e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: Peruary 10, 2019                                          Accepted Date: February 27, 2019

Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BERBAGAI RUMPUT LOKAL YANG DIPUPUK DENGAN PUPUK NPK

Asmara. I. Gd. O. J., A. W. Puger., N. Nym. C. Kusumawati.

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar

e-mail:[email protected]Telp.081246504357

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh berbagai dosis pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi berbagai rumput lokal yang dipupuk dengan pupuk NPK. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola spit plot tipe jenis rumput lokal sebagai petak utama yaitu Stenotaphrum secundatum, Axonopuss compressus dan Paspalum conjugatum dengan dosis pupuk NPK, sebagai anak petak yaitu 0 g/pot, 0,1 g/pot, 0,2 g/pot dan 0,3 g/pot, percobaan diulang empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah beratkering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun per pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pupuk (P>0,05) terhadap variabel panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun, tetapi (P<0,05) terhadap berat kering akar. Pada jenis tanaman (P<0,05) terhadap variabel panjang tanaman, jumlah daun, berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar, luas daun dan (P>0,05) terhadap jumlah anakan, berat kering akar, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dosis pupuk D3= 0,3 g/pot dan rumput Stenotaprum secundatum memberikan respon pertumbuhan dan produksi terbaik dan tidak terdapat interaksi antara dosis pupuk dengan jenis rumput.

Kata kunci: rumput lokal, dosispupuk, pertumbuhan, produksi

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BERBAGAI RUMPUT

LOKAL YANG DIPUPUK DENGAN PUPUK NPK

ABSTRACT

The study aims to obtain information about the effect of various dosage on the growth and production of various local grasses that are fertilized with NPK fertilizer. The study is carried for 10 weeks. The design used is a complete randomized design (RAL) with spit plot pattern of local grass type as main plot, that are Stenotaphrumsecundatum, Axonopusscompressus and Paspalum conjugatum with NPK fertilizer dosage. as subplots, that are 0 g/pot, 0.1 g/pot, 0.2 g/pot and 0.3 g/pot, The experiment was repeated four times so there are 48 experiment units. Thevariables observed were plant length, number of leaf, number of tiller, leaf dry weight, dryweight of stem, root dry weight, total dry weight of forage, leaf dry weight ratio with dry weightof stem, total dry weight of forage ratio with root dry weight top root ratio) and leaf area per pot.The results showed that dosage of fertilizer


was not significantly different (P>0.05) to plant lengthvariables, number of leaf, number of tiller, leaf dry weight, dryweight of stem, total dry weight of green, leaf dry weight ratio with dry weightof stem, total dry weight ratio of forage with root dry weight top root ratio) and leaf area, but significantly different (P<0.05) on root dry weight. In different types of plants (P <0.05) to plant length variables, number of leaf, leaf dry weight, dryweight of stem, total dry weight of forage, total dry weight ratio of forage with root dry weight top root ratio, leaf area and not significantly different (P>0.05) number of tiller,root dry weight, leaf dry weight ratio with dry weight of the stem. Based on the result of research, it can be concluded that dosas of fertilizer D3 =0,3g/pot and Stenotaphrumsecundatumgrass response to the best growthand production response and thereis no interaction between dosage of fertilizer wite grass type.

Keywords: local grass, doses of fertilizer, growth, production

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hijauan pakan merupakan salah satu bahan pakan ternak ruminansia. Secara umum bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh hewan atau ternak, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al., 1983).

Hijauan pakan terdiri dari rumput, leguminosa dan daun pohon. Menurut Susetyo (1980), hijauan pakan mempunyai peranan penting bagi ternak ruminansia dan merupakan pakan utama sebagai sumber gizi yaitu protein, energi, vitamin dan mineral. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia. Hal ini disebabkan hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan dengan konsumsi segar perhari 10 - 15% dari berat badan, sedangkan sisanya adalah konsentrat dan pakan tambahan (feed supplement) (Sirait et al., 2005).

