Quality Of Duck Eggs with A Storage Time of 21 Days In The Low Lands In The Jimbaran Area
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: April 20, 2019 Accepted Date: May,10, 2019
Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & Eny Puspani
Kualitas Telur Itik Dengan Lama Penyimpanan Selama 21 Hari Pada Dataran Rendah Di Daerah Jimbaran
Indrayoga, I. B. A.,I W. Wijana, dan M. Wirapartha
P.S Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P.B.Sudirman, Denpasar E-mail: idabagsindrayoga@gmail.com Tlp 081916424260
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas telur itik yang disimpan di dataran rendah Bukit Jimbaran selama 21 hari. Penelitian dilaksanakan di Daerah bukit Jimbaran, sedangkan di Laboratorium Ternak Unggas di Denpasar dari persiapan pemecahan telur sampai pengolahan data dilakukan selama 4 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 4 perlakuan yaitu telur tanpa disimpan (0 hari /kontrol), penyimpanan telur 7 hari, penyimpanan telur 14 hari, penyimpanan telur 21 hari yang masing-masing perlakuan mengunakan 4 ulangan setiap ulangan menggunakan 4 butir telur Variabel yang diamati yaitu berat telur, indeks bentuk telur, tebal kerabang telur, pH telur, warna kuning telur, tinggi putih telur, haugh unit (HU). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh penyimpanan terhadap meningkatnya pH telur, menurunyan tinggi putih telur dan haught unit (HU) tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpanan 7 hari, 14 hari dan 21 hari mendapatkan hasil berbeda nyata (P<0,05).Terhadap berat telur, indeks bentuk telur, tebal kerabang dan warna kuning telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpana selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari memberikan hasil tidak berbeda nyata (P>0.05). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa telur itik tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpanan selama 7, 14 dan 21 hari pada suhu kamar di Daerah Jimbaran tidak berpengaruh terhadap berat telur, indeks bentuk telur, tebal kerabang dan warna kuning telur, akan tetapi penyimpanan telur itik selama 21 hari berpengaruh meningkatnya pH telur, menurunyan tinggi putih telur dan haugh unit (HU). Akan tetapi kualitas telur itik selama penyimpanan 21 hari masih memiliki grade A dan telur itik masih layak dikonsumsi pada penyimpanan 21 hari.
Kata kunci: telur itik, lama waktu penyimpanan, dataran rendah, Jimbaran, kualitas telur.
Quality Of Duck Eggs with A Storage Time of 21 Days In The Low Lands In The Jimbaran Area
ABSTRACT
This study aims to determine the quality of duck eggs stored in the lowlands of Bukit Jimbaran for 21 days. The study was carried out in the Jimbaran hill area, while in the Poultry Laboratory in Denpasar from preparation for egg laying to data processing for 4 weeks. The design of the study used Completely Randomized Design (CRD), consisting of 4 treatments namely eggs without storage (0 days / control), 7 days egg storage, 14 days egg storage, 21 days egg storage, each treatment using 4 replications each replication using 4 eggs Variables

observed were egg weight, egg shape index, eggshell thickness, egg pH, egg yolk, high egg white, haugh unit (HU). The results showed the effect of storage on increasing egg pH, decreased egg white height and haught units (HU) without storage (0 days / control), storage 7 days, 14 days and 21 days had significantly different results (P <0.05). Regarding egg weight, egg shape index, eggshell thickness and egg yolk without storage (0 days / control), storage for 7 days, 14 days and 21 days gave no significant difference (P> 0.05). Based on the results of the study concluded that duck eggs without storage (0 days / control), storage for 7, 14 and 21 days at room temperature in the Jimbaran area did not affect egg weight, egg shape index, shell thickness and egg yolk color, but storage duck eggs for 21 days have an effect on increasing egg pH, decreasing egg white and haugh unit (HU). However, the quality of duck eggs during storage for 21 days still has grade A and duck eggs are still suitable for consumption at 21 days of storage.
