e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

Submitted Date: Januari 17, 2019

Accepted Date: Jauary 25 2019


Editor-Reviewer Article;: A. A.Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL-VITAMIN KOMPLEKS DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG DAN KARKAS PADA BABI RAS PERSILANGAN UMUR 6 BULAN

Nadi. I W.A.A., T I. Putri dan I A.P. Utami

P S Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln PB. Sudirman, Denpasar, E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat penggunaan mineral-vitamin kompleks dalam ransum terhadap bobot potong dan karkas pada babi ras persilangan umur 6 bulan. Penelitian dilaksanakan selama 16 minggu di Banjar Lebah Jadi, Desa Jadi, Kediri, Tabanan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri 3 perlakuan dan 4 ulangan/blok, pengelompokan berdasarkan berat badan. Perlakuan yang dicobakan ransum tanpa mineral-vitamin kompleks (A), ransum dengan 0,10 % mineral-vitamin kompleks (B), dan ransum dengan 0,20 % mineral-vitamin kompleks (C). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan tebal lemak punggung. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan mineral-vitamin kompleks pada level 0,10% dan 0,20% berbeda tidak nyata (P>0,05) pada bobot potong dan bobot karkas sedangkan, pada persentase karkas terjadi peningkatan dari perlakuan A dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Penggunaan mineral-vitamin kompleks 0,10% dan 0,20% terjadi penurunan pada tebal lemak punggung sebesar 17,0% dan 21,0% dari perlakuan A dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan menggunakan mineral-vitamin kompleks sebanyak 0,20% babi ras persilangan dapat meningkatkan persentase karkas dan menurunkan tebal lemak punggung.

Kata kunci : Bobot potong, karkas, babi ras persilangan, mineral-vitamin kompleks

DETERMINE THE LEVEL OF USE MINERAL-VITAMIN COMPLEX IN THE DIETS ON THE WEIGHT OF THE SLAUGHTER AND CARCASS OF THE PIG BREED FROM THE AGE OF 6 MONTHS

ABSTRACT

This study aims to determine the level of use mineral-vitamin complex in the diets on the weight of the slaughter and carcass of the pig breed from the age of 6 months. This research was conducted for 16 weeks in banjar lebah jadi, village jadi, Kediri, Tabanan. The design used was Randomized Block Design (RBD) consisting of 3 treatments and 4 replications/blocks, clustering based on weight. The treatments were attempted diets without of mineral-vitamin complex as the control (A), the diets with 0.10% mineral supplementation-


vitamin complex (B), and 0.20% diets supplemented mineral-vitamin complex (C). The variables observed in this study were cutting weight, carcass weight, carcass percentage and back fat thickness. The result showed that the use mineral-vitamin complex at the level of 0,10 % and 0,20 % was not significantly different (P>0,05) in the cutting weight and carcass weight, in the percentage of carcasses there was an increase in treatment A and statistically significantly different (P<0,05). The use of mineral-vitamin complex 0,10 % and 0,20 % there was a decrease in back fat thickness of 17,0 % and 21,0 % of treatment A and was statistically significantly different (P<0,05). Based on the results of the above research, it can be concluded that diets using mineral-vitamin complex as much as 0,20 % in crossbred pigs can increase the percentage of carcess and reduce the back fat thickness

Keywords : cutting weight, carcass, cross breed pigs, mineral-vitamin complex

PENDAHULUAN

Ternak babi merupakan ternak monogastrik penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena ternak babi memiliki keunggulan antara lain karena pertumbuhannya yang cepat, konversi ransum yang sangat baik dan mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang beranekaragam serta persentase karkasnya dapat mencapai 65%-80% (Siagian, 1999). Pada dasarnya, dalam stadium pertumbuhan babi dibutuhkan 4 macam ransum, yakni: prestarter, starter, grower dan finisher yang berbeda-beda kandungan gizinya. Standar kebutuhan babi starter (lepas sapih) berbeda dengan grower atau finisher (Aritonang, 1995). Ransum babi muda kandungan gizinya lebih tinggi dan lebih mahal dibandingkan ransum babi dewasa, akan tetapi jumlah dan jangka waktu pemberian terbatas, sehingga sistem pencernaan makanan lebih sempurna dalam memanfaatkan ransum (Bestari et al., 1992). Swatland (1984) dan Aberle (2001) menyatakan bahwa, pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar badan dan bobot potong yang terjadi pada seekor ternak muda.

