THE EFFECT OF GARLIC (Allium sativum) EXTRACT BY DRINKING WATER TO EGG PRODUCTION OF LOHMANN BROWN LAYING HENS AGE OF 22-30 WEEKS
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: August 2, 2018
Accepted Date: August 10, 2018
Editor-Reviewer Article;: i M. Mudita & i W. Wirawan
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) MELALUI AIR MINUM TERHADAP PRODUKSI TELUR
AYAM LOHMANN BROWN UMUR 22-30 MINGGU
Hasanah, N., I. G. N. G. Bidura, dan E. Puspani
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P.B. Sudirman, Denpasar Telpon: 081338614603, Email: ana116158@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allim sativum) melalui air minum terhadap produksi telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu. Penelitian dilakukan di Desa Dajan Peken, Kabupaten Tabanan-Bali selama 3 bulan dengan menggunakan 36 ekor ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan. Ketiga perlakuan tersebut diantaranya: ayam yang diberi air minum tanpa penggunaan ekstrak bawang putih (B0), ayam yang diberi air minum dengan penambahan ekstrak bawang putih 3% (B1), dan ayam yang diberi air minum dengan penambahan ekstrak bawang putih 6% (B2). Pakan diberikan 2 kali sehari dan air minum diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat telur total, rataan berat telur, jumlah telur, dan FCR (Feed Convertion Ratio). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak bawang putih level 3% dan 6% secara nyata (P<0,05) berpengaruh dapat meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat telur total, rataan berat telur, jumlah telur dan dapat menurunkan FCR (Feed Convertion Ratio) secara nyata (P>0,05) ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih (Allim sativum) pada level 3% dan 6 % melalui air minum dapat meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat telur total, jumlah telur, rataan berat telur, tetapi menurunkan nilai FCR ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu.
Kata kunci : Bawang putih (Allim sativum), produksi telur, Lohmann Brown
THE EFFECT OF GARLIC (Allium sativum) EXTRACT BY DRINKING WATER TO EGG PRODUCTION OF LOHMANN BROWN LAYING HENS AGE OF 22-30 WEEKS
ABSTRACT
This research aims to know the effect of giving the garlic extract (Allium sativum) through drinking water toward the production of chicken egg Lohmann Brown aged 22-30 weeks. This research was conducted in Dajan Peken Village, Tabanan-Bali District for 3 months, using 36 Lohmann Brown chicks aged 22 weeks. The design of this research was Completely

Randomized Design (CRD) with 3 treatments and 6 replications. The three treatments were chickens given drinking water without the use of garlic extract (B0), chickens were given drinking water with the addition of 3% garlic extract (B1), and chickens were given drinking water with the addition of garlic extract 6% (B2). The feed is given 2 times a day and drinking water is given in ad libitum. The variables observed in this research were ration consumption, drinking water consumption, total egg weight, egg weight, egg and FCR (Feed Convertion Ratio). The results showed that giving garlic water extract of garlic into drinking water at level 3% and 6% significantly able (P<0,05) to increased feed ration consumption, drinking water consumption, total egg weight, egg weight and egg count and reduced FCR significantly (P>0.05) on Lohmann Brown chicken the age of 22-30 weeks. From the results of this research, it can be concluded that giving garlic extract (Allium sativum) at 3% and 6% level through drinking water can increase consumption of ration, drinking water consumption, total egg weight, egg number, egg weight, but lower FCR of chicken Lohmann Brown aged 22-30 weeks.
Keywords: Garlic (Allium sativum), egg production, Lohmann Brown
PENDAHULUAN
Kebutuhan produk makanan bergizi protein hewani saat ini terus mengalami peningkatan, salah satunya adalah telur. Telur merupakan makanan yang mengandung gizi cukup tinggi, sangat dibutuhkan untuk tubuh untuk menjaga berlangsungnya metabolisme tubuh. Di masyarakat telur sudah banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan makanan, karena telur memiliki rasa enak, mudah didapat, dan harganya terjangkau.
