Comparative Study of Organoleptics Pork from Landrace Pig Fed Based On Landfills Waste with Commercial Feed
on

e--journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: August 20, 2018
Accepted Date: September 6, 2018
Editor-Reviewer Article;: N. W. Siti & I M. Mudita
Studi Perbandingan Organoleptik Daging dari Babi Landrace yang Diberi Pakan Berbasis Sampah TPA dengan Pakan Komersial
Sanjaya. I K. W., I N. T. Ariana dan N L. P. Sriyani
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar e-mail: [email protected] Telepon. 085829073185
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kualitas organoleptik daging dari babi landrace yang diberi pakan berbasis sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan daging dari babi landrace yang diberi pakan komersial. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Gedung Agrokomplek Universitas Udayana. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perbandingan dua sampel daging yang berbeda. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis Non-Parametrik uji Mann-Whitney dengan bantuan SPSS 24. Variabel organoleptik yang diamati dalam penelitian ini meliputi warna, aroma, tekstur, keempukan¸citarasa dan penerimaan keseluruhan. Perlakuan tersebut terdiri dari daging dari babi landrace yang diberi pakan berbasis sampah TPA dengan daging dari babi landrace yang diberi pakan komersial. Dari hasil penelitian didapatkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, tekstur, keempukan, citarasa dan penerimaan keseluruhan daging dari babi landrace yang diberikan pakan berbasis sampah TPA secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan daging dari babi yang diberikan pakan komersial. Sedangkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma daging dari babi landrace yang diberikan pakan berbasis sampah TPA secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan daging dari babi yang diberi pakan komersial. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daging dari babi landrace yang diberi pakan berbasis sampah TPA memiliki kualitas organoleptik yang lebih rendah dibandingkan daging dari babi landrace yang diberi pakan komersial.
Kata Kunci: Babi Landrace, Kualitas Daging, TPA.
Comparative Study of Organoleptics Pork from Landrace Pig Fed Based On Landfills Waste with Commercial Feed
ABSTRACT
This study aims to find out the comparative quality of organoleptic pork from landrace pigs that are fed to landfill (TPA) waste with meat from landrace pigs fed by commercial feed. The research was conducted in the Laboratory of Animal Product Technology and Microbiology Faculty of Animal Husbandry, Agrokomplek Building of Udayana University. This study used Completely Randomized Design (CRD) with a comparison of two different meat samples. Data analysis was performed by using Mann-Whitney Non-Parametric analysis with the help of SPSS 24. Organoleptic variables observed in this study include color, aroma, texture, tenderness, taste

and overall acceptance. The treatment consisted of meat from landrace pigs fed on landfill waste with meat from landrace pigs fed by commercial feed. From the result of the research, it is found that panelist's favorite level of color, texture, tenderness and meat flavor of landfill pigs are fed significantly (P<0.05) with pigs given commercial feed. While the panelist's favorite level of landrace pigs aroma given by landfill-based waste feed was statistically not significantly different (P>0.05) with commercially fed pigs. Based on the results of this study it can be concluded that meat from landrace pigs fed on landfill waste has lower organoleptic quality compared to meat from landrace pigs fed by commercial feed.
Key words: Landrace Pigs, Meat Quality, TPA.
PENDAHULUAN
Usaha peternakan babi merupakan salah satu usaha yang banyak ditekuni masyarakat Bali. Usaha ini dilakukan selain sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga juga sebagai penunjang kebutuhan protein hewani masyarakat. Salah satu jenis daging yang dikonsumsi masyarakat di Bali adalah daging babi. Disnakkeswan (2016) menyatakan produksi daging babi di Provinsi Bali pada tahun 2016 adalah sebanyak 166.535,05 ton. Bertambahnya jumlah penduduk dan pola pikir masyarakat yang semakin berkembang tentang pangan bergizi tidak hanya menyebabkan meningkatnya konsumsi daging sebagai sumber protein, tetapi turut pula meningkatkan tuntutan konsumen akan daging yang berkualitas, terlihat dari semakin selektifnya konsumen sekarang dalam memilih daging. Hal ini merupakan suatu permintaan kepada peternak untuk menyediakan daging yang berkualitas.
Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Protein hewani sangat bermanfaat untuk pertumbuhan, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses dalam tubuh dan menyediakan energi untuk aktivitas tubuh (Norman, 1988). Salah satu daging yang populer di pulau Bali adalah daging yang berasal dari ternak babi. Babi yang berkembang di Bali adalah babi bali, sadleback, yorkshire, duroc dan babi landrace. Babi landrace (Sus scrofa) adalah salah satu bangsa babi di dunia yang mempunyai banyak keunggulan antara lain produksi karkas dan kualitas daging yang cukup baik, juga tingkat perdagingan karkasnya yang cukup tinggi meaty. Populasi ternak babi landrace di Bali cukup tinggi dan sedang dikembangkan dengan sistem peternakan yang cukup intensif.
Usaha peningkatan kualitas daging babi tergantung atau dipengaruhi dari ransum yang diberikan pada ternak selama masa pertumbuhannya. Ransum yang baik harus sesuai dengan standar yang dibutuhkan ternak untuk pertumbuhannya. Biaya ransum juga merupakan biaya
terbesar dalam usaha peternakan babi yaitu mencapai 60% sampai dengan 80% dari total biaya produksi (Sihombing, 2006). Bagi usaha peternakan babi kuantitas dan kualitas pakan merupakan hal yang paling penting guna mencapai target berat badan yang diinginkan dengan waktu pemeliharaan yang cepat. Pemberian ransum murah dengan kualitas yang rendah, ketidak seimbangan jumlah nutrisi ransum yang diberikan, serta pembatasan pemberiannya seringkali dilakukan untuk menekan biaya tersebut, tentu akan mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan. Pencarian bahan ransum alternatif dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan, kualitas dan harga, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Selain itu, untuk menekan biaya ransum diantaranya dapat dilakukan dengan memanfaatkan pakan berbasis sampah kota, yang berasal dari berbagai daerah di kota Denpasar dan dari berbagai sumber seperti: sampah pasar, sampah rumah tangga, sampah perkebunan, sampah umum, dan sebagainya (Muriantini et al., 2015).
Manajemen peternakan babi landrace di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar, jika dibandingkan dengan manajemen peternakan babi landrace yang dipelihara secara intensif di Bali, ternak babi landrace tersebut dikandangkan, dimandikan, namun mendapat pakan berbasis sampah kota yang diperoleh dari lingkungan sekitar TPA, sedangkan pemeliharaan babi landrace secara intensif yakni ternak babi juga dikandangkan, pemberian pakan sudah dilakukan dengan teratur dan pemberian pakan yang cukup baik. Babi landrace yang dipelihara secara intensif diberi pakan komersial. Sistem pemberian pakan pada ternak ad libitum, diberikan dua kali dalam sehari pagi dan sore. Penampilan ternak babi landrace yang dipelihara di TPA Suwung Denpasar cukup sehat dan tidak bermasalah. Jalur tataniaga produksi ternak babi tersebut adalah kepasar-pasar umum yang sebelumnya melalui jalur tukang potong. Daging sebagai hasil pemotongan ternak babi sudah pasti terjual kekonsumen yang ada di Bali, yang bergabung dengan daging-daging babi lainnya.
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik beserta interaksi antara kedua faktor tersebut. Faktor intrinsik yang berpengaruh terhadap kualitas daging adalah bangsa (genetik), jenis kelamin, dan umur, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi ransum dan penanganan ternak sebelum dipotong dan penanganan daging pasca mati (Lawrie, 2003). Faktor yang sangat menentukan penerimaa daging dipasaran adalah faktor organoleptik daging seperti: warna, aroma, tekstur, keempukan dan citarasa daging (Soeparno, 1994), karena faktor organoleptik
merupakan penilaian langsung oleh konsumen dengan menggunakan panca indra mereka dan hasilnya merupakan nilai penerimaan dari konsumen itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui lebih dalam terkait dengan studi perbandingan organoleptik daging dari babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA dengan pakan komersial.
