e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: March, 14, 2019

Accepted Date: March, 26, 2019


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Wayan Wirawan

KUALITAS DAGING KELINCI LOKAL (Lepus nigricollis) YANG DIBERIKAN PAKAN DASAR LIMBAH DAUN WORTEL (Daucus carota L.) DISUPLEMENTASI KONSENTRAT DENGAN LEVEL YANG BERBEDA

Arsana. I. B. G. Surya., Sriyani. N. L. P., M. D. Nuriyasa.

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar

e-mail: [email protected] Telp.081246778207

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kualitas daging kelinci lokal yang diberi konsentrat pada level berbeda dengan pakan dasar daun wortel dilakukan di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan yang dipelihara selama 12 minggu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok, dengan lima ulangan. Kelinci-kelinci dialokasikan secara acak kedalam empat perlakuan, yaitu kelinci-kelinci mendapat perlakuan ransum kontrol daun wortel (R0), ransum kontrol yang diberi konsentrat 15 g/ekor/hari (R1), ransum kontrol yang diberi konsentrat 30 g/ekor/hari (R2) dan ransum kontrol yang diberi konsentrat 45 g/ekor/hari (R3).Daun wortel dan air diberikan ad_libitum. Variabel yang diamati adalah warna daging, derajat keasaman (pH) daging, daya ikat air, susut masak daging serta susut mentah daging. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan R3 menyebabkan warna daging, derajat keasaman (pH) daging dan daya ikat air berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan R0, R1, dan R2, Hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) ditunjukan pada hasil uji susut masak dan susut mentah. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kualitas daging kelinci lokal yang diberikan pakan dasar limbah daun wortel yang disuplementasi dengan konsentrat 45 g/ekor/hari memiliki kualitas daging yang paling baik dibandingkan dengan kelinci yang tanpa suplementasi konsentrat, disuplementasi konsentrat 15g/ekor/hari dan 30g/ekor/hari.

Kata kunci : kelinci lokal, konsentrat, daun wortel, kualitas daging

THE QUALITY OF LOCAL RABBIT MEAT (Lepus nigricollis) GIVEN BASIC FEED OF THE WASTE OF CARROT LEAVES (Daucus carota L.) SUPPLEMENTED WITH DIFFERENT LEVEL OF CONCENTRATE

ABSTRACT

The study which aims at observing on the quality of local rabbit meat which was given concentrates at different levels with the basic feed of the waste of carrot leaves was conducted

269


in Dajan Peken Village, Tabanan District, Tabanan Regency and nurtured for 12 weeks. A randomized group design with five replication was applied in this study. The rabbits were allocated randomly into four treatments, i.e. the rabbits were supplemented with control ration of carrot leaves (R0), control ration that was concentrated 15g /head /day (R1) control ration that was concentrated 30 g/head /day (R2) and control ration that was concentrated 45 g/ head /day (R3). The carrot leaves and water were given continuously (ad_libitum). The variables which were observed in terms of; meat color, Ph value of the meat, the water holding capacity, the cooking loss and the drip loss. This study showed that R3 treatment caused significant differences in terms of meat color, Ph value of the meat and water holding capacity (P <0.05) compared to the treatments R0, R1, and R2. The results were not significantly different (P> 0.05) indicated by the test results of cooking loss and drip loss. In order to sum up, based on the results of this study, a conclusion can be made in which it shows that the quality of local rabbit meat given with the basic feed of the waste of carrot leaves which was supplemented with 45 g/ head/ day of concentrate was found having the best meat quality compared to rabbits without concentrate supplementation, in concentrate supplementation 15 g/ head/ day and 30 g/ head/ day.

Keywords: local rabbit, concentrate, carrot leaves, meat quality

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan daging sebagai salah satu sumber protein hewani di Indonesia dapat dipenuhi dengan meningkatkan hasil produksi peternakan, salah satunya melalui pengembangan potensi lokal seperti ternak kelinci. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial untuk dikembangkan karena pertumbuhan dan reproduksinya yang cepat. Daging kelinci mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan daging unggas atau daging yang dihasilkan ternak lain, karena memiliki kandungan protein (20,8%) lebih tinggi dengan kandungan lemak yang lebih rendah sehingga mengkonsumsi daging kelinci akan memiliki kemungkinan kecil berhubungan dengan penyakit yang berkaitan dengan lemak.

