Protein Balance and Growth Of Heifer Provided Content Rations with Different Energy and Protein
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]

Submitted Date: August 15, 2018 Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita
Accepted Date: September 6, 2018
Keseimbangan Protein dan Pertumbuhan Sapi Bali Dara yang Diberikan Ransum dengan Kandungan Energi dan Protein yang Berbeda
Nasrullah, H. I., I. G. Mahardika dan, N. N. Suryani
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman Denpasar
E-mail: [email protected] Telp. 089653414555
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh imbangan protein dan energi ransum terhadap konsumsi protein dan pertambahan berat badan sapi dara. Penelitian dilakukan di Sentra Peternakan Rakyat Desa Belok Sidan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung selama tiga bulan dengan menggunakan 12 ekor sapi bali dara yang dibagi dalam tiga kelompok dengan berat badan awal/kelompok yang berbeda-beda sebagai ulangan. Perlakuan terdiri atas ransum yang mengandung protein 12% dan energi 2000 kkal ME/kg (A), protein 13% dan energi 2100 kkal ME/kg (B), protein 14% dan energi 2200 kkal ME/kg (C), dan protein 15% dan energi 2300 kkal ME/kg (D). Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi konsumsi protein, pertambahan berat badan, dan protein tercerna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi protein tertinggi diperoleh perlakuan (D) 686,56 g/e/h secara statistik berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan (A), Protein tercerna tertinggi diperoleh perlakuan (D) 525,71 g/e/h secara statistik berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan (A). Protein feses tertinggi diperoleh perlakuan (A) 223,35 g/e/h secara statistik berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dari perlakuan (D), pertambahan berat badan tertinggi diperoleh pada perlakuan (D) 422,03 g/e/h secara statistik berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan (A). Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pemberian ransum dengan kadar protein 12-15% dan energi 2000-2300 kkal ME/kg dapat mempengaruhi konsumsi protein, protein tercerna, protein feses, dan pertambahan berat badan sapi bali dara.
Kata kunci: protein dan energi, pertambahan berat badan, sapi bali dara
Protein Balance and Growth Of Heifer Provided Content Rations with Different Energy and Protein
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of protein or energy rations on protein consumption and weight gain of dara. The research was conducted at Animal Farm of Belok Sidan Village, Petang Sub-district, Badung Regency for three months by using 12 heifer cows were divided into three groups with initial weight/different groups as repetition. The treatments consisted of rations containing 12% protein and 2000 kcal energy ME/kg (A), 13% protein and 2100 kcal energy ME/kg (B), 14% protein and 2200 kcal ME/kg (C) energy, and protein 15% and energy 2300 kcal ME/kg (D). The variables observed in this study include protein consumption, weight gain, and digestible protein. The results showed that the highest protein consumption was obtained by treatment (D) 686,56 g/h/d with statistically significant difference (P< 0.05) higher than treatment (A). The highest digestible protein was obtained treatment (D) 525,71 g/h/d statistically significantly different (P <0.05) higher than treatment

(A). The highest stool protein obtained by treatment (A) 223,35 g/h/d was statistically significant different (P> 0.05) higher than treatment (D). The highest weight gain obtained by treatment (D) 422,03 g/h/d was significantly different (P <0.05) higher than treatment (A). Based on the results of this study the rations given with protein content of 12-15% and energy 2000-2300 kkal ME/kg can affect consumption of protein, digestible protein, fecal protein, and weight gain of heifer cows.
Keywords: protein and energy, weight gain, heifer cows
PENDAHULUAN
Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang sangat berpotensi sebagai ternak potong karena dilihat dari tipe sapi bali itu sendiri yaitu tipe pedaging dan juga mempunyai prospek pemasaran yang sangat baik karena di negara indonesia masih sangat kekurangan daging. Diantara sapi lokal lainnya sapi bali adalah sapi yang paling diminati yaitu sebesar 32,31% (Pendapatan sapi potong, perah dan kerbau (PSPK), 2011) sehingga sapi bali dapat memasok kebutuhan daging di Indonesia sekitar 26% (Guntoro, 2006).