MATERI DAN METODE
Ternak Babi
Penelitian ini menggunakan daging dari babi pada bagian otot Longisimmus dorsi yang berasal dari 24 ekor babi jantan pada fase finisher dengan berat badan akhir 90±0,53 kg yang masing-masing 12 sampel diperoleh dari babi landrace yang diberi pakan berbasis sampah TPA (B) dan 12 sampel diperoleh dari babi landrace yang diberi pakan komersial (A).
Ransum
Ransum yang diberikan dalam penelitian ini adalah sisa-sisa makanan yang berasal dari sekitar TPA Suwung Denpasar yang secara spesifik terdiri atas sampah sayuran, sampah buah-buahan dan sampah dapur. Kompisisi bahan dan kandungan nutrien ransum ternak babi landrace dapat dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi bahan pakan ternak babi perlakuan B
Bahan |
P |
Tepung jagung (%) |
30 |
CP552 (%) |
20 |
Dedak padi (%) |
49 |
Mineral (%) |
1 |
Starbio (%) |
0,25 |
Total (%) |
100 |
Keterangan: P=Perlakuan
Sumber : UD. Sumber Tani
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu peralatan yang dibutuhkan dalam pengujian kualitas organoleptik daging yaitu untuk variable warna, aroma, tektur keempukan dan citarasa menggunakan pisau untuk memotong daging, sedangkan untuk keempukan dan citarasa menggunakan kompor gas, penggorengan, sendok penggorengan, dan tisu. Untuk pengambilan data diperlukan sendok makan, piring kertas, air mineral, alat tulis dan kuisioner. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah minyak goreng untuk pengujian variable
keempukan dan cita rasa. Bahan penunjang dalam penelitian ini yaitu pakan berbasis sampah TPA yang dianalisis proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana untuk mengetahui kandungan nutrien dari masing-masing sampel sampah.
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum ternak babi
Komposisi nutrient |
Pakan A |
Pakan B |
Standar |
Protein kasar (%) |
29,58 |
13,00 |
13,00 |
Serat kasar (%) |
8,77 |
8,00 |
7,00 |
Lemak kasar (%) |
24,42 |
9,00 |
8,00 |
Kadar abu (%) |
9,37 |
- |
8,00 |
Kalsium (%) |
- |
0,40 |
0,80 |
Fosfor (%) |
- |
0,31 |
0,40 |
Gross energi (kkal/kg) |
4134 |
- |
- |
Energi metabolis (kkal/kg) |
- |
2822 |
3000 |
Keterangan:
A: Bahan Pakan TPA, Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fapet UNUD (2017)
B: Kandungan nutrisi konsentrat
Standar berdasarkan SNI (2006)
Tempat dan Lama Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 januari 2018 sampai dengan 5 maret 2018 di peternakan babi tempat pembuangan akhir (TPA) yang beralamat di Jalan TPA Suwung, Desa Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan pada peternakan babi yang diberi pakan komersial milik Bapak Gede Dharma di Jalan Trengguli, Penatih, Denpasar Timur. Tempat pemotongan daging di RPH Pesanggaran di Jalan Raya Sesetan N0.23 Denpasar. Sedangkan penelitian pengujian kualitas organoleptik daging yang dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, yang terletak di Jalan P.B Sudirman, Denpasar.
Variabel/Peubah yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah warna, aroma, tekstur, citarasa dan penerimaan secara keseluruhan terhadap dua sampel daging yang diujikan. Penguji produk dilakukan oleh panelis semi terlatih dengan menunjukkan responnya kedalam format uji kuisioner yang dapat dilihat pada lampiran. Dalam uji hedonik tersebut menggunakan Metode Consumer Preference Test yaitu metode pengujian secara langsung dilakukan oleh panelis, yang menilai suatu sifat atau kualitas dari produk. Panelis menilai menurut tanggapan pribadi
terhadap perbandingan organoleptik daging dari babi landrace yang diberi pakan berbasis sampah TPA dengan pakan komersial.
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) membandingkan dua sampel daging yang berbeda. Sampel organoleptik diujikan kepada 32 orang panelis semi terlatih dari mahasiswa semester enam dan delapan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Panelis semi terlatih adalah panelis yang mengetahui sifat sensorik dari sampel karena mendapat penjelasan atau pelatihan singkat (Soekarto, 1985). Sampel pertama (A) merupakan sampel yang berasal dari daging babi landrace yang diberi pakan komersial sedangkan sampel kedua (B) merupakan sampel yang berasal dari daging babi landrace yang diberi pakan berbasis sampah TPA.