Dari sisi penawaran, kapasitas produksi peternakan ayam ras petelur di Indonesia masih belum mencapai kapasitas produksi yang diperlukan (Abidin, 2003). Meningkatnya kebutuhan telur merupakan tantangan bagi perusahaan ayam petelur untuk meningkatkan produktivitas telur ayam ras. Salah satu aspek yang dapat mempengaruhi produktivitas telur ayam ras adalah pemberian ransum yang berkualitas, serta dilakukannya upaya alternatif untuk meningkatkan produksi telur tersebut.
Antibiotik adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.
Antibiotik sendiri merupakan salah satu jenis feed additive yang digunakan dalam campuran pakan atau air minum. Tujuan penggunaanya ntuk meningkatkan produktivitas, kesehatan, dan keadaan gizi ternak. Beberapa jenis feed additive yang sering digunakan oleh peternak adalah antibiotik sintetik karena penggunaanya praktis dan menunjukan hasil yang instan. Penggunaan antibiotik sintetik dapat menyebabkan residu bahan kimia berbahaya dalam produk yang
dihasilkan dan menyebabkan resistensi bakteri-bakteri berbahaya yang terdapat pada tubuh ayam. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha menggantikan antibiotik sintetik dengan antibiotik alami.
Bawang putih serta daunnya menjadi salah satu antibiotik alami karena mengandung senyawa fitokimia, yaitu suatu zat kimia alami yang terdapat dalam tumbuhan atau tanaman yang mempunyai manfaat luar biasa (Karyadi, 1997). Jenis fitokimia yang dikandung oleh tanaman bawang putih adalah allicin yang mempunyai fungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Selain allicin, fitokimia yang terdapat dalam bawang putih adalah scordinin. scordinin mampu meningkatkan perkembangan tubuh ayam karena scordinin mampu bergabung dengan protein dan menguraikannya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Maryam et al. (2003) melaporkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih sebanyak 4% pada ransum ayam petelur dapat meningkatkan bobot badan dan produksi telur. Khan et al. (2007), menyatakan bahwa ayam petelur yang diberi bawang putih kering (2-8%) dalam ransum menunjukkan produksi telur yang lebih tinggi. Pada penelitian Bidura (1999), penggunaan tepung daun bawang putih dapat meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, dan protein telur. Bawang putih memiliki kandungan senyawa aktif yang terdiri dari allicin, ajoene dan senyawa flavonoid, menjadikannya dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan di dalam tubuh (Santosa et al. 1991). Adanya kandungan senyawa aktif ini membuat bawang putih potensial untuk digunakan sebagai feed additive pengganti antibiotik sintetik pada ternak ayam.
Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) melalui air minum dapat meningkatkan produksi telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu.
MATERI DAN METODE
Materi
Ayam
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur Lohmann Brown sebanyak 36 ekor dengan berat yang homogen (1,527±20,36g) yang di peroleh dari petani peternak di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang colony battery sebanyak 18 petak yang terbuat dari bilah-bilah bambu. Ukuran kandang adalah: panjang 40 cm lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm. Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan berukuran 8m x 3m membujur dari timur ke barat dengan atap asbes dan lantai beton. Setiap petak kandang sudah dilengkapi tempat pakan dan tempat minum yang terbuat dari pipa paralon dengan panjang 40 cm. Pada bagian bawah lantai kandang dipasang lembaran terpal plastik kecil untuk menampung kotoran ternak sehingga mudah dibersihkan.
Ransum dan air minum
Ransum yang diberikan disusun dari jagung kuning, konsentrat ayam petelur, dan dedak padi. Konsentrat Layer Super 36 SPR comfeed untuk ayam petelur yang di produksi oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Unit Sidoarjo – Divisi pakan ternak JL. H.R.M Mangundiprojo Km 3,5 Budura - Sidoarjo. Komposisi ransum terdiri dari jagung kuning 50%, konsentrat 35% dan dedak padi 15% (Tabel 1). Komposisi bahan penyusun ransum dan air minum ayam Lohman Brown umur 22 – 30 minggu dan kandungan nutrien disajikan pada Tabel 2.
