e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: Agust 17, 2019

Accepted Date:Agust 21, 2019


Editor-Reviewer Article;: A. A. P. Putra Wibawa & I M. Mudita

Pertumbuhan dan Produksi Rumput Axonopus Compressus, Stenotaphrum Secundatum, dan Paspalum Conjugatum pada Berbagai Level Biourin

Mertaningsih, N. P. L., N. N. Suryani dan M. A. P. Duarsa

P S Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. Bali

E-mail: lisamertaningsih96@gmail.com Phone. 087855649533

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum pada berbagai level biourin. Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu di Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola split plot. Faktor pertama (main plot/petak utama) adalah jenis rumput yaitu Axonopus compressus (R1), Stenotaphrum secundatum (R2) dan Paspalum conjugatum (R3). Faktor kedua (sub plot/anak petak) adalah perlakuan level biourin yaitu: tanpa biourin (B0), biourin 2000 l/ha (4 ml/4 kg) (B1), biourin 4000 l/ha (8 ml/4 kg) (B2), biourin 6000 l/ha (12 ml/4 kg) (B3). Dari faktor tersebut terdapat 12 unit perlakuan yang diulang sebanyak empat (4) kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, produksi dan karakterstik tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari jenis rumput berbeda nyata (P<0,05) pada variabel panjang tanaman, berat kering batang dan luas daun, tetapi berbeda tidak nyata (P>0,05) pada variabel jumlah daun, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering akar, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, dan toop root ratio. Perlakuan pemberian level biourin berbeda nyata (P<0,05) pada semua variabel kecuali berat kering batang, berat kering akar, berat kering total hijuan dan toop root ratio. Dapat disimpulkan bahwa rumput Stenotaphrum secundatum memberikan respon pertumbuhan dan produksi tertinggi dibandingkan dengan rumput Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum. Level biourin 6000 l/ha (12 ml/4 kg) cenderung lebih tinggi dalam memberikan pertumbuhan dan produksi rumput lokal. Tidak terjadi interaksi antara jenis rumput lokal dengan bebagai level biourin.

Kata kunci: jenis rumput, level biourin, pertumbuhan, produksi

Growth and Production of Grass Axonopus Compressus, Stenotaphrum Secundatum, and Paspalum Conjugatum at Various Biourine Level

ABSTRACT

The research aimed to know the growth and production of Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, and Paspalum conjugatum grasses at various of levels biourine. The research was conducted for 12 weeks in Sading Village, Mengwi District, Badung Regency. Completely randomized design (CRD) with split plot pattern was applied in this

experiment. The first factor (main plot) was the type of grass, namely Axonopus compressus (R1), Stenotaphrum secundatum (R2) and Paspalum conjugatum (R3). The second factor (sub plot) was the level of biourine, namely: without biourine (B0), biourine 2000 l/ha (4 ml/4 kg) (B1), biourine 4000 l/ha (8 ml/4 kg) (B2), biourine 6000 l/ha (12 ml/4 kg) (B3). From these factors there were 12 treatment units which were repeated four (4) times so that there were 48 experimental units. The variables observed were variable of growth, production and characteristics of plants. The results showed that the among grasses species there were significantly different (P <0.05) on the variable of plant length, stem dry weight and leaf area, but did not different significantly (P> 0.05) on the variable number of leaves, number of tillers, leaf dry weight, root dry weight, total forage dry weight, leaf stem ratio with stem dry weight, and root toop ratio. The treatment of giving of levels biourine was significantly different (P <0.05) on all variables except stem dry weight, root dry weight, total dry weight, and toop root ratio. It can be concluded that Stenotaphrum secundatum grass responds to the highest growth and production compared to Axonopus compressus and Paspalum conjugatum. Biourine level 6000 l/ha (12 ml/4 kg) tend to be higher in providing growth and local grass production. There was no interaction between the types of local grass with various levels of biourine.

Keywords: grass differences, biourine level, growth, production

PENDAHULUAN

Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia, baik untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksinya. Hijauan memiliki peranan yang sangat penting, karena mengandung za-zat yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Sumarsono et al. (2009) menyatakan bahwa hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang mengandung nutrien seperti protein, lemak, serat, vitamin dan mineral.

Secara umum kualitas hijauan di daerah tropis lebih rendah daripada di daerah sub tropis karena kandungan nitrogen (N) rendah dan kandungan serat kasar tinggi sehingga untuk mencapai produktivitas ternak yang optimal harus ditunjang dengan peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya. Pada saat ini terjadi penurunan (degradasi) kualitas lahan yang mengakibatkan penurunan kualitas hijauan pakan. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tanpa diimbangi dengan upaya pengembalian yang optimal tentu akan memperparah kerusakan lahan. Kartini (2000) menyatakan bahwa penggunaan pupuk kimia dalam periode yang lama merupakan salah satu penyebab degradasi lahan.

Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas hijauan terutama rumput lokal di daerah tropis adalah melakukan pemupukan dengan biourin. Selain menghasilkan pupuk padat, ternak juga menghasilkan pupuk cair berupa urin (Flaig, 1984). Biourin merupakan pupuk yang berasal dari urin ternak yang telah mengalami proses fermentasi. Adijaya (2009) menyatakan bahwa pupuk biourin memiliki keunggulan yaitu memiliki kandungan hara lebih

tinggi dibandingkan dengan kotoran padat dan mudah mengaplikasikan dengan cara penyemprotan atau penyiraman.

Rumput lokal adalah jenis rumput yang sudah lama beradaptasi dengan kondisi tanah dan iklim di Indonesia. Beberapa rumput lokal yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum. Menurut Emmons (2000), Axonopus compressus atau rumput paitan memiliki daun lebar, berstolon dan membentuk lapisan rumput yang padat. Rumput paitan merupakan rumput dengan tingkat pertumbuhan yang sedang dan biasanya ditanam dengan benih. Rumput ini memiliki toleransi terhadap garam yang rendah dengan suhu dingin. Rumput jenis Stenotaphrum secundatum memiliki toleransi yang tinggi terhadap naungan dan dengan tingkat produksi paling cepat (Stur dan Shelton, 1990; Humphreys, 1994). Rumput Paspalum conjugatum biasanya ditemukan di daerah lembab panas dan di daerah terbuka yang agak teduh (perkebunan kelapa, karet dan kelapa sawit). Paspalum conjugatum ini dapat tumbuh pada berbagai tanah termasuk tanah yang asam (Stur dan Shelton 1990; Manidool, 1992). Menurut Burkill (1985) Paspalum conjugatum ini tahan terhadap kekeringan, tetap hijau sampai musim kemarau.

Pupuk organik padat lebih banyak dimanfaatkan pada usaha tani, sedangkan pupuk organik cair seperti urin masih belum banyak dimanfaatkan (Adijaya dan Kertawirawan, 2010). Urin sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair melalui proses fermentasi dengan melibatkan peran mikroorganisme, sehingga dapat menjadi produk pertanian yang lebih bermanfaat yang biasa disebut dengan biourin (Sutari, 2010). Penggunaan biourin dapat memperbaiki tekstur tanah, biologi tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman (Nurhayati et al., 1986). Berdasarkan hasil penelitian Nuriyasa et al. (2012) bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis rumput dengan dosis pupuk biourin terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan Setaria (Setaria splendida Stapf). Produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) lebih tinggi daripada rumput Setaria. Makin tinggi dosis biourin yang diberikan maka pertumbuhan dan produksi hijauan akan meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, informasi tentang penggunaan biourin pada tanaman pakan ternak masih sangat jarang, oleh karena itu penelitian tentang aspek tersebut perlu dilakukan pada tanaman hijauan pakan ternak terutama jenis rumput lokal yaitu rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum dan Paspalum conjugatum yang diharapkan dapat meningkatkan produksi rumput lokal serta mengurangi biaya dan ketergantungan penggunaan pupuk anorganik dalam pengadaan hijauan makanan ternak khususnya bagi ternak ruminansia.

MATERI DAN METODE

Materi

Bibit rumput

Bibit rumput yang digunakan dalam penelitian ini adalah Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum dan Paspalum conjugatum dengan pertumbuhan yang homogen.

Tanah dan air

Tanah yang digunakan untuk penelitian diambil dari Pengotan, Bangli. Tanah di analisa di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Tabel 1). Air yang dipergunakan untuk menyiram berasal dari air PDAM di tempat penelitian.

Tabel 1. Hasil analisa tanah

Parameter

Satuan

Hasil Analisis Tanah

Nilai

Kriteria

Nilai pH (1:2,5)

-  H2O

6,8

N

-  DHL

mmmhos/cm

2,70

S

C – Organik

%

0,39

SR

N Total

%

0,14

R

P Tersedia

Ppm

23,92

S

K Tersedia

Ppm

355,71

T

Kadar Air

-  KU

%

14,75

-  KL

%

50,05

Tekstur

-

Pasir berlempung

Pasir

%

81,21

Debu

%

14,80

Liat

%

3,90

Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali Tahun 2018

Singkatan

Keterangan

Metode

DHL   :

Daya Hantar Listrik

N         :

Netral

C – Organik

: Metode Walkley and Black

KU     :

Kering Udara

SR       :