Keywords: duck eggs, storage time, low land, Jimbaran, egg quality.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang mempunyai banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat. Menurut (Raji et al., 2009), menyatakan bahwa sebutir telur mengandung gizi yang cukup sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Telur itik memiliki kualitas lebih baik bila dibandingkan dengan telur unggas lainnya karena kaya akan mineral, vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E, niasin, dan vitamin B12 (USDA, 2007). Telur itik memiliki ukuran yang besar dan warna kerabangnya putih sampai hijau kebiruan. Rata-rata bobot telur itik adalah 60-75 gram. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, bergizi tinggi, dan harganya relatif murah sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Telur itik banyak digunakan sebagai bahan untuk membuat telur asin, martabak telur dan campuran jamu. Khusus untuk Daerah Bali telur itik banyak digunakan sebagai bahan upakara untuk mengisi kelengkapan sarana upakara “banten daksina“. Telur itik dipergunakan dan disimpan selama satu bulan pada banten daksina dan satu periode pengisian daksina yang baru.
Di Bali, khususnya di daerah Jimbaran merupakan salah satu wilayah dataran rendah yang memiliki temperatur yang cukup panas di Propinsi Bali. Menurut data BPS Badung (2015), Daerah Jimbaran berada pada ketinggian 28 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas area 20,5 km2. Ditambahkan data BMKG Wilayah III Denpasar (2018), Daerah Jimbaran memiliki suhu rata-rata 280C dengan kelembaban udara 80%. Menurut data BPS
Badung (2017), jumlah penduduk di Daerah Jimbaran yaitu 50.530 jiwa pada tahun 2016. Banyak penduduk maupun wisatawan yang tinggal di Daerah Jimbaran membutuhkan telur itik sebagai kebutuhan hidup pokok. Khususnya masyarakat yang beragama Hindu memanfaatkan telur itik sebagai bahan upakara. Namun, telur tergolong komoditas yang mudah mengalami penurunan kualitas sehingga tidak tahan kalau disimpan dan pada umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 14 hari di ruang terbuka (Hardini, 2000).
Telur memiliki kelemahan yaitu sifatnya mudah rusak, baik berupa kerusakan fisik, kerusakan kimia dan kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba. Sifat mudah rusak tersebut disebabkan kulit telur mudah pecah, retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang besar. Semakin tua umur telur, maka diameter putih telur akan melebar sehingga indeks putih telur semakin kecil. Perubahan ini disebabkan pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori-pori kerabang telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu, kelembaban dan porositas kerabang telur (Yuwanta, 2010).
Faktor lama penyimpanan telur merupakan masalah yang berkaitan erat dengan aspek distribusi mulai dari tingkat peternak sampai telur dikonsumsi konsumen. Untuk mendapatkan jumlah telur konsumsi sesuai dengan jumlah kebutuhan, peternak itik umumnya menyimpan hasil produksi telur dalam jumlah besar selama 2-3 hari di ruang terbuka sebelum dipasarkan pada distributor dan konsumen. Selama penyimpanan telur akan mengalami perubahan isi sehingga kualitasnya akan mengalami penurunan. Perubahan telur bisa dilihat dari luar seperti warna kulit telur mulai memudar atau agak keruh dan pada permukaan cangkang akan timbul bintik-bintik hitam. Perubahan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan mikroba dan penyebaran air yang tidak merata pada kulit telur. Perubahan yang umum antara lain penguapan air dan CO2, pembesaran ruang udara, penurunan berat telur, penurunan berat jenis, pemecahan protein dalam telur, terjadi perubahan dan pergerakan posisi kuning telur, pengendoran tali pengikat kuning telur, kenaikan pH putih telur, dan penurunan kekentalan putih dan kuning telur (Kusnadi, 2007).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas telur itik pada dataran rendah di daerah Jimbaran.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium bersama Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, sedangkan pemecahan telur dan pengumpulan data dilaksanakan di Laboratorium Ternak Unggas di Denpasar. Penelitian ini berlangsung selama 4 minggu mulai dari tanggal 02- 29 september 2018 dari persiapan sampai dengan pengolahan data.
