e-journal FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: September 3, 2018

Accepted Date: September 6, 2018


Editor-Reviewer Article;: N. W. Siti & I M. Mudita

Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Bawang Putih (Allium sativum) Melalui Air Minum Terhadap Kualitas Fisik Telur Ayam Lohmann Brown Umur 22-30 Minggu

Nanda, W., I. G. N. G, Bidura, dan I.A. P. Utami

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P.B. Sudirman, Denpasar e-mail : gedenandawibawa@gmail.com, HP. 082146178826

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan di peternakan ayam petelur di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan. Ayam Lohmann Brown sebanyak 36 ekor dengan berat badan homogen dipelihara di dalam 18 petak kandang batrey. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan. Adapun perlakuannya terdiri atas air minum tanpa ekstrak air bawang putih (A) sebagai kontrol, air minum ditambah ekstrak air bawang putih 3% (B) dan air minum ditambah ekstrak air bawang putih 6% (C). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah berat telur, persentase putih telur, persentase kuning telur, dan persentase kulit telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat telur, persentase kuning telur dan persentase kulit telur pada ayam yang diberi ekstrak air bawang putih 3% dan 6% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada persentase putih telur nyata (P<0,05) lebih rendah dari kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak air bawang putih (Allium sativum) dengan level 3% dan 6% melalui air minum dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, dan persentase kulit telur, dan terjadi penurunan persentase putih telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu.

Kata kunci: bawang putih, Lohmann Brown, kualitas telur,

The Effect of Garlic (Allium sativum) Water Extract in Drinking Water on Physical Quality of Egg Lohmann Brown Laying Hens

Aged 22-30 Weeks

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the extent of the effect of garlic (Allium sativum) on physical quality of eggs lohmann brown age 22-30 weeks. This research was conducted for 3 months at laying hens farm in Dajan Peken Village, Tabanan Sub-district, Tabanan Regency. 36 Lohmann Brown chickens with homogeneous weights were kept in 18 plots of batrey cages. The design used in this study was a complete randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications. The treatment consisted of drinking water without added garlic water extract (A) as control, drinking water with 3% extra garlic water extract (B) and drinking water with additional garlic water extract of 6% (C). The variables observed in this study were egg weight, percentage of egg white to egg weight, egg yolk percentage to egg weight, and percentage of egg shell to egg weight. The results showed the egg weight, egg


yolk percentage and egg shell percentage in chicken has given garlic water extract was significantly heavier (P <0.05) compared with the controls, while in actual egg white percentage (P> 0.05) smaller than control. Based on the result of this research, it can be concluded that the giving of garlic extract (Allium sativum) with 3% and 6% level through the drinking water can increase egg weight, egg yolk percentage, and egg shell percentage, and decrease percentage of chicken egg white Lohmann Brown age 22-30 weeks.

Keywords: garlic, Lohmann Brown, egg quality,

PENDAHULUAN

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat tingginya permintaan telur ayam sebagai salah satu sumber protein yang harganya dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Tingginya permintaan telur tersebut dapat diimbangi dengan peningkatan produksi telur baik kualitas maupun kuantitasnya. Telur ayam banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena mudah diolah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sebagai bahan pencampur makanan, bahan pembuatan roti, obat, dan lain-lainnya.

Telur ayam merupakan salah satu sumber protein hewani bagi manusia, karena kandungan zat-zat gizinya yang tinggi. Di Indonesia penanganan kualitas telur belum serius mendapat penanganan khusus, berbeda dengan di Negara maju yang sangat memperhatikan kualitas dari telur tersebut. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk meningkatkan kualitas fisik telur. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas fisik telur ayam yaitu denga cara menambahkan ekstrak air bawang putih melalui air minum.

Telur ayam mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran yang berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya. Telur tersusun atas tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur (Winarno, 2002). Penentuan kualitas telur dikelompokkan menjadi dua yaitu kualitas eksternal telur terdiri atas berat telur, berat cangkang, dan indeks bentuk telur, sedangkan kualitas internal telur terdiri atas berat putih telur, berat kuning telur. Penurunan kualitas telur antara lain disebabkan masuknya mikroba-mikroba perusak ke dalam isi telur melalui pori-pori kerabang telur, menguapnya air dan gas karena pengaruh suhu lingkungan yang berakibat kualitas telur kurang baik (Setiyanto,1992).