Analisis Data
Data organoleptik yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis Non-Parametrik uji Mann-Whitney (Saleh, 1996) dengan bantuan program SPSS 24.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna
Warna merupakan salah satu sifat sensoris daging yang dinilai paling awal, karena penilaian warna dapat dilakukan saat pertama kali daging dilihat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna daging dari babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA lebih rendah dibandingkan dengan daging dari babi yang diberi pakan komersial dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan karena warna pada daging dari babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA merah kecoklatan sedangkan daging dari babi yang diberi pakan komersial berwarna merah muda cerah. Perbedaan warna tersebut diduga dipengaruhi oleh pemberian pakan yang berbeda terutama pada pemberian pakan pada babi yang diberikan pakan berbasis sampah TPA yang kandungan nutrisinya tidak terpenuhi setiap saat yang hanya bergantungan pada pakan berbasis sampah TPA sedangkan pada babi yang diberi pakan komersial dengan diberikan pakan lengkap dengan nutirsi standar dari pabrik. Hasil analisis proksimat kandungan bahan pakan berbasis sampah kota Denpasar yang terdiri atas bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), kadar abu, dan gross energi (GE) secara berurutan antara lain 96,49%, 29,58%, 8,77%,
24,42%, 9,37%, dan 4.1343 kkal/kg (Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, 2017).
Tabel 3 Hasil studi kualitas organoleptik daging dari babi landrace yang diberikan pakan
berbasis sampah TPA dengan pakan komersial.
Variabel1) |
Perlakuan2) |
SEM3) | |
A |
B | ||
Warna |
3,78a |
3,44b |
0,183 |
Aroma |
3,63a |
3,34a |
0,239 |
Tekstur |
4,03a |
3,53b |
0,188 |
Keempukan |
4,09a |
3,16b |
0,203 |
Citarasa |
4,03a |
3,47b |
0,203 |
Penerimaan Keseluruhan |
4,53a |
3,03b |
0,131 |
Keterangan :
1) Variabel yang diamati
2) Perlakuan yang diberikan ke masing-masing unit perlakuan, diantaranya:
A: Babi landrace yang diberikan pakan komersial
B : Babi landrace yang diberikan pakan berbasis sampah TPA
3) SEM = Standar Error Of The Threatment Mean
4) Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukan perbedaan nyata atau signifikan (P<0,05) pada baris yang sama. 5) Nilai dengan huruf yang sama menunjukan perbedaan tidak nyata atau non signifikan (P>0,05).
Kebutuhan kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kadar abu, dan energi metabolisme ternak babi periode finisher (bobot badan 75-100 kg) secara berurutan yaitu min.13%, maks.7%, maks.8%, maks.8%, dan min.3000 kkal/kg (SNI, 2006). Berdasarkan hasil analisis proksimat, kandungan bahan pakan berbasis sampah kota Denpasar melebihi anjuran standar SNI (2006). Hal ini disebabkan karena perbedaan kandungan zat makanan yang terdapat dalam ransum. Perbedaan zat makanan dalam setiap bahan pakan dapat disebabkan oleh varietas, musim, proses pengolahan, dan lama penyimpanan (Parakkasi, 1990).
Namun pemberian pakan berbasis sampah TPA tersebut diduga tidak kontinuitas atau tidak secara bertahap dan terus menurus memberikan pakan yang kandunganya melebihi standar tersebut dilain pihak dengan pakan komersial yang merupakan pakan lengkap serta nutrisinya sesuai dengan kebutuhan ternak babi. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) yang menyatakan bahwa faktor penentu warna daging dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot). Faktor penentu utama yang mempengaruhi warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging atau myoglobin, konsentrasi myoglobin berbeda setiap spesies, bangsa dan lokasi otot.
