e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: February 5, 2019                                          Accepted Date: February 27, 2019

Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita & A.A.Pt. Putra Wibawa

KUALITAS TELUR AYAM ISA BROWN UMUR 18-22 MINGGU PASCA DIVAKSINASI EGG DROP SYNDROME DAN DIBERI RANSUM DALAM JUMLAH YANG BERBEDA

Sumayani, N. K. E., G. A. M. K. Dewi, dan G. A.Y. Kencana.

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: kadekenik944@ gmail.com, Hp : 081999332260

ABSTRAK

Penyakit EDS menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas telur sehingga dapat merugikan peternak. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Peternakan, Kampus Bukit Jimbaran, dan kualitas telur diuji setiap minggu di Laboratorium Ternak Unggas, Denpasar. Rancangan penelitian yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 2 perlakuan 1 kontrol dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam sehingga total sampel yang digunakan sebanyak 45 ekor. Perlakuan penelitian ini adalah R1: Ayam Isa Brown tanpa kandidat vaksin ransum komersial 80 g/ekor/hari, R2: Ayam dengan kandidat vaksin EDS dan ransum komersial 80 g/ekor/hari R3: Ayam dengan kandidat vaksin EDS ransum komersial 84 g/ekor/hari. Variabel yang diamati: berat telur, indeks bentuk telur, berat kerabang, tebal kerabang, warna kuning telur, pH dan haugh unit. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan R2 dan R3 (P<0,05) mampu meningkatkan berat telur, berat kerabang, ketebalan kerabang, warna kuning telur dan, haugh unit dibandingkan perlakuan R1 namun terjadi penurunan indeks bentuk telur, pH telur pada perlakuan R3. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas dan kuantitas telur R3 lebih tinggi di bandingkan perlakuan R2 pada telur ayam Isa Brown umur 18-22 minggu.

Kata kunci :Isa Brown, kualitas telur, ransum, kandidat vaksin, egg drop syndrome

QUALITY OF CHICKEN EGGS ISA BROWN 18-22 WEEKS AGE POST VACINATION EGG DROP SYNDROME AND GIVEN RANGE OF

DIFFERENT AMOUNT

ABSTRACT

Egg drop syndrome causes a decrease in the quality and quantity of eggs so it does not benefit farmers. The research was conducted at the Faculty of Animal Science, Bukit Jimbaran Campus, and egg quality tested every week in the Poultry Laboratory of the Faculty of Animal Science, Sudirman Campus, Denpasar, which lasted for 5 weeks. The study sample


was used by Isa Brown laying hens on an average age of 18 weeks. The study design used a completely randomized design (CRD) consisting of 3 treatments and 5 replications. Each replication consisted of 3 laying 1 control hens of Isa Brown so that the total chickens used were 45 tails.The treatment of this study was R1:Chicken Isa Brown without a vaccine candidate and given a commercial ration of 80 g/head/day, R2:Chicken with candidates for the EDS vaccine and given a commercial ration of 80 g/head/day R3:Chicken with candidates vaccine EDS and given 84 g/head/day of commercial ration. The variables observed were egg weight, egg index, shell weight, shell thickness, egg yolk color, pH and, haugh unit. The results showed that treatment R2 and R3 (P<0,05) were able to increase egg weight, eggshell weight, eggshell thickness, egg yolk color and haugh unit compared to treatment R0 but there was a decrease in egg shape index, egg pH on R2 treatment. Based on the results of the study it can be concluded that the quality and quantity of R3 eggs is higher than the treatment of R2 in chiken egss Isa Brown aged 18-22 week.

Keywords : Isa Brown, quality of eggs, rations, vaccine candidates, egg drop syndrome

PENDAHULUAN

Ayam ras petelur Isa Brown merupakan salah satu jenis komoditas ternak yang menghasilkan telur dan daging. Karakteristik eksterior dan interior pada telur merupakan bahan pertimbangan konsumen dalam memilih sejumlah telur yang ditawarkan. Rata – rata konsumsi telur di Indonesia dua tahun terakhir yaitu pada tahun 2015 sebanyak 97 butir/kapita/tahun dan pada tahun 2016 sebanyak 98 butir/kapita/tahun (BPS, 2016).Isa Brown Comercial Layers (2011) menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi ransum pada masa kritis awal bertelur pada ayam petelur dari umur 18- 26 minggu membutuhkan konsumsi ransum sebanyak 80 g sampai 112 g. Untuk mencapai kenaikan jumlah produksi telur dan kualitas telur yang optimal kondisi ayam pada masa kritis ini yang harus diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan yaitu kesehatan, kualitas dan kuantitas ransum. Selain ransum faktor penyakit juga dapat menyebabkan rendahnya kualitas telur. Penurunan kualitas telur yaitu penyakit egg drop syndrome atau EDS 76.