Sudaryani (2003) menyatakan bahwa kualitas telur sebelum keluar dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu genetik dan individu. Faktor genetik meliputi strain, family dan faktor individu meliputi pakan, penyakit, umur, dan suhu lingkungan. Kualitas telur sesudah keluar dari organ reproduksi dipengaruhi oleh penanganan telur dan penyimpanan (lama, suhu, dan penyimpanan).

Bawang putih dibuat dalam berbagai bentuk: ekstrak, bubuk kering, dan etanol. Bawang putih mengandung berbagai senyawa organosulfur, seperti allicin, ajoene, S-allylcysteine, diallyl disulfide, S-methylcysteine sulfoxide, and S-allylcysteine (Lim et al. 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih dapat merangsang sekresi gonadotropin dan hormon yang dihasilkan oleh ovarium, serta dapat menghambat proliferasi sel kanker (Obochi et al. 2009). Dilaporkan juga oleh Bidura et al. (2017) bahwa penggunaan 5% ekstrak daun bawang putih melalui air minum nyata meningkatkan produksi telur dan menurunkan kandungan kolesterol dalam serum dan kuning telur ayam.

Di antara komponen aktif yang paling berpotensi diakui dalam bawang putih adalah allicin. Allicin tidak stabil dan sulit diserap dari saluran pencernaan. Proses pemanasan atau pelarutan bawang putih ternyata dapat menginaktifkan enzim allinase (Bampids et al., 2005).

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan tepung jerami bawang putih dalam ramsum dalam tingkat 7%, dapat meningkatkan warna kuning dan menurunkan kadar kolesterol telur ayam (Bidura dan Suwidjayana. l997), berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh dari ekstrak bawang putih yang diberikan melalui air minum terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu.

MATERI DAN METODE

Ayam petelur

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam Lohmann Brown yang diperoleh dari peternak ayam petelur setempat, yang berumur 22 minggu dengan berat badan awal 1.527±20,36 g.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem colony battery dari bilah bambu sebanyak 18 buah. Tiap petak kandang berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 40 cm. Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan kandang dengan atap genteng dan sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari pipa. Pada bagian bawah lantai kandang dipasang lembaran terpal kecil untuk menampung kotoran ternak, sehingga mudah dibersihkan dengan hanya mengangkat lembaran terpal kecil untuk dibersihkan kotoran ayam.

Ekstrak bawang putih

Ekstrak bawang putih dibuat dengan menggiling bawang putih segar dengan perbandingan 1:1 kemudian dicampurkan dalam 1 liter air. Campuran ini dimaserasi dingin

(didiamkan) selama 30 menit, kemudian simpan dalam suhu kamar selama 1 malam, campuran ini disaring dengan kain satin dan ditampung dalam ember plastik (Maryam et al., 2003). Kemudian ekstrak bawang putih dimasukkan dalam baskom dan disimpan secara tertutup untuk penggunaan perlakuan berikutnya. Ekstrak air bawang putih 3% yaitu 30cc ekstrak bawang putih dalam 1000 cc air minum dan ekstrak air bawang putih 6% yaitu 60cc ekstrak bawang putih dalam 1000 cc air minum.

Ransum dan air minum

Ransum yang akan diberikan adalah konsentrat ayam petelur yang di produksi oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung kuning 50%, konsentrat 35% dan dedak padi15% tersaji pada Tabel 1 sedangkan komposisi bahan dan zat makanan dalam ransum penelitian tersaji pada Tabel 2. Air minum yang diberikan adalah air yang ditambahkan ekstrak air bawang putih. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum.

Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum ayam Lohmann brown umur 22-30 minggu.

BahanPakan (%)

Ransum Perlakuan1)

A

B

C

Jagung Kuning

50

50

50

Konsentrat Layer KLS Super Plus2)

35

35

35

Dedak Padi

15

15

15

Total

100

100

100

Ekstrak air bawang putih 3)

0

3

6

Keterangan

1. Air minum tanpa ekstrak air bawang putih sebagai kontrol (A); Air minum yang di beri 3% (30cc/1000 cc) ekstrak bawang putih (B) dan Air minum yang di beri 6% (60 cc/1000 cc) ekstrak bawang putih (C)

2. Konsentrat yang digunakan merupakan (Konsentrat Layer Super 36 (KSL 36)) konsentrat komersial ayam petelur yang diperoduksi oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk.