Produktivitas sapi lokal di Indonesia sangatlah rendah, mengingat sebagian besar peternak di Indonesia masih menggunakan sistem pemeliharaan secara tradisional dengan pemberian pakan seadanya (Muladno, 2012). Winugroho et al. (2002) melaporkan bahwa seekor ternak yang mendapatkan jumlah pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhannya akan mengakibatkan cekaman dan akan mengakibatkan terjadinya penurunan bobot hidup ternak tersebut. Bila hal ini terjadi terus menerus akan mempengaruhi reproduksi dari ternak yang bersangkutan seperti hambatan estrus dan tidak bunting. Fakta yang ada di lapangan menunjukan bahwa produsen ternak sapi didominasi oleh peternak berskala kecil menghasilkan bakalan sapi, sapi jantan potong, dan juga betina produktif yang beragam kualitas mulai dari baik, sedang, maupun buruk. Hal ini disebabkan karena pola yang diterapkan oleh peternak sangat beragam (Muladno, 2012). Sapi dara adalah sapi betina muda yang telah berumur satu tahun atau lebih dan belum pernah beranak.
Sapi dara sebaiknya dipisahkan dari induknya dan sebaiknya dikeluarkan dari kandang agar bisa bergerak lebih leluasa karena sapi dara yang kurang pergerakan akan mengalami pertumbuhan yang terlambat. Sapi dara dipelihara agar terpenuhi kebutuhan nutriennya sebagai calon induk yang baik. Dengan terpenuhinya kebutuhan nutrien yang optimal maka akan berpengaruh terhadap perkembangan organ-organ reproduksi sebagai induk yang baik sehingga bisa melahirkan pedet yang berkualitas pula. Suparyanti, (2002) melaporkan bahwa pedet jantan sapi friesian holstein dipelihara dataran tinggi pertambahan berat badan dapat mencapai 1 kg/hari dengan pemberian konsentrat yang mengandung protein 17% sebanyak 6 kg/ekor, sedangkan
di Balai Penelitan Ternak Ciawi dengan diberikan rumput raja ad libitum dan konsentrat (16% protein) sebanyak 4 kg/ekor/hari dapat mengahasilkan pertambahan bobot badan 0,68 – 0,76 kg/ekor/hari.
Keseimbangan protein merupakan keseimbangan antara jumlah protein yang dikonsumsi dengan protein yang dikeluarkan. Besarnya keseimbangan protein menunjukkan besarnya protein yang dimanfaatkan dan disimpan didalam tubuh. Oleh karena itu, keseimbangan protein yang tinggi dapat meningkatkan pertambahan bobot ternak. Menurut Mariani et al. (2015), keseimbangan protein tertinggi pada sapi bali jantan dihasilkan pada pemberian protein sebesar 15,42% dan GE 4,02 Mcal/kg DM.
Penelitian ini perlu dilakukan, karena masih belum banyak dilakukan dan penelitian ini merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas dan produktivitas ternak sapi bali dara. Penelitian ini nantinya diharapkan untuk mengetahui pengaruh imbangan Protein dan Energi ransum terhadap konsumsi protein dan pertambahan berat badan sapi dara serta hubungan antara konsumsi protein dengan pertambahan berat badan sapi dara sehingga dapat mempercepat pemenuhan daging di Indonesia
MATERI DAN METODE
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan adalah 12 ekor sapi bali dara dengan berat badan 193 ± 18,13 kg, masing-masing sapi dara dipelihara di kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput gajah thailand.