Kendala dalam penyediaan pakan hijauan yang berkualitas dan berkelanjutan adalah lahan subur atau produktif untuk penanaman pakan hijauan ternak, karena penggunaan lahan produktif biasanya digunakan untuk tanaman bernilai ekonomis tinggi. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut dengan memanfaatkan lahan-lahan marjinal atau kurang produktif dengan pemberian unsur hara yang diperlukan tanaman dengan cara pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Fanindi et al., 2005). Sajimin et al. (2001) menyatakan bahwa untuk memperoleh produksi yang tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk NPK.

Penyediaan unsur hara terutama nitrogen (N), pospor (P), dan kalium (K) dalam tanah secara optimal bagi tanaman dapat meningkatkan produksi tanaman. Disamping upaya penyediaan unsur hara, perlu juga dilakukan pemilihan jenis hijauan unggul yang cocok dan responsif terhadap pemupukan.

Sampai saat ini, petani ternak umumnya sering memanfaatkan rumput lokal sebagai sumber pakan. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi hijauan pakan adalah dengan memaksimalkan pengembangan rumput lokal.

Rumput lokal adalah jenis rumput yang sudah lama beradaptasi dengan kondisi tanah dan iklim di Indonesia, misalnya rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum. Menurut Abdullah et al. (2005), bahwa hampir 70% hijauan yang dikonsumsi ternak di Indonesia berasal dari spesies rumput lokal. Rumput lokal memiliki kelebihan yaitu lebih sesuai dengan iklim Indonesia sehingga lebih tahan terhadap kondisi basah maupun kering. Kelemahan rumput lokal sebagai sumber makanan ternak adalah produksi bahan kering yang rendah terutama pada musim kemarau, kandungan protein kasar dan nilai cernanya menurun serta tidak responsif terhadap pemupukan (Humphrey, 1978). Diperlukan usaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi rumput lokal dengan cara pemberian pupuk secukupnya.

Pupuk secara umum merupakan suatu bahan yang bersifat organik maupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologis tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pemupukan adalah metode atau cara-cara pemberian pupuk atau aplikasi pupuk ke dalam tanah atau ke tanaman melalui daun atau bagian tanaman lainnya (Damanik et al., 2011). Tiap-tiap jenis pupuk mempunyai kandungan unsur hara, kelarutan, dan kecepatan kerja yang berbeda sehingga dosis dan jenis pupuk yang diberikan berbeda untuk tiap jenis tanaman dan jenis tanah yang digunakan (Hardjowigeno, 1992).

Pemberian pupuk pada rumput dapat menggunakan pupuk organik maupun anorganik. Pupuk organik berfungsi memperbaiki sifat-sifat tanah, tetapi memiliki kelemahan misalnya penyerapan unsur hara pada tanaman lebih lambat, sehingga perlu waktu yang lama jika diberikan pada rumput lokal yang responnya rendah dalam pemupukan. Pernyataan tersebut didukung Parnata (2010), bahwa kelemahan pupuk organik yang berupa padatan memiliki kuantitas yang besar, sehingga biaya pengangkutannya lebih mahal, kecepatan penyerapan unsur hara oleh tanaman lebih lama dibandingkan dengan penyerapan unsur hara dari pupuk anorganik.

Pupuk anorganik memiliki keunggulan diantaranya mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi tersedia yang siap diserap tanaman, kandungan jumlah nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan (Manik, 2011). Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara antara lain nitrogen (N), posfor (P), dan kalium (K). Unsur hara yang banyak dibutuhkan oleh tanaman adalah unsur nitrogen. Pupuk NPK mutiara merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara utama lebih dari dua jenis. Kandungan unsur hara NPK meliputi : nitrogen 16 % dalam bentuk NH3, fosfor 16 % dalam bentuk P2O5,kalium 16 % dalam bentuk K2O, magnesium 0,5 % dalam bentuk MgO, dan juga kalsium 6 % CaO. Pemberian pupuk NPK terhadap tanah dapat berpengaruh baik pada kandungan hara tanah dan dapat

berpengaruh baik bagi tanaman karena unsur hara makro yang terdapat dalam unsur N. P. dan K diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Pirngadi, 2005). Pada tanaman kedelai yang diberi pupuk majemuk NPK dengan dosis 150 kg/ha memiliki jumlah biji per sampel tertinggi dibandingkan dengan kedelai yang diberi pupuk dengan dosis 100 kg/ha dan yang tidak diberi pupuk. Ini dikarenakan pupuk NPK majemuk dengan dosis yang lebih tinggi mengandung unsur hara P yang lebih tinggi pula, sehingga pemberian pupuk NPK majemuk dengan dosis tertinggi mampu meningkatkan produksi biji kedelai. rumput optimal.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui respon rumput lokal Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum pada pemberian dosis pupuk NPK yang

