e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

Submitted Date: Juny 25, 2018

Accepted Date: Juny 26, 2018


Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita

SUBSTITUSI PUPUK UREA DENGAN PUPUK BIO-SLURRY SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT

Stenotaphrum secundatum

Sri Wahyuni S. S., I K. M. Budiasa, dan I W. Suarna

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar E-mail: aiiden.lee@gmail.com Telphone. 085739995529

ABSTRAK

Upaya untuk meningkatkan produksi rumput dapat dilakukan dengan pemupukan yang efektif namun tidak berdampak negatif pada lingkungan. Substitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi terhadap pertumbuhan dan produksi rumputStenotaphrum secundatum. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar selama 12 minggu. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan kombinasi dan lima kali ulangan sehingga terdapat 25 pot unit percobaan. Perlakuan kombinasi terdiri atas B0: tanpa pupuk bio-slurry dan pemberian pupuk urea 300 kg/ha, B5: pemberian pupuk bio-slurry 5 ton/ha dan 250 kg/ha urea, B10: pemberian pupuk bio-slurry 10 ton/ha dan 200 kg/ha urea, B15: pemberian pupuk bio-slurry 15 ton/ha dan 150 kg/ha urea, B20: pemberian pupuk bio-slurry 20 ton/ha tanpa pupuk urea. Variabel yang diamati adalah variabel pertumbuhan, produksi dan karakteristik tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi berbeda nyata (P<0,05) pada variabel jumlah daun, jumlah cabang, panjang akar, berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, luas daun dan berbeda tidak nyata (P>0,05) pada variabel panjang tanaman, panjang ruas, jumlah anakan, berat kering akar, volume akar, top root ratio dan kandungan klorofil. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa substitusi pupuk urea sebesar 50% (150 kg/ha dengan 15 ton/ha pupuk bio-slurry sapi) menghasilkan pertumbuhan dan produksi rumput Stenotaphrum secundatum yang tidak berbeda dengan pemberian pupuk urea 100% (300 kg/ha)

Kata kunci: Substitusi Pupuk, Bio-Slurry, Pertumbuhan, Produksi, Stenotaphrum secundatum

UBSTITUTION OF UREA FERTILIZER WITH BIO-SLURRY FERTILIZER ON THE GROWTH AND PRODUCTION OF Stenotaphrum secundatum

ABSTRACT

The efforts to increase grass production can be done with effective fertilization but not negative impact to the environment. Substitution of inorganic fertilizer with organic fertilizer is one effort that can be done to maintain the physical, chemical and biological soilcharacteristics.This experiment aims to determine the effect of urea fertilizer substitution with bio-slurry fertilizer on the growth and production of Stenotaphrum secundatum


grass.The experiment was conducted at Greenhouse, Research Station of Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Denpasar for 12 weeks. The design used was completely randomized design (CRD) with five combined treatments and five replications so that there were 25 pots of experimental unit. Combination treatmentconsists of B0: without bio-slurry fertilizer and urea fertilizer 300 kg/ha, B5: bio-slurry fertilizer 5 tons/ha and 250 kg/ha urea, B10: bio-slurry 10 tons/ha and 200 kg/ha urea, B15: bio-slurry fertilizer 15 tons/ha and 150 kg/ha urea, B20: bio-slurry fertilizer 20 tons/ha without urea fertilizer.Variables observed were growth, production and growth characteristics.The results showed that the substitution of urea fertilizer with bio-slurry fertilizer was significantly different (P <0.05) in variables of leaf number, number of branches, root length, leaf dry weight, dry weight of stem, total dry weight of forage, leaf dry weight ratio with dry weight of stem, leaf area and not significantly different (P>0.05) on variable length of segment, length of segment, number of tiller, root dry weight, root volume, top root ratio and chlorophyll content.Based on the research result, it can be concluded that the substitution of urea fertilizer 50% (150 kg / ha urea with 15 ton/ha bio-slurry) resulted in growth and production of Stenotaphrum secundatum grass which is not different from 100% urea fertilizer (300 kg / ha)

Keywords:Fertilizer Substitution, Bio-Slurry, Growth,Production, Stenotaphrum secundatum

PENDAHULUAN

Keberhasilan suatu usaha peternakan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang cukup, baik kualitas, kuantitas, maupun kontinyuitasnya. Hijauan pakan yang tidak tersedia sepanjang tahun sesuai jumlah yang dibutuhkan menjadisalah satu penyebab sulit berkembangnnya populasi dan produksi ternak ruminansia. Produksi hijauan yang rendah disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) keterbatasan lahan (bersaing dengan lahan untuk tanaman pangan); (2) penanaman atau pengembangan hijauan terbatas; (3) lahan yang biasanya dikembangkan untuk tanaman adalah lahan marginal atau non produktif (Nitis et al., 2001).

Rumput Stenotaphrum secundatum merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah umum digunakan sebagai pakan. Di Indonesia dikenal dengan nama rumput steno yang merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah, sehingga menjadi salah satu alternatif jenis tanaman pakan ternak yang memiliki potensi tinggi sebagai sumber hijauan, terutama untuk mendukung sistem integrasi ternak dengan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet (Sirait et al., 2010). Rumput steno tumbuh dan berkembang sangat cepat, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuatserta tahan terhadap penggembalaan berat (Smith dan Whiteman, 1983).