Air minum yang diberikan adalah air minum tanpa ekstrak bawang putih (Allium Sativum) dan air minum yang diisi ekstrak bawang putih sesuai dengan perlakuan
Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum dan air minum ayam Lohmann Brown umur 22-30
minggu
Bahan Pakan (%) |
Perlakuan1) | ||
B0 |
B1 |
B2 | |
Jagung kuning |
50 |
50 |
50 |
Konsentrat layer super 36 SPR2) |
35 |
35 |
35 |
Dedak padi |
15 |
15 |
15 |
Total (%) |
100 |
100 |
100 |
Ekstrak bawang putih3) |
0 |
3 |
6 |
Keterangan:
1) B0 = Air minum tanpa ekstrak bawang putih sebagai perlakuan kontrol; B1 = Air minum yang dibrikan ekstrak bawang putih 3% sebagai perlakuan; dan B2 = Air minum yang diberikan ekstrak bawang putih 6% sebagai perlakuan.
2) Konsentrat Layer Super 36 SPR produksi PT. Japfa Comfeed, Tbk., Sidoarjo
3) Ekstrak bawang putih diberikan lewat air minum.
Tabel 2 Kandungan nutrisi ayam Lohmann Brown umur 22 – 30 minggu1)
Kandungan Nutrisi |
Perlakuan2) |
Standar3) | ||
B0 |
B1 |
B2 | ||
Energi Metabolisme (kkal/kg) |
2979,50 |
2979,50 |
2979,50 |
2900 |
Protein kasar (%) |
18,00 |
18,00 |
18,00 |
18,00 |
Lemak kasar (%) |
5,30 |
5,30 |
5,30 |
5-104) |
Serat kasar (%) |
4,90 |
4,90 |
4,90 |
3-84) |
Kalsium (%) |
3,53 |
3,53 |
3,53 |
3,4 |
Phosphor (%) |
0,76 |
0,76 |
0,76 |
0,35 |
Keterangan:
1) Perhitungan ransum berdasarkan tabel zat makanan Scott et al. (1982).
2) B0 = Air minum tanpa ekstrak bawang putih sebagai perlakuan kontrol; B1 = Air minum yang dibrikan ekstrak bawang putih 3% sebagai perlakuan; dan B2 = Air minum yang diberikan ekstrak bawang putih 6% sebagai perlakuan.
3) Standar Scott et al. (1982).
4) Standar Morisson (1961).
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempat pakan dan tempat minum yang terbuat dari pipa paralon pada setiap petak kandang, ember untuk menampung pakan yang akan diberikan selama seminggu, baskom untuk menampung ekstrak air bawang putih, kray telur untuk menampung telur, pensil untuk menandai masing-masing telur setiap perlakuan, label untuk menandai perlakuan yang diberikan di setiap tempat pakan dan tempat minum, timbangan digital untuk menimbang berat telur, berat pakan dan sisa pakan, terpal plastik kecil untuk menampung kotoran, sapu lidi untuk membersihkan kandang, dan alat tulis untuk mencatat hasil yang di peroleh.
Bawang putih (Allium sativum)
Bawang putih (Allium sativum) yang digunakan pada saat penelitian diperoleh dari pasar umum Desa Dajan Peken, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
Metode
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik peternak di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Penelitian berlangsung selama 3 bulan (Februari-April) mulai dari persiapan, penyusunan laporan sampai dengan menganalisis data.
Pencampur ransum
Pencampuran ransum dilakukan setiap 1 minggu selama penelitian berlangsung. Pencampuran ransum didahulukan dengan menimbang bahan-bahan penyusun ransum yang terdiri dari jagung kuning 50%, konsentrat 35%, dan dedak padi 15%. Penimbangan dilakukan mulai dari bahan yang komposisinya paling banyak hingga paling sedikit selanjutnya dibagi menjadi empat bagian yang sama dan masing–masing bagian dicampur secara merata, kemudian dicampur silang sampai diperoleh campuran yang homogen. Pakan yang sudah homogen ditimbang masing–masing 2 kg untuk disimpan di ember yang telah diisi label perlakuan. Pakan diberikan kepada tiap petak kandang untuk 1 minggu.