Pemberian pupuk NPK dengan dosis yang semakin tinggi maka hasil pertumbuhan dan produksi rumput lokal semakin meningkat. Pemberian pupuk NPK pada berbagai jenis rumput membutuhkan dosis pupuk yang berbeda agar pertumbuhan dan produksi berbeda.

MATERI DAN METODE

Tempat dan lama penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca di Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Penelitian ini berlangsung selama 10 minggu yang meliputi persiapan, penanaman dan pengamatan. Pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dilakukan selama 8 minggu.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola split plot.

  • a.    Faktor pertama (main plot/petak utama) terdiri atas 3 jenis rumput lokal :

  • 1.    Axonopus compressus ( A )

  • 2.    Stenotaphrum secundatum ( S )

  • 3.    Paspalum conjugatum ( P )

  • b.    Faktor kedua (sub plot/anak petak) terdiri dari 4 dosis pupuk NPK :

  • 1.    D0 : Dosis pupuk NPK 0 kg/ha

  • 2.    D1 : Dosis pupuk NPK 50 kg/ha

  • 3.    D2 : Dosis pupuk NPK 100 kg/ha

  • 4.    D3 : Dosis pupuk NPK 150 kg/ha

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu AD0, AD1, AD2, AD3, SD0, SD1, SD2, SD3, PD0, PD1, PD2, dan PD3. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga akan terdapat 48 unit percobaan.

Penanaman rumput

Sebelum penanaman, tanah dalam pot disiram sampai mencapai keadaan kapasitas lapang. Kemudian anakan rumput Axonopus, Stenotaphrum, dan Paspalum conyugatum ditanam, masing-masing pot ditanami 3 anakan rumput yang sama jenis. Setelah tumbuh baik dipilih satu tanaman yang ukurannya homogen.

Pemberian pupuk

Pemberian pupuk NPK hanya sekali yaitu dua minggu setelah dilakukan penanaman anakan rumput dengan dosis pupuk NPK sesuai perlakuan yaitu 0 kg/ha (0 g/pot), 50 kg/ha (0,1 g/pot), 100 kg/ha (0,2 g/pot), 150 kg/ha (0,3 g/pot).

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi: penyiraman, pemberantasan tanaman pengganggu (gulma) dan hama. Penyiraman dilakukan setiap hari untuk menjaga agar tanah tidak mengalami kekeringan.

Pengamatan dan pemanenan

Pengamatan dilakukan setiap minggu dimulai satu minggu setelah tanaman diberi perlakuan untuk mengamati variabel pertumbuhan. Pengamatan variabel karakteristik tumbuh dan produksi dilakukan pada saat panen yaitu setelah tanaman berumur 8 minggu dengan cara memotong tanaman pada permukaan tanah serta mengambil akar tanaman yang terdapat dalam tanah.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan, variabel produksi, dan variabel karakteristik tumbuh:

  • 1.    Variabel Pertumbuhan

  • a)    Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman tersebut dari permukaan tanah sampai dengan collar daun teratas yang telah berkembang sempurna, dan pengukuran tinggi tanaman diukur menggunakan pita ukur.

  • b)    Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang telah berkembang sempurna.

  • c)    Jumlah anakan (anakan)

Pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan setiap minggu sampai waktu panen.

  • 2.    Variabel produksi

  • a)    Berat kering daun (g)

Berat kering daun diperoleh dengan menimbang daun tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 70°C hingga mencapai berat konstan.

  • b)    Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan menimbang batang tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C hingga mencapai berat konstan.

  • c)    Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan cara memotong dan menimbang bagian akar per pot, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C hingga mencapai berat konstan.

  • d)    Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan didapat dengan menjumlahkan berat kering batang dengan berat kering daun.

  • 3.    Variabel Karakteristik

  • a)    Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang.