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan kandang individu sebanyak 12 petak dengan ukuran panjang × lebar = 200 cm × 150 cm yang dilengkapi dengan tempat pakan. Tempat pakan terbuat dari beton dengan ukuran tempat pakan berkisar 100 × 500 cm dan tempat minum digunakan ember plastik.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah timbangan shalter dan digital, ember plastik untuk menampung feses, keranjang, sekop, kantung plastik besar untuk menampung sisa ransum, ayakan untuk memisahkan konsentrat dan hijauan sisa ransum, tempat sampel dan kegiatan analisis kandungan protein ransum maupun feses dilakukan dengan menggunakan labu Kjeldahl.
Ransum dan air minum
Ransum yang diberikan pada penelitian ini terdiri dari hijauan dan konsentrat. Ransum konsentrat diberikan pada pagi hari sedangkan pakan hijauan di berikan dalam keadaan masih segar pada siang hari. Air minum diberikan secara ad libitum. Adapun komposisi ransum yang disusun berdasarkan bahan kering (BK) adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Komposisi ransum berdasarkan bahan kering (BK)
Komposisi (%) |
Perlakuan | |||
A |
B |
C |
D | |
Konsentrat |
39 |
32 |
37 |
35 |
Tepung kacang kedelai |
2 |
3,25 |
4 |
9,1 |
Urea |
0,3 |
0,8 |
1 |
0,9 |
Molases |
0 |
3 |
4 |
4 |
Rumput raja |
58,2 |
59,7 |
51,7 |
48 |
Minyak kelapa |
0 |
0,75 |
1,8 |
2,5 |
Vitamin/mineral |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
Jumlah |
100 |
100 |
100 |
100 |
Sumber: Suryani et al. (2017)
Analisa dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet-Unud
Tabel 2. Komposisi nutrien ransum
Nutrien Pakan |
Perlakuan | |||
A |
B |
C |
D | |
Protein kasar (%) |
12 |
13 |
14 |
15 |
ME (kkal/kg) |
2000 |
2100 |
2200 |
2300 |
Lemak kasar (%) |
10,15 |
10,97 |
12,78 |
13,55 |
Serat kasar (%) |
20,81 |
20,61 |
19,10 |
17,66 |
Kalsium (%) |
1,43 |
1,29 |
1,36 |
1,29 |
Phospor (%) |
0,56 |
0,54 |
0,59 |
0,54 |
ADF (%) |
31,06 |
30,00 |
27,34 |
25,67 |
Sumber: Suryani et al. (2017)
Analisa dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet-Unud
Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Belok Sidan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung selama 3 bulan. Analisis sampel ransum dan feses dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 kelompok sapi dara dengan berat badan yang berbeda sebagai ulangan, adapun perlakuannya adalah sebagai berikut:
A= ransum mengandung 12% protein kasar dan 2000 kkal ME/kg
B= ransum mengandung 13% protein kasar dan 2100 kkal ME/kg
C= ransum mengandung 14% protein kasar dan 2200 kkal ME/kg
D= ransum mengandung 15% protein kasar dan 2300 kkal ME/kg
Pemberian ransum dan air minum
Ransum yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat. Ransum konsentrat diberikan pada pagi hari, sedangkan ransum hijauan diberikan dalam keadaan segar pada siang hari. ransum diberikan sebanyak 3% dari berat badan, sedangkan hijauan ditimbang sesuai dengan jumlah komposisi ransum yang diberikan, air minum diberikan tidak terbatas (ad libitum).
Pengelompokan ternak
Sapi yang akan digunakan dalam penelitian ini ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukannya pengelompokan. Dua belas ekor sapi dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan berat badan. Sapi dengan berat badan hampir sama ditempatkan dalam satu kelompok dan satu kelompok terdiri dari 4 ekor sapi. Dengan demikian didapatkan 3 kelompok ternak dengan berat badan awal/kelompok yang berbeda-beda. Setiap kelompok akan mendapatkan semua perlakuan, dan ternak dalam kelompok diacak untuk mendapatkan perlakuan tersebut. Cara pengukuran protein
Pengukuran protein dilakukan dengan dengan menggunakan metode “semi mikro Kjeldhal” (A.O.A.C., 1990).