Aroma
Hasil penelitian uji organoleptik pada aroma daging menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma daging dari babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA lebih rendah dibandingkan dengan daging dari babi yang diberi pakan komersial dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian dengan tingkat kesukaan yang hampir sama pada kedua sampel. Namun secara pemeliharaan dari babi yang diberi pakan komersial cukup diperhatikan serta pakan yang diberikan semua dari pakan pabrik sehingga aroma daging babi komersial tidak cenderung apek. Sedangkan babi yang diberikan pakan berbasis sampah TPA yang pemeliharaanya kurang diperhatikan serta jarang dimandikan aroma dagingnya cenderung lebih apek. Budaarsa (2012) menyatakan bahwa aroma daging babi dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan pada saat masih hidup.
Tekstur
Hasil tekstur daging dari babi pada uji organoleptik menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur daging dari babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA lebih rendah dibandingkan dengan daging dari babi yang diberi pakan komersial dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan daging dari babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa faktor didalam otot dan ukuran berkas otot memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat fisik tekstur daging tersebut. Jika dilihat dari tipe babi komersial dan babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA merupakan sama tipe dari babi landrace persilangan, serta pemeliharaanya juga sama dengan cara dikandangkan. Jika dilihat dari serat otot pada babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA lebih kasar dibandingkan dengan babi yang diberi pakan komersial. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran kandang serta aktifitas kedua babi didalam kandang. Pada babi yang di TPA dengan ukuran kandang panjang sepuluh meter, lebar lima meter yang diisi babi delapan sampai sepuluh ekor babi disetiap kandang. Pada babi yang diberikan pakan komersial dikandangkan dengan kandang koloni atau kelompok ukuran panjang enam meter, lebar empat meter yang diisi babi hingga sepuluh ekor. Menurut Tobing (2012) yang menunjukkan bahwa tingginya penerimaan panelis terhadap tekstur daging babi peliharaan kemungkinan besar disebabkan perbedaan aktivitas babi peliharaan dengan babi tidak dikandangkan di mana babi peliharaan tidak banyak bergerak oleh karena hidup di dalam kandang dan dipelihara secara intensif. Kondisi ini menyebabkan otot
tidak banyak beraktivitas sehingga jumlah jaringan ikat dalam otot lebih sedikit yang menjadikan tekstur daging babi peliharaan lebih halus dan disukai oleh panelis.
Keempukan
Keempukan daging merupakan salah satu penilaian terhadap kualitas daging serta salah satu sifat penting yang mempengaruhi daya terima daging untuk dikonsumsi. Pengujian organoleptik terhadap keempukan dagang babi menggunakan metode langsung adalah penilaian sensori berdasarkan pengunyahan daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap keempukan daging babi TPA lebih rendah dibandingkan dengan daging babi komersial dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan oleh kualitas dari pakan babi TPA yang tidak efisien serta kandungan pakan berbasis sampah TPA itu tidak selalu terpenuhi setiap harinya, sedangkan babi yang diberikan pakan komersial yang merupakan pakan yang sudah terpenuhi akan kebutuhan nutrisi serta pemberian pakan yang teratur pada babi tersebut. Kondisi seperti ini daging babi komersial lebih empuk dibandingkan daging babi TPA. Menurut Lebret (2008) pembatasan pemberian pakan dapat mempengaruhi performans ternak babi. Pembatasan pemberian pakan sampai 25 % pada ternak babi periode growing sampai finishing dapat menurunkan laju pertumbuhan sampai 27%, menurunkan deposisi lemak, karkas lebih kurus, lemak marbling berkurang sampai 25 %, sehingga eating quality (keempukan dan kesan jus) berkurang apabila dibandingkan dengan pemberian pakan secara teratur.
Citarasa
Citarasa merupakan kualitas sensoris daging yang dinilai melalui indra pengecap pada lidah dan bibir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap citarasa daging babi yang diberi pakan berbasis sampah TPA lebih rendah dibandingkan dengan daging babi yang diberikan pakan komersial dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa setelah melalui proses pemasakan dengan cara digoreng daging babi komersial lebih gurih serta lebih empuk dibandingkan daging babi TPA. Hal ini dipengaruhi oleh pakan yang diberikan pada babi komersial dengan diberikan pakan pabrik berkualitas serta sesuai standar, sedangkan pada babi TPA yang memanfaatkan sampah TPA yang sudah dipilah dijadikan pakan.