  • b)    Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (top root ratio), diperoleh dengan cara membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

  • c)    Luas daun per pot (cm2), Pengamatan luas daun per pot (LDP) dengan mengambil sampel helai daun yang telah berkembang sempurna sebanyak 5 lembar secara acak dan ditimbang (BDS). Luas daun sampel (LDS) di timbang dan diukur dengan menggunakan alat portable leaf area meter. Luas daun per pot dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

LDS

LDP =--× BDT

BDS

Keterangan :

LDP = Luas daun per pot      BDS = Berat daun sempel

LDS = Luas daun sampel      BDT = Berat daun total

Denah percobaan

Penanaman dilakukan secara acak/random

S         A       P

n1 n2 n3 n4

I                      I                       I

I                      I                       I

D1 I                      I                       I

I                      I                       I

D0

D2

D3

D2

D0

D2

D1

D3

D0

D3

D1

Keterangan :

S, A dan P       = Main plot

D0, D1, dan D2 = Sub plot n1, n2, n3 dan n4 = Ulangan

Pengacakan dilakukan dengan pertama mengacak main plot (jenis tanaman) terlebih dahulu dengan pengundian dan dilanjutkan kedua dengan mengacak sub plot (dosis pupuk).

Model pengamatan

Adapun model pengamatan yang di lakukan sebagai berikut:

Yijk = u + Ai + αik + Bj+ (AB) ij + E ijk

Keterangan

Yijk = Nilai Pengamatan (Respon) dari faktor A taraf ke-i dan traf ke-j dari faktor B pada ulangan ke-k

u    = Nilai rata-rata umum.

Ai   = Pengaruh aditif dari faktor utama A taraf ke-i.

αik   = Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari faktor A, sering disebut galat petak utama (galat A).

Bj    = Pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor B.

(AB) ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor Adan taraf ke-j faktor B.

E ijk = Pengaruh galat yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B, sering disebut sebagai galat anak petak (galat b)

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,5) maka perlu dilanjutkan dengan Uji Berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel pertumbuhan

Hasil penelitian yang dilakukan selama 10 minggu menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada jenis tanaman terhadap variabel panjang tanaman, jumlah daun dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah anakan. Dosis pupuk berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap variabel panjang tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan antar kombinasi perlakuan (Tabel 4.1). Interaksi antara jenis rumput lokal dan dosis pupuk NPK pada variabel pertumbuhan secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tabel 4.1 Pertumbuhan rumput Stenotaphrum secundatum, Axonopus compressus dan

Paspalum conjugatum pada berbagai dosis pupuk NPK

Variabel

Jenis rumput1)

D0

Dosis pupuk2)

D1        D2

D3

Rataan

SEM3)

S

57,25

57,75

58,50

58,25

57,94A4)

Panjang

A

21,25

27,00

28,00

33,25

27,38 C

4,14i)

tanaman (cm)

P

34,50

37,25

50,75

52,25

43,69B

8,29ii) 4,78iii)

Rataan

37,67a5)

40,67a

45,75a

47,92a5)

S

24,50

24,75

26,00

31,00

26,56A

Jumlah daun

A

8,50

12,00

12,50

12,75

11,44B

1,58i) 3,16ii)

(helai)

P

8,50

8,75

13,50

14,00

11,19B

1,,82iii)

Rataan

13,83a

15,17a

17,33a

19,25a

S

3,00

3,25

3,25

5,00

3,63A

Jumlah anakan

A

1,75

2,00

2,00

4,00

2,00A

0,36i)

0,71ii) 0,41iii)

(anakan)

P

1,50

2,00

2,25

2,50

2,06A

Rataan

2,08a

2,42a

2,50a

3,25a

Keterangan:

1) S = Stenotaphrum secundatum, A = Axonopus compressus, P = Paspalum conjugatum

2)D0 = 0 kg/ha, D1 = 50 kg/ha, D2 = 100 kg/ha, D3 = 150 kg/ha

3) SEM = Standard Error of the Treatment Means

i) = SEM Jenis tanaman ii) = SEM Interaksi iii) = SEM Dosis pupuk

4) Nilai dengan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

  • 5)    Nilai dengan hurup kecil yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05)

