibandingkan dengan ayam broiler ataupun ayam buras walaupun kandungan protein dalam daging ayam petelur afkir lebih tinggi dari ayam lokal Bali dan ayam broiler hal itu di sebabkan daging ayam petelur afkir mempunyai tekstur yang lebih alot. Tingkat kealotan daging dipengaruhi oleh kandungan kolagen yang merupakan protein struktural pokok dalam jaringan ikat. Jumlah dan kekuatan kolagen dapat meningkat sesuai dengan umur (Subekti,2010). Oleh karena itu, ternak yang lebih tua akan menghasilkan daging yang cenderung lebih alot dari pada ternak yang lebih muda pada bagian karkas ayam yang sama (Soeparno, 2005). Untuk mendapatkan tingkat keempukan pada karkas daging ayam, telah banyak dilakukan penelitian-penelitian dengan cara memanfaatkan enzim protease yang terdapat pada buah nanas dan buah papaya yaitu enzim bromelin dan enzim papain sebagai pemecah ikatan peptida pada molekul protein dalam daging ayam. Silaban (2016), menyatakan enzim bromelin terdapat dalam semua jaringan tanaman nanas. Sekitar setengah
dari protein dalam nanas mengandung protease bromelin. Di antara berbagai jenis buah, nanas merupakan sumber protease dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak. Enzim bromelin pada nanas memiliki sifat karakteristik, aktifitas spesifik 5-10 U/mg, pH optimum 68 dan suhu optimum 50 oC sedangkan enzim papain pada pepaya memiliki aktifitas spesifik 5,021 U/mg, pH optimum 5,5 dan suhu optimum 50 oC (Silaban et al., 2012).
Sumber enzim protease diketahui berasal dari berbagai makhluk hidup yaitu, hewan, mikroba, dan tanaman. Tanaman merupakan sumber enzim protease terbesar (43.85%) diikuti oleh bakteri (18.09%), jamur (15.08%), hewan (11.15%), alga (7.42%) dan virus (4.41%) (Mahajan dan Shamkant, 2010). Fathimah dan Agustina (2014) menyatakan bahwa daun kelor mengandung enzim protease sistein sebesar 2,45 U/mg, kestabilan enzim pada suhu 40–60 oC dengan pH 4,0-7,0 dan aktifitas enzim ditingkatkan dengan penambahan ion logam ZnCl2, FeCl2, dan MgCl2. Hasil penelitian Radiati et al. (2013), menyatakan daging ayam kampung segar yang ditambahkan konsentrasi larutan ekstrak nanas yang semakin tinggi dapat menurunkan nilai tekstur, pH, susut masak, dan mutu organoleptik pada daging, tetapi pada nilai susut masak meningkat serta perendaman daging ayam kampung segar bagian dada dalam larutan ekstrak nanas terbaik adalah menggunakan lama waktu 20 menit dengan konsentrasi larutan ekstrak nanas 10%.
Pada penelitian pendahulan telah dilaksanakan percobaan perendaman daging paha ayam petelur afkir dalam larutan daun kelor konsentrasi 20% selama 5 menit dan 10 menit namun belum memberikan pengaruh apapun terhadap daging ayam petelur afkir. Hasil penelitian Riawan, (2017) mengatakan konsentrasi larutan daun kelor 30% memberikan pengaruh terbaik terhadap indeks putih telur dan haugh unit telur ayam ras yang direndam selama 24 jam. Dengan dasar penelitian Riawan, (2017) peneliti mencobakan dengan lama perendaman selama 10 jam dan 7 jam sebagai perbandingan. Berdasarkan latar belakang diatas maka akan dilakukan penelitian perendaman daging ayam petelur afkir bagian paha dalam larutan daun kelor dengan konsentrasi 20% selama 7 jam dan 10 jam terhadap kualitas organoleptik (warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan) untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen.
MATERI DAN METODE
Materi Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini di laksanakan selama 1 minggu pada tanggal 31 Maret s/d 6 April 2019 yang bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT) dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana Jl.P.B Sudirman, Denpasar.
Daging ayam petelur afkir
Penelitian ini menggunakan daging ayam petelur afkir recahan paha atas (thighs, Musculus biceps femoris) dan paha bawah (drumsticks, Musculus gastrocnemius dan musculus tibialis cranialis) tanpa kulit yang diperoleh dari 8 ekor ayam dengan bobot badan rata-rata 1,8-2,0 kg dan rata-rata berat paha 227,4 gram. Ayam diperoleh dari peternakan di Kabupaten Tabanan, Bali.