Telur
Telur yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 64 butir dengan berat yang seragam (rata-rata berat awal 67,43 ± 0,491 gram) yang diperoleh dari peternakan itik secara intensif di daerah Kediri, Tabanan, provinsi Bali.
Peralatan penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a) Rak telur digunakan untuk menaruh telur, b) Timbangan elektrik digunakan untuk menimbang telur, c) Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang dan lebar telur, d) Thermo hygrometer dan hygrometer digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban ruangan selama penyimpanan telur, e) Mikrometer buatan AMES, USA digunakan untuk mengukur ketebalan kulit telur, f) Egg Multitester digunakan untuk mengukur warna kuning telur dan tinggi putih telur, g) pH meter digunakan untuk menetukan pH telur, h) Alat tulis untuk mencatat data selama penelitian, i) Kantong plastik digunakan untuk menampung isi telur setelah mendapatkan perlakuan.
Penyimpanan telur
Telur yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 64 butir, diletakkan dalam 16 buah tray telur, masing-masing tray berisi 4 butir telur dengan masing-masing tray diberikan kode perlakuan (lama peyimpanan dan ulangan). Telur kemudian disimpan pada suhu ruang di daerah kampus bukit Jimbaran.
Pemecahan telur dan pengambilan data
Telur sebelum dilakukan pemecahan telur ditimbang terlebih dahulu, setelah selesai ditimbang kemudian telur dilakukan pengukuran terhadap panjang dan lebar telur lalu telur dipecahkan, telur dipecahkan setiap 1 minggu berjumlah 16 butir telur yang sesuai perlakuan /lama penyimpanan. Kemudian isi telur ditempatkan pada cawan lalu dimasukan ke mesin Egg Multitester EMT 7300 kemudian mendapatkan hasil warna kuning telur, tinggi putih telur
dan haugh unit (HU). Untuk pengukuran pH, putih telur dan kuning telur diaduk secara merata kemudian di ukur menggunakan alat pH meter, Selanjutnya dilakukan pengukuran tebal kerabang telur menggunakan alat mikrometer, setelah selesai dilakukan pemecahan telur selanjutnya pengambialan data.
Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 4 perlakuan dengan 4 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 4 butir telur, sehingga jumlah telur yaitu 64 butir. Perlakuan yang diberikan adalah P0: telur tanpa disimpan (0 hari / kontrol), P7: telur disimpan selama 7 hari, P14: telur disimpan selama 14 hari, P21: telur disimpan selama 21 hari. Seluruh telur disimpan pada suhu kamar di daerah Jimbaran (dataran rendah).
Variabel yang diamati
-
1. Kualitas eksternal yang meliputi:
-
a) Berat telur, berat telur didapatkan dengan cara menimbang telur sebelum dipecahkan dengan menggunakan timbangan digital yang dinyatakan dalam gram.
-
b) Indeks bentuk telur, indeks bentuk telur ditentukan dengan membandingkan lebar telur dengan panjang telur kemudian dikalikan 100 (Hughes, 1974). Panjang telur diukur pada sumbu terpanjang melalui ujung tumpul dan ujung runcing pada telur sedangkan lebar telur diukur pada bagian paling lebar dari telur dengan alat jangka sorong.
-
2. Kualitas internal yang meliputi:
-
a) Tebal kerabang telur, ketebalan kerabang telur diukur dengan menggunakan micrometer yang memiliki ketelitian 0,001 mm. Pengukuran tebal kulit telur dilakukan dengan cara memecahkan telur terlebuh dahulu dan membersihkan bagian dalam kulit telur tersebut yang selanjutnya ambil bagian kerabang telur lalu diukur.
-
b) pH telur, putih dan kuning telur dicampur ke dalam gelas ukur kemudian diaduk hingga merata dan lalu diukur dengan pH meter.
-
c) Warna kuning telur, nilai warna kuning telur ditentukan dengan menggunakan mesin Egg Multitester EMT 7300.
