e-journal FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: Oktober 29, 2018                                        Accepted Date: Noverber 6, 2018

Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt.Putra Wibawa & I M. Mudita

Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Jenis Rumput Lokal Pada Berbagai Panjang Defoliasi

Muhammady, A. N., A. A. A. S. Trisnadewi dan I. G. Suranjaya

PS Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P.B Sudirman, Denpasar E-mail: boys_anm@yahoo.com HP 081916524303

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh panjang defoliasi terhadap pertumbuhan dan produksi rumput. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 10 minggu. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola split plot, main plot/petak utama jenis rumput dan sub plot/anak petak panjang defoliasi dengan ulangan empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Rumput yang digunakan yaitu tiga jenis rumput lokal Axonopuss compressus, Stenotaphrum sucundatum dan Paspalum conjugatum. Dengan perlakuan D1= defoliasi 5 cm, D2= defoliasi 10 cm, D3= defoliasi 15 cm dan D4= defoliasi 20 cm. Variabel yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun per pot. Hasil penelitian menunjukkan jenis tanaman berbeda nyata pada variabel panjang tanaman, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan dan luas daun. Hasil panjang defoliasi berbeda nyata pada variabel panjang tanaman, jumlah daun dan berat kering batang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa defoliasi D4= 20 cm cenderung memberikan respon positif dan rumput Paspalum conjugatum memberikan respon pertumbuhan dan produksi tertinggi dan tidak terjadi interaksi antara panjang defoliasi dengan jenis rumput.

Kata kunci: rumput lokal, defoliasi, pertumbuhan, produksi

Growth And Production Of Some Local Grass Species on Various Long Of Defoliation

ABSTRACT

This study aims to obtain information about the influence of the length of defoliation on growth and grass production. The study was carried out in the green house of the Faculty of Animal Science, Udayana University for 10 weeks. The design used was a completely randomized design (CRD) pattern of split plot, main plot / species of grass and sub plot / sub plot long defoliation with replications four times so that there were 48 experimental units. The grass used is three species of local grass were Axonopuss compressus, Stenotaphrum sucundatum and Paspalum conjugatum. With treatment D1 = 5 cm defoliation treatment, D2 = 10 cm defoliation, D3 = 15 cm defoliation and D4 = 20 cm defoliation. The variables observed were plant length, number of leaves, number of tillers, leaf dry weight, stem dry weight, root dry weight, total dry weight of leaves, ratio of leaf dry weight to stem dry weight, ratio of total forage dry weight to root dry weight and broad leaves per pot. The results showed that plant species were significantly different in plant length variables,

number of tillers, leaf dry weight, stem dry weight, total dry weight of forage and leaf area. The results of the defoliation length were significantly different in the plant length variable, number of leaves and dry weight of the stem. Based on the results of the study it can be concluded that D4 defoliation = 20 cm tends to give a positive response and Paspalum conjugatum grass gives the highest growth and production response and there is no interaction between the length of defoliation and the type of grass.

Key words: local grass, defoliation, growth, production

PENDAHULUAN

Hijauan pakan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia, baik untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksinya. Hijauan memiliki peranan sangat penting karena mengandung za-zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup, baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya penting bagi ternak ruminansia agar tercapai produktivitas yang optimal. Menurut Susetyo (1980), hijauan pakan mempunyai peranan penting bagi ternak ruminansia dan merupakan pakan utama sebagai sumber gizi yaitu protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.

Salah satu solusi guna memperbaiki kualitas pakan ternak ruminansia adalah dengan memanfaatkan hijauan yang mempunyai nutrisi yang sesuai dengan kandungan protein yang cukup tinggi dan palatabilitas baik. Direktorat Jenderal Peternakan (1992) menyatakan bahwa pemberian hijauan dalam bentuk segar dikatakan baik diberikan dalam bentuk segar 10-15% dari bobot badan. Petani dan peternak umumnya sering memanfaatkan rumput lokal sebagai sumber pakan ternak. Menurut Abdullah et al. (2005), bahwa hampir 70% hijauan yang dikonsumsi ternak di Indonesia berasal dari spesies rumput lokal.