Daun kelor
Daun kelor yang digunakan sebanyak 0,3 kg diperoleh di sekitar Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran.
Alat
Peralatan yang digunakan untuk memotong daging yaitu pisau, baskom sebagai wadah sementara daging, lembaran plastik sebagai alas wadah dan talenan untuk pemotongan dan blender sebagai alat untuk mencacah daun. Peralatan yang digunakan dalam proses perendaman terdiri dari baskom digunakan untuk merendam daging, kompor dan panci untuk merebus sampel, sendok dan serok untuk mengangkat daging yang telah matang dan peralatan yang digunakan pada uji organoleptik adalah alat tulis, kuesioner, piring kertas dan pH meter digunakan untuk mengukur pH larutan daun kelor.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Non-parametrik dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan, tiap ulangan menggunakan 1 potongan karkas ayam bagian paha atas dan bawah. Lama waktu perendaman dalam larutan daun kelor (0 jam, 7 jam, 10 jam) dengan konsentrasi larutan daun kelor 20 %. Perlakuan yang diberikan yaitu sebagai berikut:
P0 = Tanpa perendaman sebagai kontrol.
P1 = Perendaman dalam larutan daun kelor konsentrasi 20 % selama 7 jam.
P2 = Perendaman dalam larutan daun kelor konsentrasi 20 % selama 10 jam.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah semua atribut kualitas organoleptik yang meliputi: warna, aroma, tekstur dan penerimaan secara keseluruhan untuk sampel daging mentah. Sedangkan untuk sampel daging matang dilakukan sama dengan sampel daging mentah untuk semua atribut dan disertai juga atribut rasa.
Prosedur Penelitian
Persiapan dan Pengkarkasan
Tahap-tahap yang dilakukan dalam mempersiapkan ayam hidup menjadi karkas pada penelitian ini yang pertama ternak diistirahatkan sebelum disembelih agar diperoleh hasil penyembelihan ternak yang nyaman (tidak banyak berontak) lalu dilakukan penyembelihan dengan cara memotong arteri carotis, vena jugularis dan oesophagus. Darah dikeluarkan sebanyak mungkin, kemudian dilakukan pencabutan bulu, dengan cara unggas dicelupkan ke dalam air hangat, antara 50-540 C selama 60 detik sebelum dilakukan pencabutan bulu.
Pengeluaran jeroan dimulai dari pemisahan tembolok dan trachea serta kelenjar minyak dibagian ekor. Kemudian pembukaan rongga badan dengan membuat irisan dari kloaka kearah tulang dada. Kloaka dan visceria atau jeroan dikeluarkan, kemudian dilakukan pemisahan organ-organ termasuk kepala, leher dan kaki sehingga diperoleh karkas. Sampel diambil dari karkas ayam bagian recahan paha atas dan paha bawah.
Persiapan pembuatan larutan daun kelor dan perendaman
Daun kelor seberat 0,3 kg dicacah kecil-kecil lalu dicampur dengan aquadest sebanyak 1,5 liter dan diblender sampai tercampur rata, lalu kemudian disaring sehingga diperoleh konsentrasi larutan 20%. Paha ayam direndam dalam larutan daun kelor dibagi menjadi dua wadah masing-masing selama 7 jam (P1) dan 10 jam (P2). Proses perendaman dilakukan pada semua recahan atau potongan paha (atas dan bawah) kemudian ditiriskan sebelum dilakukan pengujian semua atribut kualitas organoleptik daging pada sampel mentah dan matang.
Uji Organoleptik
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen maka perlu dilakukan uji hedonik (Sensory intencity and sensory preference) menggunakan skala hedonik dengan 15 orang panelis semi terlatih (mahasiswa). Daging ayam yang diuji yaitu daging dalam keadaan mentah dan daging dalam keadaan matang yang dipotong-potong dengan ukuran panjang x lebar x tebal = 2 x 1 x 1 cm, dan diletakkan diatas piring. Untuk uji daging matang, daging direbus dengan suhu 1200C selama 20 menit (Ponnampalam et al., 2002). Untuk menilai kualitas organoleptik daging ayam pada penelitian ini meliputi skala intensitas dan skala spesifik deskripsi yang didasarkan pada skala hedonik (suka tidak suka) hanya sampai nilai 5. Variabel yang diuji meliputi warna, tekstur, aroma, rasa dan penerimaan secara keseluruhan, khusus untuk uji daging mentah tidak ada pengujian pada rasa. Pada pengujian ini sampel dari tiap perlakuan diberi kode tiga angka (acak). Panelis diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaannya dengan kisaran nilai satu sampai lima ( 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak
suka, 3 = sedang-sedang, 4 = suka, 5 = sangat suka ) terhadap peubah yang diuji pada format uji. Formulir uji hedonik dapat dilihat pada lampiran 6.
