e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: March, 28, 2019

Accepted Date: April, 4, 2019


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Made Mudita

DAMPAK ERUPSI GUNUNG AGUNG TERHADAP KONSUMSI NUTRIEN DAN KECERNAAN (In Vitro) RANSUM SAPI BALI SEBELUM DAN SAAT DI PENAMPUNGAN TERNAK DESA TALIBENG KECAMATAN SIDEMEN KABUPATEN KARANGASEM

Hendriana, P. P. Y., N. N. Suryani., I. K. M. Budiasa

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: [email protected] - Telp: 085738135730

ABSTRAK

Erupsi Gunung Agung pada bulan Agustus hingga Desember 2017, menyebabkan diungsikannya ternak ke penampungan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas ransum sapi bali berdasarkan konsumsi nutrien, kecernaan bahan kering, dan kecernaan bahan organik ransum sapi bali yang diberikan sebelum dan saat di penampungan ternak. Tahap pertama adalah survei yang dilakukan pada bulan Januari hingga April 2018 pada peternak untuk mengumpulkan informasi mengenai komposisi botani yang diberi kepada ternak sebelum dan sesudah di penampungan ternak serta sampling bahan pakan (hijauan dan konsentrat).Tahap kedua adalah analisis sampel ransum di laboratorium dari bulan Mei hingga Juni 2018.Ransum dibuat berdasarkan pengamatan di penampungan ternak dan tabulasi data hasil kuisioner. Variabel yang diamati konsumsi nutrien ransum meliputi bahan kering (BK) kg/e/h, bahan organik (BO) kg/e/h, protein kasar (PK) g/e/h, serat kasar (SK) g/e/h, lemak kasar (LK) g/e/h dan gross energy (GE) k.kal/e/h dan kecernaan ransum meliputi kecernaan bahan kering (KCBK) %, dan kecernaan bahan organik (KCBO) %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi BK, BO, PK, SK, LK, dan GE ransum sebelum di penampungan ternak masing-masing 6,55 kg/e/h, 5,87 kg/e/h, 1.174,77 g/e/h, 1697,42 g/e/h, 443,12 g/e/h, dan 26.374,82 kkal/e/h, serta saat di penampungan ternak masing-masing 6,61 kg/e/h, 5,88 kg/e/h, 1.082,96 g/e/h, 1769,47 g/e/h, 405,34 g/e/h, 25.072,90 kkal/e/h . KCBK dan KCBO ransum sapi bali sebelum di penampungan lebih tinggi, namun analisis kedua ransum menunjukkan hasil berbeda tidak nyata sehingga disimpulkan bahwa kedua jenis ransum berkualitas baik.

Kata kunci: konsumsi nutrien, ransum, kecernaan, bahan kering, bahan organik,erupsi gunung Agung

EFFECT OF MOUNT AGUNG ERUPTION ON NUTRIENT CONSUMPTION AND DIGESTIBILITY (In Vitro) OF BALI CATTLE RATIONS BEFORE AND WHILE IN TALIBENG EVACUATION

ZONES, SIDEMEN DISTRICT, KARANGASEM REGENCY

ABSTRACT

Mount Agung eruption in August to December 2017, caused the evacuation of bali cattle to evacuation zones. This study aims to compare the quality of Bali cattle rations based on nutrient consumption, dry matter digestibility, and organic matter digestibility Bali cattle rations given before and during in evacuation zones. The first step is a survey conducted from January to April 2018 to farmers to gather information about the botanical composition given to bali cattle before and after in evacuation zones and sampling of feed ingredients (forages and concentrates). The second step is the analysis of ration samples in the laboratory from May to June 2018. The rations are made based on observations in evacuation zones and tabulation of questionnaire results data. Variables observed were consumption of nutrient rations including dry matter (DM) kg/h/d organic matter (OM) kg/h/d, crude protein (CP) g/h/d, crude fiber (CF) g/h/d , ether extract (EE) g/h/d, and gross energy (GE) k.kal/h/d and feed digestibility including dry matter digestibility (DMD) %, and organic matter digestibility (OMD)%. The results showed that the consumption of DM, OM, CP, CF, EE, and GE rations before in evacuation zones was 6.55 kg/h/d respectively, 5.87 kg/h/d, 1,174.77 g/h/d, 1697.42 g/h/d, 443.12 g/h/d, and 26,374.82 kcal/h/d, as well as in evacuation zones, each 6.61 kg/h/d, 5.88 kg/h/d, 1082.96 g/h/d, 1769.47 g/h/d, 405.34 g/h/d, 25,072.90 kcal/h/d. DMD and OMD of Bali cattle rations before in evacuation zones were higher, but the analysis of the two rations showed different results which were not significant so it was concluded that the two types of rations were of good quality.