Sangat Rendah

N total

: Metode Kjeldhall

KL     :

Kapasitas Lapang

R, S        :

Rendah, Sedang

P dan K

: Metode Bray – 1

C, N    :

Karbon, Nitrogen

T           :

Tinggi

KU dan KL

: Metode Gravimetri

P,K      :

Phosfor, Kalium

H20      :

Air

D H L

: Kehantaran Listrik

pH       :

Derajat keasaman

Tekstur

: Metode Pipet

Pupuk

Pupuk yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini adalah pupuk organik berupa biourin sapi yang diproduksi oleh kelompok ternak di Desa Kelating, Tabanan. Perlakuan dosis pupuk yaitu tanpa biourin (BO), biourin 2000 l/ha (4 ml/4 kg) (B1), biourin 4000 l/ha (8 ml/4 kg) (B2), biourin 6000 l/ha (12 ml/4 kg).

Pot

Pot yang digunakan kapasitas 5 kg yang berbahan dasar plastik yang berdiamter 26 cm dan tingginya 19 cm sebanyak 48 buah. Setiap pot diisi dengan tanah sebanyak 4 kg.

Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan selama penelitian terdiri dari: 1) Ayakan berbahan dasar kawat dengan ukuran lubang 2 × 2 mm sehingga terkstur tanah menjadi lebih halus; 2) Timbangan merk Nagami yang memiliki kapasitas 15 kg dengan kepekaan 50 gram untuk menimbang tanah dan timbangan elektroknik Nagata yang berkapasitas 1,2 kg dengan kepekaan 0,1 gram untuk menimbang pupuk dan bagian-bagian tanaman; 3) Gelas ukur dengan volume 1000 ml untuk menampung air dan menyiram tanaman; 4) Pisau dan gunting untuk memisahkan atau memotong bagian-bagian tanaman waktu panen; 5) Penggaris untuk mengukur panjang tanaman; 6) Kantong kertas untuk menempatkan bagian tanaman yang telah dipisahkan sebelum dioven; 7) Oven “Wilson PTY. LTD” buatan Australia untuk mengeringkan sampel dengan suhu 700C hingga diperoleh berat konstan; dan 8) Alat pengukur luas daun (leaf area meter) untuk mengukur luas daun setelah panen.

Metode

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca di Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung yang berlangsung selama 12 minggu (3 bulan).

Rancangan penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola split plot dengan dengan dua faktor. Faktor pertama (main plot/petak utama) adalah jenis rumput yaitu Axonopus compressus (R1), Stenotaphrum secundatum (R2) dan Paspalum conjugatum (R3). Faktor kedua (sub plot/anak petak) adalah perlakuan level biourin yaitu: tanpa biourin (B0), biourin 2000 l/ha (4 ml/4 kg) (B1), biourin 4000 l/ha (8 ml/4 kg) (B2), biourin 6000 l/ha (12 ml/4 kg) (B3). Dari faktor tersebut terdapat 12 unit perlakuan yaitu: B0R1, B1R1, B2R1, B3R1, B0R2, B1R2, B2R2, B2R3, B0R3, B1R3, B2R3, B3R3 dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat (4) kali sehingga terdapat 48 unit percobaan.

Model pengamatan yang dilakukan sebagai berikut:

Yjk = μ + αi+ δik + βj +(αβjk

Keterangan:

Yijk  = Nilai pengamatan (respon) dari faktor A taraf ke-i dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan

ke-k.

µ = Nilai rata-rata umum.

αi    = Pengaruh aditif dari faktor utama A taraf ke-i.

δik   = Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari faktor A, sering disebut galat petak utama

(galat a)

βj    = Pengaruh aditif dari faktor (sub faktor) B ke-j.

(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A ke-i dan faktor B ke-j.

εijk   = Pengaruh galat yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B, sering disebut

sebagai galat anak petak (galat b).

Persiapan penelitian

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan beberapa persiapan antara lain tanah yang dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan ayakan kawat dengan ukuran lubang 2 mm × 2 mm, sehingga tanah menjadi lebih homogen. Tanah ditimbang seberat 4 kg dan dimasukkan pada masing-masing pot. Persiapan berikutnya adalah pengukuran kapasitas lapang, ini dilakukan untuk menentukan volume penyiraman air ke media tanam. Dilakukan dengan cara media tanam disiram dengan air sampai menetes, kemudian didiamkan selama 24 jam sampai tidak ada air yang menetes. Berat basah dan berat kering media tanam ditimbang. Berat basah ditimbang setelah tidak ada air yang menetes dalam pot. Kapasitas lapang dihitung dengan berat basah dikurangi berat kering.

