e--journal FAPET UNUD


e-Journal

Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]


Submitted Date: September 4, 2018 Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita

Accepted Date: September 7, 2018

Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Kelinci Lokal (Lepus negrocollis) yang Diberi Pakan Dasar Limbah Daun Wortel (Daucus carrota L.) dengan Suplementasi Konsentrat

Dewi, E. K., B. R. T. Putri, dan I. M. Nuriyasa

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman Denpasar e-mail: [email protected] Telphone 082247399782

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan penggemukan kelinci lokal yang diberi pakan dasar limbah daun wortel yang disupplementasi dengan aras yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Sebanyak dua puluh ekor kelinci lokal jantan umur 7 minggu dibagi dalam empat perlakuan pemberian konsentrat, yaitu 0g (R0/kontrol), 15g (R1), 30G (R2), dan 45g (R3), masing-masing terdiri atas lima ekor ternak kelinci. Penelitian menggunakan kandang individu berukuran 70cm x 50cm x 50cm. Pakan hijauan berupa daun wortel diberikan secara ad libitum. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Manajemen dilihat berdasarkan observasi yang kemudian dipaparkan secara deskriptif. Sedangkan analisis pendapatan usaha dilihat berdasarkan analisis biaya, analisis pendapatan, analisis R/C ratio dan BEP. Hasil penelitian menunjukan bahwa total penerimaan paling besar adalah perlakuan R3 Rp 397.350,5- dengan total biaya paling besar Rp 333.823,-. Berdasarkan biaya tunai, total pendapatan paling besar pada perlakuan R0 yaitu Rp 113.631,9 dengan rasio penerimaan 1,47 sedangkan pendapatan perlakuan dengan penambahan konsentrat lebih rendah yaitu Rp 83.301,6 (R1); Rp 69.658,1 (R2) dan Rp 63.526,5 (R3) serta rasio penerimaan sebesar 1,30 (R1); 1,24 (R2) dan 1,19 (R3). BEP pemeliharaan dan BEP harga pada setiap perlakuan yaitu 2 ekor (R0); dan 3 ekor (R1); (R2); (R3) dengan harga yaitu Rp 48.043,6 (R0); Rp 54.819,7 (R1); Rp 58.888,4 (R2) dan Rp 66.764,7 (R3). Disimpulkan bahwa penambahan konsentrat masih kurang menguntungkan dibanding dengan pemeliharaan berbasis daun wortel tanpa penambahan konsentrat.

Kata kunci: Penambahan konsetrat, daun wortel, analisis pendapatan, kelinci

Income Analysis of Local Rabbit Fattening (Lepus nigricollis) Basal Fed with Carrot Leaf (Daucus Carota L.) Waste and Concentrate

Supplementation

ABSTRACT

The aim of this study are to observe the level of farming income in fattening local rabbits which were given a basic feed of carrot leaf waste which was supplemented with concentrates in different levels. This study uses a Randomized Block Design (RBD). Twenty male rabbits aged 7 weeks were divided into four treatments. The treatment of concentrate level 0g (R0 / control), 15g (R1), 30G (R2), and 45g (R3), each consisting of five rabbits used individual cages measuring 70cm x 50cm x 50cm. Forage feed in the form of carrot leaves is given ad libitum. The data used is primary data and secondary data. Management is explained descriptively based on observations. While the analysis of level income in fattening


local rabbit is seen based on cost analysis, income analysis, R / C ratio analysis and BEP. The results showed that the largest total revenue was treatment of R3 Rp. 397,350.5 - with a total cost of Rp. 333,823. Based on cash costs, the highest total income is in treatment R0, which is Rp 113,631.9 with an R/C ratio of 1.47 while the revenue is treatment with the addition of concentrate is lower at Rp 83,301.6 (R1); Rp.69,658.1 (R2) and Rp.66,526.5 (R3) as well as an R/C ratio of 1.30 (R1); 1.24 (R2) and 1.19 (R3). BEP unit and BEP prices for each treatment are 2 head (R0); and 3 head (R1); (R2); (R3) with a price of Rp. 48,043.6 (R0); Rp. 54,819.7 (R1); Rp. 58,888.4 (R2) and Rp. 66,764.7 (R3). It was concluded that the addition of concentrate was still less profitable compared to carrot leaf-based maintenance without the addition of concentrates.