Keywords: consumption of nutrients, rations, digestibility, dry matter, organic matter, eruption of Mount Agung

PENDAHULUAN

Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah asli Indonesia. Sapi bali memiliki banyak keunggulan salah satunya memiliki tingkat reproduksi yang sangat tinggi yaitu kebuntingan berkisar 80 – 90%, tingkat kelahiran 75 – 85% dan nilai karkas 56% serta kualitas daging cukup baik (Soehadji, 1991). Sebagian besar pemeliharaan sapi bali di tingkat peternak masih secara tradisional hanya memberi pakan tanpa memperhatikan kandungan nutrisi yang sesuai untuk ternak, sehingga sangat mungkin sapi bali tersebut kekurangan satu atau lebih bahan nutrisi yang diperlukan untuk laju pertumbuhan dan produktivitas ternak.

Aktivitas Gunung Agung pada bulan Agustus 2017 mulai terjadi peningkatan yang mengakibatkan kerugian sangat besar terhadap kehidupan masyarakat khususnya di Kabupaten Karangasem.Sebagai akibat dari erupsi Gunung Agung, wilayah di sekitar gunung tersebut sebagian besar terkena abu pada berbagai ketebalan. Abu yang dikeluarkan dari

erupsi dapat menyebabkan kerusakan pada kebun hijauan pakan ternak yang akan berdampak pada ketersediaan hijauan untuk pakan ternak.

Peranan pakan dalam usaha ternak sapi potong sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak. Sebanyak 70% dari makanan ternak ruminansia adalah hijauan (Nitis et al.,1992). Rumput gajah berfungsi sebagai sumber energi, gamal dan kaliandra sebagai sumber protein, sehingga ketersediaan pakan baik dari segi kuantitas, kualitas dan secara berkesinambungan sepanjang tahun perlu diperhatikan (Chuzaemi et al., 1997).

Produksi ternak hanya dapat terjadi apabila konsumsi energi pakan berada diatas kebutuhan hidup pokok (Soebarinoto et al., 1991).Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad-libitum (Parakassi, 1999).Jumlah konsumsi pakan adalah merupakan faktor penentu yang penting yang menentukan jumlah nutrien yang didapat ternak dan selanjutnya mempengaruhi tingkat produksi (Wodzicka et al., 1993).

Kecernaan adalah bagian dari pakan yang tidak disekresikan dalam feses dimana bagian tersebut diasumsikan diserap oleh tubuh ternak.Kecernaan nutrien pakan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan.Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002).

Metode in vitro merupakan suatu teknik yang dilakukan di luar tubuh ternak dengan mengikuti keadaan yang sesungguhnya pada ternak tersebut. Teknik in vitro ini menurut Hungate (1966) yang telah dimodifikasi oleh Makkar (2004) memiliki prinsip dan kondisinya sama dengan proses yang berlangsung di dalam tubuh ternak yang melibatkan proses metabolisme dalam rumen dan abomasum. Metode in vitro dapat digunakan untuk mengevaluasi produk akhir fermentasi.(Makkar, 2005).

Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Agung terhadap konsumsi nutrien dan kecernaan (in vitro) ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan ternak Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan konsumsi nutrien dan kecernaan (in vitro) ransum sapi bali sebelum adanya erupsi Gunung Agung dan saat berada di penampungan ternak Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem. Pengambilan data dilakukan dalam dua tahap yaitu survei kepada peternak dilokasi penampungan ternak dan analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Penelitian lapangan menggunakan metode survei, dimana proses pengambilan data dengan menggunakan kuesioner (12 kuesioner), wawancara langsung dengan peternak, dan pengamatan secara langsung di lokasi penampungan ternak Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem. Selanjutnya akan dilakukan sampling bahan pakan (hijauan dan konsentrat) untuk dianalisis.Analisis yang dilakukan terdiri atas konsumsinutrient ransum (BK, BO, PK,SK, LK, dan GE) serta kecernaan (BK, dan BO). Ransum disusun berdasarkan pengamatan di penampungan ternak dan tabulasi data hasil kuesioner.