Kasus EDS dapat ditemukan pada ayam petelur yang telah divaksinasi faktanya ditandai dengan penurunan produksi serta kualitas telur yang kurang optimal, titer antibodi yang terbentuk merupakan imun primer yang sangat menentukan tingkat kekebalan ayam petelur terhadap penyakit EDS (Day dan Schultz, 2014).Ditjennak (2014) melaporkan bahwa kasus EDS telah terjadi di beberapa peternakan ayam ras petelur di Bali, sedangkan di Kupang pernah bersifat mewabah. Saat ini penyakit EDS masih dijumpai pada ayam petelur di Indonesia. Kencana et al., ( 2017) menyatakan bahwa isolat lapang EDS telah berhasil

dikarakterisasi dari sampel lapang ayam petelur komersial yang dicurigai terkena EDS, berasal dari Bogor, Medan dan Surabaya. Kencana (2012) menyatakan fakta tersebut menunjukkan bahwa EDS sudah bersifat endemis di Indonesia serta menular lewat droplet dan feses ayam yang terinfeksi dan belum ada pengobatan yang efektif untuk penyakit EDS. Strategi untuk mencegah penyakit EDS adalah dengan melakukan vaksinasi ayam sebelum masa bertelur umur 17 minggu.

Melanjutkan dari penelitian tersebut berdasarkan laporan Ditjennak (2014) bahwa kasus EDS telah terjadi di beberapa peternakan di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mempersiapkan dan memeriksa masalah potensial dan keamanan benih kandidat vaksin EDS isolat Medansebelum skala komersial vaksin EDS dibuat. Berdasarkan laporan tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam menduga proteksi vaksin terhadap kesehatan ayam dengan melihat produksi hasil kualitas dan kuantitas telur ayam komersial. Uji kandidat vaksin EDS dilakukuan pada ayam petelur Isa Brown umur 18-22 minggudisamping uji kandidat vaksin EDS juga dilakukan uji tentang pemberian ransum komersial dalam jumlah yang berbeda.Penelitian ini ingin mengetahui bagaimanakah kualitas telur pasca vaksinasi dengan kandidat vaksin EDS dan ransum komersial dalam jumlah yang berbeda.Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi tentangpotensi kandidat vaksin EDS isolat Medan dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas telur.

MATERI DAN METODA

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Fakultas Peternakan, Kampus Bukit Jimbaran, berlangsung selama 5 minggu yaitu dari 3 September sampai dengan 7 Oktober dan setiap minggu telur di uji kualitasnya di Laboratorium Ternak Unggas, Kampus Sudirman, Denpasar.

Alat dan bahan penelitian

Ayam petelur

Penelitian ini menggunakan ayam petelur Isa Brown dengan umur 18 minggu. Ayam petelur yang digunakan didapatkan dari peternak komersial di Kota Tabanan, Kabupaten Tabanan,Bali.

Vaksin

Vaksin yang digunakan adalah kandidat vaksin EDS isolat Medan, dengan kandungan virus 109,5EID50.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial PAR-L1 produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Porsi pakan dibedakan atas tiga yakni 80g (tanpa kandidat vaksin EDS), 80g (1 dosis vaksin EDS), dan 84g (1 dosis vaksin EDS)

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang colony battery tiap unit berukuran 56 x 60 cm. Dimana tiap unit akan diisi 3 ekor ternak ayam petelur Isa Brown dengan 2 perlakuan 1 kontrol dan 5 ulangan, sehingga dalam penelitian menggunakan sampelsebanyak 45 ekor. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Dinding dan alas kandang terbuat dari bahan bambu dan atap menggunakan asbes.

Spuit injeksi

Spuit injeksi digunakan untuk menampung cairan vaksin yang akan di injeksikan.

Timbangan digita

Penelitian ini menggunakan timbangan elektrik kapasitas 210 g dengan tingkat ketelitian 0,001 g untuk menimbang telur yakniberat telur dan ransum.

Egg tray

Penelitian ini menggunakan alat egg tray dengan kapasitas 30 butir digunakan untuk menaruh telur ayam yang telah diambil dari dalam kandang sesuai dengan kode perlakuan.

