e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

Submitted Date: Januari 21, 2019

Accepted Date: Jauary 27 2019


Editor-Reviewer Article;: A. A.Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

PENGARUH PENYIMPANAN SELAMA 14 HARI PADA SUHU KAMAR TERHADAP KUALITAS EKSTERNAL DAN INTERNAL TELUR ITIK DI DAERAH JIMBARAN

Kunaifi, M. A., M. Wirapartha, dan I K. A. Wiyana

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana,Jln. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali E-mail: [email protected]Telp: 0895370003402

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan selama 14 hari pada suhu kamar terhadap kualitas eksternal dan internal telur itik di daerah Jimbaran.Penelitian dilaksanakan di daerah Jimbaran dan analisis sampel telur dilaksanakan di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama tiga minggu. Rancangan penelitian yang digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 3 perlakuan yaitu telur tanpa penyimpanan sebagai kontrol (P1), penyimpanan telur 7 hari (P2), dan 14 hari (P3) yang masing-masing perlakuan menggunakan 6 ulangan. Variabel yang diamati berdasarkan kualitas eksternal meliputi berat telur dan indeks bentuk telur, dan kualitas internal meliputi warna kuning telur, Haugh unit (HU), dan pH telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HU telur penyimpanan 14 hari memiliki rataan 7,88% nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan kontrol dan HU telur penyimpanan 14 hari memiliki rataan 6,02% nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan penyimpanan 7 hari. HU telur kontrol dan penyimpanan 7 hari secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Terhadap berat telur, indeks bentuk telur, warna kuning telur, dan pH telur penyimpanan selama 7 hari dan 14 hari memberikan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyimpanan telur itik selama 7 hari dan 14 hari pada suhu kamar 280C di daerah Jimbaran tidak menurunkan berat telur, indeks bentuk telur, warna kuning telur dan pH telur, akan tetapi penyimpanan telur itik selama 14 hari menurunkan nilai Haugh unit (HU). Telur itik masih layak untuk dikonsumsi pada penyimpanan selama 14 hari dengan grade telur A.

Kata kunci: telur itik, lama waktu penyimpanan, kualitas telur

THE EFFECT OF STORAGE FOR 14 DAYS IN ROOM TEMPERATURE AGAINST EXTERNAL AND INTERNAL QUALITY OF DUCK EGGS IN JIMBARAN REGION

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of storage for 14 days at room temperature on the external and internal quality of duck eggs in Jimbaran. The study was conducted in Jimbaran area and analysis of egg’s sample was carried out at the Poultry Laboratory, Animal Husbandry Departement, Udayana University for three weeks. The research design was using Completely Randomized Design (CRD) consisting of 3 treatments eggs without storage as a control (P1), 7 days of egg storage (P2), and 14 days (P3), each treatment using 6 replications.


Variables observed based on external quality included egg weight and egg shape index, and internal quality included egg yolk, Haugh unit (HU), and egg pH. The results showed that egg HU at 14 days storage had an average of 7,88% significantly lower (P<0,05) than control and egg HU at 14 days storage had an average of 6,02% significantly lower (P<0,05) compared to 7 days storage. Egg HU control and 7 days storage statistics showed no significant difference (P>0,05). According to egg weight, egg shape index, egg yolk color, and egg pH for 7 days and 14 days storage treatment gave results that were not significantly different (P>0,05). Based on the results of the study it can be concluded that the storage of duck eggs for 7 days and 14 days at room temperature 280C in Jimbaran region do not reduce egg weight, egg shape index, yolk color and egg pH, but storage of duck eggs for 14 days decreases the value of Haugh unit (HU). Duck eggs are still suitable for consumption for 14 days of storage with A egg grade.