Data mengenai konsumsi nutrien ransum sapi bali sebelum dan saat ternak berada di penampungan dianalisis secara deskriptif sedangkan data mengenai kecernaan ransum sapi bali sebelum dan saat ternak berada di penampungan dianalisis dengan uji t (t test) menggunakan SPSS for windows versi 24.0

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Bahan yang Diberikan

Berdasarkan penjajagan lapangan pada pengungsian ternak, pakan yang diberikan pada ternak sebelum di Penampungan Ternak yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), gamal (Gliricidia), lamtoro (Leucaena leucocephala), rumput lapangan dan kaliandra (Calliandra callothyrsus).Pakan yang diberikan pada ternak saat di penampungan ternak yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), gamal (Gliricidia), konsentrat dan rumput lapangan tercantum pada Tabel1.

Tabel 1.Jenis bahan pakan yang diberikan sebelum dan saat di penampungan ternak desa

Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem.

Pemberian (segar, kg/e/h) Bahan

Sebelum             Saat

Rumput Gajah

20,00

25,00

Kaliandra

2,00

0,00

Gamal

4,00

2,00

Lamtoro

4,00

0,00

Rumput Lapangan

5,00

5,00

Konsentrat

0,00

0,50

Total

35,00

32,50

Berat pakan yang diberikan dalam bentuk segar sebelum di penampungan dan saat di penampungan berbeda. Total berat pakan segar saat di penampungan 7,14% (2,5 kg/e/h) lebih sedikit dari sebelum di penampungan. Masing masing berat pakan yang diberikan sebelum di penampungan 35,00 kg/e/h dan saat dipenampungan 32,50 kg/e/h tercantum pada Tabel1.

Proporsi Konsumsi Bahan Kering Ransum

Hasil penjajagan lapangan pada pengungsian ternak, pakan yang diberikan pada ternak sebelum di Penampungan Ternak yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), gamal (Gliricidia), lamtoro (Leucaena leucocephala), rumput lapangan dan kaliandra (Calliandra callothyrsus).Pakan yang diberikan pada ternak saat di penampungan ternak yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), gamal (Gliricidia), konsentrat dan rumput lapangan.

Tabel 2 Proporsi konsumsi BK ransum yang diberikan sebelum dan saat di penampungan ternak Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem.

Pemberian dalam bentuk BK (%)

Bahan

Sebelum               Saat

Rumput Gajah

38,30

47,40

Kaliandra

9,33

0,00

Gamal

15,27

26,31

Lamtoro

17,77

0,00

Rumput Lapangan

19,33

19,14

Konsentrat

0,00

7,15

Total

100,00

100,00

Masing masing bahan pakan dikonfersikan ke berat kering kemudian disusun ransum dengan proporsi sesuai hasil survei sebelum dan saat di penampungan ternak. Hasil perhitungan proporsi penyusunan ransum dalam berat kering tercantum pada Tabel2.

Konsumsi Nutrien Ransum

Hasil penelitian yang sudah dilaksanakan menunjukkan bahwa terjadinya perbedaan konsumsi nutrien ransum sapi bali sebelum dan sesudah di penampungan ternak (Tabel 3).

Tabel3.Konsumsi nutrien ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan ternak Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem.

Konsumsi

Sebelum

Saat

BK (kg/e/h)

6,55

6,61

BO (kg/e/h)

5,87

5,88

Protein Kasar (g/e/h)

1174,77

1082,96

Serat Kasar (g/e/h)

1697,42

1769,47

Lemak Kasar (g/e/h)

443,12

405,34

Gross Energi (kkal/e/h)