Alat penelitian di laboratorium

Alat yang digunakan dalam menganalisis kualitas telur ayam diantaranya egg tray sebagai tempat meletakkan telur sesuai dengan perlakuan, timbangan elektrik kapasitas 210 g dengan tingkat ketelitian 0,001 g untuk menimbang telur, pH meter untuk mengukur pH putih dan kuning telur, egg multitester EMT 7300 digunakan untuk mengukur kualitas telur secara otomatis dan akurat meliputi berat telur, tinggi putih dan kuning telur, warna kuning telur,

haugh unit, micrometer sekrup untuk mengukur ketebalan kerabang, kertas tisu untuk mengelap peralatan yang digunakan, label untuk menandai telur sesuai perlakuan, baskom plastik sebagai tempat penampung telur yang sudah dipecah,dan alat tulis digunakan untuk menulis data.

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 perlakuan 1 kontrol dan 5 ulangan setiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam petelur Isa Brownsehingga total ayam yang digunakan sebanyak 45 ekor.Ketiga perlakuan yang digunakan yaitu :

R1  : Ayam Isa Brown tanpa vaksinasi kandidat vaksin EDS dengan ransum komersial 80

g/ekor/hari

R2  : Ayam Isa Brown pasca vaksinasi kandidat vaksin EDS dengan ransum komersial 80

g/ekor/hari

R3  : Ayam Isa Brown pasca vaksinasi kandidat vaksin EDS dengan ransum komersial 84

g/ekor/hari

Prosedur penelitian

Penempatan sampel penelitian menggunakan teknik acak lengkap. Rataan bobot badan awal dicatat untuk menentukan sampel dengan koefisien variasi <5%. Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan 1 kontrol dengan 5 ulangan sehingga menjadi 15 unit perlakuan. Setiap unit diisi 3 ekor ayam sehingga total 45 ekor. Kandang diberi kode sesuai dengan perlakuan pada setiap ulangan. Penempatan ayam pada kandang dilakukan dengan pengacakan sehingga setiap unit penelitian tidak ada perbedaan yang nyata. Telur diambil setiap hari sesuai kode dan perlakuan kemudian dikumpulkan dan diuji kualitasnya setiap minggu. Alat yang digunakan untuk mengukur kualitas antara lain: jangka sorong untuk mengukur indeks telur, timbangan digital digunakan untuk menimbang berat telur, micrometer skrup di gunakan untuk mengukur ketebalan kerabang, pH meter digunakan untuk mengukur pH telur, dan egg multitester (merk EMT 7300) digunakan untuk menguji kualitas telur secara otomatis meliputi berat telur, tinggi putih dan kuning telur, warna kuning telur, haugh unit.

Pemberian pakan komersial dan air

Pemberian ransum pada penelitian ini di lakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 08.00 wita pada siang hari 11.00 wita dan pada sore hari pukul 16.00 wita. Dalam penelitian ini ransum yang diberikan adalah ransum komersial produksi PT. Japfa Comfeed, Indonesia,Tbk berupa bentuk pellet dengan kode PAR-L1. Susunan bahan baku yang digunakan adalah jagung kuning, soy bean meal (SBM), meat bone meal (MBM),corn gluten meal (CGM), palm olein, asam amino esensial, mineral esensial, premix dan vitamin. Ransum komersial diberikan selama berlangsungnya penelitian berdasarkan perlakuan,R1, R2 dan R3. Tabel. 1 Kandungan nutrisi pakan komersial ternak ayam petelur Isa Brown kode PAR-L1 produksi PT. Jafa Comfeed Indonesia, Tbk.

Parameter                                                  Standar (%)

Energi metabolis (kkal/kg)2900

Protein17-19

Lemak3-11

Serat kasar5-6

Kalsium3,5

Fosfor0,45

Sumber :*) PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk.

Vaksinasi dengan kandidat vaksin egg drop syndrome (EDS) Isolat Medan.

Vaksinasi dilakukan pada ayam petelur dengan menggunakan kandidat vaksin (EDS) isolat Medan dengan cara injeksi intramuskuler pada otot paha dengan satu dosis vaksin (0,5 ml). Pada penelitian ini (R1) merupakan perlakuan ayam tanpa kandidat vaksin EDS isolat Medan (kontrol), sedangkan (R2) merupakan perlakuan pemberian ransum komersial sebanyak 80g dan perlakuan vaksin sebanyak 0,5 ml/ekor dan pada perlakuan (R3) merupakan perlakuan yang diberikan ransum komersial sebanyak 84 g dan kandidat vaksin EDS sebanyak 0,5 ml/ekor. Sampel penelitian adalah ayam petelur jenis Isa Brown berdasarkan catatan vaksinasi, ayam petelur sudah pernah divaksinasi sebelumnya dengan vaksin newcastle disease (ND) aktif pada umur 4 hari dan pada umur 6 minggu menggunakan vaksin infectious laringo tracheitis (ILT). Pada penelitian ini, ayam divaksin pada umur 17 minggu yakni menjelang masa bertelur dengan vaksin inaktif egg drop syndrome (EDS).