Bobot potong merupakan cerminan dari proses pertumbuhan sel yang mengalami pertambahan ukuran. Bobot potong yang tinggi, menggambarkan karkas yang baik serta daging yang banyak. Selain itu, ukuran tebal lemak punggung juga secara tidak langsung dapat menggambarkan produksi lemak atau daging. Karkas babi menurut Whittemore (1980), mengandung tiga perempat bagian daging yang dapat dikonsumsi. Hasil pemotongan ternak selain karkas adalah non karkas. Lawrie, (2003) mengatakan karkas merupakan bagian tubuh ternak yang sudah dipisahkan dari darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpha dan hati.

Salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan pertumbuhan pada peternakan babi adalah ransum. Ransum mengandung zat-zat yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan ternak diharapkan mampu meningkatkan mutu dan produktivitas ternak. Akan tetapi, ransum yang diberikan tersebut tentu mengalami proses pengolahan dan juga penyimpanan sehingga akan mengurangi kandungan nutrisi yang terdapat didalamnya. Salah satunya yang dapat ditambahkan untuk memanfaatkan ransum secara maksimal yaitu mineral-vitamin kompleks. Mineral-vitamin kompleks berguna untuk meningkatkan nilai nutrisi ransum untuk ternak babi. Mineral-vitamin kompleks merupakan bahan pakan yang berupa vitamin, mineral dan antibiotik yang berguna untuk melengkapi ransum, mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan produksi. Mineral-vitamin kompleks ini mengandung vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K), Vitamin B-complek (B1, B2, B6, dan B12), mineral mikro (Mn, I, Co, Cu, Fe, Zn) serta asam amino metionin (PT. Medion Bandung).

Mineral-vitamin ini mengandung 20 mg/kg mineral Zn dan 40 mg/kg metionin dan berguna untuk melengkapi ransum, mempercepat pertumbuhan, meningkatkan produksi dan mencegah penularan suatu penyakit. Di dalam mineral-vitamin kompleks mengandung berbagai kandungan mineral, salah satunya Zn yang berfungsi sebagai aktivator enzim dalam proses metabolisme, salah satu enzim tersebut adalah karboksi peptidase yang berperan dalam metabolisme protein (Tillman et al., 1998). Maka dari itu diharapkan dengan adanya penggunaan mineral-vitamin kompleks dapat membuat metabolisme meningkat sehingga bobot potong dan karkas ternak menjadi lebih baik.

Penelitian Roni et al. (2017) menyatakan bahwa pengaruh pignox dalam ransum tradisional terhadap performans babi persilangan bali-saddleback fase grower menunjukkan hasil bahwa perbedaan pignox dengan level (0,25% dan 0,50%) dalam ransum tradisional terhadap performa babi persilangan dapat meningkatkan konsumsi Zn dan cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, energi dan protein, serta efisiensi penggunaan ransum.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan di peternakan babi ras persilangan milik petani yang berlokasi di Banjar Lebah Jadi, Desa Jadi, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.

Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari lantai semen beton dan penyekat dari bilah bambu dengan atap dari seng. Tiap petak kandang berukuran 1,8 m x 2 m x 0,8 m sebanyak 12 petak. Tiap petak kandang sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum.

Ternak babi

Babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras silangan. Babi yang digunakan sebanyak 24 ekor babi yang dikelompokkan berdasarkan selisih berat badan, yaitu ringan 6,30-7 kg, sedang 12,75-13,75 kg, berat 19-19,75 kg, agak berat 27,50-28,25 kg yang jumlah semuanya sebanyak 24 ekor.

Ransum dan air minum

Ransum babi diberikan masa penyesuaian selama seminggu untuk membuat babi terbiasa dengan ransum yang akan diberikan. Setelah terbiasa, babi di beri makan 2 kali sehari. Bahan ransum yang diberikan terdiri atas : dedak padi, tepung jagung, multivitamin-mineral. Air yang diberikan selama penelitian bersumber dari air sumur. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian dan konsentrat tabanan disajikan dalam Tabel 1 dan 2, sedangkan kandungan nutrien ransum penelitian dan mineral-vitamin kompleks disajikan dalam Tabel 3. dan 4. Mineral-vitamin yang digunakan dalam penelitian ini adalah “pignox”.

Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum penelitian

Komposisi Bahan Ransum(%)

Perlakuan1)

A

B

C

Jagung Kuning

52

52

52

Konsentrat TBN3)

30

30

30

Dedak Padi

18

17.90

17.80

Mineral-Vitamin2)

-

0.10

0.20

Total

100

100

100

Keterangan :

1) Ransum (A) tanpa mineral-vitamin kompleks, ransum (B) mineral-vitamin kompleks sebanyak 0,10%, dan ransum (C) sebanyak 0,20%.

2) Kandungan nutrien mineral-vitamin terdapat pada tabel 4

3) Komposisi konsentrat TBN terdapat pada tabel 2

Tabel 2 Komposisi bahan penyusun konsentrat TBN 01 (komposisi zat makanan)

Bahan Pakan

%

ME(Kkal/kg)

CP %

EE %

SK %

Ca %

P %

Jagung Kuning

17%

569,50

1,50

0,65

0,37

0

0,05

Kacang Kedelai

34%

1122

12,58

6,12

1,87

0,09

0,20

Tepung Ikan

43%

1212,60

26,02

4,04

0,30

2,20

1,24

Pollard

5%

65

0,79

0,15

0,55

0,01

0,06

Gritz

0,80%

0

0

0

0

0,38

0,16

Pignox

0,20%

0

0

0

0

0

0

Total

100%

2969,10

40,88

10,96

3,10

2,678

1,701

Keterangan : Scott et al. (1982)

Tabel 3 Kandungan nutrien dalam ransum babi umur 6 bulan penelitian

Zat Nutrisi (%)1)

Perlakuan2)

A

B

C

Standar3)

Metabolis Energi (kkal/kg)

3008

3006

3004

2900

Protein Kasar

18,84

18,82

18,81

13-17

Serat Kasar

3,07

3,05

3,04

7-8

Lemak

7,30

7,29

7,29

5-7

Kalsium (Ca)

0,81

0,83

0,83

0,90-1,20

Phosphor (P)

0,66

0,72

0,72

0,60-100

Arginin

1,07

1,23

1,23

0,46

Histidin

0,40

0,46

0,46

0,36

Isoleusin

0,79

0,88

0,88

0,63

Leusin

1,51

1,57

1,57

1,12

Lisin

1,01

1,12

1,12

1,15

Metionin

0,40

0,44

0,44

0,30

Penilalanin

0,78

0,81

0,81

0,68

Treonin

0,70

0,79

0,79

0,74

Triptofan

0,20

0,23

0,23

0,21

Valin

0,91

1,04

1,04

0,79

Keterangan :

1)  Kandungan nutrien bahan pakan ransum menurut Scott et al. 1982

2)  Ransum tanpa mineral-vitamin kompleks sebagai kontrol (A), ransum dengan mineral-vitamin

kompleks sebanyak 0,10 % sebagai perlakuan(B), dan sebanyak 0,20 % sebagai perlakuan (C).

3) Standar nutrien ransum berdasarkan SNI 2006.

Tabel 4 Kandungan nutrien mineral-vitamin kompleks ‘pignox’

Komposisi

Kandungan (per Kg Pignox)

Olaquindox

40 mg

Vitamin A

5.000 IU

Vitamin D3

800 IU

Vitamin E

2 mg

Vitamin K3

0,8 mg

Vitamin B1

0,4 mg

Vitamin B2

0,8 mg

Vitamin B6

0,4 mg

Vitamin B12

8 µg

Nicotinic Acid

8 mg

Ca-d-Pantothenete

6 mg

Choline Chlorine

200 mg

Methionine

40 mg

Mangane

8 mg

Iodine

0,4 mg

Iron

16 mg

Cobalt

0,2 mg

Copper

20 mg

Zinc

20 mg

BHT (antioxidant)