Analisis Statistika
Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji Kruskal Wallis, apabila diantar perlakuan berbeda nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney. Semua perhitungan didasarkan pada beda nyata 5% (Conover,1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis Kruskal-Wallis untuk preferensi warna daging ayam mentah dan matang disajikan pada Tabel 4.1, flavor (aroma dan rasa) pada Tabel 4.2, tekstur pada Tabel 4.3, dan penerimaan secara keseluruhan (over all) pada Tabel 4.4.
Warna Sampel Daging Mentah dan Matang
Preferensi warna daging ayam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan, meskipun terdapat penurunan nilai kesukaan terhadap penampilan warna daging, namun preferensi yang masih dapat diterima berada antara tidak suka (nilai 2,0 = warna merah daging coklat muda/ pucat) sampai suka (nilai 4,0 = warna merah daging pink pucat; sedangkan nilai 5,0 = warna merah muda cerah/ bright cheryy-red color).
Tabel 4.1. Rataan preferensi warna daging ayam petelur afkir
Sampel |
Perlakuan3) | ||
P0 |
P1 |
P2 | |
Daging Mentah |
2,89±0,451)a |
2,72±0,23a |
2,67±0,39a |
Daging Matang |
2,84±0,44a2) |
2,70±0,21a |
2,64±0,31a |
Keterangan : 1) Nilai rata-rata±Standard Deviation
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
3) Perlakuan : P0 (Kontrol); P1 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 7 jam);
P2 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 10 jam)
- Kriteria skor : 1 (Sangat tidak suka); 2 (Tidak suka); 3 (sedang-sedang); 4 (Suka); 5 (Sangat suka)
Preferensi panelis semi terlatih (mahasiswa) memberikan penilaian warna sampel daging ayam mentah pada kisaran antara 2,50 - 3,64 (kesan tidak suka sampai suka), lebih tinggi nilai preferensi warna daripada sampel daging matang. Pada prinsipnya perbedaan warna daging memperlihatkan tingkat kecerahan atau kearah gelap yang berhubungan dengan kandungan pigmen daging antara pigmen otot/daging (myoglobin/Mb dan pigmen darah/haemoglobin/Hb) dalam mengikat oksigen atau senyawa lainnya yang bersifat sebagai agen pereduksi. Myoglobin tidak sensitif terhadap pH, namun Hb sensitif terhadap pH, sifat ini (asam basa) yang menyebabkan perubahan warna daging. Warna
merah daging coklat gelap (sangat tidak suka, nilai 1,0), disebabkan karena reaksi oksidasi pigmen daging, Mb menjadi MetMb. Kandungan senyawa-senyawa dalam daun kelor, khususnya berperan sebagai antioksidan (seperti beta karotin, vitamin C dan flavonoid), sebagai agen berubah menjadi hijau disebut choleglobin dengan status kimia globin terdenaturasi.
Semakin lama proses perendaman dalam larutan daun kelor maka warna yang dihasilkan menjadi semakin gelap yang menyebabkan penurunan nilai preferensi warna daging. Hal ini disebabkan oleh kandungan beberapa senyawa dalam daun kelor seperti, khlorofil yang sensitif terhadap panas menyebabkan warna daging menjadi gelap dan flavonoid yang larut dalam air dan karotenoid yang berasosiasi dengan protein daging, menstabilkan pigmen pada perubahan warna daging (Cross et al., 1986).
Warna gelap pada sampel matang disebabkan karena kandungan khlorofil yang meresap ke dalam daging membentuk asam khlorogenat, terpengaruh oleh suhu panas pada saat perebusan. Perubahan warna ini terjadi karena khlorofil memiliki sifat yang tidak stabil, sehingga sulit menjaga agar molekulnya tetap utuh. Dapat digambarkan bahwa khlorofil berada dalam khloroplas, sehingga apabila diberikan perlakuan panas khloroplas akan pecah dan khlorofil keluar. Winarno (2006) melaporkan, bahwa khlorofil dalam daun yang masih hidup berikatan dengan protein. Dalam proses perebusan daging, protein akan terdenaturasi dan khlorofil dilepaskan. Sehingga perendaman dalam larutan daun kelor, menurunkan kualitas warna daging paha ayam petelur afkir.