Protein kasar dihitung dengan rumus:
. , M C⅛-e3 X⅛25 X 14
Protein kasar (%): -----—^-----x IOO %
BS
Keterangan:
A : Volume untuk titrasi sampel (ml)
B : Volume untuk titrasi blangko (ml)
BS : Berat sampel (g) / (ml)
0,1 : Normalitas HCL
-
14 : Berat molekul N
-
6, 25 : Faktor protein
Peubah yang diamati
Terdapat 3 peubah yang diamati yaitu:
-
a. Konsumsi protein
Konsumsi protein = konsumsi protein kosentrat + konsumsi protein hijauan
Keterangan :
Konsumsi protein konsentrat : Konsumsi konsentrat × % BK × % protein
Konsumsi protein hijauan : Konsumsi hijauan × % BK × % protein
-
b. Pertambahan berat badan:
Penimbangan sapi bali dara dilakukan setiap 2 minggu sekali untuk mengetahui
pertambahan berat badannya. Untuk mengetahui pertambahan berat badan harian dilakukan dengan cara membagi pertambahan berat badan secara keseluruhan dengan lamanya
penelitian.
Pertambahan Bobot Badan Harian:
BB akhir (kg)-B B awal (kg)
Lania Penelitian (hari)
-
c. Protein Tercerna
Pengukuran Protein feses diukur dengan metode koleksi total. Periode koleksi total dilakukan selama 7 hari pada minggu terakhir penelitian. Adapun rumus untuk menghitung protein tercerna sebagai berikut:
Protein Tercerna: Konsumsi protein – Protein feses
Keseimbangan protein dihitung dari protein konsumsi, protein feses, protein urin, protein tercerna dan protein retensi. Hubungan antara protein tercerna dan pertumbuhan dicari dengan model regresi.
Analisis Data
Analisis yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1991)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan konsumsi protein pada sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan protein dari 12% menjadi 15% dan kandungan energi dari 2000 menjadi 2300 kkal ME/kg. Konsumsi protein sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan protein 12% dan energi 2000 kkal ME/kg (perlakuan A) adalah 596,94 g/e/h (Tabel 3). Sapi bali dara yang mendapatkan pelakuan B, C dan D adalah masing-masing 10,96%, 10,10%, dan 15,01% nyata lebih tinggi (p<0,05) daripada perlakuan A.
Protein tercerna mempunyai rata-rata yang sama dengan konsumsi protein. Semakin tinggi kandungan protein dan energi ransum, maka protein tercerna juga semakin tinggi. Sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 12% dan energi 2000 kkal ME/kg (perlakuan A) mendapatkan hasil protein tercerna terendah yaitu 373,69 g/e/h (Tabel 4.1). Meningkatkan protein menjadi 13% dan energi 2100 kkal ME/kg; 14% protein dan 2200
kkal ME/kg dan 15% protein dengan energi 2300 kkal ME/kg nyata (P<0,05) meningkatkan protein tercerna masing-masing 24,84%, 28,40% dan 40,68%.