Variabel yang diamati

Dalam penelitian ini variabel yang diamati yaitu kualitas eksterior dan kualitas interior dari telur ayam jenis Isa Brown.

Kualitas eksterior

Kualitas eksterior meliputi berat telur dan indeks telur.

  • 1.    Berat telur diperoleh dengan menimbang telur sebelum dipecahkan. Masing-masing telur ayam ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital.

  • 2.    Indeks bentuk telur diukur dengan membagi ukuran lebar telur dengan panjang telur.

Kualitas interior

Kualitas interior telur meliputi tebal kerabang telur, berat kerabang telur, pH, warna kuning telur, haugh unit (HU)

Kualitas interior telur meliputi tebal kerabang, berat kerabang, pH, warna kuning telur, dan haugh unit (HU).

  • 1.    Berat kerabang telur, kerabang telur diukur dengan cara telur yang sudah dipecahkan kerabangnya di timbang dengan timbangan digital.

  • 2.    Ketebalan kerabang telur diukur dengan menggunakan micrometer yang memiliki ketelitian 0,001 mm, pengukuran tebal kerabang telur dilakukan dengan cara memecahkan telur terlebih dahulu dan membersihkan bagian dalam kulit telur tersebut.

  • 3.    Warna kuning telur nilai kualitasnya dengan menggunakan mesin egg multitester EMT 7300.

  • 4.    pH telur didapatkan dengan cara putih dan kuning telur di campur kemudian diaduk hingga merata dan diukur dengan pH meter.

  • 5.    Haugh unit (HU), merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui kesegaran isi telur, terutama putih telur. Perhitungan nilai HU diawali dengan menimbang berat telur (W) dengan timbangan digital, selanjutnya telur dipecah dengan hati- hati pada meja kaca datar, dan dianalisis kualitasnya dengan menggunakan alat ukur telur digital.

Analisis Data

Pada penelitian ini data yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Anova), apabila dalam penelitian ini berpengaruh beda nyata (P<0,05 ) maka

analisis data dalam penelitian ini dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1995) dengan bantuan program SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rataan kualitas telur pada ayam yang mendapatkan perlakuan R2danR3berbeda nyata (P<0,05) pada kualitas berat telur, berat kerabang telur, ketebalan kerabang, warna kuning telur, dan haugh unit dibandingkan dengan R1 (Tabel 1).

Tabel 1. Kualitas telur ayam Isa Brown umur 18-22 minggu pasca vaksinasi kandidat vaksin egg drop syndrome dan diberi ransum dalam jumlah yang berbeda

Variabel

Perlakuan 1)

SEM2)

R1

R2

R3

Kualitas eksterior

Berat telur (g)

45, 79a3)

49, 43b

52, 10c

1, 74

Indeks bentuk telur (%)

76, 57a

77, 97a

79, 33a

0, 55

Kualitas interior

Berat kerabang telur (g)

6, 01a

6, 44ab

6, 71b

0, 07

Ketebalan kerabang telur (g)

0, 32a

0, 39b

0, 41c

0, 003

Warna kuning telur

7, 63a

7, 77a

8, 03b

0, 18

pH telur

7, 68a

7, 74a

7, 58a

0, 33

Haugh unit (HU)

74, 99a

80, 41b

81, 50c

0, 78

Keterangan :

Gambar 1. Menunjukkan bahwa rataan kualitas berat telur, berat kerabang, tebal kerabang, warna kuning telur, dan haugh unit(R1) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (R2) dan (R3) secara statistik berbeda nyata (P<0,05) sedangkan rataan kualitas indeks bentuk telur, dan pH telur tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 3.1)