Kualitas fisik merupakan acuan konsumen dalam memilih daging. Indikator kualitas daging dilihat dari warna, pH, daya ikat air, susut masak, dan susut mentah. Warna sangat mempengaruhi terhadap daya terima oleh konsumen. Menurut Nuriyasa (2012), ditinjau dari segi rasa dan warna, daging kelinci sulit dibedakan dari daging ayam. Asmara et.al (2006) menyebutkan bahwa warna daging ayam segar adalah putih kekuningan. Apabila warna daging sudah pucat menunjukkan bahwa daging sudah lama disimpan atau berasal dari ternak yang sakit. Nilai pH daging normal adalah 5,4-5,8. Daya ikat air digunakan untuk mengetahui seberapa besar air yang masih terkandung dalam daging. Menurut Soeparno (2011) semakin

tinggi cairan yang keluar dari daging maka nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah. Susut masak merupakan nilai masa daging yang berkurang setelah proses pemanasan. Menurut Yanti (2008), daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah. Sedangkan susut mentah (drip loss) merupakan suatu kondisi hilangnya berat daging selama 24 jam post mortem. Kehilangan berat relatif besar pada karkas atau daging yang mempunyai lemak lebih sedikit dari pada yang mempunyai kandungan lemak lebih banyak (Soeparno, 2011).

Kelinci (Oryctolagus cuniculus) merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial untuk dikembangkan sebagai penyedia daging sumber protein dengan prospek yang cukup baik, karena pertumbuhan dan reproduksinya yang cepat. Di Indonesia dikenal adanya kelinci lokal, salah satu jenis kelinci yang sering dibudidayakan oleh masyarakat adalah famili Leporidae dengan spesies Lepus nigricollis. Upaya dalam meningkatkan produktivitas kelinci sebagai salah satu komoditi penghasil daging adalah dengan meningkatkan produksi daging baik dari segi kuantitas maupun kualitas melalui manajemen pemeliharaan yang baik. Salah satu manajemen pemeliharaan yang baik dapat ditinjau dari segi pemberian pakan. Menurut Ensminger (1991), pakan kelinci dapat berupa hijauan. Banyak jenis pakan berupa hijauan yang bisa diberikan kepada kelinci, salah satunya dengan memanfaatkan limbah pertanian salah satunya dapat berupa limbah daun wortel. Daun wortel dapat menjadi pilihan yang berpotensi karena pemberian daun wortel sebagai pakan hijauan yang diberikan secara bebas pada kelinci jantan lokal dewasa memberikan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan pemberian daun kol, kangkung dan rumput lapangan ad libitum. (Soedarsono et al., 1985 dan Wicaksono, 2007).

Namun pakan berupa hijauan ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok yang menyebabkan produksi kelinci tidak akan maksimum, oleh karena itu dibutuhkan adanya pemberian pakan tambahan agar produksi kelinci dapat meningkat. Menurut McNitt et al. (1996) Kelinci fase pertumbuhan memerlukan ransum dengan kandungan energi termetabolis 2350 kkal/kg dan protein kasar 15% dengan imbangan energi dan protein 156,66. Xiangmei (2008) menyatakan bahwa kelinci yang diberikan imbangan ramsum dengan energi dan protein yang tidak sesuai dengan kebutuhan optimum akan mengalami penurunan produktivitas, untuk itu perlunya pakan tambahan seperti konsentrat sangat penting untuk mengoptimumkan produktivitas dari kelinci. Menurut Puger dan Nuryasa (2017) penambahan suplementasi MNB sebanyak 15, 30, dan 45 g/ekor/hari yang paling efisien untuk

memaksimalkan performans kelinci lokal adalah pada penambahan 45 g/ekor/hari. Pemberian konsentrat dengan level tersebut dengan pakan dasar limbah daun wortel diharapkan dapat meningkatkan kualitas daging kelinci dan menekan biaya produksi terbesar.

Data tentang pengaruh suplementasi konsentrat terhadap kualitas daging kelinci lokal masih sangat sedikit, oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh pemberian limbah daun wortel yang di suplementasi konsentrat terhadap kualitas daging kelinci lokal.

MATERI DAN METODE

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali. Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu. Sampel dianalisis di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Kelinci

Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal (Lepus nigricollis) berjenis kelamin jantan dengan umur 5 minggu sebanyak 20. Bibit kelinci lokal diperoleh dari peternak yang berada di Bedugul, Kabuaten Tabanan, Bali.

Kandang dan perlengkapannya

Kandang kelinci dalam penelitian ini menggunakan kandang system Batery Colony yang terbuat dari besi.Kandang berukuran 70 cm x 50 cm x 50 cm. Masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat air minum dan tempat pakan.