Keywords: duck eggs, storage time, egg quality

PENDAHULUAN

Telur merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang bergizi tinggi, mudah dicerna, dan harganya relatif murah sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Menurut Sarwono (1997), pentingnya telur sebagai bahan pangan karena banyaknya zat pembangun (protein) yang terdapat di dalamnya dan telur juga merupakan bahan pangan yang paling mudah dicerna. Selain itu, peranan telur itik di Bali erat kaitannya dengan adat-istiadat dan budaya. Menurut Hassan (1990), telur itik digunakan sebagai bahan upakara dalam pelaksanaan upacara keagamaan umat Hindu. Pada umumnya telur itik memiliki ukuran yang besar dan warnakerabangnya putih sampai hijau kebiruan.Rata-rata bobot telur itik adalah 60-75 gram. Telur itik memiliki kualitas lebih baik bila dibandingkan dengan telur unggas lainnya karena kaya akan mineral, vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E, niasin, dan vitamin B12 (USDA, 2007). Disamping memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi ternyata telur itik juga memiliki sifat yang sama dengan telur unggas lainnya yaitu sifat yang mudah rusak. Kerusakan tersebut diantaranya terjadi akibat adanya kontaminasi mikroba pada kulit telur maupun kotoran yang berada pada kandang (Kautsar, 2004).Kerusakan yang terjadi pada telur dapat menurunkan kualitas telur.

Kualitas telur merupakan sesuatu yang dapat dilihat, diamati, dan dinilai pada telur untuk perbandingan baik atau tidaknya telur sehingga dapat dipergunakan untuk kebutuhan konsumen. Kualitas yang terdapat pada telur meliputi kualitas eksternal dan internal.Kualitas eksternal dilihat pada berat telur, dan indeks bentuk telur, sedangkan kualitas internal mengacu pada kondisi putih dan kuning telur. Telur akan mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroba, kerusakan secara fisik serta

penguapan air dan gas-gas seperti karbondioksida, ammonia, nitrogen, dan hidrogen sulfida dari dalam telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Hasil penelitian Nova et al., (2014), menyatakan bahwa penyimpanan telur selama 510 hari pada suhu ruang sudah mengalami penurunan berat telur yang disebabkan oleh penguapan air dan gas CO2 dari dalam telur. Silversides dan Budgell (2004), juga melaporkan bahwa penyimpanan telur selama 5-10 hari menyebabkan penurunan berat telur dan tinggi putih telur serta meningkatkan pH putih telur. Bertambahnya umur simpan telur mengakibatkan tinggi lapisan kental putih telur menjadi turun. Hal ini terjadi karena perubahan struktur gelnya sehingga permukaan putih telur semakin meluas akibat pengenceran yang terjadi dalam putih telur karena perubahan pH dari asam menjadi basa dan penguapan CO2 (Dini, 1996).

Pada dasarnya prinsip penyimpanan telur adalah untuk mencegah evaporasi air, keluarnya gas CO2 dari dalam isi telur, dan mencegah adanya kontaminasi mikroba ke dalam telur selama penyimpanan. Faktor lama penyimpanan telur merupakan masalah yang berkaitan erat dengan aspek distribusi mulai dari tingkat peternak sampai telur dikonsumsi oleh konsumen (Lestari et al., 2015).Semakin lama telur disimpan penguapan yang terjadi dari dalam telur akan membuat bobot telur menyusut dan putih telur menjadi lebih encer (Buckle et al., 1987). Hal ini sejalan dengan Sudaryani (2003), semakin lama waktu penyimpanan telur maka semakin besar terjadinya penguapan cairan dan gas dari dalam telur, sehingga menyebabkan rongga udara makin besar yang mengakibatkan putih telur kental menjadi encer. Menurut Yuwanta (2010), selain lama waktu penyimpanan telur, penguapan isi telur juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif.

Tingginya suhu udara di wilayah tropis seperti Indonesia sangat mempengaruhi lama penyimpanan telur. Daerah Jimbaran merupakan salah satu katagori daerah dataran rendah di Provinsi Bali yang terletak di dekat pantai, sehingga memiliki suhu udara tinggi dengan kelembaban yang rendah. Menurut data BPS Badung (2015), daerah Jimbaran berada pada ketinggian 28 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas area 20,5 km2. Ditambahkan data BMKG Wilayah III Denpasar (2018), daerah Jimbaran memiliki suhu rata-rata 280C dengan kelembaban udara 70-80%. Telur itik yang disimpan pada suhu udara tinggi dengan kelembaban yang rendah akan mengalami penyusutan berat lebih cepat dibandingkan dengan telur itik yang disimpan pada suhu rendah dengan kelembaban udara yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kelembabanyang rendah selama penyimpanan akan mempercepat penguapan air dan gas karbondioksida dari dalam telur, sehingga penyusutan berat telur akan lebih cepat (Stadelman dan Catterill, 1995).