kualitas eksterior dari ulterior telur

Ransum komersial 80 g tanpa kandidat vaksin

Kandidat vaksin EDS 0,5 ml dan ransum komersial 80 g

Kandidat vaksin EDS 0,5 ml dan ransum komersial 84 g

Gambar 1.grafik kualitas eksterior dan interior telur 1-5 minggu pasca vaksinasi

Berat telur

Pada penelitian ini rataan berat telur yang diperoleh dari perlakuan R1, R2, dan R3 secara statistik berbeda sangat nyata (P<0,05) (Tabel 3.1). Hal ini di pengaruhi oleh kesehatan ayam sehingga zat nutrisi yang terkadung dalam ransum dapat diserap oleh usus dan di edarkan oleh darah menjadi energi dalam membentuk pertumbuhan dan berproduksi karena kandidat vaksin EDS mengandung oil adjuvant yang berfungsi dalam meningkatkan titer antibodi dan membantu menyehatkan saluran organ reproduksi (Kencana et al., 2012), sehingga dapat meningkatkan kecernaan dan penyerapan nutrien serta meningkatkan kesehatan organ reproduksi yaitu pada ovarium yang akan mampu meningkatkan kualitas produksi telur, salah satunya berat telur terlihat pada gambar (Grafik 1).Hal ini sejalan dengan penelitian Tugiyanti (2012) yang menyatakan ovarium merupakan tempat pembentukan kuning telur, apabila pembentukan kuning telur kurang sempurna maka berat telur akan rendah.Berat telur di pengaruhi oleh kualitas bagian dalam telur yang lebih cenderung mengikuti pola pertambahan berat telur, semakin meningkat berat telur semakin meningkat pula bagian-bagian dalam telur, hal ini di pengaruhi oleh zat nutrisi yang terkadung dalam ransum dan kesehatan. Perlakuan vaksin EDS berpengaruh terhadap daya proteksi spesifik

yaitu kesehatan organ reproduksi dari ovarium sampai uterus. Selain kesehatan berat telur ditentukan oleh beberapa hal, antara lain faktor keturunan, ransum, sistem pemeliharaan, iklim, air minum, dan umur ayam (Suprapti, 2002).Dalam hal ini pakan dan kesehatan samasama mempunyai fungsi dalam membentuk kualitas dan kuantitas telur.

Indeks bentuk telur

Rataan indeks bentuk telur dalam penelitian pada perlakuan R1, R2, dan R3 didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 3.1). Hasil perlakuan tidak berbeda nyata terhadap indeks bentuk telur menggambarkan bahwa pemberian kandidat vaksin EDS dengan imbangan jumlah ransum 80g dan 84g belum mempengaruhi kualitas indeks bentuk telur. Indeks bentuk telur ditentukan oleh umur ayam, saluran reproduksi induk dan ransum yang dikonsumsi, semakin banyak ransum yang di konsumsi maka semakin banyak lemak yang tersimpan di dinding saluran reproduksi akibat energi belum terserap yang berdampak pada penyempitan organ reproduksi(North and Bell, 1990), sehingga saluran organ reproduksi utamanya pada organ isthmus menggambarkan bentuk dari kualitas telur yang di produksi selama 11/2 jam pembentukan selaput telur.Indeks bentuk telur menggambarkan besar kecilnya bentuk telur.Soeparno et al., (2011) menyatakan standar indeks bentuk telur sebesar 0,74 atau 74% kemudian di tambahkan oleh Soekarto (2013) yang menyatakan bahwa indeks bentuk telur ideal memiliki nilai indeks telur 0,80 atau 80%.

Semakin lebar organ isthmus maka semakin oval telur yang di hasilkan, semakin sempit organ isthmus pada saluran oviduct maka telur yang dihasilkan akan cenderung lonjong. Apabila ayam yang terinfeksi virus EDS menyebabkan terjadinya atrofi pada oviduct dan uterus (TCFSPH, 2006), sehingga akan berpengaruh terhadap bentuk telur yang di produksi, dengan pemberian kandidat vaksin EDS menyebabkan atrofi yang terjadi pada saluran oviduct dan uterus terbuka yang mampu meningkatkan kesehatan dan akan mempengaruhi kualitas eksterior pada telur. Sejalan dengan penelitian Asnawi et al.,(2017) bahwa bentuk spesifik telur akan berubah karena adanya kelainan atau kondisi yang tidak biasa pada daerah magnum, itsmusdan uterus serta sebagian besar bentuk telur ditentukan oleh jumlah albumin yang disekresikan dalam saluran telur, ukuran lumen, aktifitas dan kekuatan otot dinding isthmus yang kemungkinan terjadi perubahan bentuk dalam uterus.

Berat kerabang telur

Berat kerabang telur pada penelitian ini didapatkan hasil perlakuan (R2) tidak berbeda nyata (P>0,05) sedangkan perlakuan (R3) berbeda nyata (P<0,05) (Tabel 3.1). Perlakuan yang berbeda nyata di bandingkan dengan perlakuan (R2) menggambarkan bahwa pemberian kandidat vaksin EDS dengan imbangan jumlah ransum 84gmenyebabkan kenaikan berat kerabang telur (Grafik 2). Hal ini di pengaruhi oleh sifat fisiologis ternak, ransum yang dikonsumsi, kandungan calcium dan phosphoryang terkandung dalam ransum yang sudah mencukupi kebutuhan dari ternak tersebut yang difungsikan dalam pembentukan telur(Wahju, J 2004). Berat kerabang telur mencerminkan telur mempunyai kualitas baik, karena berat kerabang akan mempengaruhi daya simpan telur semakin berat kerabang telur maka akan semakin tebal kerabang telur dan pori-pori telur akan semakin rapat.