Flavor (Aroma dan Rasa) Sampel Mentah dan Sampel Matang
Flavor adalah kesan sensorik yang dirasakan oleh pengecap rasa dan bau, serta merupakan faktor penting yang menentukan kualitas daging dan keputusan pembelian konsumen (Issa Khan, et al., 2015). Aroma merupakan bau yang sangat subjektif yang sulit diukur, karena setiap orang memiliki tingkat penciuman yang berbeda-beda. Aroma suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut. Suatu produk makanan akan lebih mudah diterima oleh konsumen jika memiliki aroma yang khas dan menarik (Winarno, 2006). Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tingkat preferensi aroma pada sampel daging mentah, aroma dan rasa daging matang dari setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Namun nilai preferensi aroma daging mentah lebih tinggi daripada daging matang (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Rataan preferensi panelis terhadap aroma dan rasa daging ayam petelur afkir
Sampel Perlakuan3)
P0 |
P1 |
P2 | |
Daging Mentah Aroma |
2,89±0,531)a |
2,80±0,34a |
2,76±0,31a |
Daging Matang Aroma |
2,87±0,37a2) |
2,73±0,36a |
2,64±0,36 a |
Daging Matang Rasa |
2,88±0,37a |
2,75±0,32a |
2,68±0,40a |
Keterangan : 1) Nilai rata-rata±Standard Deviation
-
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
-
3) Perlakuan : P0 (Kontrol); P1 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 7 jam);
P2 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 10 jam)
-
- Kriteria skor : 1 (Sangat tidak suka); 2 (Tidak suka); 3 (sedang-sedang); 4 (Suka); 5 (Sangat suka)
Aroma daging mentah, pada penelitian ini diperoleh preferensi tidak suka, nilai 2,0 (intensitas aroma, senyawa phytokimia daun kelor seperti asam khlorogenat masih tinggi) sampai nilai 3,0 (sedang-sedang, intensitas aroma antara aroma daging segar – aroma sedikit asam dari asam khlorogenat daun kelor). Sedangkan preferensi aroma daging matang dengan nilai hampir mendekati nilai 4,0 memiliki intensitas aroma daging seperti steak dimasak setengah matang atau tidak terkesan bau komponen daun kelor. Nilai preferensi aroma daging matang dengan nilai 5,0 memiliki aroma meaty, spesies spesifik flavor pada daging ayam yang telah direbus atau dipanggang. Distribusi senyawa flavor (terutama yang mudah menguap) daging masak, dipanggang, direbus, ketersediaannya tergantung pada senyawa precursor (lemak, protein daging bebas lemak), temperatur, waktu dan aktivitas air. Spesies-spesifik flavor sebagai akibat oksidasi lipida, membentuk senyawa karbonil, dilaporkan terkontribusi sebagai karakteristik flavor stewed chicken, turunan dari asam lemak linoleat dan asam lemak arachidonat (Lindsay, 1985).
Rasa makanan merupakan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan penerimaan atau penolakan suatu bahan pangan oleh panelis. Makanan yang memiliki rasa enak dan menarik akan disukai oleh konsumen. Rasa daging adalah karakteristik dari kandungan senyawa volatil yang dihasilkan dari reaksi komponen daging (lemak dan protein) yang tidak mudah menguap, setelah diinduksi secara termal (Issa Khan, et al., 2015).
Semakin lama proses perendaman dalam larutan daun kelor, preferensi rasa daging matang seperti ada rasa sepat (astringency dan bitterness), keduanya disebabkan oleh senyawa polifenol yang dapat mengendapkan protein, Lindsay, 1985), dan terutama kandungan tannin pada daun kelor, yang menyebabkan sensasi rasa pahit pada daging sehingga menurunkan tingkat preferensi rasa daging. Daun kelor memiliki aroma langu atau tidak sedap yang cukup menyengat, sehingga terdapat beberapa panelis yang kurang menyukai aroma daun kelor tersebut. Aroma langu daun kelor diduga merupakan senyawa larut dalam air, berat molekul rendah, dan lemak daging, mudah menguap ketika dipanaskan (Issa Khan, et al., 2015; El-Kholy et al., 2018), sehingga aroma dari daun kelor sangat kuat
mendominasi rasa daging. Hal tersebut disebabkan kandungan flavonoid, khlorofil dan tanin daun kelor merupakan senyawa laut air, memiliki rasa yang khas. Menurut Ismarani (2012), senyawa tanin adalah senyawa astringent yang memiliki rasa pahit dari gugus polifenolnya yang dapat mengikat dan mengendapkan protein.