Penanaman bibit

Setiap pot ditanami dengan 4 stek/pols Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum dan Paspalum conjugatum dengan kedalaman 5 cm. Setelah tumbuh, dipilih satu tanaman yang memiliki pertumbuhan seragam yang tetap dipelihara sampai akhir penelitian. Pemberian pupuk

Pemberian biourin dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanaman berumur dua minggu dan dua minggu setelah pemberian pertama. Pemberian biourin per pot disesuaikan dengan dosis yaitu 2000 l/ha diberikan sebanyak 4 ml/pot, 4000 l/ha diberikan sebanyak 8 ml/pot dan 6000 l/ha diberikan sebanyak 12 ml/pot. Hasil analisis laboratorium biourin disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisa pupuk

No

Variabel

Satuan

Hasil Analisis

1

Ph

-

3,45

2

C - Organik

%

2,88

3

N - Tersedia

%

1,3

4

P - Tersedia

Mg/L

57,870

5

K - Tersedia

%

0,66

6

Kalsium (Ca)

%

1,71

7

Magnesium

%

0,11

Sumber: Nuriyasa et al. (2012)

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemberantasan hama dan gulma. Penyiraman dilakukan setiap hari dan dilakukan pada sore hari.

Pengukuran dan pemanenan

Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 8 minggu dan pengamatan pertama dilakukan setelah tanaman berumur dua minggu. Pengamatan variabel produksi dilakukan pada saat panen yaitu dengan cara memotong tanaman tepat di permukaan tanah, kemudian memisahkan bagian-bagian tanaman (akar, batang dan daun) serta selanjutnya ditimbang dan dikeringkan.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi variabel pertumbuhan, produksi dan variabel karakteristik.

  • 1.    Variabel pertumbuhan tanaman meliputi:

  • a.    Panjang tanaman (cm)

Panjang tanaman diukur dengan menggunakan penggaris, mulai dari permukaan tanah sampai titik collar daun teratas yang telah berkembang sempurna.

  • b.    Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang telah berkembang sempurna.

  • c.    Jumlah anakan (anakan)

Pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang sudah mempunyai daun yang berkembang sempurna. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai panen.

  • 2.    Variabel produksi tanaman meliputi:

  • a.    Berat kering daun (g)

Berat kering daun diperoleh dengan menimbang daun tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • b.    Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan menimbang batang tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • c.    Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan menimbang akar tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • d.    Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan diperoleh dengan menjumlahkan berat kering batang dan berat kering daun.

  • 3.    Variabel karakteristik tumbuh tanaman meliputi:

  • a.    Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang.

  • b.    Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (Top Root Ratio)

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar diperoleh dengan membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

  • c.    Luas daun (cm2)

Luas daun per pot diperoleh dengan cara mengambil helai sampel daun segar yang telah berkembang sempurna secara acak. Luas sampel daun diukur dengan menggunakan leaf area meter. Luas daun per pot dapat dihitung dengan cara:

LDP = LDS × BDT

BDS

Keterangan:

LDP   = luas daun per pot

LDS  = luas daun sampel

BDT = berat daun total (segar)

BDS = berat daun sampel (segar)

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), maka perhitungan dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Stenotaphrum secundatum mempunyai rataan panjang tanaman tertinggi secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan tanaman lainnya. Rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum merupakan jenis rumput yang mudah tumbuh dan dapat hidup beberapa tahun terus-menerus (perenial) sehingga dapat tumbuh dengan baik. Setiap jenis tanaman memiliki

kemampuan tumbuh yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Menurut Salisbury et al. (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor intern dan ekstern. Faktor dari dalam (intern) yaitu faktor yang terdapat pada tanaman itu sendiri (genetik suatu tanaman) dan faktor dari luar (ekstern) yaitu faktor lingkungan tumbuhan tersebut. Smith dan Whiteman (1983) menyebutkan bahwa rumput Stenotaphrum secundatum merupakan tanaman yang sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma.

Tabel 3. Pertumbuhan rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum dengan berbagai level biourin

Perlakuan

Variabel

Jenis Tanaman

Panjang tanaman (cm)

Jumlah daun (helai)

Jumlah anakan (anakan)

R12)

53,14c1)

69,06a

12,19a

R2

97,64a

65,56a

12,75a

R3

89,36b

62,06a

11,94a

SEM

0,46

1,75

1,55

Level Biourin

B03)

76,55B

61,75B

11,77B

B1

77,91B

60,50B

9,75B

B2

81,46AB

62,00B

12,00B

B3

84,28A

70,00A

16,25A

SEM4)

1,73

2,16

1,45

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf kecil dan kapital yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) serta huruf kecil dan kapital yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) R1= Axonopus compressus, R2= Stenotaphrum secundatum, R3= Paspalum conjugatum