Rumput lokal yang biasanya tumbuh menjalar atau perdu kecil, mempunyai kualitas dan kuantitas yang rendah. Rumput lokal berbeda dengan rumput introduksi yang biasanya merupakan rumput tegak seperti rumput benggala, rumput gajah dan sebagainya. Rumput lokal memiliki kualitas yang kurang dibandingkan rumput introduksi akan tetapi rumput lokal sudah biasa diberikan pada ternak seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Selain itu rumput lokal mudah diperoleh karena dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah dan kondisi iklim. Beberapa rumput lokal yang biasa dijumpai di Indonesia adalah rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, dan Paspalum conjugatum. Standard kebutuhan hijauan makanan ternak per ekor per hari berdasarkan Satuan Ternak Sapi menurut Kementerian Pertanian (2010) adalah: ternak dewasa (1

Satuan Ternak (ST)) memerlukan pakan hijauan sebanyak 35 kg, ternak muda (0,50 ST) sebanyak 15-17,5 kg dan anak ternak (0,25 ST) sebanyak 7,5-9 kg/ekor/hari.

Defoliasi merupakan salah satu teknik budidaya dengan cara memangkas sebagian tanaman yang diharapkan meningkatkan produksi daun. Menurut Kristanto dan Karno (1991) bahwa tinggi pemotongan memberi pengaruh pada laju pertumbuhan kembali karena cadangan karbohidrat cukup untuk mendukung pemunculan dan pertumbuhan tunas baru yang terbentuk. Kadar serat kasar meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman saat dilakukan defoliasi (Sutrisno, 1983). Menurut Purbiati et al. (2001) pada prinsipnya defoliasi akan merangsang terbentuknya tunas lebih banyak. Hal ini dikarenakan sel-sel meristem yang ada dibagian pucuk tanaman dihilangkan, akibatnya tanaman yang dipangkas ujung batangnya cenderung beralih melakukan pertumbuhan menyamping, misalnya pembentukan cabang atau tunas lateral.

Reksohadiprodjo (1985) menyebutkan pemotongan pertama dilakukan setelah tanaman berumur lebih kurang 60 hari sebagai potong paksa dengan maksud agar pertumbuhan seragam dan merangsang jumlah anakan. Pemotongan berikutnya dilakukan setiap 40 hari kecuali pada waktu musim kemarau waktu potong sebaiknya diperpanjang lebih kurang 60 hari. Lebih lanjut dinyatakan bahwa hendaknya hindari permotongan yang terlalu tinggi (lebih dari 15 cm atau terlalu pendek kurang dari 10 cm) di atas permukaan tanah. Pemotongan yang terlalu tinggi menyebabkan banyak sisa batang yang keras. Demikian juga pemotongan yang terlalu rendah akan mengurangi mata atau tunas muda yang tumbuh, sehingga dapat menurunkan reproduksi.

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang berbagai panjang defoliasi pada beberapa rumput lokal mengingat masih terbatasnya penelitian yang berhubungan dengan panjang defoliasi terutama pada rumput lokal.

MATERI DAN METODE

Tanah

Tanah yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tanah yang berada di farm Bukit Jimbaran. Sebelum digunakan terlebih dahulu dikeringkan selanjutnya tanah diayak menggunakan ayakan kawat ukuran 4 × 4 mm agar struktur tanah lebih homogen. Tanah yang sudah diayak kemudian ditimbang sebanyak 4 kg dan dimasukkan ke dalam pot. Sampel tanah dianalisis di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Tabel 1. Hasil Analisis Tanah

Parameter

Satuan

Hasil AnalisisTanah

Nilai

Kriteria

pH (1 ; 2,5) H2O

6,8

Netral

Daya hantar listrik (DHL)

mmhos/cm

2,10

Sedang

Karbon (C) Organik

%

0,78

Sangat Rendah

Nitrogen (N) Total

%

0,20

Rendah

Fosfor (P) Tersedia

ppm

4,02

Sangat Rendah

Kalium (K) Tersedia

ppm

795,59

Sangat Tinggi

Kadar Air Kering udara (KU)