Kalsium yang dibutuhkan ternak dalam pembentukan telur sekitar 35%-75% berasal dari asupan gizi yang terkandung dalam ransum dan kesehatan ternak dalam mencerna makanan (Yuwanta, 2010), namun demikian pembentukan kerabang dipengaruhi oleh sehatnya saluran oviduct pada organ uterus dan tidak terjadinya gangguan penyakit pada ayam. Apabila organ uterus tidak berfungsi dan kelenjar kerabang telur rusak maka uterus tidak bisa mensekresi kalsium karbonat akibatnya akan terjadi abnormalitas pada telur yaitu kerabang pucat, lembek dan kasar (Tabbu, 2000). Dilanjutkan oleh Amrullah, I. K., (2003) yang menyatakan bahwa berat kerabang telur secara kuantitatif adalah 10% dari total berat telurnya.

Ketebalan kerabang telur

Pada penelitian ini di peroleh hasil ketebalan kerabangyang berbeda sangat nyata pada perlakuan (R3) dan (R2) dibandingkan dengan perlakuan (R1) terlihat pada (Tabel 3.1). Hal ini terjadi karena pemberian kandidat vaksin EDS dengan imbangan jumlah ransum 84g dan 80g menyebabkan kenaikan berat kerabang telur (Grafik 2). Tebaltipisnya kerabang telur merupakan salahsatu faktor yang menentukan kualitas telur selama penyimpanan. Kemampuan ayam untuk menghasilkan kualitas kerabang yang baik tergantung pada kalsium dalam pakan yang dicerna dan cadangan pada tulang. Sejalan dengan penelitian Haryono (2000) kerabang telur yang tipis relatif berpori lebih banyak dan besar, sehingga akan mempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan dan sebaliknya. Tebal tipisnya kerabang telur merupakan korelasi antara berat kerabang telur. Rataan tebal kulit telur yang

dihasilkan pada penelitian ini tergolong kulit telur yang baik yaitu antara 0,39 – 0,41 mm sehingga dapat mencegah pecahnya telur saat proses pendistribusian. Tingginya ketebalan kerabang telur pada R3 dan R2terjadi karena dipengaruhi oleh kesehatan pada ternak sehingga kadar kalsium dalam ransumefisien untuk diserap secara maksimal yang diubah dalam bentuk ketebalan kerabang serta kadar kalsium dalam ransum yang akan menentukan ketersediaan garam kalsium dalam darah untuk pembentukan telur (Yuwanta, 2004), dan kerabang telur di pengaruhi oleh sifat genetik, kalsium dalam pakan, hormon, kesehatanserta manajemen pemeliharaan (Orguntunji dan Alabi, 2010), rataan tebal kerabang yang baik yakni 0,33-0,35 mm dan kurang dari 0,33 mm di kategorikan kurang baik sehingga telur akan mudah pecah akibat kerabang yang dirpoduksi tipis, serta adanya oil adjuvant dalam vaksin inaktif mampu memicu pembentukan antibodi, dan respon kekebalan yang terbentuk dapat bertahan lebih lama didalam tubuh ayam sehingga abnormalitas telur akibat penyakit bisa di antisipasi yakni kerabang telur lunak, terjadi perubahan warna telur menjadi pucat, lembek dan kasar serta telur berubah bentuk dengan ukuran yang tidak seragam.

Warna kuning telur

Warna kuning telur pada penelitian ini menunjukkan R2, dan R3 terjadi peningkatan yang sangat nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan (R1) (Tabel 3.1). hal ini disebabkan karenawarna kuningtelur lebih dipengaruhi oleh kandungan xantopyl dalam ransum yang dikonsumsi ayam saat dipelihara, sebagai mana dikatakan oleh Sudaryani (2003) bahwa warna kuning telur yang baik berkisar 9-12 ditambahkan oleh Argo dan Mangisah (2013) warna kuning telur salah satunya dipengaruhi oleh kandungan xanthopyl, betacaroten, klorofil dan cytosan dari ransum. Tinggi rendahnya kecerahan warna kuning diduga akibat dari perbedaan kemampuan metabolisme pada ayam dalam mencerna ransum dan perbedaan dalam menyerap pigmen xantophyl dalam ransum, peningkatan warna kuning telur terlihat pada gambar (Grafik 2).Surai et al., (2000)mengemukakan bahwa jenis dan jumlah karotenoid yang ada dalam kuning telur tergantung pada jumlahnya dalam pakan yang dikonsumsi ayam. Karotenoid memberikan warna kuning pada kuning telur.