26374,82

25072,86

Total konsumsi bahan kering pada masing - masing ransum sebelum dan saat di penampungan ternak sebesar 6,55 kg/e/h dan 6,61 kg/e/h. Sedangkan konsumsi bahan organik masing - masing pada ransum sebelum dan saat di penampungan ternak sebesar 5,87 kg/e/h dan 5,88 kg/e/h.Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pada ransum sapi bali sebelum di penampungan ternak 0,91% lebih rendah dari ransum saat di penampungan ternak. Hal tersebut dikarenakan dalam bahan penyusun ransum saat di penampungan ternak terdapat konsentrat yang meningkatkan palatabilitas, sehingga berkorelasi positif terhadap jumlah konsumsi ransum. Sudita (2016) melaporkan pemberian ransum (rumput alam 34,71% + rumput gajah 42,38% + broadleaf 10,46%) oleh kelompok peternak untuk sapi bali induk pada kelompok program Simantri di Bali pada dataran tinggi mendapatkan hasil konsumsi bahan kering 6,22 kg/e/h. Sedangkan Puspitasari et al. (2015) melaporkan pemberian ransum ( konsentrat 9,9 kg dengan 100 g pignox + pemberian rumput gajah secara ad libitum) pada sapi bali penggemukan dengan berat badan berkisar 279-367 kg mendapatkan konsumsi berat kering 6,58 kg/e/h. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Pond et al. (1995) bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Didukung oleh pernyataan Anggorodi (1990) bahwa penambahan makanan penguat atau konsentrat ke dalam pakan ternak juga dapat meningkatkan palatabilitas pakan yang dikonsumsi.

Konsumsi bahan organik masing - masing pada ransum sebelum dan saat di penampungan ternak sebesar 5,87 kg/e/h dan 5,88 kg/e/h.Tingginya konsumsi bahan organik ransum sapi bali saat di penampungan dikarenakan tingginya konsumsi bahan kering pada saat di penampungan. Sesuai dengan pernyataan Murni et al. (2012) tinggi rendahnya konsumsi bahan organik akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya konsumsi bahan kering. Hal

ini dikarenakan sebagian besar komponen bahan kering terdiri dari komponen bahan organik, perbedaan keduanya terletak pada kandungan abunya. Didukung laporan Puspitasari et al. (2015) dengan menggunakan 20 sapi bali jantan menunjukan tingginya konsumsi bahan organik pada perlakuan ransum R1 ( konsentrat 9,9 kg dengan 100 g pignox + pemberian rumput gajah secara ad libitum) yaitu 4,40 kg/h dibandingkan konsumsi bahan organik pada perlakuan ransum R2 (konsentrat 9,8 kg dengan 200 g pignox + pemberian rumput gajah secara ad libitum ) yaitu 4,21 kg/h, hal tersebut sejalan dengan tingginya konsumsi bahan kering pada perlakuan R1 (6,58 kg/h) dari pada perlakuan R2 (6,29 kg/h).

Konsumsi protein kasar pada ransum sapi bali sebelum di penampungan ternak sebesar 1174,77 g/e/h sedangkan saat di penampungan ternak sebesar 1082,96 g/e/h. Konsumsi protein kasar pada ransum sapi bali saat di penampungan ternak 7,81% lebih rendah dari ransum sebelum di penampungan ternak. Hal ini dikarenakan komposisi bahan penyusun ransum yang diberikan berbeda serta komposisi botani pada ransum sebelum ternak di penampungan lebih bervariasi sehingga mengakibatkan perbedaan kandungan nutrisi pada ransum. Bervariasinya leguminosa yang merupakan penyebab lebih tinggi konsumsi protein kasar pada ransum sapi bali sebelum di penampungan ternak. Didukung Widiarta (2019) dengan hasil penelitian uji kandungan nutrisi ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan ternak mendapatkan hasil kandungan protein kasar 8,85% pada ransum saat di penampungan ternak, sedangkan ransum sebelum di penampungan ternak mengandung protein kasar 17,94%. Didukung dengan pernyataan Sitorus et al. (1985) bahwa penggunaan hijauan leguminosa pohon meningkatkan konsumsi protein dan efisiensi penggunaan pakan.