%

8,99

Kadar Air Kapasitas lapang (KL)

%

52,37

Pasir

%

39,56

Lempung Berdebu

Debu

%

52,14

Liat

%

8,30

Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Denpasar Bali

Keterangan :

C-Organik : Metode Walkley & Black

N Total : Metode Kjaldhall

P dan K   : Metode Bray-1

KU dan KL : Metode Gravimetri

DHL       : Kehantaran listrik

KTK      : Pengekstrak NH4Oac

Tekstur    : Metode Pipet

Bibit rumput

Rumput yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput Axonopus compressus dan rumput Paspalum conjugatum yang diperoleh dari Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana Desa Pongotan dan rumput Stenotaphrum secundatum yang di peroleh dari Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana Sesetan dengan pertumbuhan yang homogen.

Air

Air yang digunakan untuk menyiram pada penelitian ini berasal dari air sumur di tempat penelitian di rumah kaca Fakultas Peternakan Universitas Udayana Jalan Raya Sesetan Gang Markisa Denpasar.

Pot

Pot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot plastik dengan diameter 26 cm dan tinggi 19 cm sebanyak 48 buah. Setiap pot diisi tanah sebanyak 4 kg.

Alat – alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Cangkul untuk mengambil tanah. 2) Ayakan kawat ukuran 4 × 4 mm untuk memisahkan tanah dari sampah atau kotoran lainnya. 3) Pot plastik untuk menampung tanah (media tanam). 4) Penggaris dan

pita ukur untuk mengukur tinggi tanaman. 5) Pisau, gunting dan gelas ukur untuk memotong tanaman pada saat panenan. 6) Kantong kertas untuk tempat bagian tanaman seperti daun, batang dan akar tanaman yang sudah dipanen. 7) Oven untuk mengeringkan bagian tanaman. 8) Timbangan kapasitas 15 kg kepekaan 50 g untuk menimbang berat tanah yang digunakan untuk penelitian dan timbangan elektrik Acis kapasitas 500 g kepekaan 0,1 g untuk menimbang berat kering bagian tanaman berupa daun, batang, dan akar. 9) Alat pengukur luas daun (leaf area mater) digunakan untuk mengukur luas daun setelah panen.

Metode

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Peternakan Universitas Udayana Jalan Raya Sesetan Gang Markisa Denpasar. Penelitian ini berlangsung selama 10 minggu yang meliputi persiapan, penanaman dan pengamatan. Pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dilakukan selama 8 minggu.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola split plot.

  • a.    Faktor pertama (main plot/petak utama) terdiri atas tiga jenis rumput lokal:

  • 1.    Axonopus compressus (A)

  • 2.    Stenotaprum secundatum (S)

  • 3.    Paspalum conjugatum (P)

  • b.    Faktor kedua (sub plot/anak petak) terdiri atas empat panjang defoliasi:

  • 1.    5 cm (D1)

  • 2.    10 cm (D2)

  • 3.    15 cm (D3)

  • 4.    20 cm (D4)

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu AD1, AD2, AD3, AD4, SD1, SD2, SD3, SD4, PD1, PD2, PD3, dan PD4. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 48 unit percobaan.

Penanaman rumput

Tanah yang digunakan dipupuk dengan kotoran sapi 15 ton/ha sebagai pupuk dasar. Sebelum penanaman, tanah dalam pot disiram sampai mencapai keadaan kapasitas lapang.

Kemudian rumput Axonopus compresus, Stenotaphrum secundatum dan Paspalum conjugatum ditanam didalam pot, masing-masing pot berisi satu rumput.

Perlakuan defoliasi

Setelah rumput di tanam selama 2 minggu dan pertumbuhannya bagus maka dilakukan defoliasi yaitu panjang tanaman yang disisakan di atas permukaan tanah sesuai dengan perlakuan yaitu 5 cm, 10 cm, 15 cm, dan 20 cm di atas permukaan tanah.