Variabel produksi

Pada jenis tanaman berbeda nyata (P<0,05) terhadap variabel berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap berat kering akar. Pengaruh dosis pupuk pada variabel berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan berbeda tidak nyata (P>0,05) dan berat kering akar berbeda nyata (P<0,05) antar kombinasi perlakuan (Tabel 4.2). Interaksi antara jenis rumput dan dosis pupuk pada variabel produksi secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tabel 4.2 Produksi rumput Stenotaphrum secundatum, Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum pada berbagai tinggi dosis pupuk

Variabel

Jenis rumput1)

D0

Dosis

D1

pupuk2)

D2

D3

Rataan

SEM3)

S

0,43

0,45

0,50

0,58

0,49A4)

0,05i)

Berat kering

A

0,13

0,15

0,18

0,20

0,16B

daun (g)

P

0,28

0,30

0,48

0,53

0,39A

0,09ii)

0,05iii)

Rataan

0,28a5)

0,30a

0,38a

0,43a

S

0,88

0,90

0,93

1,05

0,94A

0,07i)

Berat kering

A

0,23

0,28

0,30

0,38

0,29B

batang (g)

P

0,35

0,43

0,58

0,63

0,49B

0,14ii) 0,08iii)

Rataan

0,48a

0,53a

0,60a

0,68a

S

0,23

0,25

0,30

0.,33

0,28A

0,03i)

Berat kering

A

0,18

0,23

0,35

0,35

0,28A

akar (g)

P

Rataan

0,18

0,19c

0,25

0,24bc

0,28

0,31ab

0,35

0,34a

0,26A

0,05ii) 0,03iii)

S

1,30

1,35

1,43

1,63

1,43A

0,11i)

Berat kering

A

0,35

0,43

0,48

0,58

0,46C

total hijauan

0,22ii)

(g)

P

0,63

0,73

1,05

1,15

0,89B

0,,13iii)

Rataan

0,76a

0,83a

0,98a

1,12a

Keterangan:

  • 1)    S = Stenotaphrum secundatum, A = Axonopus compressus, P = Paspalum conjugatum

  • 2)    D0 = 0 kg/ha, D1 = 50 kg/ha, D2 = 100 kg/ha, D3 = 150 kg/ha

  • 3)    SEM = Standard Error of the Treatment Means

  • i)    = SEM Jenis tanaman ii) = SEM Interaksi iii) = SEM Dosis pupuk

  • 4)    Nilai dengan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

  • 5)    Nilai dengan hurup kecil yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05)

Variabel karakteristik

Pada jenis tanaman berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap nisbah berat kring total hijauan dngan berat kering akar dan luas daun. Dosis pupuk pada variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun berbeda

tidak nyata (P>0,05) antar kombinasi perlakuan (Tabel 4.3). Interaksi antara jenis rumput dan dosis pupuk pada variabel karakteristik secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tabel 4.3 Karakteristik rumput Stenotaphrum secundatum, Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum pada berbagai tinggi dosis pupuk

Variabel

Jenis rumput1)

Dosis pupuk2)

Rataan

SEM3)

D0

D1

D2

D3

Nisbah berat

S

0,49

0,59

0,53

0,57

0,54A4)

kering daun

A

0,54

0,54

0,57

0,61

0,57A

0,12

0 25ii)

dengan berat

P

0,85

0,69

1,24

0,83

0,90A

0,,14iii)

kering batang

Rataan

0,63a5)

0,61a

0,78a

0,67a

Nisbah berat

S

4,04

3,50

3,08

3,61

3,56A

0,29i) ii)

kering total

A

1,54

1,33

0,96

1,08

1,23B

hijauan dengan

P

2,38

1,71

2,17

2,00

2,06B

0 34iii)

berat kering akar

Rataan

2,65a

2,18a

2,07a

2,23a

S

2171,07

1590,04

1464,80

1917,96

1785,97A

A

453,65

578,40

1072,54

1503,40

902,00B

186,43i)

Luas daun (cm2)

P

1095,29

662,81

652,67

1039,22

862,50B

215,28ii) 372,87iii)

Rataan

1240,01a

943,75a

1063,34a

1486,86a

Keterangan:

1) S = Stenotaphrum secundatum, A = Axonopus compressus, P = Paspalum conjugatum

2)D0 = 0 kg/ha, D1 = 50 kg/ha, D2 = 100 kg/ha, D3 = 150 kg/ha

3) SEM = Standard Error of the Treatment Means

i) = SEM Jenis tanaman ii) = SEM Interaksi iii) = SEM Dosis pupuk

4) Nilai dengan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

5) Nilai dengan hurup kecil yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05)

Rataan panjang tanaman tertinggi adalah rumput Stenotaphrum secundatum yaitu 57,94 cm dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan rumput Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum (Tabel 4.1). Rumput Stenothaprum secundatum, Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum tergolong jenis rumput yang tumbuhnya merayap dan diantara ketiga jenis rumput Stenotaphrum secundatum mampu tumbuh paling panjang dibandingkan rumput yang lain. Setiap tanaman mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda satu dengan lainnya. Rumput Stenothaprum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah (Whiteman, 1980). Lebih jauh Smith dan Whiteman (1983) menyebutkan bahwa rumput Stenothaprum secundatum merupakan tanaman yang sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat. Nasution (1986) menyatakan rumput Stenotaphrum secundatum merupakan anggota tumbuhan Gramineae, tumbuhan kuat, merayap, dengan stolon panjang dan batang tegak agak pipih. Selanjutnya menurut Harjadi (1991), dosis yang tepat merupakan faktor penting dalam pemupukan. Pemupukan yang tepat akan

menyebabkan penyerapan unsur hara oleh tanaman lebih baik sehingga meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Rumput Stenotaphrum secundatum memiliki rataan jumlah daun tertinggi sebesar 26,56 helai secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan rumput Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum. Hal ini Karena tanaman Stenotaphrum secundatum mempunyai panjang batang dan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan rumput Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum. Menurut Suratno et al. (1993) Stenotaphrum secundatum memiliki pelepah daun menempel rapat yang membuat jumlah daun dapat tumbuh lebih banyak. Rumput Stenotaphrum secundatum tahan terhadap naungan dan ketika di tanam pada lahan tak ternaung mampu menghasilkan jumlah daun yang cenderung lebih tinggi. Disamping produktivitas yang relatif tinggi dan jumlah daun yang cenderung tinggi, jenis rumput ini disukai oleh ternak ruminansia dan memiliki taraf kecernaan yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirait et al. (2010) yang menyatakan, rumput Stenotaphrum secundatum termasuk spesies hijauan yang toleran terhadap naungan, dan dapat tumbuh dengan baik pada lahan terbuka.

Rataan anakan tanaman terbanyak adalah rumput Stenotaphrum secundatum sebesar 3,63 anakan dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum. Hal ini karena rumput Stenotaphrum secundatum dapat menyebar lebih cepat, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat dan mampu berkompetisi dengan gulma. Selain itu rumput Stenotaphrum secundatum dapat tumbuh di daerah-daerah dengan kesuburan yang rendah (Humphreys, 1980), sehingga dengan pemberian pupuk NPK, pertumbuhan menunjukkan hasil paling tinggi, dimana rumput Stenotaphrum secundatum memiliki respon yang baik terhadap pertumbuhan tunas.

Pada variabel produksi berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan pada rumput Stenotaphrum secundatum menunjukkan hasil paling tinggi berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan rumput Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum, namun berat kering akar menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini karena rumput Stenotaphrum secundatum memiliki panjang tanaman tertinggi sehingga berat kering batang rumput Stenotaphrum secundatum memiliki berat tertinggi. Berat kering total hijauan dipengaruhi oleh berat kering daun dan berat kering batang, semakin tinggi berat kering daun dan berat kering batang semakin tinggi berat kering total hijauan. Pendapat ini didukung oleh Ma’sum (2005), perkembangan suatu tanaman dapat ditunjukkan salah satunya melalui berat kering total tanaman. Semakin besar nilai berat kering tanaman, maka pertumbuhan tanaman semakin baik.

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang Papalum conjugatum memiliki rataan tertinggi 0,90 g dan menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan Axonopus compressus dan Stenotaphrum sucundatum. Hal ini Karena Papalum conjugatum memiliki

berat kering batang yang rendah dan berat kering daun yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan rumput Stenotaphrum sucundatum. Semakin tinggi nisbah berat kering daun dan berat kering batang menunjukkan semakin baik kualitas tanaman, semakin banyak daun semakin tinggi kandungan karbohidrat dan protein. Sesuai dengan pendapat Suastika (2012), yang menyatakan bahwa semakin tinggi berat daun suatu tanaman dan berat batang yang lebih kecil maka nisbah berat kering daun dengan berat kering batang akan semakin tinggi.