Konsumsi serat kasar pada ransum sebelum dan saat di penampungan ternak yaitu: 1697,42 g/e/h, dan 1796,47 g/e/h. Konsumsi serat kasar pada ransum sapi bali saat di penampungan ternak lebih tinggi dari pada ransum sebelum di penampungan ternak. Hal ini karena pemberian konsentrat pada sapi bali saat di penampungan ternak sehingga mikroba rumen akan memanfaatkan konsentrat sebagai sumber energi. Didukung pernyataan Partama (2013) pemberian konsentrat terlebih dahulu sebelum pemberian hijauan (serat) menyebabkan mikroba rumen cenderung memanfaatkan konsentrat terlebih dahulu sebagai sumber energi, sehingga mikroba rumen dapat berkembang dengan baik. Dengan meningkatnya populasi mikroba rumen, maka aktivitasnya juga meningkat dan selanjutnya pemanfaatan pakan hijauan (serat) juga meningkat.

Selain itu, konsumsi serat kasar pada saat di penampungan lebih tinggi dibandingkan sebelum di penampungan dikarenakan komposisi penyusun ransum sebelum di penampungan ternak lebih didominasi dengan variasi hijauan yang beragam, sehingga menyebabkan

tingginya kandungan serat kasar pada ransum sebelum ternak dipenampungan. Semakin tinggi kadar serat maka bahan tersebut semakin amba, oleh sebab itu ternak akan mengurangi jumlah konsumsi serat kasar. Sesuai dengan pernyataan Lubis (1992) bahwa pakan yang mempunyai serat kasar tinggi memiliki sifat amba, sifat amba ini akan menimbulkan sensasi rasa kenyang yang lebih cepat pada ternak ruminansia, sehingga ternak akan mengurangi konsumsi pakan jenis ini. Didukung Widiarta (2019) hasil penelitian uji kandungan nutrisi ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan ternak mendapatkan hasil bahwa serat kasar yang terkandung pada ransum saat di penampungan ternak lebih rendah dari pada ransum sebelum di penampungan ternak pada ransum. Suryani et al. (2015), yang menyatakan bahwa semakin banyak kandungan rumput gajah di dalam ransum, maka semakin kecil densitasnya.

Konsumsi lemak kasar pada ransum sebelum dan saat di penampungan ternak masing-masing sebesar 443,12 g/e/h dan 405,34 g/e/h.Konsumsi lemak kasar pada ransum sapi bali saat di penampungan ternak menunjukkan 8,55% lebih rendah dibandingkan dengan ransum sebelum di penampungan ternak, hal ini dikarenakan jumlah hijauan dedaunan lebih bervariasi pada ransum sebelum di penampungan sehingga kandungan lemak kasar pada ransum sapi bali sebelum di penampungan ternak lebih tinggi dari ransum sapi bali saat di penampungan. Rianto et al. (2010), menyatakan bahwa kadar lemak banyak terdapat pada daun yang berumur muda dibanding pada batang dari suatu tanaman, tetapi biji dalam suatu tumbuhan umumnya mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi. Didukung Widiarta (2019) hasil penelitian uji kandungan nutrisi ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan ternak mendapatkan hasil kandungan lemak kasar pada ransum saat di penampungan ternak mengandung lemak kasar 6,62%, sedangkan ransum sebelum di penampungan ternak mengandung lemak kasar 6,77%.

Energi yang dikonsumsi dalam ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan ternak yaitu: 26374,82 kkal/e/h dan 25072,90 kkal/e/h.Tingginya konsumsi energi pada ransum sapi bali sebelum di penampungan dikarenakan tingginya konsumsi bahan kering ransum sebelum di penampungan. Parakkasi (1999), menyatakan bahwa konsumsi energi akan meningkat apabila disertai dengan konsumsi pakan yang meningkat pula. Kurniasari et al. (2009) melaporkan konsumsi energi sapi PO umur 1,5 tahun dengan perlakuan ransum JUK2 (jerami padi fermentasi urin ditambahkan konsentrat 2% dari bobot badan) sebesar 142,71 MJ/hr (34.085,7 kkal/hr) lebih tinggi dari pada konsumsi energi sapi PO dengan ransum JUK1 (jerami padi fermentasi urin ditambahkan konsenrat 1% dari bobot badan) sebesar 117,79 MJ/hr (28.133,66 kkal/hr). Hal ini dikarenakan sapi-sapi pada perlakuan

ransum JUK2 mengkonsumsi BK total lebih tinggi yaitu 8,26 kg/h dari pada perlakuan ransum JUK17,29 kg/h, sehingga energi yang didapatkan di dalam pakan JUK2 pun lebih tinggi, jadi konsumsi energi JUK2 pun lebih besar daripada JUK1.