Pemeliharaan rumput

Pemeliharaan tanaman meliputi: penyiraman, pemberantasan tanaman pengganggu (gulma), dan hama. Penyiraman dilakukan setiap hari untuk menjaga agar tanah tidak mengalami kekeringan.

Pengamatan dan pemanenan

Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk mengamati variabel pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan. Pengamatan variabel produksi dilakukan pada saat panen dengan cara memotong tanaman pada permukaan tanah, kemudian memisahkan bagian-bagian tanaman (daun, batang, dan akar) untuk selanjutnya ditimbang. Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan, variabel produksi, dan variabel karakteristik tumbuh.

Adapun variabel yang diamati adalah:

  • 1)    Variabel pertumbuhan

  • a.    Panjang tanaman (cm)

Pengukuran panjang tanaman dilakukan dengan cara mengukur panjang tanaman dari permukaan tanah sampai dengan collar daun teratas yang telah berkembang sempurna dan pengukuran panjang tanaman diukur menggunakan pita ukur.

  • b.    Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang telah berkembang sempurna.

  • c.    Jumlah anakan (anakan)

Pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung anakan yang telah mempunyai daun sempurna (setiap minggu sampai waktu panen).

  • 2)    Variabel produksi

  • a.    Berat kering daun (g)

Berat kering daun diperoleh dengan menimbang daun tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 70°C hingga mencapai berat konstan.

  • b.    Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan menimbang batang tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C hingga mencapai berat konstan.

  • c.    Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan cara memotong dan menimbang bagian akar per pot, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C sehingga mencapai berat konstan.

  • d.    Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan diperoleh dengan menjumlahkan berat kering daun dengan berat kering batang.

  • 3)    Variabel karakteristik

  • a.    Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang.

  • b.    Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (top root ratio)

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar diperoleh dengan cara membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

  • c.    Luas daun per pot

Pengamatan luas daun per pot (LDP) dengan mengambil sampel helai daun yang telah berkembang sempurna yaitu daun yang berukuran kecil, sedang dan besar secara acak. Luas sampel per pot diukur dengan menggunakan alat portable leaf area meter. Luas daun per pot dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut :

LDS

LDP =---X BDT

BDS

Keterangan :

LDP = Luas daun per pot          BDS = Berat daun sempel

LDS = Luas daun sampel          BDT = Berat daun total

Denah percobaan

Penanaman dilakukan secara acak/random

Gambar 1. Denah

S        A        P

n1 n2 n3 n4

I                      I                       I

D2

I                      I                       I

D1

D3

I                      I                       I

D4

D3

D1

D3

D2

D4

D1

D4

D2

Keterangan :

S, A dan P      = Main plot

D1, D2, dan D3 = Sub plot n1, n2, n3 dan n4 = Ulangan

Pengacakan dilakukan dengan pertama mengacak main plot (jenis tanaman) terlebih dahulu dengan pengundian dan dilanjutkan kedua dengan mengacak sub plot (panjang defoliasi).

Model pengamatan

Adapun model pengamatan yang di lakukan sebagai berikut:

Yijk = u + Ti + αik + Dj + (TD) ij + E j

i       = 1,2,…..a

j       = 1,2,…..b

k      = 1,2,…..r

Keterangan

Yijk   = Respon/pengamatan pada ulangan ke- k dari faktor T ke- i dari

faktorD ke- j.

u     = Rata-rata umum.

Ti     = Pengaruh aditif darifaktor jenis tanamanke-i.

αik    = Pengaruh pada petak utama (main plot).

Dj     = Pengaruh aditif dari faktor panjang defoliasi ke-j.

(TD) ij = Pengaruh interaksi jenis tanaman ke-idengan panjang defoliasi ke-j.

E ijk = Pengaruh galat percobaan (galat sub plot).