Tekstur Sampel Mentah dan Sampel Matang
Tekstur makanan merupakan suatu hal yang berhubungan dengan struktur makanan yang dapat dideteksi dengan baik dengan cara merasakan makanan di dalam salah satu organ panca indera yaitu mulut. Sifat yang digambarkan dari tekstur makanan antara lain renyah, lembut, kasar, halus, berserat, empuk, keras dan kenyal (Hasanah, 2018). Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tingkat preferensi tekstur daging mentah, maupun pada daging matang antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Rataan preferensi tekstur daging ayam petelur afkir
Sampel |
Perlakuan3) | ||
P0 |
P1 |
P2 | |
Daging Mentah |
2,83±0,341)a |
2,59±0,28a |
2,57±0,41a |
Daging Matang |
2,64±0,35a2) |
2,73±0,21a |
2,64±0,33a |
Keterangan : 1) Nilai rata-rata±Standard Deviation
-
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
-
3) Perlakuan : P0 (Kontrol); P1 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 7 jam);
P2 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 10 jam)
-
- Kriteria skor : 1 (Sangat tidak suka); 2 (Tidak suka); 3 (sedang-sedang); 4 (Suka); 5 (Sangat suka)
Pada umumnya daging ayam petelur afkir memang sudah memiliki tekstur kasar dan tingkat kealotan yang dipengaruhi oleh kandungan jaringan ikat kolagen, dan merupakan protein struktural pokok dalam komponen jaringan ikat. Jumlah dan kekuatan kolagen dapat meningkat sesuai dengan umur ayam petelur afkir (Subekti,2010). Pada penelitian ini diperoleh penurunan preferensi tekstur daging mentah maupun pada daging matang, hal ini disebabkan belum maksimalnya aktivitas enzim protease daun kelor. Pada sampel daging matang aktivitas enzim protease daun kelor inaktif, karena suhu perebusan melebihi suhu optimum aktivitas enzim protease yaitu 40-60 oC. Hultin (1985) melaporkan bahwa selama perebusan daging, protein terdenaturasi akibat oksidasi lipida, membentuk struktur triple heliks, ikatan silang yang irreversible terutama antara protein sarkoplasma myofibril dengan protein kontraktil kolagen, selanjutnya konversi kolagen menjadi gelatin berlangsung pada suhu 100 oC.
Penerimaan Keseluruhan Sampel Mentah dan Sampel Matang
Penerimaan secara keseluruhan hasil penilaian panelis, merupakan gabungan semua atribut sensoris/organoleptik daging ayam mentah maupun matang, perlakuan daun kelor memperoleh nilai
preferensi lebih rendah daripada perlakuan tanpa daun kelor. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan kesehariannya panelis mahasiswa dan pengalaman dari lingkungan dalam menilai daging ayam, baik pada daging mentah maupun daging matang. Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tingkat kesukaan secara keseluruhan pada sampel daging mentah dari setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Rataan penerimaan keseluruhan daging ayam petelur afkir
Sampel |
Perlakuan3) | ||
P0 |
P1 |
P2 | |
Daging Mentah |
2,85±0,371)a |
2,55±0,38a |
2,69±0,42a |
Daging Matang |
2,88±0,29a2) |
2,69±0,27a |
2,63±0,39a |
Keterangan : 1) Nilai rata-rata±Standard Deviation
-
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
-
3) Perlakuan : P0 (Kontrol); P1 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 7 jam);
P2 (Perendaman Larutan daun kelor 20% selama 10 jam)
- Kriteria skor : 1 (Sangat tidak suka); 2 (Tidak suka); 3 (sedang-sedang); 4 (Suka); 5 (Sangat suka)
Pada P0, P1 dan P2 diperoleh rata-rata penilaian panelis 2,85; 2,55; 2,69. Begitu juga dengan tingkat kesukaan keseluruhan pada sampel daging matang dari setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu pada P0, P1 dan P2 diperoleh rata-rata penilaian panelis 2,88; 2,69; 2,63. Terjadi penurunan penilaian dari sampel mentah ke matang disebabkan karena pada sampel matang warna daging P1 dan P2 cenderung gelap dari pada P0. Aroma dan rasa daging P1 dan P2 cenderung berbau langu dan berasa pahit. Serta tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas tekstur daging paha ayam petelur afkir.