Ransum dan air minum

Pemberian konsentrat dilakukan pada pagi hari sedangkan pemberian daun wortel dan air minum dilakukan dua kali dalam sehari yaitu: pada pagi hari dan pada sore hari. Air minum diberikan secara ad libitum. Monitoring ketersediaan limbah daun wortel dan air minum serta penambahan daun wortel dan air minum kedalam tempat pakan dilakukan setiap hari dari pagi hingga sore untuk mencegah ternak kekurangan daun wortel dan air.

Tabel 1. Komposisi dan kandungan Nutrien Konsentrat

No.

Bahan

Komposisi (%)

Energi (kkal)

CP

(%)

CF

(%)

Ca

(%)

P (%)

1

Tepung ikan

2

59,4

0,8

2,1

0,028

0,028

2

Pollard

35,1

456,3

6,26

2,25

0,0315

0,07425

3

Jagung kuning

49

1651,3

7,35

0

0,0855

0,0019

4

Bungkil kelapa

7

10,8

1,47

0,027

0,0045

0,0018

5

Molasses

6,4

125,44

0,192

0

0,0926

0,0784

6

Pignox

0,3

7

NaCl

0,2

0,74

0,0074

0,037

Total

100

2405,5

15,07

5,117

0.2495

0.22

Standar MCNitt (1996)

2400

15

14

0.50

0.30

Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: tempat air minum, tempat pakan, timbangan digital, golok/pisau, pH meter dan sentrifugasi cleme.

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK), dengan 4 macam perlakuan dan 5 kelompok (blok) sebagai ulangan, sehingga keseluruhan terdapat 20 unit percobaan. Perlakuan yang akan dicobakan adalah sebagai berikut: Perlakuan kontrol (R0) : pakan dasar tanpa disuplementasi konsentrat; Perlakuan 1 (R1) : pakan dasar disuplementasi konsentrat 15 g/ekor/h; Perlakuan 2 (R2) : pakan dasar disuplementasi konsentrat 30 g/ekor/h; Perlakuan 3 (R3) : pakan dasar disuplementasi konsentrat 45 g/ekor/h.

Prosedur penelitian

Sebelum kelinci dimasukkan ke dalam kandang terlebih dahulu diinjeksi dengan ivomek 0,2 mL per ekor untuk mencegah serangan endoparasit dan eksoparasit (Hon et al., 2009). Selain itu dilakukan sanitasi kandang dan bangunan kandang dengan cara membersihkan dan menyemprotkan desinfektan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Setiap harinya kandang serta tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa makanan maupun feses dan air kencing kelinci. Pemberian air minum ternak kelinci diberikan secara ad libitum, air minum

yang diberikan diambil dari sumber mata air (PDAM). Pemberian ransum dengan limbah daun wortel diberikan pada pagi hari ke ternak kelinci, pada sore hari sisa ransum dan air minum diangkat lalu tempat pakan dan air minum dibersihkan serta kandang juga dibersihkan lalu diberikan limbah daun wortel.

Pemotongan ternak kelinci dilakukan dengan memotong bagian vena jugularis pada leher untuk mengeluarkan darahnya (Alhaidary et al., 2010). Setelah itu dilakukan pemisahan pada bagian kepala, kaki, kulit, ekor dan jeroan. Pada penelitian ini untuk pengambilan sampel digunakan bagian otot LD (Longissimus dorsi), dimana otot Longisimus dorsi yang dipakai adalah kanan dan kiri.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati atau di ukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 1.    Warna daging

Pengamatan warna daging dilakukan dengan membandingkan warna daging sampel dengan standar warna daging. Standar warna pembanding yang dipakai adalah “Photographic Colour Standar For Muscle and Fat Colour”, Departement of Agricultural, Western Australia yang mempunyai skor warna sebagai berikut: cokelat muda (1), pucat pink (2), pink (3), merah muda (4), merah cerah (5), (6) merah tua.

  • 2.    Derajat keasaman (pH) daging

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Diawali dengan standarisasi alat pH meter dengan pH larutan buffer pH 4 dan pH 7. Sampel daging dihancurkan dan ditambahkan akuades dengan perbandingan sampel daging:akuades (1:1). Sampel diaduk dan didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya alat pH meter dicelupkan pada larutan sampel.