-
d) Tinggi putih telur, diukur menggunakan Egg Multitester EMT 7300.
-
e) Haugh Unit (HU) telur, Untuk menghitung Haugh Unit, telur ditimbang beratnya lalu dipecahakan secara hati-hati dan diletakkan ditempat yang tersedia pada mesin Egg Multitester EMT 7300. Bagian putih telur yang diukur dipilih antara pinggir kuning telur dan pinggir putih telur (Sudaryani, 2003) Kemudian dihitung Haugh Unit dengan rumus :
HU = 100 log (H+7,57-1,7 W0,37)
Keterangan:
HU= Haugh Unit.
H = Tinggi Putih Telur Kental.
W = Berat Telur.
Analisis data
Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari kualitas telur itik dengan lama penyimpanan selama 21 hari pada dataran rendah di Daerah Jimbaran yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Berat Telur, Indeks Bentuk Telur, Tebal
Kerabang, pH, Warna Kuning Telur, Tinggi Putih Telur dan Haugh Unit.
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | |||
P0 |
P7 |
P14 |
P21 | ||
Kualitas Eksternal : Berat Telur Awal (gram) |
67,02 a3) |
67,58 a |
67,85 a |
67,29 a |
0,209 |
Berat Telur (gram) |
67.02a |
66.78a |
66.92a |
66.44a |
0.248 |
Indeks Bentuk Telur |
74.49a |
74.90a |
74.22a |
72.61a |
0.814 |
Kualitas Internal : Tebal Kerabang Telur (mm) |
0.43a |
0.43a |
0.42a |
0.41a |
0.009 |
pH Telur |
7.70a |
8.14ab |
8.26b |
8.46b |
0.160 |
Warna Kuning Telur |
13.63a |
13.58a |
13.34a |
12.19a |
0.483 |
Tinggi Putih Telur (mm) |
6.37a |
6.00ab |
5.08b |
3.27c |
0.346 |
HU (Haugh Unit) |
80.22a |
79.21a |
75.39b |
67.12c |
0.787 |
Keterangan: |
1. P0 = Telur tanpa disimpan (0 hari /kontrol)
P7 = Telur disimpan selama 7 hari
P14 = Telur disimpan selama 14 hari
P21 = Telur disimpan selama 21 hari
2. SEM = Standar Error of The Treatment Mean
3. Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05).
Berat Telur (gram)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat telur itik tanpa disimpan (0 hari /kontrol) adalah 67.02 gram (Tabel 1). Rata-rata berat telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) lebih tinggi dibandingkan penyimpanan selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari masing-masing sebesar 0.36%, 0.15%, 0.87%, sedangkan pada penyimpanan 7 hari dan 21 hari memiliki rata-rata sebesar 0.21% dan 0.72% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 14 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Indeks Bentuk Telur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks bentuk telur itik tanpa disimpan (0 hari /kontrol) adalah 74.49 (Tabel 1). Rata-rata indeks bentuk telur pada penyimpanan 7 hari lebih tinggi sebesar 0.55% dibandingkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), sedangkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari memiliki rata-rata sebesar 0.36% dan 2.52% lebih rendah dibandingkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), sedangkan pada penyimpanan 14 hari dan 21 hari masing-masing sebesar 0.91% dan 3.06 lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tebal Kerabang Telur (mm)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal kerabang telur itik tanpa disimpan (0 hari /kontrol) adalah 0.43 mm (Tabel 1). Rata-rata tebal kerabang telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) sama dengan penyimpanan 7 hari, sedangkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) sebesar 2.33% dan 4.65% lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, sedangkan pada penyimpanan 14 hari dan 21 hari sebesar 2.32% dan 4.65% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
pH Telur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH telur itik tanpa disimpan (0 hari /kontrol) adalah 7.70 (Tabel 1). Rata-rata pH telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) sebesar 5.41% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari, sedangkan pada penyimpanan 14 hari dan 21 hari sebesar 1.45% dan 3.79% lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 7 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Rata-rata pH telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) sebesar 6.79% dan 8.98% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, namun secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Warna Kuning Telur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna kuning telur itik tanpa disimpan (0 hari /kontrol) adalah 13.63 (Tabel 1). Rata-rata warna kuning telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 7 hari, 14 hari dan 21 hari masing-masing sebesar 0.36%, 2.13% dan 10.56%, sedangkan pada penyimpanan 14 hari dan 21 hari sebesar 1.78% dan 