3. Diberikan melalui air minum

Tabel 2 Komposisi zat-zat gizi dalam ransum ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu1)

Kandungan zat gizi

Perlakuan2)

Standar3)

A

B

C

Energi metabolis (kkal/kg)

2979,5

2979,5

2979,5

2900

Protein kasar (%)

18,00

18,00

18,00

18,00

Lemak kasar (%)

5,3

5,3

5,3

5-104)

Serat kasar (%)

4,9

4,9

4,9

5-104)

Kalsium (%)

3,528

3,528

3,528

3,4

Posphor tersedia (%)

0,76

0,76

0,76

0,35

Keterangan:

1) Perhitungan ransum berdasarkan tabel zat makanan Scott et al. (1982).

2) Ayam yang diberikan air minum tanpa ekstrak air bawang putih sebagai kontrol (A), air minum yang diberi 3% ekstrak air bawang putih (B) dan air minum yang diberi 6% ekstrak air bawang putih (C).

3) Standart ransum yang digunakan sesuai dengan standart Scott et al. (1982).

4) Standart Morrison (1961).

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik peternak di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Penelitian berlangsung selama 3 bulan (Februari-April) mulai dari persiapan, penyusunan laporan sampai dengan menganalisis data.

Rancangan penelitian

Pada penelitian ini digunakan 36 ekor ayam petelur Lohmann Brown umur 22 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan RAL dengan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan. Ketiga perlakuan tersebut adalah pemberian air minum tanpa ekstrak bawang putih sebagai kontrol (A); pemberian air minum ditambah 3% (30 cc/1000 cc) ekstrak bawang putih (B); dan pemberian air minum ditambah 6% (60 cc/1000 cc) ekstrak bawang putih (C). Tiap unit percobaan digunakan 2 ekor ayam petelur Lohmann Brown umur 22 minggu dengan berat badan homogen.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

  • 1.    Berat telur: Berat telur ditentukan dengan cara menimbang telur utuh dengan menggunakan timbangan digital, penimbangan dilakukan setiap hari dan pemecahan telur dilakukan setiap minggu.

  • 2.    Persentase putih telur: Persentase putih telur diperoleh dengan cara menimbang putih telur yang telah dipisahkan dari kuning telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase putih telur didapatkan dengan rumus:

Beratputihtelur

Persentase putih telur = ---------------X 100% '                Berattelur

  • 3.    Persentase kuning telur: Persentase kuning telur diperoleh dengan cara menimbang kuning telur yang telah dipisahkan dengan putih telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase kuning telur didapatkan dengan rumus:

Beratkuningtelur

Persentasekuningtelur=---------------X 100%

Berattelur

  • 4.    Persentase kulit telur: Perentase kulit telur diperoleh dengan cara menimbang kulit telur dengan menggunakan timbangan tanpa menghilangkan lapisan tipisnya yang ada di dalam kulit telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase kulit telur didapatkan dengan rumus:

Berat kulit telur

Persentase kulit telur =---------------X 100%

Berattelur

Analisis Statistik

Data yang diperoleh di analisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, l989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air bawang putih (Allium sativum) dengan level 3% (B) dan 6% (C) melalui air minum secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur dan persetase kulit telur (Tabel 3). Berbeda pada persentase putih telur yang terjadi penurunan dibandingkan dengan ayam yang tidak diberikan ekstrak air bawang putih (A). Hal ini terjadi karena bawang putih mempunyai sifat anti bakteri dan memiliki senyawa fitokimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada saluran pencernaan unggas. Hal ini didukung oleh Karyadi (1997), bahwa bawang putih serta daunnya mengandung senyawa allicin yang mempunyai fungsi sebagai anti mikroba dan antioksidan. Selain allicin, fitokimia yang terdapat dalam bawang putih adalah scordinin. Senyawa Scordinin mampu meningkatkan pertumbuhan karena scordinin mampu bergabung dengan protein dan menguraikannya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).

Tabel 3 Pengaruh pemberian ekstrak air bawang putih melalui air minum terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu.

