e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: November 2, 2018

Accepted Date: Noverber 4, 2018


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt.Putra Wibawa & I M. Mudita

Evaluasi Penggunaan Asap Cair pada Bakso Sapi Melalui Pendekatan Indikator Hedonik

Silaban, M. I N. S. Miwada, dan S. A. Lindawati

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Jln. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali

E-mail: mossi_5@yahoo.co.id Telepon : +6282198362042

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi asap cair yang tepat digunakan pada pembuatan bakso sapi yang bercitarasa asap dengan cara mengidentifikasi respon panelis terhadap bakso asap. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi, Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang berlokasi di Jalan P.B Sudirman, Denpasar. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan. Bakso sapi yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari PT. Aroma Duta Rasaprima yang berlokasi di Jalan By Pass Ngurah Rai No. 555x, Denpasar, Bali, Indonesia, berjumlah 1 kg. Asap cair yang digunakan adalah asap cair khusus pangan yang diperoleh dari destilasi atau pengembunan uap tempurung kelapa. Asap cair ini diperoleh dari perusahaan asap cair yang berlokasi di Jember, Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan adalah aquades dan air mineral. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola sederhana dengan lima perlakuan yang meliputi P1 (konsentrasi asap cair 0 %), P2 (konsentrasi asap cair 0,5 %), P3 (konsentrasi asap cair 1,0 %), P4 (konsentrasi asap cair 1,5 %), dan P5 (konsentrasi asap cair 2,0 %). Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi nilai uji organoleptik. Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisis Non-Parametrik (Kruskal-Wallis), jika terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan (P<0,05), maka dilanjutkan dengan Uji Mann Whitney dengan bantuan program SPSS 16.0. Hasil penelitian evaluasi penggunaan asap cair pada bakso sapi melalui pendekatan indikator hedonik ini menunjukan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap variabel aroma dibandingkan dengan variabel lain seperti warna, tekstur, citarasa, dan penerimaan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi asap cair 0,5% dan 1,5% yang paling dapat diterima oleh indera panelis terhadap perubahan konsentrasi asap cair.

Kata kunci: Asap Cair, Konsentrasi, Bakso Sapi, Panelis

Evaluation of Liquid Smoke’s Use on Beef Meatballs Through The Hedonic Approach

ABSTRACT

This study aims to determine the concentration of liquid smoke that is appropriate to be used in the manufacture of beef meatballs which taste smoke by identifying the response of


panelists to smoke meatballs. This research was conducted at the Animal Husbandry and Microbiology Technology Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University located at Jalan P.B Sudirman, Denpasar. This study lasted for two months. The beef meatballs used in this study were obtained from PT. The smell of Rasaprima Ambassadors located on Jalan By Pass Ngurah Rai No. 555x, Denpasar, Bali, Indonesia, amounting to 1 kg. Liquid smoke that is used is special liquid smoke from food obtained from distillation or condensation of coconut shell steam. This liquid smoke is obtained from liquid smoke companies located in Jember, East Java. The study design used a simple randomized complete design (RAL) with five treatments which included P1 (concentration of liquid smoke 0%), P2 (concentration of liquid smoke 0.5%), P3 (concentration of liquid smoke 1.0%), P4 (concentration liquid smoke 1.5%), and P5 (concentration of liquid smoke 2.0%). The variables observed in this study include the value of organoleptic test. Data analysis in this study used Non-Parametric analysis (Kruskal-Wallis), if there were significant differences between treatments (P <0.05), then continued with the Mann Whitney Test with the help of SPSS 16.0 program. The results of the evaluation of the use of liquid smoke in beef meatballs through this hedonic indicator approach showed a significant effect (P <0.05) on the variable of aroma compared to other variables such as color, texture, flavor, and overall acceptance. Based on the results of this study it can be concluded that the concentration of liquid smoke is 0.5% and 1.5% which is most acceptable to the panelist senses to changes in the concentration of liquid smoke.