pH telur

Rataan pH telur pada penelitian ini menunjukkan hasil perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terlihat pada (Tabel 3.1). Tinggi rendahnya pH telur dipengaruhi oleh penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH dan CO2.Dalam penelitian ini pH telur masih

dikategorikan standar karena telur masih segar dan belum terjadi penguapan (Grafik 2).Belitz dan Grosch (2009) menyatakan pH telur yang baru dikeluarkan sekitar 7,6-7,9 dan meningkat sampai nilai maksimal 9,7 tergantung temperatur dan lama penyimpanan. pH albumen meningkat karena di sebabkan oleh lepasnya CO2 melaui pori-pori kerabang yang mengakibatkan terjadinya penurunan pH (Rizal, 2012). Selain pH suhu juga dapat mempengaruhi pH dari kuning telur Sesuai (Agustina, 2013). Semakin tinggi suhu maka CO2 yang hilang lebih banyak sehingga menyebabkan pH putih dan kuning telur meningkatdan kondisi kental albumen menurun.

Haugh unit (HU)

Haugh unittelur pada penelitian ini menunjukkan R3, dan R2terjadi peningkatan yang sangat berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan (R1) terlihat pada (Tabel 3.1). Tingginya peningkatan haugh unit di pengaruhi oleh kesehatan pada ayam sehingga zat nutrisi yang terkadung dalam ransum dapat dicerna dengan maksimal dan berdampak pada kualitas interior pada telur yaitu haugh unit. Vaksin EDS mengandung oil adjuvant yang berfungsi dalam meningkatkan titer antibodi dan membantu menyehatkan saluran organ reproduksi (Kencana et al., 2012).Nilai haugh unit merupakan korelasi antara berat telur dengan tinggi putih telur (Sihombing et al., 2014).Kualitas telur dapat diukur berdasarkan nilaihaugh unit (HU) yakni tingginya albumen, semakin tinggi nilai HU, semakin tinggi putih telur, semakin bagus kualitas telur tersebut dan menunjukkan juga bahwa telur masih segar.

Kualitas telur yang baik tidak terlepas dari pengaruh kesehatan pada ternak selama proses pembentukan telur, semakin tinggi putih telur bagian yang kentalnya, maka semakin tinggi pula nilai haugh unitnya dan semakin tinggi kualitas telurnya (Rosidah,2006). Meningkatnya nilai HU terjadi karena kebutuhan metabolisme sudah tercukupi, partikel ransum yang terserap oleh usus di edarkan oleh darah menjadi energi dalam membentuk kualitas telur sehingga telur yang dihasilkan maksimal lebih lanjut dinyatakan bahwa nilai HU dikategorikan atas ; nilai AA (bagus>72);nilai A (cukup bagus 70-72); nilai B (bagus 71-60); nilai C (tidak bagus <60).Hal ini juga disebabkan karena kemampuan sifat vaksin EDS yang memproteksi dan memeriksa titer antibodi pada ayam petelur selama proses terbentuknya telur dari pelepasan ovarium ke oviduct hingga ke bagian organ magnum yang berfungsi dalam sintesis dan mensekresi putih telur kemudian kuning telur dibungkus oleh putih telur selama 31/2 jam, di samping itu terbentuknya sel memori setelah vaksin diberikan dan berfungsi dalam mempercepat respon antibodi pada sel tubuh ayam.

Sejalan dengan pernyataan Kencana et al., (2016) bahwa vaksin EDS berpengaruh terhadap pembentukan titer antibodi serta sifat vaksin yang mengandung oil adjuvant berfungsi dalam melindungi antigenik dan meningkatkan titer antibodi secara pelahan-lahan sehingga dengan meningkatkan proteksi terhadap ketahanan penyakit maka akan berdampak terhadap kualitas dan kuantitas telur yang terbentuk selama proses berlangsung.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa oil adjuvant yang terkandung dalam vaksin mampu mempengaruhi kesehatan organ reproduksi yang berfungsi sebagai imunostimulator dalam meningkatkan imun tubuh pada ayam pasca vaksinasi EDS dibandingkan tanpa vaksinasi dalam meningkatkan kualitas berat telur, berat kerabang, tebal kerabang, warna kuning telur dan nilai haugh unit (HU) pada umur ayam 18-22 minggu.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pemeriksaan kesehatan saluran organ reproduksi secara histologi terhadap pembentukan telur ayam Isa Brown dalam meningkatkan produksi kualitas dan kuantitas telur.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, D., Iriyanti, N dan Mugiyono, S. 2013. Pertumbuhan dan konsumsi pakan pada berbagai jenis itik lokal betina yang pakannya disuplementasi probiotik. Jurnal Ilmiah Peternakan, Vol 1 No 2. Halaman: 691- 698.