Keyword: consentrate supplementation, carrot leaves, income analysis, rabbits

PENDAHULUAN

Ternak kelinci merupakan salah satu komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging dengan protein yang tinggi sehingga menghasilkan daging yang berkualitas (Kartadisastra, 1997) dan sangat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Nuriyasa (2012), berpendapat perlu dilakukanya diversifikasi usaha peternak tidak hanya ternak besar, namun pengembangan potensi lokal salah satunya ternak kelinci. Peternakan kelinci di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, diantaranya: masih rendahnya pengetahuan peternak mengenai ransum kelinci terutama imbangan energi, protein dan mineral.

Ternak kelinci sebagai herbivora dapat memanfaatkan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan yang tinggi sehingga hanya membutuhkan pakan dalam jumlah sedikit (Farel dan Raharjo, 1984). Di Bali terutama dikawasan dataran tinggi baturiti merupakan kawasan pertanian yang menghasilkan limbah pertanian salah satunya daun wortel. Produksi wortel pada tahun 2016 di kabupaten Tabanan mencapai 2.289 ton, diperkirakan setiap 30kg wortel akan menghasilkan 10kg daun wortel, sehingga dalam setahun produksi daun wortel mencapai 763 ton (BPS diolah 2017). Limbah daun wortel telah digunakan oleh petani sebagai pakan ternak kelinci namun hanya sebagai pakan tunggal dan tidak terukur. Daun wortel dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat dan mineral seperti Ca, P, Fe dan Mg bagi kelinci (Sharma et al., 2012), namun pemberian hijauan saja hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok saja sehingga perlu diberikan penambahan konsentrat untuk produksi yang lebih baik.

Pemanfaatan limbah daun wortel yang disupplementasi konsentrat diharapkan dapat menekan produksi terbesar dan menghasilkan produksi yang maksimal sehingga dapat

memberikan keuntungan pada peternak kelinci lokal. Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan analisis pendapatan usaha penggemukan kelinci lokal yang diberi pakan dasar daun wortel dengan suplementasi konsentrat.

MATERI DAN METODE

Ternak

Penelitian menggunakan kelinci lokal (Lepus negricollis) umur 7 minggu yang berjumlah 20 ekor dengan rataan berat badan awal 479,4 ± 114,6 gr.

Kandang dan perlengkapannya

Penelitian ini menggunakan kandang battery colony. Penelitian ini menggunakan 20 petak kandang yang terbuat dari besi dengan panjang 70 cm, lebar 50 cm dan tinggi 50 cm. Masing masing kandang dilengkapi dengan tempat pakan daun wortel, tempat konsentrat dan tempat air minum.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, timbangan digital, pisau dan talenan, ember dan alat tulis. Timbangan digital digunakan untuk menimbang berat daun wortel, menimbang berat konsentrat dan menimbang sisa pakan. Ember digunakan sebagai penampung air minum sementara,pisau dan talenan digunakan untuk memisahkan daun wortel dengan batangnya serta alat tulis untuk mencatat data.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari daun wortel dan konsentrat. Daun wortel diberikan secara ad libitum dalam bentuk segar. Air minum diberikan secara ad libitum dengan sumber air berasal dari perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat. Adapun komposisi konsentrat yang disusun adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Komposisi konsentrat buatan

No.

Bahan

Komposisi (%)

jumlah (Kg)

Energi (Kkal)

CP (%/Kg)

Harga/Kg (Rp)

Biaya (Rp)

1

Tepung ikan

2,00

0,60

59,40

0.80

11.000

6.600

2

Pollard

35,10

10,50

456,30

5,20

4.700

49.491

3

Jagung kuning

49,00

14,70

1651,30

7,35

6.600

97.020

4

Bungkil kelapa

7,00

2,10

107,80

1,47

3.500

7.350

5

Molasses

6,40

1,92

125,40

0,19

10.000

19.200

6

Pignox

0,30

0,09

70.000

6.300

7

NaCl

0,20

0,06

10.000

600

Total

100

30

2400.24

15.077

115.800

186.561

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan. Penelitian ini dilakukan selama 12 minggu dimulai pada tanggal 1 April 2018 hingga 10 juni 2018.