Keywords: Liquid Smoke, Concentration, Beef Meatballs, Panelists

PENDAHULUAN

Triatmojo (1992) menyatakan bakso merupakan produk olahan daging khas Indonesia yang biasa disajikan panas dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya protein hewani yang sangat diperlukan tubuh manusia terutama untuk pertumbuhan. Bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari campuran daging temak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan (SNI 01-3818-1995). Bakso dapat dibuat dari berbagai jenis daging misalnya daging ayam dan daging sapi. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika dan meningkatkan nilai ekonomis (Musfiroh, 2009). Beberapa pengolah bakso sering menambahkan boraks dan formalin untuk memperoleh bakso yang kenyal dan awet namun kedua bahan ini sangat tidak dianjurkan dipakai pada makanan (Abustam, et al., 2013). Boraks dan formalin sangat berbahaya apabila masuk kedalam tubuh karena akan terurai dan tidak dapat hilang sehingga menyebabkan penyakit lever dan ginjal.

Salah satu usaha untuk memperpanjang masa simpan bakso adalah dengan menggunakan asap cair. Pengawetan bertujuan untuk mengurangi penurunan kualitas sekaligus memberi nilai tambah pada produk daging yang dihasilkan. Pengawetan dengan cara pengasapan sejak dulu telah sering digunakan. Banyaknya masyarakat yang masih menggunakan metode pengasapan secara tradisional membuktikan bahwa cara pengawetan menggunakan asap cair masih jarang digunakan secara luas oleh masyarakat maupun dalam industri makanan. Tetapi, penggunaan asap cair dalam mengawetkan telah semakin dimanfaatkan karena dapat menciptakan citarasa yang diinginkan dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan pangan karena terdapat senyawa asam, fenolat dan karbonil. Asap kayu mengandung lebih dari 200 senyawa. Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap, antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat, asam siringat, dimetoksifenol, metil glikosal, furfural, metanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton dan 3,4- benzipiren (Lawrie, 2003). Asap diperoleh dari kayu sebagai produk dekomposisi termal dalam kondisi fisik (suhu, akses oksigen) yang terkontrol, diikuti oleh pembentukan dua fase, yaitu air dan tar. Pengasapan merupakan salah satu metode pengawetan untuk meningkatkan citarasa dan penampakan yang menarik serta memperpanjang daya simpan daging (Soeparno, 1994). Asap cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena adanya sifat antimikroba dan antioksidan senyawa, seperti aldehid, asam karboksilat dan fenol.

Teknik pengasapan dengan menggunakan asap cair memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan teknik pengasapan tradisional. Pengasapan dengan asap cair mudah diaplikasikan, cepat, keseragaman produk, karakteristik makanan yang didapatkan baik serta ramah lingkungan. Proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung memiliki banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari. Komponen senyawa penyusun asap cair terdiri dari tiga senyawa penyusun terbesar antara lain asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH, dan umur simpan produk yang direndam asap cair; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan cokelat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukan aktivitas antioksidan (Astuti, 2000).

Hasil penelitian Budijanto et al. (2008) mengenai identifikasi dan uji keamanan asap cair tempurung kelapa untuk produk pangan menyatakan bahwa, secara umum asap cair tempurung

kelapa dapat digunakan sebagai bahan pengawet alternatif yang aman untuk dikonsumsi, serta memberikan karakteristik sensori berupa aroma, warna, serta rasa yang khas pada produk pangan.

Syarafina et al. (2014) melaporkan hasil penelitian bahwa perendaman dendeng ikan bandeng selama 15 menit dalam asap cair mempunyai pengaruh yang nyata terhadap nilai karakteristik kenampakan pada uji organoleptik. Sudah banyak ditemui informasi mengenai penggunaan asap cair tempurung kelapa pada bakso sapi yang berhubungan dengan penilaian kualitas produk (warna, aroma, tekstur, citarasa dan penerimaan secara keseluruhan) masih terbatas. Sehingga uji hedonik perlu dilakukan sebagai titik akhir penilaian kualitas produk untuk mengetahui seberapa jauh produk bakso sapi yang diaplikasikan dengan asap cair dapat diterima dan disukai oleh konsumen.