Variabel

Perlakuan1

SEM2)

A

B

C

Rataan berat telur (g/butir)

51.48a

55.04b

55.16b

0.31

Komposisi fisik telur (%/berat telur)

Putih (%)

65.80a

63.02b

62.95b

0.24

Kuning (%)

23.96a

25.42b

25.48b

0.17

Kulit (%)

10.23a

11.56b

11.53b

0.29

Keterangan:

1) Ayam yang diberi air minum tanpa menggunakan tambahan ekstrak air bawang putih sebagai kontrol (A), ayam yang diberi air minum dengan tambahan ekstrak air bawang putih pada level 3% (B) dan ayam yang diberi air minum dengan tambahan ekstrak air bawang putih pada level 6% (C)

2) SEM : “Standard Error of the Treatment Means”

3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata(P<0,05)

Menurut Jacqueline et al. (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur adalah adanya jamur, aktivitas enzim, dan bakteri. Kemampuan bawang putih (Allium sativum) sebagai antibakteri juga didukung oleh penelitian (Yamada dan Azama, 1977), bahwa selain bersifat antibakteri, bawang putih (Allium sativum) juga bersifat antijamur. Kemampuan

bawang putih (Allium sativum) ini berasal dari zat kimia yang terkandung dalam umbi, komponen kimia tersebut adalah Alicin. Alicin berfungsi sebagai penghambat atau penghancur berbagai pertumbuhan jamur dan bakteri.

Berat telur pada perlakuan B dan C nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan (A) sebagai kontrol. Rataan berat telur yang didapat pada perlakuan (A) 51,48 g/butir, perlakuan (B) 55,04 g/butir dan perlakuan (C) yaitu 55,16 g/butir. Hasil ini menunjukkan bahwa berat telur yang diperoleh pada peneilitian ini tergolong sedang. Menurut SNI 01-3926 (2006) berat telur dikelompokkan berdasarkan ekstra besar (>60 g), besar (56-60 g), sedang (51-55 g), kecil (46-50 g) dan ekstra kecil (<46 g). Terjadinya peningkatan berat telur ayam lohman brown disebabkan oleh kandungan protein dan asam amino yang terdapat pada bawang putih. Wahyu (1985) menyatakan bahwa kualitas pakan yang baik dalam hal ini kandungan protein, asam amino dan asam linoleat akan mempengaruhi bobot telur, karena pakan dengan kualitas baik akan menghasilkan telur yang besar. Latifah (2007) menyatakan bahwa besar kecilnya ukuran telur unggas sangat dipengaruhi oleh kandungan protein dan asam-asam amino dalam pakan. Asam amino essensial yang sangat berpengaruh terhadap bobot telur. Oleh karena itu, peningkatan pada berat telur dapat terjadi karena pada bawang putih mengandung asam amino seperti allicin, skordinin, alliil dan diallyl sulfida yang dapat membantu penyerapan protein sehingga kebutuhan ternak terpenuhi.

Persentase putih telur pada pemberian ektrak air bawang putih melalui air minum dengan perlakuan 3% (B) dan 6% (C) nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan ayam tanpa diberi ekstrak air bawang putih (A) sebagai kontrol. Hal ini ada hubungannya dengan persentase kuning telur meningkat secara nyata (Tabel 3). Protein bawang putih yang tinggi mampu meningkatkan persentase kuning telur sehingga menyebabkan terjadinya korelasi negatif terhadap persentase putih telur yang mengakibatkan persentase putih telur mengalami penurunan. Hal ini didukung oleh Amer (1972) yang menyatakan apabila persentase kuning telur mengalami peningkatan maka akan diikuti dengan turunnya persentase putih telur. Bell dan Weaver (2002) menyatakan kandungan protein putih telur 9,70-10,60% dan protein kuning telur 15,70-16,60%. Berat telur dapat mempengaruhi berat kuning telur yang dihasilkan (LiChan et al., 1995) dan didukung oleh pendapat Triyuwanta (1998) bahwa berat kuning telur dipengaruhi oleh berat telur. Dilaporkan oleh Campbell et al. (2003) bahwa berat telur berkaitan erat dengan komponen penyusunnya yang terdiri atas putih telur, kuning telur, dan kerabang telur.

Suprapti (2002), menyatakan bahwa telur secara umum terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari berat telur), putih telur (57 % dari berat telur) dan kuning telur (32 % dari berat telur). Peningkatan atau penurunan salah satu komponen bilangan relatif akan diikuti dengan penurunan atau peningkatan komponen bilangan relative lainnya.