1.5 mg

Keterangan : Pignox Produksi PT. Medion, Bandung Indonesia

Alat penelitian

Adapun alat yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi : timbangan duduk kapasitas 500 kg dengan kepekaan 1 kg yang berfungsi untuk menimbang bahan pakan dalam jumlah yang besar dan membantu dalam proses menimbang bobot badan babi, timbangan Elektrik kapasitas 5 kg dengan kepekaan 0,1 kg yang berfungsi untuk menimbang bahan pakan dalam jumlah yang sedikit, timbangan gantung dengan kapasitas 100 kg dengan kepekaan 1 kg untuk menimbang bagian karkas, jangka sorong untuk mengukur tebal lemak punggung, ember berfungsi untuk pemberian jumlah pakan bagi ternak babi, centong air berfungsi untuk memberikan air minum, cetok berfungsi untuk mengambil sisa pakan yang ada pada tempat pakan ternak babi, sekop berfungsi untuk membantu membersihkan kotoran ternak babi, sapu berfungsi untuk membersihkan air menggenang yang ada dalam kandang, pisau untuk memotong babi, gergaji besi untuk memotong bagian karkas, alas plastik untuk tempat karkas, dan alat tulis yang berfungsi untuk mencatat hasil.

Pengacakan babi

Pengacakan babi dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih 24 ekor anak babi yang berat badannya sudah dikelompokan terlebih dahulu. Ternak yang sudah dikelompokkan tersebut kemudian diletakkan dalam kandang, masing-masing kandang terdapat 2 ekor babi, dengan total kandang 12 buah. Pada tiap pintu kandang diberikan kode untuk masing-masing perlakuan yang digunakan.

Rancangan percobaan

Rancangan yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan/blok, sehingga keseluruhan terdapat 12 unit percobaan. Pengelompokan berdasarkan berat badan babi, sehingga berat badan babi pada masing-masing kelompok adalah homogen dan berat badan babi antar kelompok adalah berbeda. Tiap unit percobaan menggunakan 2 ekor babi, sehingga babi yang digunakan sebanyak 24 ekor dengan rataan berat badan hampir seragam. Ketiga perlakuan yang diuji adalah sebagai berikut :

  • 1)    Ransum kontrol tanpa menggunakan mineral-vitamin kompleks (A)

  • 2)    Ransum yang menggunakan mineral-vitamin kompleks 0,10 % (B)

  • 3)    Ransum yang menggunakan mineral-vitamin kompleks 0,20 % (C)

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1)    Bobot Potong : Bobot potong merupakan bobot babi yang ditimbang pada saat akhir penelitian. Sebelum penimbangan terlebih dahulu babi dipuasakan selama lebih kurang 12 jam pada akhir penelitian sebelum disiapkan untuk dipotong.

  • 2)    Bobot Karkas : Bobot karkas diperoleh dari bobot hidup dikurangi dengan bobot kepala, darah, kaki, bulu, dan organ dalam.

  • 3)    Persentase Karkas : Persentase karkas diperoleh dengan cara membagi bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100%

  • 4)    Tebal Lemak Punggung : Tebal lemak punggung diukur menggunakan jangka sorong pengukuran dilakukan pada tiga tempat yaitu pada tulang rusuk pertama, tulang rusuk terakhir, dan lumbar terakhir kemudian dirata-rata kan .

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam menggunakan program SPSS versi 16.Apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan dengan tingkat signifikasi 5%. (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukan bahwa suplementasi mineral-vitamin kompleks 0,20% pada babi ras persilangan umur 6 bulan dapat meningkatkan persentase karkas dan menurunkan tebal lemak punggung.

Tabel 5 Pengaruh Tingkat Penggunaan Mineral - Vitamin Kompleks dalam Ransum Terhadap Bobot dan Karkas Pada Babi Ras Persilangan Umur 6 Bulan

Parameter

Perlakuan1)

A

B

C

SEM3)

Bobot potong (kg)

55,86a

59,63a

56,13a2)

2,88

Bobot karkas (kg)

36,40a

39,81a

37,26a

2,01

Persentase karkas (%)

64,59b

65,62a

65,42a

0,13

Tebal lemak punggung (cm)

1,74a

1,45b

1,38c

0,03

Keterangan :

1) Ransum Perlakuan

A = Ransum tanpa mineral-vitamin kompleks

B = Ransum dengan mineral-vitamin kompleks 0,10 %

C = Ransum dengan mineral-vitamin kompleks 0,20 %

2) Nilai dengan huruf yang berbeda dan pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05)