Tabel 3. Pengaruh ransum perlakuan terhadap keseimbangan protein dan pertambahan berat badan
Variabel |
Perlakuan |
SEM3) | |||
A1) |
B |
C |
D | ||
Konsumsi Protein (g/e/h) |
596,94a2) |
662.41b |
657,24b |
686,56b |
16,94 |
Protein Tercerna (g/e/h) |
373,69a |
466,53b |
479,83b |
525,71b |
26,16 |
Protein Feses (g/e/h) |
223,25c |
195,88b |
177,41ab |
160,85a |
6,92 |
PBB (g/e/h) |
316,18a |
389,67ab |
317,07a |
422,03b |
22,60 |
Keterangan
-
1) A : Ransum mengandung 12% protein kasar dan 2000 kkal ME/kg
B : Ransum mengandung 13% protein kasar dan 2100 kkal ME/kg
C : Ransum mengandung 14% protein kasar dan 2200 kkal ME/kg
D : Ransum mengandung 15% protein kasar dan 2300 kkal ME/kg
-
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
-
3) SEM : Standard Error of The Treatment Means3
Berbeda halnya dengan konsumsi protein dan protein tercena. Semakin tinggi protein dan energi ransum, maka protein yang dikeluarkan melalui feses semakin sedikit. Sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 12% dan 2000 kkal ME/kg perlakuan B mengeluarkan protein dalam feses paling tinggi yaitu 223,25 g/e/h (Tabel 4.1). Protein feses pada perlakuan C 20,53% lebih rendah daripada perlakuan A, akan tetapi secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Sementara perlakuan B dan D masing-masing 12,26% dan 27,95% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada perlakuan A.
Peningkatan kandungan protein kasar dari 12% menjadi 15% dan kandungan energi dari 2000 kkal ME/kg menjadi 2300 kkal ME/kg menyebabkan terjadinya peningkatan pertambahan berat badan pada sapi bali dara. Pertambahan berat badan sapi bali dara yang mendapatkan ransum perlakuan A adalah 316,18 g/e/h, perlakuan B 389,67 g/e/h, perlakuan C 317,07 g/e/h, dan perlakuan D 422,03 g/e/h (Tabel 4.1). Pertambahan berat badan sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan protein 13% dan energi 2100 kkal ME/kg (perlakuan B) dan perlakuan C dengan protein ransum 14% dan energi 2200 kkal ME/kg masing-masing 23,24% dan 0,28% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A, tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). sedangkan protein 15% dengan energi 2300 kkal ME/kg 33,47% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A namun secara statistik perlakuan A, B, dan C berbeda tidak nyata (P>0,05).
Pemberian ransum dengan kandungan protein 12%-15% dan kandungan energi 20002300 kkal/kg secara statistik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi protein sapi bali
dara. Konsumsi protein dipengaruhi jumlah kandungan protein dalam ransum yang diberikan, semakin tinggi kandungan protein dalam ransum maka semakin tinggi pula konsumsi ransum yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi karena ransum yang menyediakan lebih banyak protein dapat lebih banyak membantu pertumbuhan mikroba di dalam rumen sehingga jumlah protein yang tercerna semakin meningkat. Soeparno dan Ngadiyono (2010) menyatakan kandungan protein dan serat kasar dalam pakan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Peningkatan konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan protein dalam pakan maka semakin tinggi juga protein yang terkonsumsi (Boorman, 1980). Tingginya protein terkonsumsi diharapkan dapat meningkatkan jumlah protein yang dicerna dalam tubuh ternak dan dimanfaatkan ternak untuk memenuhi hidup pokok dan berproduksi.
Konsumsi protein tertinggi terdapat pada sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 15% ( perlakuan D) yaitu 686,56 g/e/h, hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih rendah dari penelitian Mariani et al. (2016) pada sapi bali jantan dengan kandungan protein ransum 15,42% dan GE 4,02 Mkal/kg DM menghasilkan konsumsi protein 771,69 g/e/h. Sementara konsumsi protein terendah yaitu pada sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 12% (perlakuan A) yaitu 596,94 g/e/h, hasil penelitian ini menunjukan hasil yang lebih tinggi dari penelitian Suryani et al. (2016). Pada sapi bali bunting yang mendapat ransum dengan kandungan protein kasar 10%, dan energi 2000 kkal ME/kg mendapatkan hasil 591,16 g/e/h.