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore, sedangkan pemberian air minum diberikan sesuai perlakuan dan secara ad libitum sepanjang periode penelitian.
Rancangan percobaan
Rancangan yang di pakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga macam perlakuan dan enam kali ulangan. Setiap ulangan berisi dua ekor ayam, sehingga ayam yang digunakan seluruhnya berjumlah 36 ekor. Perlakuan yang diberikan sebagai berikut: (1) perlakuan B0 untuk ayam yang diberikan ransum dengan perlakuan air minum tanpa penambahan ekstrak air bawang putih, (2) perlakuan B1 untuk ayam diberikan ransum dengan perlakuan air minum dengan penambahan 3% ekstrak bawang putih, dan (3) perlakuan B2 ayam yang diberikan ransum dengan perlakuan air minum dengan penambahan 6% ekstrak bawang putih.
Pengacakan ayam
Sebelumnya dilakukan penelitian ayam dari peternak diambil sampel secara acak sebanyak 75 ekor ayam Lohmann Brown, setelah itu ayam ditimbang untuk mendapatkan berat badan yang homogen. Ayam yang digunakan adalah ayam yang bobot badannya masuk dalam kisaran standar deviasi sehingga memperoleh kisaran berat badan (1.507 g – 1.547 g) dan dipilih sebanyak 36 ekor serta dilakukan pengkodean pada kandang berdasarkan hasil pengocokan kartu. Ayam disebar di masing-masing petak kandang yang berjumlah 18 petak, setiap petak diisi 2 ekor ayam sehingga ayam yang digunakan 36 ekor dengan bobot badan yang homogen.
Pembuatan ekstrak bawang putih
Ekstrak bawang putih dibuat dengan menggiling bawang putih segar dengan perbandingan 1:1 kemudian dicampurkan dalam 1 liter air. Campuran ini dimaserasi dingin (didiamkan) selama 30 menit, kemudian simpan dalam suhu kamar selama 1 malam, campuran ini disaring dengan kain satin dan ditampung dalam ember plastik (Maryam et al., 2003). Kemudian ekstrak bawang putih dimasukkan dalam baskom dan disimpan secara tertutup untuk penggunaan perlakuan berikutnya. Ekstrak air bawang putih 3% maksudnya adalah 30 ml ekstrak air bawang putih dalam 1000 ml air minum yang diberikan, sedangkan ekstrak air bawang putih 6% maksudnya adalah 60 ml ekstrak air bawang putih dalam 1000 ml air minum yang diberikan.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
• Konsumsi ransum dan konsumsi air minum:
Jumlah ransum yang dikonsumsi, diukur setiap satu minggu sekali yaitu dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum. Konsumsi air minum diukur dengan cara mengurangi jumlah air yang diberikan dengan sisa air.
-
• Jumlah telur dan berat telur:
Berat telur diperoleh dengan cara menimbang telur setiap minggu. Jumlah telur diperoleh dengan menghitung telur setiap seminggu.
-
• Berat telur rata-rata:
Berat telur rata-rata diperoleh dari total berat telur tiap perlakuan dibagi jumlah telur.
-
• Feed Conversion Ratio (FCR) untuk telur:
Perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur total, merupakan tolak ukur untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, semakin tinggi efisiensi penggunaan ransumnya, demikian sebaliknya.