3) SEM: “Standard Error of the Treatment Mean”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mineral-vitamin kompleks pada perlakuan B (0,10%) dan C (0,20%) cenderung meningkatkan bobot potong sebesar 7,33% dan 0,48% dari perlakuan A (kontrol) dan bobot karkas masing-masing sebesar 10,9% dan 3,7%, namun berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan oleh konsumsi pakan yang sama dari ternak babi pada penelitian ini. Konsumsi pakan yang sama disebabkan oleh ransum yang menggunakan mineral-vitamin kompleks ini memiliki palatabilitas yang hampir sama dengan kontrol. Selain itu, kandungan energi dan protein yang digunakan dalam penelitian ini juga hampir sama sehingga konsumsi ransum berbeda tidak nyata antar perlakuan. Dewi dan Setiohadi (2010) menyatakan bahwa pakan yang mempunyai kandungan nutrien yang relatif sama maka konsumsi pakannya juga relatif sama, dengan konsumsi yang sama menghasilkan bobot potong dan bobot karkas yang sama.

Persentase karkas adalah bobot potong dibagi dengan bobot hidup dikalikan 100%, pada perlakuan B dan C menunjukkan bahwa hasil yang didapat meningkat masing-masing sebesar 1,3% dan 1,1% nyata dari perlakuan A. Pada penelitian ini perlakuan B lebih tinggi dari perlakuan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kecenderungan meningkatnya bobot potong dan karkas pada perlakuan B lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Semakin tinggi bobot potong dan persentase karkas seekor ternak akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi pula. Menurut Budaarsa (1997) yang menyatakan bahwa babi yang mempunyai bobot badan yang tinggi apabila di potong akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi pula. Lebih lanjut Soeparno (1992) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin tinggi menghasilkan bobot karkas yang semakin tinggi pula sehingga diharapkan bagian pertumbuhan daging menjadi lebih besar. Selain itu, kebutuhan mineral-vitamin kompleks sudah tercukupi yaitu sebanyak 0,10%, sedangkan pada perlakuan C dengan penggunaan mineral-vitamin sebanyak 0,20% didapatkan nilai yang menurun dari perlakuan B ini disebabkan oleh bobot potong dan bobot karkas yang dihasilkan juga mengalami penurunan. Menurut Maynard dan loosli (1962), efektivitas dan efisiensi penggunaan “feed supplement” dalam ransum ditentukan oleh jenis ternak, macam dan dosis “feed supplement” serta kondisi ternak. Demikian pula menurut Bundy dan Diggins (1961) selain mempercepat pertumbuhan, penggunan “feed supplement” dalam ransum mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Dijelaskan lebih lanjut oleh Parakkasi,(1983) peningkatan efisensi penggunaan ransum disebabkan oleh “feed supplement” dapat mempertinggi penyerapan dari berbagai zat makanan seperti Ca, P, dan Mg. Selain itu mineral-vitamin juga sangat diperlukan seperti yang dinyatakan oleh Murtidjo, 1993 bahwa mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi ternak, seperti metabolisme energi, metabolisme

protein serta biosintesis zat-zat essensial Kebutuhan mineral untuk ternak dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro terdiri atas kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), natrium (Na), klor (Cl), dan sulfur (S). Trace mineral terdiri atas besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), molibd (Mo), mangan (Mn), kobal (Co), krom (Cr), nikel (Ni), dan yodium (I). Se dalam kadar normal dalam pakan akan menstimulir sintesis protein. Cu dan Co bersama-sama memperbaiki daya cerna serat kasar. Sementara Zn merupakan salah satu diantara beberapa mineral mikro yang memiliki peranan sebagai aktivator enzim.

Vitamin juga memiliki peranan yang penting bagi ternak. Vitamin A terlibat dalam sistem penglihatan dan pengelolaan jaringan epitel di seluruh permukaan tubuh bagian luar maupun bagian dalam serta berbagai kelenjar endokrin/gonad. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anoreksia, kemudian secara cepat diikuti oleh rabun, diare yang parah, tidak ada koordinasi dalam bergerak serta menurunkan berat badan dan kulit menjadi kasar. Vitamin D dibutuhkan untuk pertumbuhan secara umum dari seekor ternak dalam arti lebih banyak dibandingkan hanya untuk pertumbuhan tulang saja. Defisiensi vitamin D dapat mempengaruhi sistem pertulangan hewan muda. Vitamin E berfungsi dalam metabolisme normal syaraf, kontraksi urat daging, sirkulasi, respirasi, pencernaan, ekskresi, pertumbuhan, konversi pakan dan reproduksi. Ternak yang kekurangan vitamin E akan mengganggu reproduksi. Vitamin B-kompleks dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.