10.24% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tinggi Putih Telur (mm)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi putih telur itik tanpa disimpan (0 hari /kontrol) adalah 6.37 mm (Tabel 1). Rata-rata tinggi putih telur pada penyimpanan 7 hari sebesar 5.81% lebih rendah dibandingkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Rata-rata tinggi putih telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) sebesar 20.25% dan 48.67% lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, sedangkan penyimpanan 21 hari sebesar 45.50% dan 35.63% lebih rendah dari penyimpanan 7 hari dan 14 hari, namun secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
HU (Haugh Unit)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa HU telur itik tanpa disimpan (0 hari /kontrol) adalah 80.220 (Tabel 1). Rata-rata HU telur pada penyimpanan 7 hari sebesar 1.26% lebih rendah dibandingkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Rata-rata HU telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) sebesar 6.02% dan 16.33% lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, sedangkan penyimpanan 21 hari sebesar 15.26% dan 10.97% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari dan 14 hari, namun secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Pembahasan
Berat telur (gram)
Pengaruh penyimpanan terhadap berat telur itik, tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) memiliki rata-rata berat telur lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 7 hari, 14 hari dan 21 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena telur itik disimpan di Daerah Jimbaran pada suhu ruang dengan temperatur rata-rata 280C dengan kelembaban udara 80% selama penyimpanan 21 hari menyebabkan penguapan CO2 dan H2O lebih lambat, karena kulit telur itik yang tebal mengakibatkan sedikit pelebaran terhadap pori-pori sehingga telur sedikit mengalami penguapan. Menurut (Romanoff dan Romanoff, 1963) telur yang mempunyai kulit yang tebal dan luas permukaan yang tidak terlalu besar akan memperlambat penguapan CO2 dan H2O melalui pori-pori selama penyimpanan, sehingga laju penurunan kualitas internal telur semakin lama dan telur masih mempunyai kualitas yang baik. Penyimpanan telur memiliki waktu yang terbatas, maka penyimpanan harus diperhatikan agar telur itik memiliki masa penyimpan yang lama, Prinsip penyimpanan telur adalah memperkecil penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur, sehingga dibutuhkan temperatur yang relatif rendah agar penurunan berat telur lebih lambat. Menurut Suradi (2006), menyatakan bahwa penyimpanan telur terbaik pada suhu refrigerasi (5-100C) karena dapat menjaga kualitas telur pada saat penyimpanan dan menurut Sudaryani, (2000), suhu optimum untuk penyimpanan telur adalah 250C dan kelembaban 70-80%, di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur. Rata-rata berat telur itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 66.79 gram maka telur yang digunakan dalam penelitian ini berukuran besar. Menurut Sumarni dan Djuarnani (1995), menyatakan bahwa klasifikasi berat telur yang berukuran besar adalah 64-70 gram/butir.
Indeks bentuk telur
Pengaruh penyimpanan terhadap indeks bentuk telur itik, penyimpanan 7 hari memiliki rata-rata indeks bentuk telur lebih tinggi dibandingkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpanan 14 hari dan 21 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena telur itik yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari peternakan itik intensif di Kediri Tabanan, dengan jenis itik, umur induk, pakan yang diberikan, dan manajemen pemeliharaan yang sama baik sehingga menghasilkan indeks bentuk telur yang sama dan baik. Dalam penelitian yang dilakukan indeks bentuk telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpanan selama 7 hari, 14 hari 21 hari yaitu 74.49, 74.90, 74.22, dan 72.61 masih memiliki indek bentuk yang baik, karena menurut Murtidjo (1992), indeks bentuk telur yang baik berkisaran 70-79. Bentuk telur unggas bermacam-macam, umumnya berbentuk hampir bulat sampai lonjong. Perbedaan bentuk telur ini terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain sifat genetik, umur unggas saat bertelur, serta sifat fisiologis yang terdapat dalam tubuh induk itik. Menurut Widyantara (2016), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk telur antara lain jenis unggas, umur, perubahan musim sewaktu unggas bertelur, sifat keturunan, umur pembuahan, berat tubuh induk dan pakan yang diberikan.