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi ransum
Ayam yang mendapatkan perlakuan B0 (kontrol) mengkonsumsi ransum sebanyak 7.152 g/ekor/8 minggu (Tabel 3). Rataan jumlah konsumsi ransum pada ayam perlakuan B1 dan B2 masing-masing: 5,30% dan 3,81% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada perlakuan ayam tanpa diberi ekstrak bawang putih B0 (kontrol). Ayam perlakuan B1 mengkonsumsi ransum sebesar 1,40% lebih tinggi dari ayam perlakuan B2, secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini karena bawang putih mengandung senyawa scordinin dan allicin yang mempunyai fungsi sebagai anti mikroba, sehingga dapat membunuh mikroba yang tidak baik dan meningkatkan pertumbuhan mikroba yang baik sehingga dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan. Kecernaan zat makanan menngkat maka konsumsi ransum meningkat. Hal ini didukung oleh Karyadi (1997), bahwa bawang putih serta daunnya mengandung senyawa allicin yang mempunyai fungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Selain allicin, fitokimia yang terdapat dalam bawang putih adalah scordinin. Senyawa scordinin mampu meningkatkan perkembangan tubuh karena scordinin mampu bergabung dengan protein dan menguraikannya (Syamsiah dan Tajudin, 2003). Meningkatnya produksi telur ayam tersebut maka kebutuhan zat makanan juga semakin meningkat untuk menunjang pertumbuhan atau produksi yang cepat tersebut sehingga konsumsi ransum meningkat. Adanya antimikroba pada bawang putih, mampu membunuh mikroba yang merugikan dalam saluran pencernaan ayam, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat meningkat. Dengan demikian peluang penyerapan zat makanan dapat lebih optimal berdampak pada peningkatan produksi telur ayam tersebut.
Konsumsi air minum
Rataan jumlah air minum yang dikonsumsi ayam yang mendapatkan perlakuan B0 sebesar 21,46 l/ekor/8 minggu (Tabel 3). Rataan konsumsi air minum pada perlakuan B1 dan B2 masing-masing: 7,45% dan 9,59% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada perlakuan B0 (kontrol), sedangkan rataan pada perlakuan B1 mengkonsumsi air minum 1,99% lebih tinggi dari perlakuan B2, dan secara statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena dalam bawang putih terdapat zat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri “phatogen” yang merugikan dalam saluran pencernaan (Wiryawan et al., 2005). Air minum yang
diperlukan oleh ayam untuk melarutkan dan melancarkan zat-zat makanan dalam saluran pencernaan berjalan dengan baik. Seperti dilaporkan oleh Wahju et al., (1997) bahwa konsumsi ransum berbanding lurus dengan konsumsi air minum. Meningkatnya konsumsi ransum akan diikuti dengan meningkatnya konsumsi air minum. Ensminger (1990) menyatakan bahwa pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali lebih besar dari jumlah pakan yang dikonsumsi, karena air minum berfungsi sebagai pelarut dan sebagai alat transportasi zat–zat makanan untuk disebarkan keseluruh tubuh sehingga dibutuhkan lebih banyak air daripada makanan. Beberapa senyawa aktif yang terkandung di dalam bawang putih adalah allicin, selenium, dan metilatil trisulfida. Beberapa senyawa aktif tersebut mampu menggantikan fungsi sebagai antioksidan sintetik dalam tubuh ayam. Allicin memiliki sifat antibakteri yang mampu membunuh bakteri phatogen (Santosa et al., 1991).
Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (allium sativum) melalui air minum
terhadap produksi telur ayam lohmann brown umur 22-30 minggu
Variabel |
Perlakuan ¹) |
SEM ²) | ||
B0 |
B1 |
B2 | ||
Konsumsi ransum ( g/ekor/8 mg) |
7152ª³) |
7531ᵇ |
7425 ͨ |
27,52 |
Konsumsi air minum ( l/ekor/ 8 mg) |
21,46ª |
23,06ᵇ |
23,52ᵇ |
0,33 |
Berat telur total ( g /ekor/ 8 mg) |
1843,8ª |
2095,8ᵇ |
2091,ᵇ |
23,36 |
Rataan berat telur ( g/ekor/ 8 mg) |
51,04ª |
54,95ᵇ |
55,15ᵇ |
0,31 |
Jumlah telur ( butir/ekor/8 minngu ) |
35,84ª |
38,13ᵇ |
37,91ᵇ |
0,26 |
Feed conversion ratio ( FCR ) |
3,88ª |
3,59ᵇ |
3,55ᵇ |
0,04 |
Keterangan:
1) B0 = Air minum tanpa ekstrak bawang putih sebagai perlakuan kontrol; B1 = Air minum yang dibrikan ekstrak bawang putih 3% sebagai perlakuan; dan B2 = Air minum yang diberikan ekstrak bawang putih 6% sebagai perlakuan.