MATERI DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi, Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang berlokasi di Jalan P.B Sudirman, Denpasar. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan.

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Sederhana yang terdiri dari lima perlakuan penambahan asap cair dengan konsentrasi berbeda.

Perlakuan tersebut antara lain:

P1 = Konsentrasi asap cair 0 %

P2 = Konsentrasi asap cair 0,5 %

P3 = Konsentrasi asap cair 1,0 %

P4 = Konsentrasi asap cair 1,5 %

P5 = Konsentrasi asap cair 2,0 %

Bahan penelitian

Bakso sapi yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari PT. Aroma Duta Rasaprima yang berlokasi di Jalan By Pass Ngurah Rai No. 555x, Denpasar, Bali, Indonesia, berjumlah 1 kg. Asap cair yang digunakan adalah asap cair khusus pangan yang diperoleh dari destilasi atau pengembunan uap tempurung kelapa. Asap cair ini diperoleh dari perusahaan asap

cair yang berlokasi di Jember, Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan adalah aquades dan air mineral.

Peralatan penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung erlenmeyer, waterbath, tabung reaksi, labu destilasi, timbangan digital (2 desimal), pipet tetes, gelas ukur (50ml, 100ml, 500ml, dan 1000ml), krus porselin, kertas saring, labu ukur (20ml, 200ml), pipet 25ml, inkubator, oven, cawan sampel, beaker glass.

Peubah yang diamati

Dalam penelitian ini peubah yang diamati adalah warna, aroma, tekstur, citarasa, dan penerimaan secara keseluruhan yang akan diuji dengan Uji Organoleptik. Pengujian produk dilakukan oleh panelis. Dalam Uji Hedonik metode yang digunakan adalah “Metode Consumer Preference Test” yaitu metode pengujian secara langsung dilakukan oleh panelis, yang menilai suatu sifat atau kualitas dari suatu bahan yang digunakan, panelis menilai menurut tanggapan pribadi terhadap sifat hedonik dari bakso asap cair.

Pelaksanaan penelitian

Mensterilisasi semua peralatan atau alat-alat dengan cara mencuci dengan detergen sampai bersih, kemudian dibilas menggunakan aquadest dan ditiriskan. Setelah itu, peralatan atau alat-alat yang sudah kering, dibilas menggunakan alkohol 70 % kemudian dikeringkan didalam incubator pada suhu 45oC. Aquadest dan asap cair disiapkan, kemudian dibuat larutan perendaman dengan konsentrasi yang telah ditentukan pada gelas ukur yang telah diberi kode masing-masing. Bakso sapi dibagi menjadi lima bagian. Masing-masing gelas ukur dimasukan 5 butir bakso sapi, kemudian direndam secara serentak selama 15 menit. Bakso ditiriskan selama 5 menit untuk mengurangi kadar air. Setelah menjadi bakso yang beraroma asap cair, kemudian bakso dianalisa sesuai dengan parameter yang diamati. Untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, terlebih dahulu mengetahui konsentrasi dari bahan murni atau pekatnya. Larutan dengan konsentrasi lebih rendah dari bahan murninya disebut dengan pengenceran.

Rumus pengenceran adalah:

V1.N1 = V2.N2

keterangan:

  • V1: banyaknya larutan murni yang diambil

N1: konsentrasi larutan yang akan diencerkan

  • V2: banyaknya larutan yang akan dibuat dengan pengenceran

N2: konsentrasi larutan yang akan dibuat

Contoh:

Apabila akan mengencerkan asap cair sebanyak 1 liter dengan konsentrasi 0,5 %. Pertama, menghitung jumlah asap (ml) yang dibutuhkan dari asap cair konsentrasi 100%. Untuk itu dapat menggunakan rumus diatas, N1 adalah asap cair dengan konsentrasi 100%, N2 adalah asap cair dengan konsentrasi 0,5, V2 adalah jumlah larutan yang kita buat yaitu 1 liter atau sama dengan 1000 ml, dan V1 adalah jumlah asap cair yang dibutuhkan.