Penerimaan keseluruhan
Daya terima merupakan bagian dari parameter sensoris daging untuk tingkat penerimaan konsumen terhadap semua sifat sensoris daging. Penilaian akhir atau penerimaan daging didasarkan atas tingkat daya terima konsumen secara keseluruhan dan yang mendasari panelis memutuskan daging mana yang paling diterima atau disukai panelis. Kepuasan yang berasal dari konsumen daging tergantung pada respon fisiologis dan sensoris diantara masing-masing individu konsumen. Hasil analisis statistik dari uji organoleptik pada penelitian ini menunjukan bahwa skor daya terima daging babi TPA dengan babi komersial memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis, daging babi TPA memiliki skor penerimaan yang lebih rendah dibandingkan dengan daging babi komersial, yang artinya bahwa panelis lebih menyukai daging babi komersial dibandingkan dengan daging babi TPA. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena pada penilaian terhadap aroma, tekstur keempukan dan citarasa daging, daging babi komersial lebih disukai dibandingkan daging babi TPA.
Warna pada daging babi TPA merah kecoklatan sedangkan daging pada babi komersial berwarna merah muda cerah. Perbedaan warna tersebut dipengaruhi oleh pemberian pakan yang berbeda terutama pada pemberian pakan pada babi TPA yang kandungan nutrisinya tidak terpenuhi setiap saat yang hanya bergantungan pada pakan berbasis sampah TPA sedangkan pada babi komersial yang diberikan pakan lengkap dengan nutirsi standar dari pabrik. Aroma daging babi komersial dinilai lebih spesifik serta keempukan daging komersial lebih empuk dibandingkan daging babi TPA dan citarasa daging babi komersial dinilai lebih gurih dan enak dibandingkan daging babi TPA. Warna merupakan salah satu sifat sensoris daging yang dinilai paling awal, karena penilaian warna dapat dilakukan saat pertama kali daging dilihat. Tekstur merupakan sifat sensoris daging yang berkaitan dengan tingkat kehalusan dan daya putus daging. Sedangkan aroma keempukan dan citarasa merupakan sebuah sifat sensoris yang memberikan nilai yang tinggi terhadap tingkat penerimaan konsumen pada suatu bahan pangan, oleh sebab itu secara keseluruhan konsumen lebih menyukai daging babi komersial karena memiliki warna, aroma, tekstur, keempukan dan citarasa yang lebih menarik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daging dari babi landrace yang diberikan pakan berbasis sampah TPA memiliki kualitas organoleptik warna, tekstur keempukan,
citarasa serta penerimaan secara keseluruhan lebih rendah daripada daging dari babi landrace yang diberikan pakan komersial, namun dengan aroma daging yang tidak berbeda.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Udayana, Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Disnakkeswan. 2016. Informasi Data Peternakan Provinsi Bali Tahun 2016. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. Denpasar.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Muriantini, N. M., N. L.P Sriyani dan I. N. T Ariana. 2015. Studi Jenis-jenis Pakan dan Kandungan Nutrien dari Sampah Kota sebagai Pakan Ternak Sapi Bali di Area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Pedungan. Journal of Tropical Animal Science. (2):281-294.
Sihombing, D. T. H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia 01-3914-2006. 2006. Pakan Babi Penggemukan (Pig Finisher). Perpustakaan Pribadi Komang Budaarsa Fapet Unud. Denpasar.
Norman, W.D. 1988. Teknologi Pengawetan Daging. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Saleh, S.1996. Statistik Non Parametrik. Penerbit BPFE Yogyakarta.
Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali. Dari Beternak, Kuliner, hingga Sesaji. Buku Arti. Denpasar
Lebret, B. 2008. Effects of feeding and rearing systems on growth, carcass composition and meat quality in pigs. Anim.2(10):1548O1558.
Soeparno.1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan cetakan ke-2 Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Tobing S. Wardani. 2012. Perbandingan kualitas karkas dan daging antara babi peliharaan dengan babi hutan. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.
Sanjaya et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 565- 575
Page 575
Discussion and feedback