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar Stenotaprum secundatum memiliki rataan tertinggi 3,56 g dan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dengan Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum. Stenotaprum secundatum memiliki nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar yang lebih tinggi karena memiliki berat kering hijauan yang lebih besar dan berat akar yang sama. Stenotaprum secundatum mempunyai pertumbuhan yang baik menghasilkan berat total hijauan terbesar, semakin besar berat kering total hijauan akan membuat nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar semaki besar.

Rataan luas daun tertinggi pada rumput Stenotaphrum sucundatum sebesar 1785.97 cm2 dan secara statistik menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dengan Paspalum conjugatum dan Axonopus compressus (Tabel 4.3). Hal ini karena Stenotaphrum sucundatum memiliki jumlah daun terbanyak. Semakin banyak daun semakin baik proses fotosintetis yang dapat meningkatkan luas daun. Gardner et al. (1991) menyatakan luas daun menunjukkan jaringan yang berperan pada respirasi dan fotosintesis suatu tanaman. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa luas daun tanaman ditentukan oleh jumlah bahan hasil fotosintesis yang dialokasikan ke bagian tanaman.

Pengaruh berbagai dosis pupuk NPK terhadap panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun secara statistik menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05). Namun pada berat kering akar secara statistik menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05). Dosis pupuk NPK tertinggi (D3) 150 kg/ha cenderung memberikan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik karena dosis pupuk yang semakin tinggi semakin banyak unsur hara yang tersedia pada tanaman untuk pertumbuhan dan produksinya. Hal ini didukung oleh pendapat Vanis (2007) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas rumput salah satunya adalah dosis pupuk.

Hasil dari variabel yang diamati pada pemberian dosis pupuk NPK 150 kg/ha (0,3 g/pot) memiliki respon terbaik yaitu pada variabel panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat

kering daun, berat kering batang, berat kering akar, berat kering total hijauan, dan luas daun. Menurut Harjadi (1991), pemberian pupuk dengan dosis yang tepat merupakan faktor penting dalam pemupukan. Kemampuan tanaman dalam menyerap hara akan menambah kekuatan tumbuh bagi tanaman dan apabila unsur-unsur tersebut bekerja secara optimal maka pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik.

Pada variabel karakteristik tumbuh yaitu nisbah berat kering daun dengan berat kering batang pada dosis 100 kg/ha (0,2 g/pot) memiliki respon terbaik dan pada nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar tinggi dosis 0 kg/ha (0 g/pot) cm memiliki respon tertinggi. Hal ini karena pada perlakuan tanpa Pemberian pupuk mempunyai berat akar yang kecil tetapi berat total hijauannya sama/tidak berbeda nyata antar perlakuan. Secara umum dosis pupuk 0 kg/ha (0 g/pot) cenderung memiliki hasil terendah pada semua variabel. Karena dosis pupuk yang terlalu sdikit menyebabkan cadangan makanan berkurang sehingga pertumbuhan akan semakin lambat. Pemberian pupuk pada dosis yang lebih tinggi sampai batas tertentu akan menyebabkan hasil semakin meningkat, dan pada konsentrasi yang melebihi batas tertentu pula akan menyebabkan hasil menjadi menurun. Menurut Harjadi (1991), pada tingkat yang lebih tinggi, walaupun gejala-gejala defisiensi belum tampak, tanaman akan memberikan tanggapan terhadap pemupukan dengan kenaikan hasil atau penampilannya. Dengan tersedianya unsur hara yang lengkap dengan jumlah masing-masing unsur hara sesuai dengan kebutuhan tanaman akan dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan bagian-bagian vegetatif tanaman.