2) SEM (Standart eror of the treatment means).
3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P>0,05).
Berat telur total, berat rata-rata telur dan jumlah telur
Hasil pengamatan selama 8 minggu penelitian menunjukkan bahwa berat telur total pada ayam yang mendapat perlakuan air minum tanpa diberi ekstrak bawang putih B0 (kontrol) adalah 1843,8 g/ekor/8 minggu (Tabel 3). Rataan berat telur total yang diperoleh ayam yang diberi perlakuan B1 dan B2 masing-masing: 13,66% dan 13,14% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada perlakuan kontrol (B0). Rataan berat telur total ayam perlakuan B1 adalah 0,22% lebih tinggi daripada ayam perlakuan B2 dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Rataan berat telur pada ayam dengan perlakuan kontrol (B0) adalah 51,4 g/ekor/8 minggu (Tabel 3). Rataan berat telur ayam dengan perlakuan air minum yang diberi ekstrak bawang putih 3% (B1) dan 6% (B2) masing-masing adalah: 6,90% dan 7,29% nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan kontrol (B0). Sedangkan rataan berat telur pada ayam perlakuan B1 adalah 0,22% lebih rendah daripada B2 dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Jumlah telur ayam Lohmann Brown yang dihasilkan selama penelitian pada perlakuan kontrol (B0) adalah 35,84 butir/ekor/8 minggu (Tabel 3). Rataan jumlah telur yang diperoleh ayam dengan perlakuan B1 dan B2 masing-masing adalah: 7,28% dan 6,67% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada B0 (kontrol). Sedangkan rataan jumlah telur pada ayam perlakuan B1 0,57% lebih tinggi daripada perlakuan B2 dan tidak menunjukan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05).
Hal ini karena bawang putih mengandung unsur senyawa aktif bersulfur saponin yang dapat membunuh bakteri yang berada di dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan zat –zat makanan lebih optimal. Hal ini didukung oleh Trease dan Evans (1978) bahwa bawang putih mengandung unsur senyawa aktif bersulfur saponin dan flafonoid yang dapat membunuh bakteri phatogen yang merugikan dalam saluran pencernaan. Kedua unsur ini mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri merugikan terhenti lalu mengalami lisis (mati) sehingga nutrisi dalam ransum dapat diserap oleh tubuh ayam dengan baik. Selain itu bawang putih (Allium sativum) memiliki senyawa scordinin yang bersifat sebagai “growth promotor” yaitu zat yang dapat memacu pertumbuhan karena mampu mengikat protein dan menguraikannya dalam tubuh, sehingga protein yang terserap lebih banyak dan hal ini yang dapat membantu pertumbuhan ayam dan dapat meningkatkan produksi ayam petelur tersebut. Yalcin et al., (2007) menunjukan bahwa penambahan bubuk bawang putih pada tingkat 5 atau 10g/kg ransum menunjukan peningkatan produksi telur. Juga, Khan et al., (2007) melaporkan bahwa ayam petelur yang diberikan bawang putih kering (2-8%) menunjukan intensitas produksi telur yang lebih tinggi.