Analisis statistika

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Variabel Pertumbuhan

Hasil penelitian yang dilakukan selama 10 minggu menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada jenis tanaman terhadap variabel panjang tanaman, jumlah anakan dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah daun. Panjang defoliasi berbeda nyata (P<0,05) terhadap variabel panjang tanaman, jumlah daundan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah anakan antar kombinasi perlakuan (Tabel 2). Interaksi antara jenis rumput dan panjang defoliasi pada variabel pertumbuhan secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tabel 2. Pertumbuhan rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum dan Paspalum conjugatum pada berbagai panjang defoliasi

Perlakuan

Variabel

Jenis Rumput1)

Panjang tanaman (cm)

Jumlah daun (helai)

Jumlah anakan (anakan)

A

104,63C3)

84,94A

5,19A

S

139,25B

102,69A

3,13B

P

224,94A

91,00A

3,44B

SEM

4,62

6,83

0,48

Defoliasi2)

D1

141,13c

66,67c

3,83a

D2

151,92b

81,17bc

4,08a

D3

161,04ab

100,83ab

4,25a

D4

170,00a

122,83a

3,50a

SEM

5,344)

7,88

0,55

Keterangan:

1)A = Axonopus compressus, S = Stenotaphrum secundatum, P = Paspalum conjugatum

2) D1 = 5 cm, D2 = 10 cm, D3 = 15 cm, D4 = 20 cm

3) Nilai dengan huruf kapital dan kecil yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

4) SEM = Standard Error of the Treatment Means

Variabel produksi

Pada jenis tanaman berbeda nyata (P<0,05) terhadap variabel berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan dan berbedatidak nyata (P>0,05) terhadap berat kering akar. Pengaruh panjang defoliasi pada variabel berat kering daun, berat kering akar, berat kering total hijauan berbeda tidak nyata (P>0,05) dan berat kering

batangberbeda nyata (P<0,05) antar kombinasi perlakuan (Tabel 3). Interaksi antara jenis rumput dan panjang defoliasi pada variabel produksi secara statistik menunjukkan hasil berbedatidak nyata (P>0,05).

Tabel 3. Produksi rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum dan Paspalum conjugatum pada berbagai panjang defoliasi

Perlakuan

Variabel

Jenis Tanaman1)

Berat kering daun (g)

Berat kering batang (g)

Berat kering akar (g)

Berat kering total hijauan (g)

A

1,17B3)

4,46B

0,29A

5,57B

S

1,79B

7,02AB

0,44A

8,92AB

P

2,91A

8,49A

0,48A

10,77A

SEM

0,31

0,88

0,11

1,08

Defoliasi2)

D1

1,40a

4,69b

0,38a

6,62a

D2

1,92a

6,30ab

0,3 a

8,13a

D3

2,04a

6,62ab

0,32a

8,65a

D4

2,48a

9,0 a

0,54a

10,64a

SEM

0,364)

1,02

0,12

1,25

Keterangan:

1)A = Axonopus compressus, S = Stenotaphrum secundatum, P = Paspalum conjugatum

2) D1 = 5 cm, D2 = 10 cm, D3 = 15 cm, D4 = 20 cm

3) Nilai dengan huruf kapital dan kecil yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

4) SEM = Standard Error of the Treatment Means

Variabel karakteristik

Pada jenis tanaman berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat keirng total hijauan dengan berat kering akar dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap luas daun. Panjang defoliasi pada variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat keirng total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun berbeda tidak nyata (P>0,05) antar kombinasi perlakuan (Tabel 4). Interaksi antara jenis rumput dan panjang defoliasi pada variabel karakteristik secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tabel 4. Karakteristik rumput Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum dan Paspalum conjugatum pada berbagai panjang defoliasi

Perlakuan                                   Variabel

Jenis Rumput1)

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar

Luas daun (cm2)

A

0,37A3)

40,13A

4680,67B

S

0,27A

44,41A

7459,31A

P

0,35A

51,32A

5302,47AB

SEM

0,07

11,41

691,17

Defoliasi2)

D1

0,30a

31,31a

5042,86a

D2

0,32a

53,17a

6182,39a

D3

0,31a

52,08a

5281,37a

D4

0,40a

44,58a

6750a

SEM

0,094)

13,18

798,10

Keterangan:

Keterangan:

1)A = Axonopus compressus, S = Stenotaphrum secundatum, P = Paspalum conjugatum

2)D1 = 5 cm, D2 = 10 cm, D3 = 15 cm, D4 = 20 cm

3) Nilai dengan huruf kapital dan kecil yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