3) B0= tanpa biourin, B1= biourin sapi 2000 l/ha(4 ml/4 kg), B2= biourin sapi 4000 l/ha (8 ml/4 kg), B3= biourin sapi 6000 l/ha (12 ml/4 kg)

4) SEM = Standart Error of the Treatment Means

Pada variabel jumlah daun dan jumlah anakan memberikan rataan tertinggi pada tanaman Stenotaphrum secundatum namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan tanaman lainnya. Ketiga tanaman ini merupakan rumput lokal yang memiliki kemampuan tumbuh dengan baik dan tahan terhadap kondisi suhu tinggi, tingkat produksi yang moderat, dan kekeringan sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan dengan baik. Jumlah daun yang semakin banyak akan menyebabkan terjadinya proses fotosintesis yang semakin meningkat sehingga akan menghasilkan anakan yang lebih banyak. Menurut Sutarno et al. (1993) Stenotaphrum secundatum memiliki pelepah daun menempel rapat yang membuat jumlah daun dapat tumbuh lebih banyak.

Pada variabel berat kering daun memberikan rataan tertinggi pada tanaman Axonopus compressus secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan tanaman lainnya. Menurut Emmons (2000), rumput paitan memiliki daun lebar, berstolon dan membentuk lapisan rumput yang padat. Daun yang lebar akan berhubungan dengan kemampuan tanaman menangkap cahaya untuk fotosintesis sehingga dapat berlangsung dengan optimal sehingga akan berpengaruh pada berat kering tanaman. Menurut pendapat Dwijoseputro (2003) bahan kering tanaman sangat dipengaruhi oleh optimalnya proses fotosintesis. Bahan kering yang terbentuk mencerminkan banyaknya fotosintat sebagai hasil fotosintesis karena bahan kering tergantung pada laju fotosintesis.

Tabel 4. Produksi pada rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum dengan berbagai level biourin

Perlakuan

Variabel

Jenis

Tanaman

Berat kering daun (g)

Berat kering batang (g)

Berat kering akar (g)

Berat kering total hiajaun (g)

R12)

0,86a1)

1,09ab

0,72a

1,96a

R2

0,78a

1,37a

0,86a

2,14a

R3

0,68a

0,99b

0,66a

1,66a

SEM

0,07

0,10

0,06

0,14

Level Biourin

B03)

0,64B

0,97A

0,63A

1,61A

B1

0,57B

1,10A

0,71A

1,67A

B2

0,74B

1,23A

0,77A

1,97A

B3

1,13A

1,31A

0,87A

2,44A

SEM4)

0,11

0,12

0,10

0,22

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf kecil dan kapital yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) serta huruf kecil dan kapital yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2)  R1= Axonopus compressus, R2= Stenotaphrum secundatum, R3= Paspalum conjugatum

3) B0= tanpa biourin, B1= biourin sapi 2000 l/ha(4 ml/4 kg), B2= biourin sapi 4000 l/ha (8 ml/4 kg), B3= biourin sapi 6000 l/ha (12 ml/4 kg)

4) SEM = Standart Error of the Treatment Means

Pada variabel berat kering batang secara statistik berbeda nyata (P<0,05), berat kering akar dan berat kering total hijauan berbeda tidak nyata (P>0,05) memberikan rataan tertinggi pada tanaman Stenotaphrum secundatum dibandingkan dengan tanaman lainnya. Sirait et al. (2010) yang menyatakan, rumput Stenotaphrum secundatum ini bersifat perenial yang mempunyai stolon dengan batang tegak dan banyak cabang, tinggi bisa mencapai 50 cm. Berat kering total hijauan dipengaruhi oleh berat kering daun dan berat kering batang, semakin tinggi berat kering daun dan berat kering batang semakin tinggi pula berat kering total hijauan. Pendapat ini didukung oleh Ma’sum (2005), perkembangan suatu tanaman dapat

ditunjukkan salah satunya melalui berat kering total tanaman. Semakin besar nilai berat kering tanaman, maka pertumbuhan tanaman semakin baik.