Gambar 1. Hubungan antara konsumsi protein dengan protein tercerna
Protein tercerna dihasilkan dari pengurangan jumlah konsumsi protein dikurangi dengan protein feses. Hasil penelitian ini menunjukkan protein tercerna meningkat diikuti dengan meningkatnya kandungan protein energi dan ransum. Hal ini terjadi karena protein
ransum yang diberikan semakin meningkat dari 12% hingga 15% dan protein yang dikeluarkan melalui feses semakin menurun sehingga menghasilkan protein tercerna yang meningkat. Banyaknya protein yang dicerna akan menyebabkan terpenuhinya kebutuhan mikroba rumen akan NH3, karena protein di dalam rumen akan dirombak menjadi NH3. Faktor-faktor yang mempengaruhi protein tercerna adalah Jumlah konsumsi BK, bulk density, dan kualitas pakan yang dikonsumsi (Sniffen et al., 1992). Peningkatan kandungan protein dan energi ransum yang di berikan menyebabkan lebih tingginya protein tercerna perlakuan C dan D dibandingkan perlakuan A dan B. Muhammad (2000) menyatakan bahwa, semakin tinggi kandungan protein kasar ransum maka palatabilitas pakan dan kecernaan pakan juga meningkat, ini diartikan bahwa dengan pemberian kandungan protein kasar ransum yang berbeda pada ternak maka palatabilitas dan respon terhadap konsumsi juga berbeda. Protein tercerna juga dipengaruhi oleh konsumsi ADF dari hasil penelitian semakin rendah konsumsi ADF maka protein yang tercerna akan semakin tinggi (lampiran 1), ADF merupakan zat makanan yang tidak larut dalam detergent asam yang terdiri dari selulosa, lignin, dan silika (Van Soest, 1982). Komponen ADF yang mudah dicerna adalah selulosa, sedangkan lignin sulit dicerna karena memiliki ikatan rangkap, jika kandungan lignin dalam bahan pakan tinggi maka koefisien cerna pakan tersebut menjadi rendah (Sutardi et al., 1980).
Protein tercerna tertinggi terdapat pada sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 15% ( perlakuan D) yaitu 525,71 g/e/h, hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari penelitian Mariani et al. (2015) pada sapi bali jantan dengan kandungan ransum 15,42% dan GE 4,02 Mkal/kg DM menghasilkan konsumsi protein 408,25 g/e/h. Ada hubunganya antara protein tercerna dengan konsumsi protein mengikuti persamaan garis y = 1,09x – 253,08. R2= 0,90. (y= protein tercerna ; x = konsumsi protein) (Gambar 2) berdasarkan grafik di atas meningkatnya konsumsi protein maka meningkat juga protein tercerna, hasil ini sejalan dengan penelitian Rianto et al. (2007) pada sapi jantan peranakan ongole konsumsi protein 603 g/e/h menghasilkan protein tercerna 387 g/e/h dan pada sapi jantan friesian holstein konsumsi protein 638 g/e/h mendapatkan menghasilkan protein tercerna 416 g/e/h.
Dilihat dari hasil penelitian bahwa semakin tinggi konsumsi protein maka semakin rendah protein feses yang keluar, menurunnya protein feses disebabkan karena dengan banyaknya protein tercerna maka akan terpenuhinya mikroba rumen akan NH3. Protein feses pada sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan protein 12%-15% dan kandungan energi 2000-2300 kkal/kg menunjukkan berpengaruh nyata (P<0,05). Hal ini
dipengaruhi oleh konsumsi protein pada penelitian menunjukkan hasil yang berbeda nyata sehingga kandungan protein feses juga menunjukkan hasil berbeda nyata. Kandungan protein feses juga dipengaruhi oleh tingkat protein kasar yang dicerna, dimana semakin tinggi protein kasar yang dicerna maka semakin sedikit protein yang keluar melalui feses. Hal ini sejalan dengan pendapat Tillman et al. (1991) bahwa faktor faktor yang mempengaruhi kecernaan protein kasar adalah komposisi nutrien ransum, penyiapan pakan, faktor ternak dan jumlah konsumsi pakan.