4) SEM = Standard Error of the Treatment Means

Pembahasan

Respon pertumbuhan, produksi dan karakteristik berbagai rumput lokal

Rataan panjang tanaman tertinggi adalah rumput Paspalum conjugatum yaitu 224,94 cm dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan rumput Stenotaphrum secundatum dan Axonopus compressus (Tabel 2). Rumput Paspalum conjugatum, Stenothaprum secundatum dan Axonopus compressus tergolong jenis rumput yang tumbuhnya merayap dan diantara ketiga jenis rumput Paspalum conjugatum mampu tumbuh paling panjang dibandingkan dengan rumput yang lain. Setiap tanaman mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut Salisbury et al. (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor intern dan ekstern. Faktor dari dalam (intern) yaitu faktor yang terdapat pada tanaman itu sendiri (genetik suatu tanaman) dan faktor dari luar (ekstern) yaitu faktor lingkungan tumbuhan tersebut. Nasution (1986) menyatakan rumput Paspalum conjugatum merupakan anggota tumbuhan Poaceae, tumbuhan kuat, merayap, dengan stolon panjang dan batang tegak agak pipih. Selanjutnya menurut Kristanto dan Karno (1991) bahwa tinggi pemotongan memberi

pengaruh pada laju pertumbuhan kembali karena cadangan karbohidrat cukup untuk mendukung pemunculan dan pertumbuhan tunas baru yang terbentuk.

Rumput Stenotaphrum secundatum memiliki rataan jumlah daun tertinggi sebesar 102,69 helai tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan rumput Axonopus compressus dan Paspalum conjugatum. Ketiga jenis rumput merupakan rumput lokal yang mempunyai kemampuan tumbuh yang hampir sama. Menurut Suratno et al. (1993) Stenotaphrum secundatum memiliki pelepah daun menempel rapat yang membuat jumlah daun dapat tumbuh lebih banyak. Stenotaphrum secundatum tergolong rumput yang tahan terhadap naungan dan ketika ditanam pada lahan tak ternaung mampu tumbuh dengan jumlah daun yang cenderung lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirait et al. (2010) yang menyatakan, rumput Stenotaphrum secundatum termasuk spesies hijauan yang toleran terhadap naungan.

Rataan anakan tanaman terbanyak adalah rumput Axonopus compressus sebesar 5,19 anakan dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan Paspalum conjugatum dan Stenotaprum secundatum. Hal ini karena rumput Axonopus compressus dapat menyebar lebih cepat dengan stolon dan rimpang bawah anakan tumbuh dari bawah. Selain itu rumput Axonopus compressus dapat tumbuh di daerah-daerah dengan kesuburan yang rendah (Humphreys, 1980) sehingga dengan pemberian pupuk dasar pada tahap awal, pertumbuhan menunjukkan hasil paling tinggi. Rumput Axonopus compressus memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tunas.

Produksi berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan Paspalum conjugatum berbeda nyata (P<0,05) dan berat kering akar rumput berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan rumput Stenotaphrum secundatum dan Axonopus compressus. Dari seluruh variabel produksi Paspalum conjugatum memiliki rataan tertinggi berturut-turut 2,91 g, 8,49 g, 0,48 g dan 10,77 g dibandingkan rumput Stenotaphrum secundatum dan Axonopus compressus (Tabel 4). Paspalum conjugatum memiliki daun berbentuk pita-pita atau lanset ujungnya lancip, berbulu sepanjang tepinya dan memiliki ukuran yang terbesar dari rumput yang lain (Nasution, 1986). Paspalum conjugatum menunjukkan produksi yang lebih tinggi karena rumput Paspalum conjugatum memiliki panjang tanaman tertinggi sehingga berat kering batang rumput Paspalum conjugatum memiliki berat tertinggi. Berat kering total hijauan dipengaruhi oleh berat kering daun dan berat kering batang, semakin tinggi berat kering daun dan berat kering

batang semakin tinggi berat kering total hijauan. Pendapat ini didukung oleh Ma’sum (2005), perkembangan suatu tanaman dapat ditunjukkan salah satunya melalui berat kering total tanaman. Semakin besar nilai berat kering tanaman, maka pertumbuhan tanaman semakin baik.