Persentase kuning telur pada perlakuan B dan C yaitu pemberian ekstrak air 3% (B) dan 6% (C) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan (A). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya berat telur pada penelitian ini, dimana semakin tinggi berat telur yang diperoleh maka semakin tinggi persentase kuning telur yang dihasilkan. Triyuwanta (2002) menyatakan bahwa berat telur yang tinggi akan memiliki kuning telur lebih berat. Hal ini karena bawang putih mengandung unsur senyawa aktif bersulfur saponin yang dapat membunuh bakteri yang berada didalam saluran pencernaan sehingga penyerapan zat –zat makanan lebih optimal. Selain itu bawang putih (Allium sativum) memiliki senyawa scordinin yang bersifat sebagai “growth promotor” yaitu zat yang dapat memacu pertumbuhan karena mampu mengikat protein dan menguraikannya dalam tubuh, sehingga protein yang terserap lebih banyak dan penyerapan protein yang baik maka kuning telur yang dihasilkan akan lebih baik (Trease and Evans 1978). Dilanjutkan oleh Li Chan et al. (1995) bahwa berat telur dapat mempengaruhi persentase kuning telur yang dihasilkan, karena kuning telur merupakan komponen telur yang menyusun 30-40% telur keseluruhan. Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap daripada putih telur dan terdiri dari air, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Stadellman, 1995). Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2% (Bell dan Weaver, 2002). Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Kandungan lemak di dalam kuning telur dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak pakan (Bell dan Weaver, 2002).

Persentase kulit telur pada perlakuan B dan C nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam perlakuan A/kontrol. Hal tersebut dikarenakan kandungan bawang putih mengandung sumber Ca dan P. Pada hasil analisa diatas persentase kulit telur meningkat karena pada bawang putih mengandung komponen bersulfur yang erat kaitannya dengan pembentukan kulit telur. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kulit adalah kalsium, phospor, dan vitamin D. Kalsium merupakan nutrien terpenting dalam pembentukan kulit telur. Kulit telur terbentuk saat unggas tidak aktif makan dan sumber kalsium ini kemudian menjadi cadangan makanan dalam saluran pencernaan dan didukung oleh Sazer (2007) bahwa, beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi mutu kerabang telur antara lain genetik, umur unggas, suhu lingkungan tinggi, makanan dan penyakit. Umur unggas berpengaruh pada pembentukan kulit telur. Umur unggas yang semakin tua akan mengalami penurunan fungsi reproduksi akibat bertambahnya umur unggas. Amrullah (2003) menyatakan berat kulit secara kuantitatif adalah 10% dari total berat telurnya, lebih lanjut dijelaskan bahwa berat kulit telur sangat dipengaruhi oleh pakan yang di konsumsi, berat telur dan umur ayam.

Harmayanda et al. (2016) menyatakan bahwa kemampuan ternak untuk mengabsorbsi dan memanfaatkan kalsium dan fosfor tergantung dari suplai vitamin D dalam ransum. Adlan et al. (2012) menyatakan bahwa pada fase peneluran pertama ketersediaan vitamin D dan kalsium sangat dibutuhkan, rendahnya asupan kalsium dan vitamin disaat awal bertelur akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas telur saat puncak produksi.

Summers (2001) menyatakan bahwa faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kulit telur adalah kalsium, fosfor, dan vitamin D. Kulit telur yang utuh disusun hampir seluruhnya dari kalsium karbonat (CaCO3) dengan sedikit natrium, kalium dan magnesium (Amrullah, 2004). Menurut Sarwono (1994), kulit telur utuh hampir seluruhnya adalah kalsium karbonat sebesar 98,5% dan magnesium karbonat sebesar 0,85%. Kebutuhan kalsium dan fosfor pada ayam petelur menjadi sangat tinggi, karena zat makanan tersebut berperan dalam produksi dan kualitas telur.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak air bawang putih (Allium sativum) dengan level 3% dan 6% melalui air minum dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, dan persentase kulit telur namun terjadi penurunan persentase putih telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan penelitian sampai penulisan e-journal. Dan terima kasih kepada Petani Peternak di desa dajan peken Tabanan atas izin tempat selama melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, M., Y. Utomo, F. Afmy, dan N. Fitriany. 2012. Laporan Penelitian Ternak Unggas Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto

Amer, M. F. 1972. Egg quality of Rhode Island Red, Fayoumi and Dandrawi. Poult. Sci., 51: 232-238.

Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Petelur.Bogor (ID) : Satu Gunungbudi.

Bampidis, V. A., V. Christodoulou, E. Christaki, P. Florou-Paneri and A. B. Spais. 2005. Effect of dietary garlic bulb and garlic husk supplementation on performance and carcass characteristics of growing lambs. Anim. Feed Sci. Technol. 121:273-283.

Bell, D. And Weaver, G. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishing, United States of America.