Menurut data BPS Badung (2017), jumlah penduduk di daerah Jimbaran yaitu 50.530 jiwa pada tahun 2016. Banyak penduduk maupun wisatawan yang tinggal di daerah Jimbaran membutuhkan telur itik sebagaikebutuhan hidup pokok. Pada umumnya telur itik digunakan sebagai bahan pangan seperti lauk pauk, martabak, telur asin, dan berbagai macam olahan kue yang dijual oleh pedagang di pasar, toko-toko kecil, supermarket, maupun restoran. Selain itu, masyarakat yang beragama Hindu menggunakan telur itik sebagai bahan untuk upacara keagamaan, sehingga telur itik di daerah Jimbaran sangat dibutuhkan oleh berbagai kalangan masyarakat.

Mempertahankan kualitas telur itik agar tetap segar, mulai dari produsen sampai ke konsumen merupakan masalah utama dalam pemasaran telur. Kualitas telur tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama tanpa adanya perlakuan khusus. Kualitas telur itik akan mengalami penurunan dan mengakibatkan kerusakan apabila dilakukan penyimpanan dalam waktu yang lama. Salah satu tanda kerusakan telur adalah tercampurnya putih dan kuning telur. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan selama 14 hari pada suhu kamar terhadap kualitas eksternal dan internal telur itik di daerah Jimbaran.

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu rumah warga Jalan Rumah Sakit Unud Perumahan Pasraman Unud Blok C Nomor 13 Bukit Jimbaran, sedangkan analisis sampel telur dilaksanakan di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana.Penelitian dilaksanakan selama tiga minggu dari tanggal 2-22 September 2018. Telur

Telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik yang berjumlah 54 butir dengan berat antara 66-69 gram. Telur itik diperoleh dari peternakan intensif UD. Lestari di daerah Kediri, Tabanan.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah egg tray karton, timbangan elektrik, jangka sorong, thermohygrometer, egg multytester (EMT-7300), pH meter, tisu, kertas tabel, kantong plastik, dan alat tulis.

Metode

Pengambilan dan penyiapan sampel

Sampel telur itik diambil secara bersamaan dari peternakan intensif UD.Lestari di daerah Kediri, Tabanan sebanyak 54 butir. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih dan menimbang untuk mencari berat yang sama (homogen) dengan berat antara 6669 gram. Setelah itu, sampel dibawa ke Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana untuk dipilih dan dikumpulkan sesuai dengan perlakuan P1: Tanpa penyimpanan (kontrol), P2: Penyimpanan 7 hari, dan P3: Penyimpanan 14 hari. Sampel P1: Tanpa penyimpanan (kontrol) langsung dilakukan uji kualitas eksternal dan internalnya sebanyak 18 butir. Selanjutnya sampel P2: Penyimpanan 7 hari dan P3: Penyimpanan 14 hari dilakukan penyimpanan di daerah Jimbaran. Setelah selesai penyimpanan, sampel di uji kualitas eksternal dan internalnya.

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 3 butir telur, sehingga jumlah keseluruhan telur itik 54 butir. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah P1: Telur tanpa penyimpanan (kontrol), P2: Penyimpanan telur 7 hari, dan P3: Penyimpanan telur 14 hari. Perlakuan penyimpanan dilakukan pada suhu kamar di daerah Jimbaran. Menurut data BMKG Wilayah III Denpasar (2018), daerah Jimbaran memiliki suhu rata-rata 280C dengan kelembaban udara 70-80%.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini berdasarkan kualitas eksternal meliputi berat telur dan indeks bentuk telur dan kualitas internal meliputi warna kuning telur, Haugh unit (HU) telur, dan pH telur. Adapun variabel yang diamati yaitu sebagai berikut:

  • 1.    Berat telur

Berat telur didapatkan dengan cara menimbang telur sebelum dipecahkan dengan menggunakan alat Egg multytester (EMT-7300).