Erupsi Gunung Agung berpengaruh terhadap ketersediaan pakan ternak karena abu erupsi yang mengkontaminasi tumbuhan pakan sehingga pertumbuhannya di zona rawan bencana menjadi menurun.Akibatnya, ketersediaan dan kualitas pakan yang disediakan untuk ternak di sekitar Gunung Agung menurun. Menurut hasil penelitian Ratya (2011), bahwa dampak dari letusan gunung Merapi bulan Oktober dan November 2010 yaitu tanaman pakan ternak khususnya rumput dan leguminosa mengalami penurunan produksi dan jenis spesies yang tumbuh.

Kecernaan Bahan kering dan Bahan Organik

Berdasarkan hasil penelitian, kecernaan ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan ternak disajikan pada Tabel 3.4. Kecernaan ransum yang dianalisis pada penelitian ini terdiri dari: Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.

Tabel 4. Kecernaan ransum sapi bali sebelum dan saat di Penampungan Ternak Desa

Talibeng, Kecamatan Sidemen, Karangasem.

Variabel

Perlakuan1)

SS1

SS2

Kecernaan bahan kering (%)

76,3441a 2) ± 4356.96293

71,2841a ± 1170.61476

Kecernaan bahan organik (%)

81,9424a ± 47579.98968

74,9833a ± 24487.68548

Keterangan :

1)Perlakuan SS1: Ransum sapi bali sebelum di Penampungan Ternak Desa Talibeng, Sidemen

Perlakuan SS2: Ransum sapi bali saat di Penampungan Ternak Desa Talibeng, Sidemen

2)Angka dengan superskrip huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata

Kecernaan bahan kering ransum sebelum dan saat di penampungan ternak masing – masing yaitu: 76,34% dan 71,29%.Kecernaan bahan kering ransum sapi bali saat di penampungan ternak 6,63% lebih rendah dari ransum sebelum ternak di penampungan. Namun analisis data menujukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 4). Tingginya kecernaan bahan kering ransum sebelum ternak di penampungan dikarenakan konsumsi protein kasar yang juga lebih tinggi. Suryani et al. (2015) mengatakan bahwa pada sapi bali yang mendapat perlakuan ransum (komposisi hijauan 0% rumput gajah + 30% jerami padi + 30% gamal + 10% kaliandra + 30% konsentrat di semua perlakuan), walaupun sumber energi hijauan hanya dari jerami padi yang notabene mempunyai kualitas lebih rendah dibanding rumput gajah, namun dengan adanya 30% gamal sebagai RDP (Rumen Degradable

Protein) yang mampu memasok nitrogen bagi mikroba, pada akhirnya menghasilkan KCBK tertinggi yaitu 67,7% dari perlakuan yang lain. Apabila kebutuhan nitrogen terpenuhi, maka pertumbuhan mikroba rumen akan meningkat demikian juga halnya dengan proses fermentasi di dalam rumen. Kondisi ini meningkatkan fermentasi karbohidrat struktural yang berasal dari hijauan untuk menyediakan energi sebagai motor penggerak populasi mikroba rumen.

Kecernaan bahan organik ransum sebelum dan saat di penampungan ternak masing masing yaitu: 81,94% dan 74,98%. Kecernaan bahan organik ransum secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 4). Kecernaan bahan organik ransum sapi bali saat di penampungan 8,49% lebih rendah dari ransum sapi bali sebelum di penampungan ternak. Hal ini karena bahan organik tidak mengandung abu, sedangkan bahan kering masih mengandung abu. Kandungan abu memperlambat atau menghambat tercernanya bahan kering ransum. Sesuai dengan pernyataan Fathul dan Wajizah., (2010) nilai kecernaan bahan organik lebih tinggi dibanding dengan nilai kecernaan bahan kering, hal ini karena pada bahan kering masih terdapat kandungan abu, sedangkan pada bahan organik tidak mengandung abu, sehingga bahan tanpa kandungan abu relatif lebih mudah dicerna.