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dan nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar memberikan rataan tertinggi pada tanaman Axonopus compressus secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan tanaman lainnya. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan batang pada rumput Axonopus compressus lebih rendah dan pertumbuhan daun lebih tinggi. Nisbah/ratio berat kering daun dengan batang yang tinggi menunjukkan bahwa rumput tersebut mempunyai kualitas yang lebih baik karena kandungan karbohidrat dan protein akan lebih banyak dengan meningkatnya pertumbuhan daun. Top root ratio Axonopus compressus rumput lebih tinggi daripada rumput lainnya ini menunjukkan pertumbuhan batang rumput Axonopus compressus lebih tinggi sehingga pemanfaatan hara lebih diutamakan pada pertumbuhan di atas tanah dibandingkan dengan pertumbuhan di bawah tanah (akar). Hal ini sesuai dengan pendapat Allaby (2004) menyatakan bahwa tanaman dengan proporsi tajuknya lebih tinggi dapat mengumpulkan lebih banyak cahaya energi, sedangkan tanaman yang proporsi akarnya lebih banyak lebih efektif berkompetisi untuk unsur hara tanah. Luas daun memberikan rataan tertinggi pada tanaman Stenotaphrum secundatum secara statistik berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan tanaman lainnya. Luas daun akan mempengaruhi kuantitas penyerapan cahaya pada tanaman. Apabila cahaya dan unsur hara tersedia dalam jumlah mencukupi, akan mengakibatkan jumlah cabang atau daun yang tumbuh pada suatu tanaman meningkat. Tanaman akan meningkatkan laju pertumbuhan daunnya supaya bisa menangkap cahaya secara maksimal sehingga fotosintesis dapat berjalan lancar (Setyanti, 2013).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian biourin sapi 6000 l/ha (B3) memberikan rataan tertinggi pada semua variabel pertumbuhan dibandingkan dengan perlakuan level biourin lainnya dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Semakin tinggi level biourine yang diberikan semakin tinggi pula pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga karena pupuk biourin mengandung unsur hara yang bagus untuk pertumbuhan tanaman. Didukung oleh pendapat Novizan (2002), bahwa urin sapi sebagai sisa hasil metabolisme mempunyai kadar unsur hara yang lebih tinggi dibanding kadar unsur hara yang terkandung dalam kotoran padatnya. Pemberian pupuk organik urin sapi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas tanah. Urin sapi mengandung unsur hara yang cukup baik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Leksona et al. (2013) bahwa dalam biourin terdapat bakteri Bassilus sp merupakan bakteri yang mampu menyediakan unsur hara fosfor. Hal ini dilakukan oleh bakteri Bassilus sp dengan cara melalui pelarutan unsur hara fosfor yang sebelumnya Mertaningsih, N.P.L. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 864 – 880 Page 874

merupakan bentuk yang belum tersedia bagi tanaman, siap dipergunakan oleh tanaman, sehingga tanaman tidak kekurangan unsur fosfor. Unsur fosfor juga sangat dibutuhkan oleh tanaman pada masa vegetatif sampai masa generatif. Sehingga tanaman dapat tumbuh secara maksimal.

Tabel 5. Karakteristik tumbuh pada rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum

secundatum, dan Paspalum conjugatum dengan berbagai level biourin

Perlakuan

Variabel

Jenis Tanaman

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang (g)

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (g)

Luas daun (cm2)

R12)

0,82a1)

2,95a

5.092,36a

R2

0,55a

2,49a

5.340,55a

R3

0,64a

2,92a

3.221,57b

SEM

0,07

0,22

280,56

Level Biourin

B03)

0,65B

2,85A

3.939,59B

B1

0,51B

2,69A

3.999,11B

B2

0,63B

2,68A

4.698,55AB

B3

0,88A

2,93A

5.568,71A

SEM4)

0,07

0,28

441,49

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf kecil dan kapital yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) serta huruf kecil dan kapital yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) R1= Axonopus compressus, R2= Stenotaphrum secundatum, R3= Paspalum conjugatum

3) B0= tanpa biourin, B1= biourin sapi 2000 l/ha(4 ml/4 kg), B2= biourin sapi 4000 l/ha (8 ml/4 kg), B3= biourin sapi 6000 l/ha (12 ml/4 kg)

4) SEM = Standart Error of the Treatment Means

Biourin sapi mengandung unsur magnesium (Mg) yang berfungsi sebagai penyusun klorofil sehingga unsur ini berperan penting terhadap pertumbuhan daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan (2000) unsur Mg berfungsi sebagai penyusun klorofil sehingga mampu meningkatkan laju fotosintesis. Selain itu, jumlah daun berhubungan dengan pertumbuhan batang dimana batang tersusun dari ruas yang merentang diantara buku-buku batang tempat melekatnya daun. Jumlah buku dan ruas sama dengan jumlah daun sehingga dengan bertambah panjangnya batang akan menyebabkan jumlah daun yang terbentuk juga semakin banyak (Puspitasari, 2012). Jumlah daun juga dipengaruhi oleh jumlah anakan, semakin banyak jumlah anakan maka semakin banyak pula jumlah daunnya. Menurut Wangiyana et al. (2009) jumlah daun per rumpun akan mengikuti sesuai dengan pertambahan jumlah anakan per rumpun. Jumlah anakan yang semakin tinggi juga akan menghasilkan produksi yang tinggi pula. Menurut Yurnavira (2015) pada periode pembentukan anakan,

tanaman akan membutuhkan jumlah hara yang semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah anakan.