  • 3.    Daya ikat air

Pengukuran daya ikat air menggunakan alat sentrifugasi Clement 2000. Sebanyak 1,5 – 2,5 daging dilumatkan, ditimbang dan dicatat sebagai berat awal. Selanjutnya daging dibungkus dengan kertas saring Whatman 41, dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi dan dilakukan pemusingan dengan kecepatan tinggi 36.000 rpm selama 60 menit. Ditimbang sampel yang sudah dipusingkan tanpa kertas saring sehingga diperoleh berat akhir. Persentase (DIA) dihitung dengan rumus:

DIA (%) = 100 - berat residu daging ^ IOO

berat sampel

  • 4.    Susut masak daging (cooking loss)

Pengukuran susut masak daging dilakukan sebagai berikut: sampel daging ditimbang 30 gram, dimasukkan ke dalam kantong plastik. Kantong plastik dilipat dan diklip. Selanjutnya dimasukkan ke dalam penangas air pada temperature 800 C selama 60 menit. Sampel diambil dan dilap dengan tisu tanpa menekannya dan ditimbang sebagai berat 1 , .                   ,      berat sebelum dimasak-berat setelah dimasak _

akhir. Rumus cooking loss = ------------------------------------ x 100%

berat sebelum dimasak

  • 5.    Susut mentah daging (drip loss)

Pengukuran susut mentah daging dilakukan sebagai berikut; sampel daging ditimbang dengan ketebalan 2,0 cm tanpa lemak dan jaringan ikat, dicatat sebagai berat awal sampel. Selanjutnya daging diikat tali dan digantung dalam keadaan terbungkus rapat. Daging tidak boleh menyentuh kantong plastik. Gantung daging dalam suhu kamar selama 24 jam. Sebelum ditimbang daging dilap kering dan selanjutnya ditimbang. Drip loss dihitung sebagai kehilangan berat daging dengan rumus:

,      berat awal-berat akhir   λ

Drip loss = ----------------- x 100%

berat awal

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan secara teoritis dan statistik menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA) one-way, dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian kualitas daging kelinci lokal (Lepus nigriscollis) yang Diberikan pakan dasar limbah daun wortel (Daucus carota L.) disuplementasi konsentrat dengan level yang berbeda dapat dilihat pada tabel 2.

Warna Daging

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor warna daging pada daging kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan R0 adalah 2,40 (Tabel 2). Warna daging kelinci jantan lokal yang mendapatkan perlakuan R1, R2 dan R3 masing-masing meningkat 16,6%, 33,33%, 50%. Hasil analisis statistik menunjukan perlakuan R0-R1, R0-R2, dan R0-R3, berbeda nyata (P<0.05). Hal tersebut menunjukan bahwa seiring tingginya level konsentrat maka kualitas warna daging kelinci semakin baik.

Tabel 2. Pengaruh suplementasi dalam pakan dasar limbah daun wortel terhadap kualitas daging kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis).

Variabel

Perlakuan1)

Standar4)

SEM3)

R0

R1

R2

R3

Warna

2,40a

2,80ab

3,20bc

3,60c

2,3 - 3,8

0,223

pH

5,55b

5,42ab

5,41a

5,40a

5,4 - 5,8

0,042

Daya Ikat Air ( %)

25,46a

25,74a

28,57a

34,58b

15,99 - 29,70 %

1,01

Susut Masak (%)

38,40b

37,75ab

36,51ab

35,19a

1,5 - 54,5 %

0,967

Susut Mentah (%)

19,17b

19,02ab

18,2ab

16,78a

7,81 - 13,45 %

0,703

Keterangan:

  • 1)    R0 : Pemberian pakan dasar daun wortel tanpa konsentrat

R1 : Pemberian pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 15g/ekor/hari

R2 : Pemberian pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 30g/ekor/hari

R3 : Pemberian pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 45g/ekor/hari

  • 2)    Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

  • 3)    SEM :Standard Error of The Treatment Means

  • 4)    Standar berdasarkan dari ( photographic colour standar for muscle and fat colour, Soeparno 2011; Sriyani et al., 2015; Sriyani et al., 2014)

Derajat Keasaman (pH) Daging

pH daging kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan R0 adalah 5,55 (Tabel 2). pH daging kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan R1, R2 dan R3 masing-masing lebih rendah 2,34%, 2,48%, 2,65%. Hasil analisis statistik menunjukan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi level konsentrat yang diberikan maka semakin rendah pH yang dihasilkan.