Sesuai dengan KCBK, KCBO ransum sapi bali sebelum di penampungan ternak lebih tinggi juga disebabkan oleh faktor konsumsi nutrien ransum seperti protein kasar yang sejalan dengan penyebab tingginya KCBK karena tingginya konsumsi protein kasar. Konsumsi protein kasar pada ransum sebelum di penampungan lebih tinggi dari ransum saat di penampungan ternak. Sesuai dengan pernyataan Jovinty (2011) sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KCBK akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya KCBO dalam suatu pakan.

Lebih tingginya KCBK dan KCBO ransum sapi bali sebelum di penampungan dipengaruhi oleh adanya komposisi daun gamal dalam ransum lebih banyak dari pada saat di penampungan, sehingga protein dalam daun gamal dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba semakin banyak. Hal ini dibuktikan pernyataan Sutardi (1997) bahwa gamal disamping tergolong sebagai pakan serat sumber protein dan lebih fermentabel sehingga mudah terdegradasi oleh mikroba rumen sehingga mampu memenuhi kebutuhan N-NH3 mikroba rumen.Oleh karena itu menyebabkan pertumbuhan mikroba rumen semakin banyak, maka kecernaan fermentative disertai dengan pencernaan hidrolitik pakan juga semakin tinggi. Suryani (2012) melaporkan semakin banyak porsi gamal dalam ransum menyebabkan semakin banyak konsumsi nitrogen, dan penambahan 25% gamal pada ransum berbasis 20% jerami padi memberikan KCBK dan KCBO paling tinggi. Didukung Suryani et al.(2018) dalam uji in vitro ransum sapi bali saat di penampungan ternak desa Talibeng, Sidemen,

Karangasem mendapatan hasil N-NH3 5,5327 mMol, serta MPS (Microbial Protein Synthesis) 880,71 g, sedangkan ransum sapi bali sebelum di penampungan ternak desa Talibeng, Sidemen, Karangasem mendapatan hasil N-NH3 6,5051 mMol, serta MPS 963,63 g (Lampiran 2).

Hasil Kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05), hasil kecernaan bahan kering ransum sapi bali sebelum dan saat di Penampungan masing – masing yaitu: 76,34% dan 71,28%. Begitu juga kecernaan bahan organik ransum sebelum dan saat di penampungan ternak masing masing yaitu: 81,94% dan 74,98%. Sehingga kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum sapi bali sebelum dan saat di penampungan dapat dikatakan memiliki tingkat kecernaan tinggi. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Schneider dan Flat (1975) bahwa kecernaan yang tinggi bila nilai nya 50-70%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsumsi PK,LK, dan GE saat di penampungan lebih rendah dari sebelum di penampungan tetapi konsumsi BK, BO, dan SK lebih tinggi saat di penampungan dari sebelum di penampungan.Kecernaan BK dan BO (in vitro)kedua ransum menunjukkan bahwa kedua jenis ransum berkualitas baik.

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlu perbaikan ransum sapi bali saat di penampungan ternak agar dapat mempertahankan atau meningkatkan kecernaan sesuai sebelum ternak di penampungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku Rektor Universitas Udayana dan Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT.Gramedia. Jakarta.

Chuzaemi, S., Hermanto, Soebarinoto dan H. Sudarwati. 1997. Evaluasi protein pakan ruminansia melalui pendekatan sintesis protein mikrobial di dalam rumen. J. Penelitian Ilmu-ilmu Hayati (Life Sci.). 9(1): 77 – 89.

Fathul, F., dan S. Wajizah. 2010. Penambahan mikromineral Mn dan Cu dalam ransum terhadap aktivitas biofermentasi rumen domba secara in vitro. JITV. 15(1): 9-15.

Jovinty, I. 2011.Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Daun Tanaman Indigofera sp. yang Mendapat Perlakuan Pupuk Cair untuk Daun. Skripsi.Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Kurniasari, F., N. A. Rahmadani, R. Adiwinarti, E. Purbowati, E. Rianto, dan A. Purnomoadi. 2009. Pengaruh Level Konsentrat Terhadap Pemanfaatan Energy Pakan Dan Produksi Nitrogen Mikroba Pada Sapi Peranakan Ongole.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang. Semarang.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan III. PT. Pembangunan, Jakarta.

Makkar, H. P. S. 2004. Recent advances in the in vitro gas method for evaluation of nutritional quality of feed resources. In: Assessing Quality and Safety of Animal Feeds. FAO Animal Production and Health Series 160. FAO, Rome, pp. 55–88.