Tebal kerabang telur (mm)
Pengaruh penyimpanan terhadap tebal kerabang telur itik, tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) memiliki rata-rata tebal kerabang telur sama dengan penyimpanan 7 hari, sedangkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini karena lama penyimpanan telur itik tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kerabang telur, karena terjadinya penguapan H2O yang rendah selama penyimpanan sampai 21 hari dengan suhu ruang rata-rata 280C yang menyebabkan pori-pori tebal kerabang telur tetap terjaga. Menurut (Sumarni dan Djuarnani, 1995), meyatakan bahwa kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta dilengkapi dengan pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran gas dari dalam dan luar kerabang telur. Hasil penelitian tebal kerabang telur tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), dan penyimpanan selama 7 hari, 14 hari, 21 hari yaitu 0.43mm, 0.43mm, 0.42mm, dan 0.41mm ini masih berkisaran normal karena menurut Sihombing et.al (2014), tebal kerabang telur unggas yang normal berkisaran 0.35-0.45 mm.
pH telur
Pengaruh penyimpanan terhadap pH telur itik, tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) memiliki rata-rata pH telur lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) lebih rendah dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, namun secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini dikarenakan selama umur 21 hari putih telur lebih encer /tinggi putih telur lebih rendah (Tabel 4.1) dibandingkan putih telur hari ke 0, sehingga pH telur selama penyimpanan menjadi meningkat dan memiliki pH paling tinggi dibandingkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpanan 7 dan 14 hari. Sedangkan perlakuan tanpa penyimpanan (0 hari/kontrol) dan Penyimpanan 7 hari memiliki pH paling rendah dibandingkan perlakuan Penyimpanan 14 hari dan Penyimpanan 21 hari. Hal ini disebabkan karena kesegaran putih telur masih baik /tinggi putih telur masih tinggi (Tabel 4.1). Suhu ruangan selama penyimpan telur itik cukup stabil dengan suhu rata-rata 280C dengan kelembaban 80% yang mengakibatkan laju kenaikan pH selama penyimpanan 21 hari lebih lambat sehingga menghasilkan pH telur yang baik. Menurut Indratiningsih (1984), suhu dapat mempengaruhi pH putih dan kuning telur. Semakin tinggi suhu maka CO2 yang hilang lebih banyak sehingga meyebabkan pH putih dan kuning telur meningkat. Hasil penelitin pH telur itik tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), dan penyimpanan selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari memiliki rataan yaitu 7,70, 8,14, 8,26 dan 8,46 jadi telur pada penelitian ini memiliki pH telur masih baik, karena menurut Soekarto (2013), telur yang baru keluar dari induknya mempunyi pH sekitar 7, selama penyimpanan telur pH naik menjadi 9,0-9,7.