Rancangan percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rangcangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut.

  • 1.     Ransum kontrol (daun wortel) tanpa disuplementasi konsentrat (R0)

  • 2.     Ransum kontrol yang disuplementasi konsentrat 15 gr (R1)

  • 3.     Ransum kontrol yang disuplementasi konsentrat 30 gr (R2)

  • 4.     Ransum kontrol yang disuplementasi konsentrat 45 gr (R3)

Variabel yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah manajemen usaha penggemukan dan analisis pendapatan usaha penggemukan. Analisis pendapatan usaha penggemukan digunakan untuk mengetahui sejauh mana keuntungan yang diterima. Analisis yang digunakan antara lain: Analisis biaya, Analisis penerimaan, Analisis pendapatan, R/C ratio, dan Break Even Point (BEP).

Adapun rumus yang digunakan dalam analisis pendapatan data sebagai berikut ini (Soekartawi, 2002)

  • 1.    Analisis Biaya

TG = TFC + TVC

Keterangan:

TC     = Total cost (Rp)

TFC    = Total fixed cost (Rp)

TVC = Total variable cost (Rp)

  • 2.    Analisis penerimaan (revenue)

Total Revenue = Px Q

Keterangan:

P       = Harga jual kelinci (Rp/kg)

Q      = Bobot panen (kg)

  • 3.    Pendatan

π= TR-TC

Keterangan:

π      = Pendapatan usaha (Rp)

TR    = Total revenue (Rp)

TC     =  Total cost (Rp)

  • 4.    Analisis rasio penerimaan (R/C ratio)

TR

R/C Ratio =-- TC

Keterangan:

TR            = Total Revenue (Rp)

TC            = Total Cost (Rp)

Adapun rumus yang digunakan dalam penghitungan Break Even Point adalah:

1. BEP Unit

PQ


TFC

P-VC


Keterangan:

BEP Q = Break even point (Kg)

TFC   = Total Fixed Cost (Rp)

P = Harga jual kelinci/kg berat hidup (Rp)

VC    = Biaya variable (Rp)


  • 2.    BEP Harga


Keterangan:

BEP P

TC

Q


= Break even poin harga

= Total Cost (Rp)

= Bobot kelinci (Kg)


  • 3.    BEP Penerimaan


BEP revenue



Keterangan:

FC             = Fixed cost (Rp)

VC            = Variable cost (Rp)

P               = Harga jual ternak kelinci (Rp)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Pendapatan

Hasil penelitian menunjukan pendapatan usaha penggemukan kelinci lokal yang paling besar pada perlakuan kontrol (R0) sebesar Rp 113.631,9 sedangkan pendapatan pada perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah yaiu Rp 83.301,6; Rp 69.658,1 dan Rp 63.526,5. Sedangkan berdasarkan biaya total menunjukan hasil yang bernilai negatif yaitu Rp 10.368,08 (R0); Rp 40.698,40 (R1); Rp 54.341,90 (R2); Rp 60.473,49 (R3) yang artinya jika dihitung berdasarkan biaya total usaha penggemukan mengalami kerugian. Biaya sangat mempengaruhi pendapatan, setiap kenaikan biaya akan mengurangi pendapatan. Dimana yang termasuk kedalam biaya tetap yaitu biaya penyusutan dan biaya PDAM. Sedangkan berdasarkan biaya total tenaga kerja juga diperhitungkan, karena sesungguhnya usaha penggemukan ini tidak membayar upah tenaga kerja. Biaya variabel yang dikeluarkan berbeda tiap perlakuanya, hal tersebut pada penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah konsumsi konsentrat dan hijauan. Konsumsi ransumdipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan cara pemberian ransum (Anggorodi, 1995). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu bibit kelinci Rp 20.000/ekor dengan berat rata-rata 479,6gr, pakan yang terdiri atas daun wortel Rp 1000/kg dan konsentrat Rp 6.218,7/kg, dan obat parasite berupa ivomec Rp 8000,-/ml.