  • 2.    Indeks bentuk telur

Indeks bentuk telur ditentukan dengan membandingkan lebar telur dengan panjang telur kemudian dikalikan 100 (Bell dan Weaver, 2002). Panjang dan lebar telur masing-masing diukur dengan menggunakan alat jangka sorong.

  • 3.    Warna kuning telur

Warna kuning telur diperoleh dengan menggunakan alat Egg Multytester (EMT-7300). Mula-mula telur ditimbang dan dipecahkan dengan hati-hati ke atas platform. Selanjutnya, dengan menekan tombol O/C maka akan keluar hasil warna kuning telur dilayar monitor.

  • 4.    Haugh unit

Haugh unit diperoleh berdasarkan keadaan putih telur yaitu korelasi antara berat telur dengan tinggi putih telur. Nilai Haugh unit ditentukan otomatis dengan menggunakan alat Egg Multytester (EMT-7300).

  • 5.    pH telur

pH telur ditentukan dengan cara memecahkan telur terlebih dahulu ke dalam gelas ukur. Setelah itu, dilakukan pengadukan antara putih dan kuning telur supaya homogen. Selanjutnya, pH telur dapat diukur dengan menggunakan alat pH meter.

Analisis data

Data yang diperoleh di analisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Sastrosupadi, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh lama penyimpanan terhadap berat telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat telur itik yang tanpa penyimpanan (kontrol) adalah 67,80 g (Tabel 1). Berat telur pada penyimpanan 7 hari dan 14 hari memiliki rataan 0,19% dan 0,44% lebih rendah dibandingkan kontrol dan berat telur pada penyimpanan 14 hari memiliki rataan 0,25% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari, tetapi secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena ruang penyimpanan telur tertutup dengan ventilasi udara yang cukup dan suhu kamar stabil rata-rata 280C dengan kelembaban 71% sehingga penyimpanan 7 hari dan 14 hari telur itik di daerah Jimbaran tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat telur, serta kulit telur itik yang tebal mengalami sedikit pelebaran pori-pori sehingga bahan organik telur sedikit mengalami penguapan. Hasil penelitian yang tidak berbeda nyata ini sejalan dengan penelitian Ulfa et al., (2018) yang melaporkan bahwa penyimpanan telur ayam ras selama 14 hari pada berbagai bahan tempat penyimpanan telur menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap penurunan berat telur.

Tabel 1 Pengaruh penyimpanan selama 14 hari pada suhu kamar terhadap kualitas eksternal dan internal telur itik di daerah Jimbaran

Perlakuan1)

Variabel            P1             P2              P3

SEM3)

Eksternal :

Berat telur (gram)         67,80a2)            67,67a              67,50a

Indeks bentuk telur        74,95a           74,19a             74,06a

Internal :

Warna kuning telur        13,23a            13,17a             12,42a

Haugh unit (HU)         77,94a           76,40a            71,80b

pH telur                    7,73a              8,01a               8,07a

0,5141 0,6120

0,5145 1,1953 0,1760

Keterangan:

  • 1)    Telur tanpa penyimpanan sebagai kontrol (P1), penyimpanan telur 7 hari (P2), dan penyimpanan telur 14 hari (P3)

  • 2)    Superskrip sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

  • 3)    SEM = Standard Error of The Treatment Mean

Penyimpanan telur memiliki waktu yang terbatas, sehingga cara penyimpanan telur harus diperhatikan agar masa simpannya lebih lama. Prinsip penyimpanan telur adalah memperkecil penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur, sehingga dibutuhkan temperatur yang relatif rendah agar penurunan berat telur lebih lambat. Suhu kamar optimum untuk penyimpanan telur adalah 250C dan kelembaban 70-80%, di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur (Sudaryani, 2000). Telur itik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki berat antara 66-69 gram, maka telur dalam penelitian digolongkan sebagai telur yang berukuran besar. Menurut Sumarni dan Djuarnani (1995), klasifikasi berat telur yang berukuran besar adalah 64-70 gram/butir.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap indeks bentuk telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks bentuk telur itik yang tanpa penyimpanan (kontrol) adalah 74,95 (Tabel 1). Indeks bentuk telur pada penyimpanan 7 hari dan 14 hari memiliki rataan 1,01% dan 1,19% lebih rendah dibandingkan kontrol dan indeks bentuk telur pada penyimpanan 14 hari memiliki rataan 0,18% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari, tetapi secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena telur itik yang digunakan dalam penelitian berasal dari jenis itik, umur induk, pakan, dan manajemen pemeliharaan yang sama sehingga menghasilkan indeks bentuk telur yang sama. Hasil penelitian yang tidak berbeda nyata ini sejalan dengan penelitian Wedana et al., (2017) yang melaporkan bahwa penyimpanan telur ayam ras selama 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 21 hari pada suhu ruang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap indeks bentuk telur. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), melaporkan bahwa