Warna kuning telur
Pengaruh penyimpanan terhadap warna kuning telur itik. Warna kuning telur pada penyimpanan 7 hari, 14 hari dan 21 hari lebih rendah dibandingkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena putih telur sudah mulai encer tetapi masih dalam kondisi baik sehingga warna kuning telur mulai memudar namun masih dalam standar yang baik. Menurut Sudaryani (2003), warna kuning telur yang baik berkisar antara 9-15 dan warna kuning telur yang pucat berkisar 1-9, jadi hasil penelitian warna kuning telur yang diperoleh tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), dan penyimpanan 7 hari, 14 hari dan 21 hari dengan rataan 13,63, 13,58, 13,34 dan 12,19, selama penelitian penyimpanan warna kuning telur memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi warna kuning telur maka semakin baik kualitas telur tersebut (Muharlien, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas warna kuning telur diantaranya pakan, genetik dan umur telur. Warna kuning telur dipengaruhi oleh kandungan zat xantofi dalam pakan. Menurut Winarno (2002), menyatakan bahwa warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum, sehingga dapat menyebabkan warna pekat pada kuning telur dan menurut Agro et.al., (2013), menyatakan bahwa warna kuning telur salah satunya dipengaruhi oleh kandungan pigmen Xanthopyl, Betacaroten, Klorofil dan Cytosan dari ransum. Adanya perbedaan warna kuning telur disebabkan oleh perbedaan kemampuan metabolisme dalam mencerna ransum dan perbedaan dalam menyerap pigmen Xanthopyl dalam ransum.
Tinggi Putih Telur (mm)
Pengaruh penyimpanan terhadap tinggi putih telur itik, tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 7 hari namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, namun secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini dikarenakan penyimpanan di Daerah Jimbaran memiliki temperatur yang cukup panas dengan suhu 280C, sehingga tinggi putih telur lebih rendah yang mengakibatkan pengenceran selama penyimpanan 21 hari. Hal ini disebabkan waktu penyimpanan berpengaruh terhadap tinggi putih telur. Menurut (Stadelmen dan Cotterill 1995), menyatakan bahwa putih telur yang encer dipicu oleh kerusakan pada jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur. Menurut (Heath, 1977), menyatakan bahwa kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer. Perbedaan putih telur kental dan encer terutama disebabkan oleh perbedaan kandungan ovomucinnya. Menurut Winarno dan Koswara (2002), menyatakan bahwa ovomicun pada putih telur kental kira-kira empat kali lebih banyak dari pada putih telur encer.
HU (Haugh Unit)
Pengaruh penyimpanan terhadap HU telur itik, tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) memiliki rata-rata HU telur lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 7 hari namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 14 hari dan 21 hari secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan karna lama penyimpanan telur itik di Daerah Jimbaran mengalami penguapan CO2 di dalam telur, penguapan ini menyebabkan buffer pada putih telur menurun. Semakin lama penyimpanan maka nilai HU menurun, sehingga hasil penelitian tanpa
penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpanan 7 hari, 14 hari dan 21 hari nyata menurunkan nilai HU, bahkan selama penyimpanan 21 hari menyebabkan penurunan grade. Menurut Tugiyanti dan Iriyanti (2012), kualitas telur dapat diukur berdasarkan nilai haugh unit, yaitu diukur berdasarkan tinggi albumen, semakin tinggi nilai haugh unit, semakin tinggi putih telur, semakin bagus kualitas telur tersebut dan menunjukan bahwa telur masih baru atau segar. Hasil penelitian HU telur itik tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol), penyimpanan selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari memiliki rataan yaitu 80.22, 79.21, 75.39 dan 67.12 maka secara berurutan memiliki grade telur yaitu AA, AA, AA, A. Dalam penelitian ini penyimpanan selama 21 hari memiliki kualitas HU yang baik karena memiliki grade AA dan A. Menurut North (1990), telur digolongkan atas empat klompok berdasarkan nilai haugh unit yaitu telur berkualitas AA nilai HU lebih dari 72, telur berkualitas A nilai HU 60-72, telur berkualitas B nilai HU 31-60, telur berkualitas C dikatagorikan nilai HU kurang dari 31.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa telur itik tanpa penyimpanan (0 hari /kontrol) dan penyimpanan selama 7, 14 dan 21 hari pada suhu kamar di Daerah Jimbaran tidak berpengaruh terhadap berat telur, indeks bentuk telur, tebal kerabang telur dan warna kuning telur. Penyimpanan telur itik selama 21 hari di Daerah Jimbaran dengan suhu kamar berpengaruh terhadap meningkatnya nilai pH telur, menurunnya tinggi putih telur dan haugh unit (HU). Akan tetapi kualitas telur itik selama penyimpanan 21 hari masih memiliki grade A dan telur itik masih layak dikonsumsi pada penyimpanan 21 hari.