Daya Ikat Air (DIA)

Kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan R0 mempunyai daya ikat air daging sebesar 25,46 % (Tabel 2). Daging yang dihasilkan oleh kelinci yang mendapat perlakuan R1 dan R2 mempunyai daya ikat air masing-masing lebih tinggi 1,10 %, dan 12,21% dari R0 hasil analisis statistik menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan R3 lebih tinggi 35,80% dari R0 hasil analisis statistik menunjukan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah pH daging (tidak melewati pH ultimat) maka nilai daya ikat air akan lebih tinggi karena DIA dipengaruhi oleh nilai pH (Bouton et al., 1971 : wismer-Pedersen, 1971)

Susut masak (Cooking Loss) Daging

Susut masak daging kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan R0 adalah 38,404% (Tabel 2). Kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2 dan R3 mempunyai susut masak daging masing-masing lebih rendah 1,69%, 4,92% dan 8,35%. Hasil analisis statistik menunjukan perlakuan berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan R0.

Susut Mentah (Drip loss) Daging

Susut mentah daging kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan R0 adalah 19,17% (Tabel 2). Kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2 dan R3 mempunyai susut mentah masing-masing lebih rendah 0,80%, 5,07% dan 9,34%. Hasil analisis statistik menunjukan perlakuan berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan R0.

Pembahasan

Salah satu karakteristik dari kualitas suatu daging yang mudah terindentifikasi adalah warna Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi makanan dilihat secara visual dan akan berpengaruh terhadap konsumen (Purwati, 2007). Berdasarkan (Tabel 2) Nilai warna daging kelinci, secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Kandungan protein pakan trendnya meningkat dari R0, R1, R2 dan R3. Menurut Soeparno (2011) faktor penentu utama yang mempengaruhi warna daging adalah konsentrasi pigmen daging dan mioglobin daging. Intensitas warna tergantung mioglobin sedangkan corak warna tergantung pada bentuk mioglobin. Dilihat dari nilai pH daging kelinci ini yang berada dalam kisaran pH ultimat maka nilai pH daging yang dihasilkan pun adalah nilai yang normal.

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Berdasarkan (Tabel 2) nilai pH daging kelinci, secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Perbedaan nyata pada nilai pH daging hasil penelitian disebabkan karena suplementasi konsentrat dengan level yang berbeda dalam perlakuan memberikan berbedaan pada kandungan nutrisi setiap pakan perlakuan, sehingga menghasilkan nilai pH daging yang relatif berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik ransumnya (R30) maka nilai pH semakin rendah. Pemberian pakan yang baik mengakibatkan cadangan glikogen otot menjadi cukup untuk melangsungkan proses glikolisis post mortem (konversi otot) menjadi daging, hal ini menyebabkan terbentuknya asam laktat akan lebih banyak sehingga nilai pH lebih rendah.

Daya ikat air oleh daging atau water holding capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari

luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Berdasarkan (Tabel 2) nilai daya ikat air daging kelinci secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Rata-rata DIA semakin tinggi seiring dengan nilai pH yang semakin rendah dan level konsentrat yang berbeda pada tiap perlakuan. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein dalam daging juga semakin meningkat, karena protein bersifat mengikat molekul air. Semakin meningkatnya kualitas ransum maka kandungan nutrien daging pun meningkat. Pada penelitian ini peningkatan kualitas ransum dengan penambahan level konsentrat menyebabkan kandungan protein daging juga meningkat, meningkatnya kandungan protein menyebabkan kemampuan daging untuk mengikat air juga meningkat karena protein bersifat mengikat air.

Susut masak merupakan perbedaan (selisih) bobot awal dengan bobot akhir setelah dimasak. Berdasarkan (Tabel 2) nilai susut masak daging kelinci, secara statistik perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Soeparno (2011) menyatakan bahwa besar kecilnya susut masak daging sangat dipengaruhi oleh pH dan daya mengikat air dagin. Pada umumnya nilai susut masak daging bervariasi antara 1,5 % - 54,5 % dengan kisaran 15 – 40. Hasil penelitian ini menunjukan nilai susut masak menurun, hal tersebut disebabkan karena meningkatnya level konsentrat pada setiap perlakuan. Menurunnya nilai susut masak berbanding terbalik dengan nilai daya ikat air daging pada penelitian ini. Hasil penelitian ini sependapat dengan Soeparno (2011) yang menyatakan bahwa susut masak semakin menurun dengan meningkatnya level protein pakan, susut masak berhubungan dengan daya ikat air, apabila daya ikat air meningkat maka susut masak menurun dan sebaliknya.