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan perendaman daging ayam petelur afkir dalam larutan daun kelor (Moringa Oleifera Lamk.) tidak berbeda nyata secara signifikan, namun perlakuan perendaman dalam larutan daun kelor 20% selama 7 jam dan 10 jam, menurunkan nilai preferensi atau kualitas organoleptik daging.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Dekan FakultasPeternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS., Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Conover, W. J. 1980. Practical Non-Parametric Statistics. Second Edition. Jhon Wiley and Sons. New York
Cross, Durland dan Seideman, 1986. Sensory Qualities of Meat, In Muscle As Food, Edited by Peter J. Bechtel. Meat Science Laboratory Univ.of Illinois at Urbana champaign Urbana, Illinois.p.279 – 315
El-Kholy, K.H., Safaa A.B., W.A.Morsy, K. Abdel-Maboud, M.I. Seif-Elnaser dan Mervat N. Ghazal. 2018. Effect of Aqueous Extract of Moringa Oleifera Leaves on Some Production Performance and Microbial Ecology of the Gastrointestinal Tract in Growing Rabbits.Pakistan Journal of Nutrition, 17: 1-7.
Fathimah, A.N. dan Wardani, A.K. 2014. Ekstraksi dan karakterisasi enzim protease dari daun kelor (Moringa oleifera Lamk.). Jurnal Teknologi Pertanian 15(3):191-200.
Hasanah, I. 2018. Pengaruh Penambahan Sari Daun Kelor (Moringa Oleifera) dan Sari Stroberi terhadap hasil Uji Organoleptik Pada Permen Karamel Susu. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta
Hultin, H. O. 1985. Characteristics of Muscle Tissue, Chapter 12, In Food Chemistry, pp 725 – 773. Marcel Dekker, Inc.270 Madison Avenue, New York, New York 10016. Printed in the United States of America.
Issa Khan, M., CheorunJo dan Rizwan Tariq, M., 2015. Meat flavor precursor and factors influencing flavor precursor – A systematic review. Abstract. Meat Science, vol.110, p278-284.
Ismarani, 2012, Potensi Senyawa Tanin dalam Menunjang Produksi Ramah Lingkungan, Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah.
Lindsay, R. C. 1985. Flavors, Chapter 9, In Food Chemistry, pp 585 – 620. Marcel Dekker, Inc.270 Madison Avenue, New York, New York 10016. Printed in the United States of America.
Mahajan RT dan Shamnkant BB. 2010. Biological Aspects of Proteolytic Enzymes: A Review. India J. Pharm. Research 3(9) : 2048-2068.
Okarini, I.A; Hari Purnomo; Aulanni A.M, and Liliek Eka Radiati., 2013. Proximate Total Phenolic, Antioxidant activity and amino Acids Profile of Bali Indigenous Chicken, Spent Laying Hen and Broiler Breasst Fillet. Int.J. of Poult.Sci.12(7):415-420.
Ponnampalam,E.N,A.J.Sinclair,A.R.Egan,G.R.Ferrier dan B.J.Leury. 2002.Dietary manipulation of muscle long-chain omega-3 and omega-6 fatty acids and sensory properties of lamb meat.J.Meat Sci. 60:125-132.
Radiati. L.E; Eny Sri Widyastuti; Iswanto. 2013. Effect Of Adding Pineapple Extract And Time Immersion On The Physical Quality And Organoleptic Of The Fresh Domestic Chicken Meat Chest. Teknologi Hasil ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Riawan. 2017. Pengaruh Perendaman Telur Menggunakan Larutan daun kelor Terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Ras. Skripsi. Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, Lampung University.
Silaban I; Soraya Rahmanisa. 2016. Pengaruh Enzim Bromelin Buah Nanas (Ananas Comosus L.) terhadap awal kehamilan. Journal Majority. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Vol.5.4.
Silaban R.; Freddy T.M. Panggabean; Rahmadani; Timotius Agung Soripada. 2012. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Medan.
Soeparno.2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Subekti, E. 2010. Meat quality of raw materials nuggets laying chicken rejects. Jurnal Mediargo.6(2): 31-36
Winarno, F.G., 2006, Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Marwansyah et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 738 - 749
Page 749
Discussion and feedback