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jenis rumput lokal dengan dosis pupuk terhadap semua variabel pertumbuhan, variabel produksi dan variabel karakteristik. Hal ini karena masing-masing faktor yaitu jenis rumput lokal dan dosis pupuk bekerja sendiri-sendiri. Hal ini sesuai pernyataan Steel dan Torrie (1991) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

SIMPULAN

Rumput Stenotaprum secundatum memberikan pertumbuhan dan produksi tertinggi dibandingkan dengan rumput Axonopus compressus dan rumput Paspalum conjugatum.

Pemberian Pupuk NPK dengan dosis pupuk 150 kg/ha cenderung memberikan respon yang baik pada rumput lokal. Tidak terjadi interaksi antara jenis rumput lokal dan tinggi dosis pupuk.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L., P.D.M.H. Karti dan S. Hardjosoewignyo. 2005. Reposisi Tanaman Pakan Dalam Kurikulum Fakultas Peternakan. Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor 16 September 2005.P. 11-17.

Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan., Fauzi, Sarifuddin., dan H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Fanindi, A., S. Yuhaini dan A. Wahyu. 2005. Pertumbuhan dan Produktivitas Tanama Sorgum (sorghum bicolor L) Moench dan Sorgum Sudanense (piper stafp) yang Mendapatkan Kombinasi Pemupukan N,P,K dan Ca. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, 12 – 13 september di bogor, buku 2 : 872 – 885.

Gardner, F.P., Pearce, R.B. and Michell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia.

Hardjowigeno, S., 1992 Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Harjadi, S, S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Humphreys, L.R. 1978. Tropical Pasture and Folder Crops. Brisbane. Deprtement of Agriculture University of Queensland Australia. Queensland.

Humphreys, L. R. 1980. A Guide to Better Pastures for the Tropics and Sub-tropics. 4 th edition. Wright Steplenson and co. (Australia) Pty. Ltd.

Manik, D. P. 2011. Pengaruh Pupuk Organik Phosta dan Pupuk Mineral terhadap Produksi dan Serapan Hara Caisin pada Latosol Darmaga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ma’sum, M. 2005. Biologi Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Puslitbang Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM).

Parnata, A. 2010. Meningkatkan Hasil Panen Pupuk Organik. Agromedia Pustaka.Jakarta.

Pirngadi, K dan S. Abdulrachman. 2005. Pengaruh Pupuk majemuk NPK (15:15:15) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah.JurnalAgrivigor, 4 (3): 188-197

Sajimin, I. P. Kompiang, Supriyati dan N. P. Suratmini. 2001. Penggunaan biofertilizer untuk penigkatan produktifitas hijauan pakan rumput gajah (Pennisetum purpureum cvAfrika) pada lahan marjinal di Subang Jawa Barat. Media Peternakan, 24 (2) : 46 – 50

Sirait, J., R. Hutasoit, A. Tarigan, dan K. Simanihuruk. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya dan Pemanfaatan Rumput Stenotaphrum secundatum Untuk Ternak Ruminan. Pusat 43 Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. Bogor.

Sirait, J., N. D. Purwantari dan K. Simanihuruk. 2005. Produksi dan serapan nitrogen rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 10 (3) : 175 - 181.

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press: Yogjakarta

Smith, M. A. dan P. C. Whiteman. 1983. Evaluation of tropical grasses in increasing shade under coconut canopies. Expl. Agric., 19:153-161.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Suastika, I. G. L. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah (Pannisetum purpureum) dan Rumput Setaria (Staria splendida Stapf) yang dipupuk dengan Biourine. Fakultas Peternkan Universitas Udayana. Denpasar.

Susetyo, B. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutarno, H., M. E. Siregar dan H. Soedjito. 1993. Pendayagunaan Tanaman Pakan pada Lahan Kritis. Yayasan PROSEA Bogor. MAB Indonesia. UNESCO/PROSTEA. Jakarta.

Tillman, A.D., H. Hari., R.Soedomo, P. Soeharto, dan L. Soekanto 1983. Ilmu Makan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakulas Peternakan UGM.

Vanis, D, R. 2007. Pengaruh Pemupukan dan Interval Defoliasi terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) di bawah Tegakan Pohon Segon (Paraserianthes falcataria). Skripsi. Fakultas Perternakan Institut Pertanian Bogor.

Whiteman P.C.1980.Tropical Pasture Science. Oxford Univ.Press., Oxford.

Asmara et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 207 – 221

Page 221