Rumus:

V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 100 = 1000 x 0,5

V1       = 1000 x 0,5

100

Jadi, jumlah asap Vca1ir yang d=ibu5tumhlkan adalah 5 ml. Dengan ditambah 995 ml aquades maka akan di dapat 1 liter pengenceran asap cair dengan konsentrasi 0,5 %.

Untuk penghitungan pengenceran asap cair dengan konsentrasi atau volume yang berbeda dapat menggunakan langkah seperti diatas.

Analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis Non-Parametrik (Kruskal-Wallis), apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney (Siegel, 1977) dengan bantuan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna

Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Soeparno, 2005). Parameter pertama yang akan menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk adalah dilihat dari kriteria warna. Pengujian organoleptik warna sangat menentukan penilaian panelis pada penelitian ini.

Warna daging dapat berubah akibat reaksi pigmen dengan beberapa bahan. Kemampuan pigmen daging untuk mengikat molekul lain tergantung pada status kimia ion besi (Fe) yang terdapat pada cincin heme. Fe dapat berbentuk tereduksi/teroksidasi dalam bentuk fero, Fe dapat bereaksi dengan oksigen dan nitrit oksida. Jika oksigen yang tersedia cukup maka ion fero akan berikatan langsung dengan oksigen menghasilkan senyawa oksimioglobin yang sangat penting dalam pembentukan warna daging (merah terang) yang disukai konsumen (Soeparno, 1994).

Hasil analisis statistik dengan Uji Kruskal-Wallis (Tabel 1) menunjukan bahwa lama perendaman bakso sapi dengan asap cair tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis dari segi warna. Ini berarti nilai kesukaan panelis antar perlakuan tidak menunjukan perbedaan nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan perubahan warna asap konvensional dipengaruhi oleh adanya proes pemanasan. Namun dalam penelitian ini asap cair yang digunakan tidak melalui proes pemanasan sehingga tidak memberi perbedaan warna selama perendaman yang berbeda. Kemudian diperjelas pada Gambar 1 terlihat bahwa tingkat kesukaan panelis mengarah ke kriteria suka pada semua perlakuan meskipun tidak nyata (P>0,05).

Warna bakso ditentukan oleh jenis daging yang digunakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penentu utama warna daging (konsentrasi pigmen daging mioglobin) diantaranya adalah spesies, umur, tingkat aktivitas, tipe otot, pH, dan oksigen (Lawrie, 1995).

Tabel 1 Hasil uji organoleptik bakso sapi dengan konsentrasi berbeda pada asap cair

Peubah

Perlakuan

SEM

P1

P2

P3

P4

P5

Warna

3.56a

3.44a

3.31a

3.31a

3.62a

0.239

Aroma

2.75c

3.56b

3.62b

4.12a

4.44a

0.201

Tekstur

3.06a

3.25a

3.44a

3.00a

3.12a

0.248

Citarasa

2.75a

2.88a

2.75a

2.94a

2.81a

0.296

Penerimaan Secara

3.06a

3.00a

3.06a

3.06a

2.81a

0.233

Keseluruhan

Keterangan :

- a, b, c, d Notasi/superskrip yang berbeda-beda untuk nilai rataan pada baris yang sama untuk menunjukan perbedaan nyata (P<0.05)

- Perlakuan P1 (konsentrasi asap cair 0%); P2 (konsentrasi asap cair 0,5%); P3 (konsentrasi asap cair 1%); P4

(konsentrasi asap cair 1,5%); P5 (konsentrasi asap cair 2%)

- SEM adalah “Standart Error of Treatment Means”

Aroma

Aroma adalah faktor paling penting pada daging. Aroma sukar untuk didefinisikan secara objektif. Keragaman antara individu dalam respon intensitas dan kualitas terhadap stimulus tertentu menyebabkan pemilihan anggota panel menjadi penting (Lawrie, 2003). Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Soekarto, 1990). Jenis daging yang digunakan, lemak intramuskular, bahan-bahan yang di tambahkan selama pemasakan serta jumlah tepung yang terlalu tinggi akan mempengaruhi aroma bakso, penggunaan tepung yang terlalu banyak akan menutupi aroma daging pada bakso sehingga tidak disukai oleh panelis (Purnomo, 1990). Pada hasil analisa uji organoleptik pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap bakso sapi asap dari segi aroma pada perlakuan P5 nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan P4 , P3 , P2 , P1. Asap cair mempengaruhi aroma pada bakso sapi. Pada hasil analisa uji lanjutan Mann Whitney menunjukan bahwa perlakuan P2 dan P4 signifikan diantara perlakuan lainnya.