Tabel. 2 Pendapatan dan R/C ratio usaha penggemukan kelinci lokal yang diberi pakan dasar daun wortel dengan suplementasi konsentrat

Perlakuan

R0

R1

R2

R3

Penerimaan (Rp)

353.850

357.400

364.100

397.350

Total biaya (Rp)

240.218,1

274.098,4

294.441,9

333.823,5

Pendapatan (Rp)

113.631,9

83.301,6

69.658,1

63.526,5

R/C ratio

1.47

1.30

1.24

1.19

Keterangan :

R0 : Ramsum daun wortel tanpa suplementasi konsentrat

R1 : Ransum daun wortel dengan suplementasi konsentrat 15 g/hr

R2 : Ransum daun wortel dengan suplementasi konsentrat 30 g/hr

R3 : Ransum daun wortel dengan suplementasi konsentrat 45 g/hr

Biaya operasional paling besar yaitu pada perlakuan R3 yaitu sebesar Rp 333.823,5,-. Dengan selisih lebih besar Rp 93.605,42,- dari kontrol (R0); Rp 59.725,1,- dari (R1) dan Rp 39.381,6.- dari (R2). Besarnya biaya operasional pada R3 dikarenakan komponen biaya variable yaitu biaya pakan yang besar, biaya pakan konsentrat pada R3 mencapai Rp

102.704,4.- yaitu 39% dari total biaya variabel. Biaya pakan hijauan pada R3 mencapai 21.45% sehingga total biaya pakan pada R3 mencapai 60.47% dari total biaya variabel R3. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ariana et al (2014) bahwa biaya ransum merupakan faktor biaya tertinggi dalam usaha ternak non ruminansia.

Analisis penerimaan

Pada penelitian ini penerimaan hanya diperoleh dari penjualan kelinci yang dihitung berdasarkan bobot hidup kelinci. Kelinci dijual dengan harga Rp 50.000,- per kilogramnya. Sehingga penerimaaan sangat erat kaitanya dengan produksi. Bobot badan akhir kelinci merupakan produksi. Penerimaan paling besar adalah R3 sejumlah Rp 397.350-. Dengan selih lebih besar Rp 43.500,- terhadap kontrol (R0); Rp 39.950,- terhadap (R1) dan Rp 33.250,-terhadap (R2). Tingginya total penerimaan pada perlakuan R3 disebabkan karena pertambahan bobot badan ternak tersebut mencapai 13.6g/hari sehingga bobot akhir ternak kelinci pada perlakuan R3 paling tinggi. Konsentrat meningkatkan bobot bada ternak, jika ransum yang diberikan pada ternak menhandung energi melebihi kebutuhan hidup pokok maka energy tersebut akan dimanfaatkan oleh ternak untuk pertumbuhan (Nuriyasa, 2017). Analisis R/C rasio

Hasil penelitian terkait besarnya imbangan antara penerimaan dan biaya berdasarkan biaya tunai dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa besarnya imbangan antara penerimaan dan biaya produksi (Revenue and Cost Ratio) yaitu 1,47 (R0); 1,30 (R1); 1,24 (R2) dan 1,19 (R3) yang berarti keempat perlakuan tersebut memiliki R/C ratio > 1. R/C ratio merupakan salah satu ukuran yang dpat digunakan untuk mengukur efisiensi pencapaian pendapatan, semakin besar R/C ratio dari suatu usaha maka semakin efisien pencapaian pendapatan dari usaha tersebut (Sukanata, 2017). Perlakuan yang memiliki R/C ratio paling besar berdasarkan biaya tunai adalah R0 yaitu 1,47 yang berarti perlakuan ini paling efisien dibandingkan dengan perlakuan lainya. Berdasarkan biaya total R/C rasio masing masing perlakuan yaitu 0,97 (R0); 0,89(R1); 0,87(R2) dan 0,86 (R3), yang artinya keempat perlakuan tersebut memiliki R/C ratio < 1 dan tidak layak untuk dilakukan.