faktor yang mempengaruhi indeks bentuk telur antara lain bangsa ternak, genetik, umur unggas saat bertelur, status reproduksi, variasi individu dan kelompok.

Indeks bentuk telur itik yang diperoleh tanpa penyimpanan (kontrol), penyimpanan 7 hari dan 14 hari berturut-turut yaitu 74,95; 74,19; dan 74,06 maka indeks bentuk telur dikatagorikan sebagai indeks bentuk telur yang baik. Menurut Murtidjo (1992), indeks bentuk telur yang baik berkisar antara 70-79. Nilai indeks bentuk telur yang besar bukan berarti telur berkualitas baik.Indeks bentuk telur yang besar menunjukkan bahwa telur tersebut memiliki bentuk yang lebih bulat sedangkan indeks bentuk telur yang kecil memiliki bentuk yang lebih lonjong.Nilai indeks bentuk telur yang kecil disebabkan oleh bagian isi dalam telur yang tidak seimbang.Menurut Sumarni dan Djuarnani (1995), telur yang berbentuk bulat apabila nilai indeks bentuk telurnya ≥ 76, sedangkan telur yang berbentuk lonjong apabila nilai indeks bentuk telurnya antara 72-76.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap warna kuning telur telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna kuning telur itik yang tanpa penyimpanan (kontrol) adalah 13,23 (Tabel 1). Warna kuning telur pada penyimpanan 7 hari dan 14 hari memiliki rataan 0,45% dan 6,12% lebih rendah dibandingkan kontrol dan warna kuning telur pada penyimpanan 14 hari memiliki rataan 5,69% lebih rendah dibandingkan penyimpanan 7 hari, tetapi secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena pakan yang diberikan sama dan suhu selama penyimpanan cukup stabil dan sama, sehingga telur itik tanpa penyimpanan (kontrol), penyimpanan 7 hari dan 14 hari tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan warna kuning telur. Hasil penelitian yang tidak berbeda nyata ini sejalan dengan penelitian Lestari et al., (2015) yang melaporkan bahwa penyimpanan telur itik tegal selama 14 hari pada suhu ruang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap warna kuning telur. Warna kuning telur dipengaruhi oleh kandungan zat xantofil dalam pakan.Winarno (2002), menyatakan bahwa warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum, sehingga dapat menyebabkan warna pekat pada kuning telur. Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk dalam golongan karotenoid yaitu xanthophyll, lutein dan zeasantin serta sedikit betakaroten dan kriptosantin.

Warna kuning telur itik yang diperoleh tanpa penyimpanan (kontrol), penyimpanan 7 hari dan 14 hari berturut-turut yaitu 13,23; 13,17; dan 12,42 maka warna kuning telur itik dikatagorikan sebagai warna kuning telur yang baik. Menurut Sudaryani (2003), warna kuning telur yang baik berkisar antara 9-15 dan warna kuning telur pucat berkisar antara 1-9.