Aroma daging berkembang selama proses pemasakan. Jenis daging yang digunakan menentukan aroma pada bakso, absorpsi aroma selama pemasakan, penambahan bumbu, dan tingkat kematangan pada waktu pemasakan (Soeparno, 1994). Menurut Lukman (1995), aroma yang dikeluarkan dari suatu produk berasal dari komponen volatil (fraksi yang mudah menguap) yang terbentuk akibat pemanasan atau pemasakan. Aroma yang khas pada bakso sapi disebabkan oleh kandungan yang terdapat di dalam asap cair yaitu fenol atau asam karboksilat. Senyawa fenol penting dalam produk asap, karena fenol berperan dalam menyumbangkan aroma dan rasa spesifik produk asapan (Guillen et al, 2001).

Tekstur

Menurut Tanikawa et al., (1985) penilaian terhadap tekstur bakso dapat juga dikatakan sebagai penilaian elastisitas bakso yang dipengaruhi oleh tingkat kesegaran daging, proporsi bahan pengikat dan bahan tambahan di dalam adonan, serta suhu dan lama perebusan. Tekstur makanan berhubungan dengan sifat aliran dan deformasi produk serta cara berbagai struktur unsur dan struktur komponen ditata dan digabung menjadi mikro dan makro struktur (de Man, 1989). Alasan pokok untuk memanaskan jaringan otot adalah agar terjadi perubahan tekstur. Ada empat mekanisme yang mempengaruhi tekstur selama pemasakan, yaitu: (1) enzim proteolitik dinonaktifkan, (2) denaturasi termal jaringan ikat mengakibatkan pengempukan, (3)

terjadi denaturasi protein kontraktil yang berakibat pengerasan dan (4) turunnya DMA, kekurangan cairan seperti air, lemak, dan terjadi penyusutan diameter (Wirakartakusuma, 1992). Tekstur bakso sapi setelah diberi perlakuan yang berbeda cenderung tidak mengalami perubahan yang nyata (P>0,05). Hal ini berarti kandungan yang terdapat dalam asap cair tidak mengubah tekstur dari suatu produk. Menurut Lawrie (1995) bahwa meningkatnya keempukan merupakan refleksi dari kadar air yang lebih besar serta kapasitas memegang atau menahan air yang lebih besar pula dan sifat pembengkakan serat urat daging selanjutnya terjadi pada pH tinggi.

Citarasa

Menurut Soekarto (1985) bahwa uji citarasa lebih banyak melibatkan indra lidah yang dapat diketahui melalui kelarutan bahan makanan tersebut dalam saliva dan kontak dengan syaraf perasa. Kartika et al. (1988) menyatakan bahwa rasa yang diterima panelis berkaitan dengan pengelihatan, pembauan, dan perabaan.

Hasil analisis statistik dengan Uji Kruskal-Wallis (Tabel 1) menunjukan bahwa lama perendaman bakso sapi dengan asap cair tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis dari segi citarasa. Ini berarti nilai kesukaan panelis antar perlakuan tidak menunjukan perbedaan nyata (P>0,05). Kesukaan panelis terhadap bakso dari kriteria cita rasa memiliki rentang nilai rata-rata yang mengarah suka. Ini sesuai dengan pernyataan Maga (1987) bahwa komponen asap terutama berfungsi untuk memberi citarasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan dalam pengawetan dengan bertindak sebagai antibakteri dan antioksidan. Terbukti pada penelitian Kompudu (2008) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa asap cair mampu memberikan flavor/cita rasa yang khas terhadap daging ayam dibanding Catechins tea dan kayu manis.