Amrullah,I.K. 2003. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB- Press, Bogor.

Argo. L. B. dan Mangisah. 2013. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab Petelur Fase I Dengan Berbagai Level Azolla Microphylla. Animal Agricultural Journal. Vol. 2 No 1:445-457

Asnawi., Ichsan, Muhammad.,dan Haryani, Dewi, K, Ni. 2017. Nilai nutrisi pakan ayam ras petelur yang di pelihara peternak rakyat di pulau Lombok. Jurnal Sains Teknologi dan Lingkungan. Vol . 3 No. 2 pp: 18-27. Fakultas Peternakan. UniversitasMataram Nusa Tenggara Barat. Indonesia.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2016. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia (Susenas). Jakarta.

Belitz, H. D and W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Edisi 4 Revisi. Berlin. ISBN : 978-3-54069933-0.

Day MD, dan Schultz RD. 2014. Veterinary Immunology Pinciples and Practice. Second Edition. Taylor and Francis Group. USA: 18-26. ISBN: 978-184-0761-43-6.

Ditjennak. 2014. Manual Penyakit Unggas. Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Hal 36.

Haryono. 2000.Langkah-Langkah Teknis Uji Kualitas Telur Konsumsi Ayam Ras.Temu teknis Fungsional non Peneliti.Balai Penelitian Ternak. Bogor. ISBN : ISSN: 14108801. Pp : 175-184.

Isa Brown Commercial Layers. 2011. General Management Guide Commercial Isa Brown. Pondoras.

Kencana GAY. 2012. Penyakit Virus Unggas. Udayana University Press. Denpasar. ISBN. 978-602-7776-01-2. Cetakan pertama Pp: 110-118.

Kencana GAY., Suartha IN., Nurhandayani A., Syamsidar. 2017. The characteristic of egg drop syndrome virus of Medan isolate. Journal Vet Med Animal ScienceVol 1(1): 1519.

Kencana, GAY., Suartha, N., Paramita, NMAS., Handayani, AN. 2016. Vaksin kombinasi newcastle disease dengan avian influenza memicu imunitas protektif pada ayam petelur terhadap penyakit tetelo dan flu burung. Jurnal VeterinerVol 17(2): 257-264.

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual.4th Edition. Van Nostrand Rainhold. New York.

Oguntunji, A.O. & O.M. Alabi. 2010. Influence of high environmental temperature on egg production and shell quality: a review. World’s Poultry ScienceJournal. 66: 739-750.

Rizal. B, A. Hintono, dan Nurwantoro. 2012. Pertumbuhan mikroba pada telur pasca pasteurisasi. Animal Agriculture Journal . Vol. 1 No (2): 208- 218.

Rosidah. 2006. Hubungan Umur Simpan Dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya Dan Kestabilan Buih Putih Telur Pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sihombing, R. 2014. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Ras Fase Kedua.Skripsi. Fakultas Pertanian.Universitas Lampung. Bandar Lampung

Soekarto, S.T. 2013. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Telur. Alfabeta. Bandung. ISBN : 978-602-7825-78-9

Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, dan S. Triatmojo, 2011. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ISBN: 978-979-420-749-9.

Steel, C.J. and J.H. Torrie.1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia. Jakarta.

Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. ISBN : 085-3899-9.

Suprapti, Lies. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius.

Surai P.F., R.M. McDevitt., B.K. Speake and N.H.C.Sparks 2000. Carotenoid distribution in issues of the laying hen depending on their dietary supplementation. Proc. Nutr. Soc. 58: 30A.

Tabbu, C.R. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penyakit Asal Parasit, Noninfeksius, dan Etiologi Kompleks Volume 2. Penerbit Kanisius. Yoggyakarta. Halaman 3-25. ISBN : 979-210-462-3.

The Center for Food Security and Public Health (TCFSPH). 2006. Egg Drop Syndrome. www. tcfsph.iastate.edu.(19 Maret 2018).

Tri Yuwanta. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ISBN: 979-420-726-8.

Tugiyanti, E dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapatkan ransum dengan penambahan tepung ikan fermentasi menggunakan isolat produser antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 2.

United States Departement of Agriculture (USDA). 2000. Gerading Manual Agricultural Handbook number 75, Washington DC.

Wahyu, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ISBN : 979-420-098-0.

Sumayanii et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 169 - 184

Page 184