Susut mentah adalah hilangnya beberapa komponen nutrien daging yang ikut bersama keluarnya cairan daging. Nilai susut mentah daging kelinci secara statistik pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) pada (Tabel 2). Pada penelitian ini, nilai susut mentah daging yang rendah menunjukkan jumlah drip yang juga rendah dan daya ikat air yang tinggi oleh protein daging. Rendahnya jumlah drip pada nilai susut mentah daging akan menyebabkan semakin tingginya komponen nutrien yang tetap tersimpan di dalam daging. Hal ini sesuai dengan penelitian Soeparno (2011), yang menyatakan bahwa jumlah drip pada susut mentah daging dipengaruhi oleh besarnya cairan yang keluar dari daging dan adanya faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemberian limbah daun wortel yang disuplementasi konsentrat dengan level yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata(P <0,05) terhadap kualitas daging kelinci lokal (Lepus nigricollis) pada hasil uji warna daging, derajat keasaman (pH) daging, daya ikat air, susut mentah daging (drip loss) dan susut masak daging.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asmara, A.S., A.B.Z. Zuki, B. Mohd. Hair, and A.I. Awang-Hazmi. 2006. Gross and Histolological Evaluation of Fresh Chicken Carcass: Comparison Between Slaughtered and Cervical Dislocated Methods. Journal of Journal of Animal Science 79 (6): 15021508

Alhaidary, A., H.E. Mohamed and A.C. Beynen. 2010. Impact of Dietary Fat Type and Amount on Growth Performance and Serum Cholesterol in Rabbits. American J. of Animal and Veterinary Sciences 5(1): 60-64.

Bouton, P. E., P. V. Harris, and W. R. Shorthose. 1971. The effect of ultimate pH on ovine muscle : Mechanical properties. J. Food Sci. 37: 357-358.

Ensminger, M. E. 1991. Animal Science: Animal Agriculture Series. 9th Ed. Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois.

Hon,F.M., O.I.A Oluremi and F.O.I. Anuqwa. 2009. The Effeck of Dried Sweet Orange (Citrus sinensis) Fruit Pulp Meal on the Growth Performance of Rabbits.

Mc.Nitt, J.I., Nephi N.M., Lukefahr S.D. and Cheeke P.R. 1996. Rabbit Production. Interstate Publishers.

Nuriyasa, I.M. 2012. Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda di Daerah Daratan Rendah Tropis Disertasi Program PascaSarjana. Universitas Udayana Denpasar.

Puger, A.W. and I.M. Nuriyasa. 2017. Performance and carcass of local male rabbit fed basal diets of native grasses and different levels suplementation of MNB. J. IJMAS. Vol. 4, No. 5 : 53 – 60.

Soeparno, 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan I. Gadjah Mada University Perss. Yogyakarta.

Soedarsono, B. Sukamto, D. Munirdan S. Johari. 1985. Pengaruh pemberian sisa sayuran terhadap penampilan fisik kelinci jantan lokal. Pros. Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Puslitbangnak, Deptan. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University.

Sriyani, NLP, I N. T. Ariana. 2014. Pengaruh pemberian pakan daun pepaya (Carica Papaya L) terhadap kualitas daging kambing bligon. Majalah Ilmiah Peternakan Vol. 17 no 3 tahun 2014

Sriyani, N.L.P, N.M. Artiningsih, S.A. Lindawati, A.A. Oka. 2015. Studi perbandingan kualitas fisik daging babi bali dengan babi landrace persilangan yang dipotong di rumah potong hewan tradisional. Majalah Ilmiah Peternakan. 18(1)  2015:  26-29

http://ojs.unud.ac.id/ index.php/mip/article/view/17948

Steel, Robert G.D. and J.H. Toriie. 1980. Principles and Procedures of Statistics. McGraw Hill Book Company.

Wicaksono, P. N. 2007. Pengaruh Campuran Isi Rumen dan Daun Wortel Kering Sebagai Pengganti Wheat Pollard Terhadap Penampilan Produksi Kelinci New Zealand White. Skripsi S1. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya: Malang.

Wismer-Pedersen, J. 1971. Water In: Science of Meat and Meat Products. 2 nd ed. Ed. J. F. Price dan B. S. Schweigert. W. H. Freeman and Company. San Fransisco.

Xiangmei, G. 2008. Rabbit Feed Nutrition Study for Intensive, Large-Scale Meat Rabbit Breeding. Qingdao Kangda Food Company Limited, China. http://www. mekarn.org/prorab/guan.htm. Disitir Tanggal 18 Nopember 2010.

Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas Daging Sapi dengan Kemasan Plastik PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar arengka kota pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 – 27).

Arsana et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 269 – 280

Page 280