Penerimaan secara keseluruhan

Berdasarkan hasil Uji Kruskal-Wallis menunjukan bahwa kesukaa panelis terhadap bakso sapi asap dari segi penerimaan secara keseluruhan pada semua perlakuan (P1 , P2, P3 , P4 , P5) tidak menunjukan perbedaan nyata (P>0,05).

Dari keseluruhan perlakuan, respon panelis terhadap bakso sapi asap cair cenderung suka.Suranjaya dalam Sidaarta (1991) yang menyatakan bahwa penerimaan secara keseluruhan terhadap suatu produk makanan sangat tergantung pada penerimaan panelis terhadap faktor warna, aroma, tekstur, dan citarasa bakso tersebut.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bakso sapi dengan konsentrasi asap cair 0,5% dan 1,5% yang paling dapat diterima oleh indera panelis terhadap perubahan konsentrasi asap cair.

SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan kepada masyarakat untuk menggunakan asap cair sebagai bahan pengawet alternatif bakso sapi maupun bahan olahan daging. Perlu dilakukan pengujian lanjutan mengenai aktivitas mikroba terhadap bakso sapi asap cair konsentrasi 0,5% dan 1,5%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS, serta kedua pembimbing penulis Dr. I Nyoman Sumerta Miwada S.Pt., MP. dan Ir. Sri Anggreni Lindawati, M.Si atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis di Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak I Made Mudita, S.Pt, MP selaku Dewan Pengelola/Penyunting Jurnal Peternakan Tropika serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E. 2013. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi Pascarigor. Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Peternakan. Universitas Hasanudin. Makasar

Astuti. 2000. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami (Diunduh,18 Januari 2018)

Budijanto, S.R., S. Hasbullah, Prabawati, Setyadjit, Sukarno dan I. Zuraida. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produk Pangan. Jurnal Pascapanen 5 (1):32-40.

De Man, John. M. 1989. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata ITB. Bandung.

Guillen, M.D., M.J. Manzanos dan M.L. Ibargoitia. 2001. Carbohydrate and Nitrogenated compounds in liquid smoke flavorings. J Agric Food Chem 49:2395-2403.

Kartika, B, P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. Pusat Antar Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Kompudu, A. J. M. 2008. Pengaruh Antioksidan Catechins Tea, Eugenol Ekstrak Kayu Manis dan Asap Cair terhadap terjadinya Perubahan Kualitas Daging Dada Ayam Pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudding. Makasar.

Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi kelima. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. UI. Press., Jakarta.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Lukman, H. 1995. Perbedaan Karakteristik Daging, Karkas dan Sifat Olahannya Antara Itik Afkir dan Ayam Petelur Afkir. Tesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Maga. Y.A. 1987. Smoke in Food Processing. CSRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. : 1-3;113-138.

Purnomo. H. 1990. Kajian Mutu Bakso Daging Sapi, Bakso Urat dan Bakso Aci di daerah Bogor. Skripisi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut pertanian Bogor, Bogor.

Siegel, S. 1977. Nonparametric Statistics for The Behavioral Sciences. International Student Edition.

SNI (Standart Nasional Indonesia). 1995. SNI 01-3818-1995 bakso daging. BSN. Jakarta.

Soekarto. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu pangan. IPB, Bogor.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-2. Gadjah Mada University     Press.

Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan IV. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Syarafina, I.L., F. Swastawati dan Romadhon. 2014. Pengaruh Daya Serap Asap Cair dan Lama Perendaman yang Berbeda Terhadap Kualitas Dendeng Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dan Ikan Tengiri (Scomberomorus sp) Asap. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 3(1):50-59.

Tanikawa, E. 1985. Marine Product in Japan. Revised Edition. Rev. T. Motohiro, & M. Akiba, Koseisha Koseikaku Co., Ltd. Tokyo. 506 p.

Triatmojo, S. 1992. Pengaruh Penggantian Daging Sapi dengan Kerbau, Ayam dan Kelinci pada Komposisi dan Kualitas Fisik Bakso. Buletin Peternakan 16:63-71.

Wirakartakusuma, Aman.(1992). Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor.

Dorothy et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 857 – 868

Page 868