Saran
Berdasarkan data hasil penelitian, disarankan untuk masyarakat di Daerah Jimbaran penyimpanan telur itik segar sebaiknya disimpan tidak lebih dari 21 hari agar mendapatkan kualitas telur dengan grade A dikarenakan di Daerah Jimbaran memiliki temperatur yang cukup panas (rata-rata 28 oC).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp,S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas
Pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Agro, L. B., Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab Petelur Fase 1 dengan Berbagai Level Azolla Microphylla. Animal Agricultural Journal. Universitas Diponogoro. Semarang. Vol. 2. (1) : 445-457.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar. 2018. Prakiraan Cuaca Wilayah Kuta. URL: http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/cuaca-kuta (di akses pada tanggal 5 juli 2018).
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Badung. 2015. Statistik Daerah Kabupaten Badung Tahun 2015. BPS, Badung.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Badung. 2017. Kecamatan Kuta Selatan dalam angka 2017. BPS, Badung.
Hardini, S. Y. P. K. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Konsumsi dan Telur Biologis terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Kampung. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Terbuka. Jakarta.
Heath, J.L. 1977. Chemical and related osmotic changes in egg albumen during storage. Poult. Sci. 56: 822 – 828.
Hughes, R. J. 1974.The Asessment of egg quality. International Training Course in Poult. Husb.HSW. Dept. Of Agric.
Indratiningsih. 1984. Pengaruh Flesh Head pada Telur Ayam konsumsi Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Kusnadi. 2007. Sifat Listrik Telur Ayam Kampung Selama Penyimpanan. [Skripsi]. Departemen Fisika. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam: Institut Pertanian Bogor.
Muharlien. 2010. Meningkatkan Kualitas Telur Melalui Penambahan Teh Hijau dalam Pakan Ayam Petelur.http://jitek.ub.ac.id/index.php/jitek/article/download/154/-147.
Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
North, O.M. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Avi Publishing Co. Inc. Connecticut.
Raji AO, Aliyu J, Igwebuike JU, Chiroma S. 2009. Effect of storage methods and time on egg quality traits of laying hens in a hot dry climate. ARPN J of Agric Biol Sci, 4(4): 123130.
Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Second Printing. John Wiley and Sons. Inc. New York.
Sihombing R, Kurtini T, Nova K. 2014. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas internal telur ayam ras pada fase kedua. JITP. 2(2):81-86.
Soekarto T.S. 2013. Teknologi penanganan dan pengolahan telur. Badung: Alfabet.
Stadelman, W.J. dan O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc., New York.
Steel R G D, Torrie J H. 1994 Prinsip Prosedur Statistik. Yogyajakarta. Universitas Gajah Mada Press.
Sudaryani, T. 2000. Kualitas telur. Cetakan ketiga. Penerbit PT. Penebar swadaya, jakarta.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Cetakan Keempat. Penerbit PT. Penerbar Swadaya. Jakarta.
Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pascapanen Unggas. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian, Ciawi Bogor.
Suradi, K. 2006. Perubahan kualitas telur ayam ras dengan posisi peletakan berbeda selama penyimpanan suhu refrigerasi. Jurnal Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung. Vol. 6 no 2, 136-139
Tugiyanti, E dan N. Iriyanti.2012. kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi Menggunakan Isolate Prosedur Antihistamin Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman.
United States Departement of Agriculture (USDA). 2007. Nutrient Database for Standard Reference. RI.
Widyantara, P. R. A., 2016. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Kualitas Telur Ayam Kampung dan Ayam Lohman. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.
Wirnano, FG. 2002. Kimia pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Winarno dan Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Yuwanta,T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada. University Press Yogyakarta.
Indrayoga et al., Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 430- 444
Page 444
Discussion and feedback