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang Axonopus compressus memiliki rataan tertinggi 0,37 g dan menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan Papalum conjugatum dan Stenotaphrum sucundatum. Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang semakin tinggi menunjukkan bahwa proporsi daun lebih banyak dibandingkan dengan batang. Sesuai dengan pendapat Suastika (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi berat daun suatu tanaman dan berat batang yang lebih kecil maka nisbah berat kering daun dengan berat kering batang akan semakin tinggi.

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar Paspalum conjugatum memiliki rataan tertinggi 51,32 g dan menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan Stenotaprum secundatum dan Axonopus compressus. Paspalum conjugatum cenderung memiliki nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar yang lebih tinggi karena memiliki berat akar yang besar sehingga lebih efektif mencari unsur hara dan mampu membantu pertumbuhan tanaman dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Allaby (2004) menyatakan bahwa tanaman dengan proporsi akar yang lebih besar dapat berkompetisi lebih efektif untuk mendapatkan unsur hara tanah, sedangkan tanaman dengan proporsi tajuk yang lebih besar dapat mengumpulkan lebih banyak energi. Paspalum conjugatum mempunyai pertumbuhan yang baik menghasilkan berat total hijauan terbesar, semakin besar berat kering total hijauan akan membuat nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar semaki besar.

Rataan luas daun tertinggi pada rumput Stenotaphrum secundatum sebesar 7459,31 cm2 dan secara statistik menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dengan Paspalum conjugatum dan Axonopus compressus (Tabel 4). Stenotaphrum secundatum memiliki jumlah daun terbanyak yang akan membantu proses fotosintetis dan dapat meningkatkan luas daun. Gardner et al. (1991) menyatakan luas daun menunjukkan jaringan yang berperan pada respirasi dan fotosintesis suatu tanaman. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa luas daun tanaman ditentukan oleh jumlah bahan hasil fotosintesis yang dialokasikan ke bagian tanaman.

Respon pertumbuhan, produksi dan karakteristik pada berbagai panjang defoliasi

Pengaruh berbagai panjang defoliasi terhadap jumlah anakan, berat kering daun, berat kering akar, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun secara statistik menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05). Pada panjang tanaman jumlah daun dan berat kering batang secara statistik menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05). Pemotongan 20 cm mampu memberikan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik karena pemotongan yang semakin tinggi dapat membantu pertumbuhan kembali. Hal ini didukung oleh pendapat Vanis (2007) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas rumput salah satunya adalah defoliasi. Defoliasi merangsang hormon sitokinin yang merangsang pertumbuhan tanaman. Hal ini dikemukakan oleh Tekei et al. (2001) bahwa sitokinin akan merangsang pembelahan sel pada tanaman dan sel-sel yang membelah akan berkembang menjadi tunas, cabang dan daun. Variabel pertumbuhan dan produksi memiliki renpon positif pada panjang defoliasi.

Hasil dari seluruh variabel pada pemotongan 20 cm memiliki respon terbaik yaitu pada variabel panjang tanaman, jumlah daun, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dan luas daun. Menurut Kristanto dan Karno (1991) bahwa tinggi pemotongan memberi pengaruh pada laju pertumbuhan kembali karena cadangan karbohidrat cukup untuk mendukung pemunculan dan pertumbuhan tunas baru yang terbentuk.