Protein feses tertinggi terdapat pada sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 12% ( perlakuan A) yaitu 223,25 g/e/h, hasil penelitian ini menunjukan hasil yang lebih tinggi dari penelitian Mariani et al. (2016) pada sapi bali jantan dengan kandungan ransum 10,58% dan GE 3,53 Mkal/kg DM menghasilkan protein feses 230,09 g/e/h.
Gambar 2. Hubungan antara protein tercerna dengan kenaikan berat badan.
Hubungan antara protein tercerna dengan pertambahan berat badan sapi bali dara diperoleh kurva linier dengan persamaan garis yaitu y = 0,93x - 68,78. R2 = 0,78. (y= pertambahan berat badan ; x = protein tercena). Persamaan garis tersebut bisa dilihat pada Gambar 3. Hasil penelitian ini menunjukan semakin tinggi protein yang tercerna maka semakin tinggi pula pertambahan berat badan, hasil ini sejalan dengan penelitian Rianto et al. (2007) pada sapi jantan pernakan ongole protein tercerna 387 g/e/h mendapatkan pertambahan berat badan 1,09 kg/e/h dan pada sapi jantan frisien holstein protein tercerna 416 g/e/h mendapatkan pertambahan berat badan 1,14 kg/e/h.
Hasil penelitian didapatkan bahwa sapi perlakuan D dengan pemberian ransum protein 15% dan kandungan energi 2300 kkal/kg memiliki nilai konsumsi protein yang tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil ini sejalan dengan pendapat (Boorman, 1980) Peningkatan konsumsi protein juga dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan protein dalam pakan maka semakin tinggi juga protein yang terkonsumsi. Tingginya protein terkonsumsi diharapkan dapat meningkatkan jumlah protein yang diretensi dalam tubuh ternak dan dimanfaatkan ternak untuk memenuhi hidup pokok dan berproduksi. Konsumsi protein yang tinggi dibarengi dengan tingkat kandungan protein feses yang rendah akan menyebabkan protein tercerna tinggi. Protein tercerna tinggi akan didapatkan dari pakan yang mengandung protein berkualitas baik.
Pertambahan berat badan tertinggi terdapat pada sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 15% (perlakuan D) yaitu 422,03 g/e/h. Hal ini karena pada perlakuan D mendapatkan nilai konsumsi protein tertinggi dan protein yang keluar melalui feses rendah, sehingga protein yang dicerna lebih banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan pertambahan berat badan. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Suryani et al. (2016) pada sapi bali bunting yang mendapatkan protein 10% dan energi 2200 kkal ME/kg yang menghasilkan pertambahan berat badan 409,09 g/e/h. Sementara pertambahan berat badan terendah yaitu pada sapi bali dara yang mendapatkan ransum dengan kandungan protein 12% (perlakuan A) yaitu 316,18 g/e/h, hasil penelitian ini menunjukan hasil yang lebih rendah dari penelitian Kuswandi et al. (2006) pada sapi pedet lepas sapih yang diberikan ransum dengan kandungan 10-12% dan energi 10 mj ME/kg menghasil kan pertambahan berat badan 580 g/e/h.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
-
1. Pemberian ransum dengan kandungan protein 12-15% dan energi 2000-2300 kkal ME/kg dapat meningkatkan pertumbuhan melalui pertambahan berat badan harian dari 316,18 g/e/h menjadi 422,03 g/e/h.
-
2. Peningkatan kandungan energi dan protein pada ransum sapi bali dara menyebabkan peningkatan konsumsi protein, tetapi protein yang keluar melaui feses menurun.