Makkar, H. P. S. 2005. In vitro gas methods for evaluation of feeds containing phytochemicals. Anim. Sci. 123-124: 291-302.

McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, dan C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition Sixth edition. Publisher: Pearson Education Limited. England. Hlm 90-95.

Murni, R., Akmal, dan Y. Okrisandi. 2012. Pemanfaatan kulit buah kakao yang difermentasi dengan kapang phanerochaete chrysosporium sebagai pengganti hijauan dalam ransum ternak kambing.Agrinak. Jurnal : Vol. 02. No. 1 Maret 2012: hlm.6-10.

Nitis, I. M., K. Lana, I. B. Sudana dan N. Sutji.1992. Pengaruh Klasifikasi wilayah terhadap komposisi botani hijauan yang diberikan pada kambing di Bali di waktu musim kemarau. Pros. Seminar Penelitian Peternakan, Bogor.

Parakkasi, A. 1999.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta.

Partama, I. B. G. 2013.Nutrisi dan Pakan Ternak Ruminansia. Udayana University Press, Denpasar.

Pond, W. G., D. C. Church., dan K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. John Wiley and Sons, New York.

Puspitasari, N. M., I. B. G. Partama, dan I. G. L. O. Cakra. 2015. Pengaruh suplementasi vitamin mineral terhadap kecernaan nutrien dan produk fermentasi rumen sapi bali yang diberi ransum berbasis rumput gajah. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol.18(3).

Ratya, M. P. 2011. Hewan Ternak Jadi Faktor Penting Bagi Pengungsi Merapi. detikNews 13/07/2011.

Rianto, J., S. D. Widyawati dan W. Pratitis. 2010. Suplementasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) Dalam Konsentrat Dari Bahan Pakan Lokal Pada Usaha Feedlot Sapi Silangan Berbasis Pakan Basal Jerami Padi Fermentasi Untuk Dihasilkan Daging Sapi

Rendah Lemak Dan Kolesterol Serta Tinggi Asam Lemak Tak Jenuh. Laporan Penelitian “Hibah Strategi Nasional“ Dibiayai Oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional.

Schneider, B. H. and W. P. Flatt. 1975. The Evaluation of Feeds Through Digestibility Experiment. The University of Georgia Press, New York.

Sitorus, S. S., J. E. Van Eys and H. Pulungan.1985 .Leucaena supplementation to rice strawbased diets for growing sheep.Efficient animal production for Asian welfare.Proc. the 3rd Animal Science Congress, Seoul, Korea.Vol . 2, pp. 839-841 .

Soebarinoto, S. Chuzaemi dan Mashudi. 1991. Ilmu gizi ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Soehadji, H. 1991. Kebijakan Pengembangan Ternak Potong di Indonesia. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali. 2-3 September.

Sudita, I. D.N. 2016. Pemenuhan Nutrien Untuk Sapi Bali Induk Pada Kelompok Ternak Progrm “SIMANTRI” di Bali.Seminar Nasional Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Suryani, N. N. 2012. Aktivitas Mikroba Rumen dan Produktivitas Sapi Bali Yang Diberi Pakan Hijauan Dengan Jenis dan Komposisi Berbeda. Disertasi Doktor, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Suryani, N. N., I. G. Mahardika, S. Putra, dan N. Sujaya. 2015. Sifat fisik dan kecernaan ransum sapi bali yang mengandung hijauan beragam. Jurnal Peternakan Indonesia.Vol.17(1): 39-45.

Suryani, N. N., I. W. Suarna, dan I. G. Mahardika. 2018. Effect of Mount Agung eruption on botanical composition and nutritive value of ration fed and rumen performance of Bali cattle in evacuation zones. IOP Publishing.

Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu Nutrisi Ternak.Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak.Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Widiarta, I. P. G. D. 2019.Effects of Mount Agung Eruption On Chemical Composition And Physical Characteristics of Bali Cattle Ration Feed In Talibeng Evacuation Zones Sidemen District Karangasem Regency. Skripsi. Fakultas Peernakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Wodzicka, Tomaszewska, M. , I. M. Mastika, A. , Djajanegara, S. Gardiner, dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Hendriana et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 327– 339

Page 339