Bidura, I G.N.G., dan I N. Suwidjayana. l997. Pemanfaatan Tepung Daun Bawang Putih (Allium sativum) dan Serbuk Gergaji Kayu dalam Ransum Terhadap Produksi dan Kadar Kolesterol Telur Ayam. Laporan Penelitian. Fapet. Unud.-Ditbinlitabmas, Dikti., Jakarta

Bidura, I. G. N. G., Ida Bagus Gaga Partama, Budi Rahayu Tanama Putri and Ni Luh Watiniasih. 2017. Effect of Water Extract of Two Leaves (Allium sativum and Sauropus androgynus) on Egg Production and Yolk Cholesterol Levels in Egg Laying Hens. Pakistan Journal of Nutrition Vol. 16 (7): 482-487

Campbell, J. R., M. D. Kenealy dan K. L. Campbell. 2003 Animal Science, The Biology, Care and Production of Domestic Animals. 4th. Ed. Mc. Graw Hill. New York.

Harmayanda, P. O. A, D. Rosidi, and O. Sjofjan. 2016. Evaluasi Kualitas Telur dari Hasil Pemberian Beberapa Jenis Pakan Komersial Ayam Petelur. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang

Jacqueline P Yakub, Richard Miles, dan Mather F. Ben. 2000. Kualitas Telur. Jasa Ekstensi Koperasi, Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian Universitas Florida. Gainesville.

Karyadi, E., 1997, Antioksidan: Resep Awet Mudat dan Umur Panjang From Uji Aktivitas Antiradikal Dengan Metode DPPH dan Penetapan Kadar Fenol Total Ekstrak Daun Keladi Tikus (Thyponium divaricatum (Linn) Decne), Pharmacon, Vol. 6, No. 2, 51-56.

Latifah, R. 2007. The Increasing of Afkir Duck’s Egg Quality With Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin (Pmsg) Hormones. The way to increase of layer duck. 4:1-8

Li Chan, E. C. D., W. D. Powrie, and S. Nakai. 1995. The Chemistry of eggs and eggproduct. In:Egg Science and Technology W. J. Stadelman and D.J. Cotteril (ed). 4thed. The Haworth Press Inc, New York.

Lim, K. S., S. J. You, B. K. An and C. W. Kang. 2006. Effects of dietary garlic powder and copper on cholesterol content and quality characteristics of chicken eggs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19:582-590.

Obochi, G.O., S.P. Malu, M. Obi-Abang, Y. Alozie and M.A. Iyam. 2009. Effect of Garlic Extracts on Monosodium Glutamate (MSG) Induced Fibroid in Wistar Rats. Pakistan Journal of Nutrition 8 (7): 970-976

Sarwono, B. 1994. Pengawetan Telur dan Manfaatnya. PT Penebar Swadaya, Jakarta

Scott, M. L, Neiheim, M, C. and Young. 1982. Nutrition of the Chickens M. K. Scott and Associstes, New York.

Sezer, M. 2007. Heritability of Exterior Egg Quality Traits in Japanese Quail. Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Gaziosmanpasa University, 60240, Tokat/TURKEY http://www.nobel.gen.tr/Makaleler/ JABSIssue%201-19-2011.pdf (diakses 01 Desember 2014)

Setiyanto, B. 1992. Pengawetan Telur Dengan Minyak Goreng. Poultry Indonesia 145 : 1617

Stadelman, W.S. 1995. Quality Identificatiion of Shell Egg in: Egg Science and Tecnology. W.J. Stadelman and O.J Cotteril ed. Avi. Publishing Co. Inc. Wesport, Connecticut.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. l989. Principles and Procedures of Statstics. McGraw-Hill Book Co., New York.

Sudaryani T. 2003. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suprapti, L. 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin, Tepung Telur, dan Telur Beku. Penerbit kanisius. Yogyakarta.

Summers, J. D. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. University Book, Canada.

Syamsiah, I.S., dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Trease GE, Evans WC. 1978. A Text Book of Pharmacognosy 11ᵗʰ Edition Bailliere Tindall London. P .530.

Triyuwanta. 1998. Pengaruh Berat Badan Inisial dan Model Distribusi Pakan terhadap Hirakhis Folikuler dan Persistensi Produksi Ayam Petelur. Bulentin Peternakan. 22 (1): 14-24.

Triyuwanta. 2002. Telur dan Produksi Telur. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wahyu, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta

Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002., Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya, M-Brio Press, Bogor.

Yamada, Y. 1977. Evaluation of the Culling Variate Used by Breeders in Actual Selection. Genetic. (86).885-889.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nanda et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 541- 551

Page 551