-
3. Hubungan antara protein tercerna dengan pertambahan berat badan mengikuti rumus y = 0,93x – 68,78. R2 = 0,78 (y = pertambahan berat badan : x = protein tercerna. Semakin tinggi protein yang tercerna maka semakin tinggi pula pertambahan berat badan yang dihasilkan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan bahwa sapi bali dara dapat diberikan ransum dengan kandungan protein 15% dan energi 2300 kkal ME/kg.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr.A. A. Raka Sudewi, Sp.S.(K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada keluarga yang selalu memberi dukungan dan doa selama menjalani masa perkuliahan. Bapak/Ibu Staf Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah membantu selama proses penelitian sampai penyusunan jurnal ini selesai tepat pada waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Association of official Analysis Chemist (AOAC). 1990. Official Method of Analysis 13th Ed. Washington DC.
Boorman, K. N. 1980. Dietary Contraints on Nitrogen Retention Dalam : P.J.Buttery dan D.
B. Lindsay (editor). Protein Desposition in Animals. 1st Ed. Butterworths, London Guntoro, S. 2006. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Kuswandi, D, A. Kusumaningrum dan Chalid Thalib. 2006. Pengaruh Kandungan energy Konsentrat terhadap Pertumbuhan Pedet FH lepas Sapih. Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner, Bogor
Mariani, N. P., I. G. Mahardika, S. Putra dan I. B. G. Partama. 2015. Penentuan Keseimbangan Protein dan Energi Ransum Sapi Bali Jantan. Jurnal Peternakan Indonesia, Vol 17 (1). ISSN 1907-1760.
Muhammad. 2000. Fermentasi dan peranan mikrobia bagi pertambahan bobot badan sapi perah Fries Holstein. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Vol.6, No. 01: hal: 60-70
Muladno. 2012. Aplikasi Teknologi Perbibitan untuk Peningkatan Produksi Bakalan dan Kualitas Daging Sapi Nasional. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produksi dan Kualitas Daging Sapi Bali Nasional. Bali, 14 September 2012.
PSPK 2011. Pendapatan Sapi potong, Sapi Perah dan Kerbau. 2011. Kementrian Pertanian-Badan Pusat Statistik. http://ditjennak.pertanian.go.id. Diakses 02 November 2014.
Rianto, E. M, Wulandari dan Retno A, 2007. Pemanfaatan Protein Pada Sapi Jantan Pernakan Ongole dan Peranakan Friesian Holstein yang mendapa Pakan Rumput Gajah Ampas Tahu dan Singkong. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Sniffen C. J., O’Connor J. D., Van Soest P.J., Fox D. G. and Russel J.B. 1992. A net carbohydrate and protein system for evaluating cattle diets: II. Carbohydrate and protein availability. J Anim sci. 70: 3562-3577.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1991. Principle and Procedures of Statistic. McGrow Bo. Inc. New York.
Suparyanti, T. 2002. Penampilan Produksi Sapi Frisian Holstein Jantan Akibat Pemberian Konsentrat yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Suryani, N. N. dan N, P. Mariani. 1996. Penampilan Sapi Bali Jantan Muda yang Diberi Pakan Berbagai Hijauan Dengan dan Tanpa Konsentrat. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama IAEUP dengan Fakultas Peternakan. Denpasar-Bali.
Suryani, N. N. 2012. Aktivitas Mikroba Rumen dan Produktivitas Sapi Bali yang Diberi Pakan Hijauan dengan Jenis dan Komposisi Berbeda. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tillman, A. D., H. Hatardi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirakusumo, S. Lebdosoekojo, 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar Fakultas Peternakan UGM. Gadjah Mada Univ. Press Yogyakarta.
Van Soest, P. J. 1982. Nutrional Ecology of The Ruminant Metabolism Chemistry and Forage and Plant Fiber. Cornell University. Oregon. USA
Winugroho, M. Y., Widyastuti, Y. Saepudin dan S. Marijati. 2002. Studi Penggunaan Bubuk Kolostrum dan Bioplus untuk Produksi Susu (Konsistensi Efektifitas Bioplus yang disimpan pada Ternak Fistula). Balai Penelitian.
Nasrullah et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 552- 564
Page 564
Discussion and feedback