FCR
Rataan nilai FCR (Feed Conversion Ratio) selama 8 minggu pengamatan pada ayam untuk perlakuan kontrol (B0) adalah 3,88 (Tabel 3). Rataan FCR selama penelitian pada ayam perlakuan B1 dan B2 masing-masing: 7,47% dan 8,50% nyata (P<0,05) lebih rendah dari kontrol
(B0). Rataan nilai FCR pada ayam perlakuan B1 1,11% lebih tinggi daripada perlakuan B2 dan tidak menunjukan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa fitokimia dalam bawang putih dan beberapa zat yang mampu membunuh bakteri sehingga tubuh dapat memanfaatkan nutrisi ransum lebih optimal dan menghasilkan nilai FCR lebih efisien dibandingkan pada perlakuan kontrol (B0) dan 3% (B1). Sesuai dengan pendapat Anggorodi (1985) bahwa semakin rendah nilai FCR, maka semakin tinggi efisiensi penggunaan ransumnya. FCR merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan ransum. Pada bawang putih (Allim sativum) telah diketahui mengandung bahan aktivitas sebagai antimikroba seperti flafonoid dan saponin yang mempunyai aktifitas antimikroba. Flafonoid merupakan senyawa fenol antimikroba yang bersifat desinfektan dan bakteriotatik yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein dan membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang dapat mengganggu integritas membran dan dinding sel dan aktivitas metabolisme sel bakteri berhenti (Nurhanafi, 2012).
SIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini yaitu pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) sebanyak 3% dan 6% melalui air minum dapat meningkatkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum ayam petelur Lohmann Brown umur 22-30 minggu.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp,S. (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS., yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan pada penulis di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan mutakhir ilmu terhadap ekstrak daun Psidium guajava l. Bioscientiae. 1(1): 31-8.
Bidura, I G. N. G. 1999. Penggunaan tepung jerami bawang putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap penampilan itik bali. Majalah Ilmiah Peternakan. 2 (2): 48-53.
Ensminger, 1990. Joint fao/who expert consultation on evaluation of health and nutritional properties of probiotic in food including powder milk with live lactic acid balteria. american cordoba park hotel, Cordoba, Argentina. Hammond. 1994. The Effect of Lactobacillus acidophilus on The Production and Chemical Composition of Hen Eggs. Poultry Sci. 75:491494.
Karyadi, E. l997. Khasiat Fitokimia bagi Kesehatan. Gramedia. Jakarta.
Khan, S. H., R. Sardar, dan M. Anjum. 2007. Effects of dietary garlic on performance and serum and egg yolk cholesterol concentration in laying hens. Asian J. Poult. Sci. 1: 22-27.
Maryam, R., Y. Sani, S. Juariah, R. Firmansyah, dan Miharja. 2003. Efektifitas Bawang Putih (Allium sativum Linn) dalam Penanggulangan Aflatoksikosis pada Ayam Petelur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. 454 – 460.
Morrison, F. B. 1961. Feed and Feeding. Abridge 9th Ed. The Morrison Publs. Co. arrangeville, Ontario, Canada.
Nurhanafi, F. 2012. Perbandingan Potensi Antimikroba Ekstrak N-Heksana Daun Kelor (Moringa Oleifera) dengan Kulit Biji (Pericarp) Jambu Mete (Anacardium Accidentale) terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Secara Invitro. Skripsi. Program Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang.
Santosa, M., M. Basuki, A. Cholil, dan D. A. D. Syekhfani. 1991. Pengembangan Bawang Putih di Dataran Medium (400 m dpl). Risalah Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional LIPI. Jakarta.
Scott, M. L., M. C. Nesheim, dan R. J. Young. l982. Nutrition of the Chickens. 3rd Ed. M. L. Scott Assoc. Ithaca. New York.
Syamsiah, I. S. dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H, Torri. 1989. Prinsip dan Prosedur Staktistik. Edisi ke-3. Terjemahan. PT Gramedia. Jakarta.
Trease G. E. dan W. C. Evans. 1978. A Text Book of Pharmacognosy 11ᵗʰ Edition. Bailliere Tindall. London. P .530.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan IV. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wiryawan, K. G., Suharti, S., dan M. Bintang. 2005. Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap Salmonella typhymurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging. Med. Pet. 22:52-62.
Yalcin, S., I. Onbaslar, dan A. Sehu. 2007. The effect of dietary garlic powder on the performance, egg triats, and blood serum cholesterol of laying quails. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 20: 944-950.
Hasanah et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 477- 488
Page 488
Discussion and feedback