Pada variabel jumlah anakan panjang defoliasi 15 cm memiliki respon terbaik dan pada nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar panjang defoliasi 10 cm memiliki respon terbaik. Secara umum panjang defoliasi D1 (5 cm) cenderung memiliki hasil terendah pada semua variabel karena panjang defoliasi yang terlalu pendek menyebabkan cadangan makanan berkurang sehingga pertumbuhan kembali akan semakin lambat. Reksohadiprodjo (1985) menyatakan bahwa hendaknya hindari permotongan yang terlalu tinggi (lebih dari 15 cm atau terlalu pendek kurang dari 10 cm) di atas permukaan tanah. Pemotongan yang terlalu tinggi menyebabkan banyak sisa batang yang keras, demikian juga pemotongan yang terlalu rendah akan mengurangi mata atau tunas muda yang tumbuh, sehingga dapat menurunkan reproduksi. Kadar serat kasar meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman setelah dilakukan defoliasi (Sutrisno, 1983).

Interaksi antara rumput lokal pada berbagai panjang defoliasi

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jenis rumput lokal dan berbagai panjang defoliasi terhadap semua variabel pertumbuhan, variabel produksi dan variabel karakteristik. Hal ini karena kedua faktor yaitu jenis rumput lokal dan panjang defoliasi bekerja sendiri-sendiri. Hal ini sesuai pernyataan Steel dan Torrie (1991) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasi penelitian dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Rumput Paspalum conjugatum memberikan pertumbuhan dan produksi tertinggi dibandingkan dengan rumput Stenotaprum secundatum dan rumput Axonopus compressus.

  • 2.    Defoliasi pada 20 cm cenderung memberikan respon pertumbuhan dan produksi yang baik pada rumput lokal.

  • 3.    Tidak terjadi interaksi antara jenis rumput lokal dan panjang defoliasi.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk pengembangan jenis rumput lokal dengan menggunakan defoliasi 20 cm sesuai kondisi setempat sehingga bisa memberikan pertumbuhan dan produksi maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah L., P.D.M.H. Karti dan S. Hardjosoewignyo. 2005. Reposisi Tanaman Pakan Dalam Kurikulum Fakultas Peternakan. Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor 16 September 2005.P. 11-17

Allaby, M. 2004. A Dictionary of Ecology. Oxford University Press Inc, New York

Gardner, F. P., R. B Peaece, dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants. Diterjemahkan oleh H.Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Kristanto, B.A. dan Karno. 1991. Pertumbuhan Kembali Rumput Raja (Pennisetum purpuphoides) pada berbagai tinggi pemotongan dan pemupukan nitrogen. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro.

Ma’sum, M. 2005. Biologi Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

Nasution, U. 1986. Gulma dan pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM): Tanjung Morawa.

Purbiati, T., S. Yuniastuti, P. Santoso dan E. Srihastuti. 2001. Pengaruh pemangkasan dan aplikasi lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman.PT. Raja Gravindo Persada Paklobutrasol terdapat hasil Pendapatan Usaha Tani Mangga. Jurnal Hortikultura 11 (4): 223-231.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Edisi Revisi BPFE. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Salisbury, B. Frank. dan C. W. Ross. 2002. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press.

Sirait, J., R. Hutasoit, A. Tarigan, dan K. Simanihuruk.2010. Petunjuk Teknis Budidaya dan Pemanfaatan Rumput Stenotaphrum secundatum Untuk Ternak Ruminan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. Bogor

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suastika, I. G. L. 2012.Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah (Pannisetum purpureum) dan Rumput Setaria (Staria splendida Stapf) yang di pupuk dengan Biourine. Fakultas Peternkan Universitas Udayana. Denpasar.

Susetyo, B. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutrisno, D. 1983. Defoliasi dan Harvesting. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sutarno, H., M. E. Siregar dan H. Soedjito. 1993. Pendayagunaan Tanaman Pakan pada Lahan Kritis. Yayasan PROSEA Bogor. MAB Indonesia. UNESCO/PROSTEA. Jakarta.

Tekei, K., H. Sakakibara and T. Sugiyama. 2001. Identification of Genes Encoding Adenylate Isopentenyltrasferase, A Cytokinin Biosynthesis Enzyme In Arabidopsis Thaliana.

Vanis, R. I D. 2007. Pengaruh Pemupukan dan Interval Defoliasi Terhadap Pertumbuhan dan Produktifitas Rumput Gajah ( Pennisetum purpureum) Di Bawah Tegakan Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria). Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Muhammady et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 904 – 920

Page 920