Perlakuan level biourin 6000 l/ha (B3) memberikan rataan tertinggi pada berat kering daun secara statistik berbeda nyata (P<0,05), namun pada berat kering batang, berat kering akar dan berat kering total hijauan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengan meningkatnya jumlah dan luas daun menyebabkan peningkatan proses fotosintesis sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman seperti daun, anakan, batang bertambah sehingga produksi berat kering total tanaman juga mengalami peningkatan. Hal ini terlihat pada hasil penelitian dengan semakin meningkatnya dosis pupuk akan diikuti oleh peningkatan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Nyakpa et al. (1988) dan Winarso (2005) menyatakan tanaman yang mempunyai luas daun yang lebih lebar akan dapat meningkatkan proses fotosintesis sehingga penyimpanan bahan makanan ditumbuhan semakin baik. Peningkatan total berat kering tanaman ini disebabkan oleh adanya peningkatan berat kering daun dan berat kering batang.

Pada dosis biourin yang tinggi menyebabkan proses fotosintesis berjalan optimal sehingga bahan kering (daun, batang, dan akar) yang dihasilkan juga tinggi. Semakin tinggi unsur hara tersedia bagi tanaman menyebabkan pertumbuhan dan produktivitas meningkat. Semakin banyak jumlah dan luas daun akan meningkatkan proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat sehingga meningkatkan produksi berat kering tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Budiana (1993) yang menyatakan makin tinggi laju fotosintesis maka makin tinggi karbohidrat dan protein yang dihasilkan tanaman sehingga berat kering juga makin tinggi. Adijaya dan Kertawirawan (2010) yang menyatakan semakin tinggi dosis pupuk kandang dan biourin yang diberikan akan meningkatkan N-total dalam tanah. Poerwowidodo (1992) dan Sutedjo (2002) menyatakan nitrogen diperlukan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, memperbesar ukuran daun dan meningkatkan kandungan klorofil. Peningkatan klorofil pada daun akan mempercepat proses fotosintesis.

Perlakuan level biourin 6000 l/ha (B3) memberikan rataan tertinggi pada variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang serta luas daun secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan peningkatan berat kering daun disertai dengan peningkatan berat kering batang. Semakin tinggi nisbah berat kering daun dengan berat kering batang menunjukkan tanaman memiliki kualitas hijauan yang baik dengan kandungan protein yang tinggi. Semakin meninggkatnya luas daun berarti semakin meningkat pula kemampuan tanaman menyerap cahaya. Peningkatan luas daun akan

meningkatkan proses fotosintesis sehingga pembentukan biomassa tanaman juga akan meningkat.

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar memberikan rataan tertinggi pada perlakuan level biourin 6000 l/ha (B3) secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), dibandingkan dengan perlakuan lainnya, Semakin tinggi berat kering total hijauan dengan berat kering akar yang rendah maka nilai toop root ratio yang dihasilkan tinggi dan menunjukkan produksi total hijauan. Makin tinggi dosis pemberian pupuk biourin maka karakteristiknya makin baik. Menurut Sumarsono et al. (2009) bahwa penggunaan pupuk organik berpengaruh positif terhadap komponen pertumbuhan dan produksi bahan kering hijauan. Peningkatan kandungan bahan organik tanah pada tanah bermanfaat menyediakan unsur nitrogen, fosfor dan memperbaiki struktur tanah yang berdampak pada peningkatan produksi hijuan pakan ternak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis rumput lokal dengan berbagai level biourin terhadap semua variabel (pertumbuhan, produksi dan karakteristik) yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa antara jenis rumput lokal dan level biourin bekerja sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan hasil hijauan. Hal ini sesuai pernyataan Steel dan Torrie (1995) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: dari ke tiga jenis rumput lokal, Stenotaphrum secundatum memberikan respon pertumbuhan dan produksi tertinggi dibandingkan dengan rumput Axonopus compressus, dan Paspalum conjugatum. Level biourin 6000 l/ha (12ml/4kg) tertinggi dalam memberikan pertumbuhan dan produksi rumput lokal.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk selanjutnya perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dosis optimal dari penggunaan biourin pada rumput lokal dengan pemberian biourin diatas 6000l/ha.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir Ida Bagus Gaga Partama, MS dan seluruh responden yang telah bekerja sama dengan baik dalam pengumpulan data selama peneitian ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan penlitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, I. N. 2009. Potensi Limbah Sapi Pada Integrasi Tanaman Ternak. Bulletin Teknologi dan Informasi Pertanian Edisi 21, tahun VII, September 2009. Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Adijaya, I. N. Dan P. A. Kertawirawan. 2010. Respon jagung (Zea mays L.) terhadap pemupukan Bio urin sapi di lahan kering. (laporan). Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

Allaby, M. 2004. A Dictionary of Ecology. Oxford University Press Inc, New York

Budiana. 1993. Produksi Tanaman Hijauan Pakan Ternak Tropik. Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Dwidjoseputro, 2003. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Emmons, R. D. 2000. Turfgrass Science and Management. 3rd ed. Columbia (US): Delmar.