Ukuran tebal lemak punggung secara tidak langsung menggambarkan produksi lemak atau daging. Tebal lemak pungung babi yang tipis memberi hasil persentase hasil daging yang tinggi dan sebaliknya tebal lemak punggung babi yang tebal memberi persentase hasil daging yang rendah. Rata-rata tebal lemak punggung dari hasil penelitian ini (tabel 5) adalah 1,381,78 cm. hasil tersebut masuk ke dalam kelas 1 sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) yang meneliti rata-rata tebal lemak punggung pada babi kelas 1 kurang dari 3,56 cm. Hasil analisis sidik ragam menunjukan pengaruh tingkat penggunaan mineral-vitamin kompleks B dan C nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan A. Tebal lemak punggung yang paling rendah didapatkan dari perlakuan C dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena konversi ransum (FCR) pada perlakuan C yang paling efisien, sehingga persentase karkas menjadi tinggi. Tebal lemak punggung selain dipengaruhi oleh konversi ransum juga dipengaruhi oleh genetik dan keadaan babi, setiap jenis babi memiliki tebal lemak pungung yang berbeda contohnya babi bali dengan babi landrace, babi bali yang tebal lemak punggungnya lebih tebal dari babi landrace, juga jenis kelamin antara jantan dan betina tebal

lemak punggungnya berbeda, begitu juga pada keadaan babi yang dikebiri dengan tidak dikebiri. Menurut Pond dan Maner (1984) pada bobot potong yang sama tebal lemak punggung antara babi jantan, kebiri dan betina dara tidak sama. Pada bobot potong 95 kg tebal lemak punggung babi jantan sebesar 3,8 cm, babi kebiri 4,5 cm dan babi betina dara 4,0 cm.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan menggunakan mineral-vitamin kompleks sebanyak 0,20% pada babi ras persilangan umur 6 bulan dapat meningkatkan persentase karkas dan menurunkan tebal lemak punggung..

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana,Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle E. D. 2001. Principles of Meat Science. Kendall Hunt Publishing,

Aritonang, D. 1993. Babi Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Pengantar analisa ekonomi Pertanian. Mutiara. Jakarta.

Bestari, j., D. Aritonang dan L.P. Batubara. 1992. Studi potensi dan kendala produksi ternak babi pada tiga sistem peternakan di pedesaan. Proc. Seminar. Pengelolaan dan Komunikasi Penelitian Unggas dan Aneka Ternak Bogor.207-213.

Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Padi Sebagai Sumber Serat dalam Ransum Untuk Menurunkan Kadar lemak Karkas dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Bundy, C.E. and R.V. Diggins. 1961. Livestock and Poultry Production 2nd. Ed. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs-New Jersey

Dewi, S.H.C. dan J. Setiohadi. 2010 Pemanfaatan tepung Pupa Ulat Sutra (Bombyx mori) Untuk Pakan Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Jantan. Jurnal Agri Sains. Vol.1. No.8 Maret 2010.

Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta.

Maynard., L.A. dan Loosli., J.K. 1962. Animal Nutrition. McGraw-Hill Book Company, Inc.

Murtidjo, B.A. 1993. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik.penerbit Angkasa, Bandung.

Pond, W.G.,D.C. Church and K.R. Pond.1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th ed. Canada

Roni N.G.K.,N.M.S. Sukmawati, N.M. Witariadi,dan N.N. Candraasih K. 2017. Pengaruh pignox dalam ransum tradisional terhadap performans babi persilangan bali-sadleback fase “grower”.

Siagian, P.H. 1999 Manajemen Ternak Babi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Nutrisi Daging. Fakultas Peternakan. Gadjah Mada University, Yogyakarta

Steel, Robert G.D & Torrie, James H. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Edisi Kedua. PT.Gramedia. Jakarta

Swatland H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Tillman, A.D., S. Reksohadiprodjo, S Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada ,Yogyakarta.

Whittemore, A. T. 1980. Pig Production. The Scientific and practical principles. Longman, London.

Nadi et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 66 - 76

Page 76