Ditambahkan oleh Muharlien (2010), bahwa semakin tinggi nilai warna kuning telur maka semakin baik kualitas telur. Jadi, penyimpanan telur itik selama 14 hari pada penelitian ini belum mengalami percampuran antara putih telur dengan kuning telur sehingga pelemasan dan pecahnya membran vitelin belum terjadi.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap Haugh unit (HU) telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa HU telur itik yang tanpa penyimpanan (kontrol) adalah 77,94 (Tabel 1). HU telur pada penyimpanan 14 hari memiliki rataan HU lebih rendah dibandingkan tanpa penyimpanan (kontrol) dan penyimpanan 7 hari secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan lama penyimpanan telur di daerah Jimbaran menyebabkan penguapan CO2 dan H2O lebih besar, sehingga tinggi putih telur menjadi lebih rendah dan nilai HU semakin kecil seiring lamanya waktu penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan maka nilai HU juga semakin menurun, sehingga pada penyimpanan 14 hari telur memiliki nilai HU paling rendah bila dibandingkan tanpa penyimpanan (kontrol) dan penyimpanan 7 hari. Hasil penelitian yang berbeda nyata ini sejalan dengan penelitian Jazil et al., (2013) yang melaporkan bahwa penyimpanan telur ayam ras selama 14 hari pada suhu ruang menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) terhadap HU telur. Lamanya penyimpanan telur dapat menyebabkan penguapan CO2 dan H2O semakin tinggi, sehingga putih telur semakin menurun kekentalannya. Namun, telur yang disimpan selama 7 hari belum mengalami penurunan nilai HU telur.

HU telur itik tanpa penyimpanan (kontrol), penyimpanan 7 hari dan 14 hari yaitu 77,94; 76,40; dan 71,80 maka HU telur secara berurutan memiliki grade telur yaitu AA, AA, dan A. Telur yang memiliki grade AA dan A dikatagorikan sebagai telur dengan kualitas yang baik. Menurut Buckle et al., (1987), telur yang baru ditelurkan mempunyai nilai HU 100, lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk telur dengan kualitas yang baik mempunyai nilai HU 75 dan telur yang rusak mempunyai nilai HU dibawah 50. Ditambahkan oleh Mountney (1976), nilai HU lebih dari 72 dikatagorikan sebagai telur berkualitas AA, nilai HU 60-72 sebagai telur berkualitas A, nilai HU 31-60 sebagai telur berkualitas B dan nilai HU kurang dari 31 dikatagorikan sebagai telur berkualitas C.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH telur itik yang tanpa penyimpanan (kontrol) adalah 7,73 (Tabel 1). pH telur pada penyimpanan 7 hari dan 14 hari memiliki rataan 3,62% dan 4,40% lebih tinggi dibandingkan kontrol dan pH telur pada penyimpanan 14 hari

memiliki rataan 0,75% lebih tinggi dibandingkan penyimpanan 7 hari, tetapi secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena penyimpanan telur selama 7 hari dan 14 hari belum memberikan peluang terhadap mikroba untuk merombak protein maupun lemak pada telur, sehingga tidak terjadi kerusakan telur oleh mikroba. Ruangan yang digunakan untuk penyimpanan telur memiliki suhu dan kelembapan yang cukup stabil rata-rata 280C dengan kelembaban 71% serta laju kenaikan pH telur yang disimpan selama 7 hari dan 14 hari lebih lambat sehingga pH telur masih baik. Hasil penelitian yang tidak berbeda nyata ini sejalan dengan penelitian Ulfa et al., (2018) yang melaporkan bahwa penyimpanan telur ayam ras selama 14 hari pada berbagai bahan tempat penyimpanan telur menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pH telur.

Potensial of Hydrogen (pH) telur itik tanpa penyimpanan (kontrol), penyimpanan 7 hari dan 14 hari yaitu 7,73; 8,01; dan 8,07 maka kenaikan pH telur selama penyimpanan tidak signifikan dan pH telur masih baik. Menurut Nova et al., (2014) telur dengan kualitas yang baik mempunyai pH sekitar 6-8. Nilai pH akan meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan dan suhu ruangan. Semakin tinggi suhu maka CO2 yang hilang lebih banyak, sehingga menyebabkan pH albumen meningkat dan kondisi kental albumen menurun (Indratiningsih, 1984). Menurut Kurniawan (1991), pH telur itik pada umur satu hari berkisar antara 7,1-7,7 dan pH telur itik yang telah disimpan selama 14 hari pada suhu ruang meningkat hingga 8,3-9,1. Nilai pH putih maupun kuning telur meningkat, ini terjadi karena hilangnya CO2 melalui kulit telur.Kenaikan pH putih telur rata, sedangkan kenaikan pH kuning telur berjalan secara linier dan relatif kecil (Indratiningsih, 1984).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyimpanan telur itik selama 7 hari dan 14 hari pada suhu kamar 280C di daerah Jimbaran tidak menurunkan kualitas eksternal meliputi berat telur dan indeks bentuk telur dan kualitas internal meliputi warna kuning telur dan pH telur, akan tetapi penyimpanan telur itik selama 14 hari menurunkan nilai Haugh unit (HU). Telur itik masih layak untuk dikonsumsi pada penyimpanan selama 14 hari dengan grade telur A.