Flaig, W. 1984. Soil Organic Matter as a Source of Nutrient. Organic Matter and Rice, Los Banos Laguna, Philippines: International Rice Research Institute

Humphreys, L. R. 1994. Tropical Forages: Their Role in Sustainable Agriculture. Longman Scientific & Technical

Kartini, N. L. 2000. Pertanian Organik Sebagai Pertanian Masa Depan. Prosidding Seminar Nasional Pegembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan Universitas Udayana Denpasar.

Lakitan, B. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Leskona, Linda dan Mukarlina. 2013. Pertumbuhan jagung dengan pemberian glamus agregatum dan biofertilizer pada tanah bekas penambangan emas. Jurnal Protobion 2(3): 176-180.

Manidool, C. 1992. Plant Resources of South; East No. 4. Forages. Pudoc-DLO, Wageningen, the Netherlands. Pp 53-54

Ma’sum, M. 2005. Biologi Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

Novizan. 2002. Biourine sebagai Pupuk Organik. Kanisius. Yogyakarta.

Nuriyasa, I. M., N. N. C. Kusumawati, A. A. A. S. Trisnadewi, E. Puspani, dan W. Wirawan. 2012. Peningkatan produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput setaria (Setaria splendida Stapf) melalui pemupukan biourin. Jurnal Pastura. 2(2): 93-96. https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura/article/view/9029

Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis, M. A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G. B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Lampung : Penerbit Universitas Lampung.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa, Bandung.

Puspitasari, N. I. 2012. Pengaruh Macam Bahan Organik dan Jarak Tanam terhadap Hasil dan Kualitas Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Salisbury, B. Frank. dan C. W. Ross. 2002. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Setyanti, Y. H. 2013. Karakteristik fotosintetik dan serapan fosfor hijauan alfalfa (Medicago sativa) pada tinggi pemotongan dan pemupukan nitrogen yang berbeda. Animal Agriculture. 2(1): 86-96.

Sirait, J., R. Hutasoit, A. Tarigan, dan K. Simanihuruk. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya dan Pemanfaatan Rumput Stenotaphrum secundatum Untuk Ternak Ruminan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. Bogor

Smith, M. A. dan P. C. Whiteman. 1983. Evaluation of tropical grasses in increasing shade under coconut canopies. Expl. Agric., 19:153-161

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Stur, W.W. and H.M. Shelton. 1990. Review of forage resources in plantation crops of Southeast Asia and the Pacific. Proc. ACIAR No. 32. Bali, 27 – 29 Juni 1990. pp. 25 – 31.

Sumarsono, S., D. W. Anwar., dan S. Budiyanto. 2009. Penerapan Pupuk Organik untuk Perbaikan Penampilan dan Produksi Hijaun Rumput Gajah pada Tanah Masam. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan-Semarang, Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro, Semarang.

Sutari, N. W. S. 2010. Pengujian Kualitas Bio-Urin Hasil Fermentasi dengan Mikroba yang Berasal dari Bahan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea L.). Tesis. Program Studi Bioteknologi Pertanian, Program Pasca sarjana, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar.

Sutejo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Sutarno, H., M. E. Siregar dan H. Soedjito. 1993. Pendayagunaan Tanaman Pakan pada Lahan Kritis. Yayasan PROSEA Bogor. MAB Indonesia. UNESCO/PROSTEA. Jakarta.

Wangiyana, W., Z. Laiwan dan Sanisah. 2009. Pertumbuhan dan hasil tanaman padi Var. Ciherang degan teknik budidaya “SRI (Sytem of Rice Intensification)” pada berbagai umur dan jumah bibit per lubang tanam. Jurnal Crop Agro. 2(1): 70-78.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Yogjakarta : Penerbit Gava Media.

Yurnavira, I. 2015. Pengaruh jenis pupuk organik dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa L.) sawah pada system konvensional. Jurnal Agrologia. 2(1): 60-68.

Mertaningsih, N.P.L. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 864 – 880 Page 880