Break Even Point

Perhitungan titik impas berdasarkan unit kelinci dinyatakan dalam satuan ekor dan titik impas harga dinyatakan dalam satuan Rp/kg. Hasil perhitungan titik impas digunakan untuk mengetahui skala minimal dalam produksi dan harga jual minimal, sehingga usaha yang dilakukan mendapatkan keuntungan. Berdasarkan biaya tunai titik impas dari produksi

adalah 2 ekor (R0); 3 ekor (R1); 3 ekor (R2) dan 3 ekor (R3) yang artinya usaha penggemukan akan mencapai titik impas jika memelihara jumlah ternak tersebut. Sedangkan nilai penjualan tiap ekornya pada tiap perlakuan yaitu Rp 48.043,6 (R0); Rp 54.819,7 (R1); Rp 58.888,4 (R2) dan Rp 66.764,7 (R4). Sedangkan untuk penerimaan penggemukan ini berada pada titik impas jika penerimaan mencapai Rp 135.678,7 (R0); Rp 164.035,5 (R1); Rp 183.358,5 (R2) dan Rp 209.246,1 (R3).

Berdasarkan biaya total, penggemukan kelinci ini akan dalam keadaan BEP pada pemeliharaan 6 ekor (R0); 7 ekor (R1); 7 ekor (R2) dan 8 ekor (R3) dengan kenaikan harga jual tiap perlakuanya menjadi Rp 72.843,6 (R0); Rp 79.619,7 (R1); Rp 83.688,4 (R2); Rp 91.564,7 (R3). Sedangkan kandang yang digunakan merupakan kandang inividu dengan kapasitas maksimal 5 ekor. Sehingga tidak mungkin untuk dilakukan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penambahan konsentrat masih kurang menguntungkan dibanding dengan pemeliharaan tanpa penambahan konsentrat, atau dengan kata lain penambahan konsentrat usaha penggemukan kelinci lokal yang diberi pakan dasar daun wortel tidak efisien secara finansial.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana dan seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian hingga publikasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta

Badan Pusat Statistik, 2014. Proyeksi Populasi Penduduk Indonesia. BPS. Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2017. Produksi Wortel Provinsi Bali Per Kabupaten. BPS. Jakarta.

Darman. 2011. Analisis Ekonomi Usaha Ternak Kelinci. Binus Business review. Vol. 2 No 2 November 2011:914-922.

Farrell, D.J. dan Y.C. Raharjo. 1984. Potensi ternak kelinci sebagai penghasil daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor.

Kartadisastra. 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Mc.Nitt, J.I., N.M. Nephi, S.D. Lukefahr and P.R. Cheeke. 1996. Rabbit Production.

Interstate Publisher, Inc.p. 78-109

Nuriyasa. M. 2012. Respon biologi serta pendugaan kebutuhan energi dan protein ternak kelinci kondisi lingkungan berbeda di daerah dataran rendah tropis.Desertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana.Denpasar.

Putri,B.R.T; I.N.Suparta; I.W. Sukanata; dan Suciani. 2017. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Perbibitan Sapi Bali yang Menggunakan Dana Bansos Di Provinsi Bali. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana

Rukmana, R. 2005. Ubi Kayu Budidaya dan Pascapanen.Kanisius.Yogyakarta.

Sarwono, B. 2002. Kelinci Potong dan Hias. Agro Media Pustaka, Jakarta 7:20-21:45

Sharma K.D., Karki S., Thakur N.S., Attri S. 2012. Chemical composition, functional properties and processing of carrot – a review.J. Food Sci. Technol., 49(1): 22-32. DOI: 10.1007/s13197-011-0310-7

Smith, J.B. & Mangkowidjojo. 1988. Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. UI Press, Jakarta

Soekartawi, 2006.Agribisnis Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.Soekartawi. 2002.

Sukanata, I W., B.R.T. Putri., Suciani, dan I G. Suranjaya. 2017. Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Babi Bali yang Menggunakan Pakan Komerial (Studi Kasus Di Desa Gerokgak-Buleleng). Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 20 No 2. Hal. 60-63.

Dewi et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 576- 584

Page 584