SARAN

Penyimpanan telur itik pada suhu kamar di dataran rendah dekat pantai hendaknya disimpan tidak lebih dari 28ºC dan kelembaban 71-80%, serta untuk mendapatkan kualitas yang baik maka telur itik bisa disimpan sampai 14 hari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar. 2018. Prakiraan Cuaca Wilayah Kuta. URL: http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/cuaca-kuta (di akses pada tanggal 2 September 2018).

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Badung. 2015. Statistik Daerah Kabupaten Badung Tahun 2015. BPS, Badung.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Badung.2017. Kecamatan Kuta Selatan dalam Angka 2017.BPS, Badung.

Bell, D. dan Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishers, United States of America.

Buckle, K. A., R. A. Edward, W. R. Day, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Press. UI Press, Jakarta.

Dini, S. 1996. Pengaruh Pelapisan Parafin Cair terhadap Sifat Fisik dan Kimia Telur Ayam Ras Selama Penyimpanan.Skripsi.Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hassan, F. 1990. Renungan Budaya. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Indratiningsih. 1984. Pengaruh Flesh Head pada Telur Ayam Konsumsi Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Jazil N, A. Hintono, dan S. Mulyani. 2013. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras dengan Intensitas Warna Coklat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 2 No. 1, 2013

Kautsar, I. 2004. Pengaruh Lama Perendaman dalam Larutan Asam Asetat 7% dan Lama Perendaman terhadap Beberapa Karakteristik Telur Asin.Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Kurniawan, I. 1991. Pengaruh Penambahan Asam atau Garam Asam terhadap Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal Umur Satu dan Empat Belas Hari. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lestari, D., Riyanti, dan V. Wanniatie. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Warna Kerabang terhadap Kualitas Internal Telur Itik Tegal. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol 3.No.1 Tahun 2015. P:7-14

Mountney, G. J. 1976. Poultry Products Technology.2nd Ed. Publishing Company. INC, Westport.

Muharlien.2010. Meningkatkan Kualitas Telur Melalui Penambahan Teh Hijau dalam Pakan Ayam Petelur.Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 5 (1) P: 32- 37

Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

Nova, I., T. Kurtini, dan V. Wanniatie.2014. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Ras pada Fase Produksi Pertama. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol 2. No. 2 Tahun 2014

Romanoff, A. I. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and Sons. Inc, New York.

Sarwono. 1997. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Cetakan ke 4. Penebar Swadaya, Bandung.

Silversides, F.G. dan K. Budgell. 2004. The Relationships Among Measures of Egg Albumen Height, pH, and Whipping Volume. Poultry Sci. 83 : 1619-1623

Stadelman, W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4 th Edition. Food Products Press. An Imprint of the Haworth Press. Inc, New York.

Sudaryani, T. 2000. Kualitas Telur. Cetakan Ketiga. Penerbit PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Cetakan Keempat. Penerbit PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pascapanen Unggas. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian, Ciawi Bogor.

Ulfa, M., I K.A, Wiyana, dan M. Wirapartha.2018. Kualitas Telur Ayam Ras yang Disimpan Selama 14 Hari pada Berbagai Bahan Tempat Penyimpanan Telur. Peternakan Tropika. Vol. 6 No. 2, 2018 P: 462-476

United States Departement of Agriculture (USDA). 2007. Nutrient Database for Standard Reference. RI.

Wedana, I.P.C, I K.A, Wiyana, dan M. Wirapartha.2017. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Fisik Telur Ayam Ras yang Dipelihara Secara Intensif. Peternakan Tropika. Vol. 5 No. 1, 2017 P:1-10

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kunaifi et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 77 - 88

Page 88