Lahan yang digunakan untuk menanam hijauan pakan semakin lama semakin menyempit sedangkan ternak ruminansia memerlukan hijauan pakan yang cukup setiap harinya. Selain lahan marginal dan penyempitan lahan, penggunaan pupuk kimia yang

berlebihan secara terus menerus tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk organik telah banyak menimbulkan dampak negatif yang merugikan, karena dapat mengganggu sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Kartini, 2000).

Rasyiddin et al. (2017) menyatakan bahwa pupuk anorganik apabila diberikan dalam dosis yang tinggi dapat menimbulkan polusi pada tanah karena sifatnya yang mudah larut dan hilang. Kegiatan usaha pengembangan hijauan yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik ialah dengan memanfaatkan pupuk organik. Salah satu jenis pupuk organik yang berpotensi digunakan adalah pupuk bio-slurry sapi.

Bio-slurry sapi merupakan slurry (hasil fermentasi pada proses biogas)yang telah difermentasi kembali dengan menggunakan fermentor Biang Kompos (Beka) sehingga unsur-unsur hara lebih tersedia bagi tanaman (Wirawan et al., 2017). Suzuki et al. (2001) menyatakan bahwa bio-slurry yang berasal dari biogas sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti fospor (P), magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), tembaga (Cu), dan feng (Zn). Parwata et al. (2016) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik bio-slurry dengan dosis 10 ton/ha dapat memberikan hasil yang optimal pada tanaman leguminosa Clitoria ternatea (kembang telang).

Penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik secara bersama-sama memberikan manfaat yang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Pupuk anorganik dimanfaatkan sebagai sumber mineral oleh tanaman, tetapi jika pemberiannya berlebih dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah. Pupuk organik bermanfaat untuk memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah, namun penggunaan pupuk organik diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak. Oleh sebab itu perlu dilakukan substitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik. Hasil penelitian Sulistyawati dan Nugraha (2008) menunjukkan bahwa kompos sampah organik dapat menggantikan penggunaan pupuk kimia sampai 50% dari dosis standar pada tanaman padi.

Informasi tentang substitusi pupuk urea dengan pupuk organik khususnya bio-slurry sapi pada rumput Stenotaphrum secundatum masih sangat terbatas, oleh sebab itu penting dilakukan penelitian terkait dengan subtitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi terhadap pertumbuhan dan produksi rumput Stenotaphrum secundatum.

MATERI DAN METODE

Materi

Bibit rumput Stenotaphrum secundatum

Bibit rumput Stenotaphrum secundatum yang digunakandiperoleh dari Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jalan Raya Sesetan, Gang Markisa, Denpasar. Bagian rumput yang digunakan yaitu stek rumput Stenotaphrum secundatum sebanyak 75 stek dengan ukuran stek didasarkan pada jumlah ruas yakni 3 ruas.

Tanah dan air

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Desa Tembuku, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Tanah yang dipakai dalam penelitian ini, dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Komposisi kimia tanah dengan kandungan nitrogen (N) yaitu 0,14 %, fosfor (P) yaitu 7,76 ppm dan kalium (K) yaitu 668,74 ppm, dan secara lengkap tertera padaTabel 2.1. Air yang digunakan diperolehdari air sumur yang ada di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Pot dan pupuk

Pot yang digunakan adalah pot plastik dengan ukuran tinggi 19 cm dan diameter 27 cm (atas) dan 18 cm (bawah). Setiap pot diisi dengan tanah kering udara sebanyak 4 kg. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk urea dengan kadar N 46% yang di peroleh dari kios pertanian dan pupuk bio-slurry sapi yang di peroleh dari Simantri 369 Desa Kemenuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan kawat untuk mengayak tanah dengan ukuran lubang 2 mm × 2 mm sehingga ukuran partikel tanah lebih merata; timbangan dengan kapasitas 25 kg dan 600 g dengan kepekaan 10 g dan 0,1 g untuk menimbang tanah dan menimbang pupuk; pita ukur untuk mengukur panjang tanaman dan panjang akar tanaman; Chlorophyll Content Meter CCM-200 untuk mengukur kandungan klorofil dalam sampel utuh tanpa merusak bahan tanaman; leaf area meter untuk menghitung luas daun; gunting untuk memotong rumput saat panen dan untuk memisahkan bagian-bagian tanaman; kantong kertas untuk tempat sampel yang akan dikeringkan; oven untuk mengeringkan sampel pada suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

Tabel 2.1 Hasil Analisa Tanah dan Pupuk Bio-slurry Sapi

Parameter

Satuan

Hasil Analisis Tanah

Tanah

Bio-slurry Sapi

Nilai      Kriteria

Nilai        Kriteria

pH (1:2,5

-  H2O

6,2       AM

6,6           N

- DHL

Mmmhos/cm

0,10        SR

2,21             S

C-Organik

%

1,75         R

24,05          ST

N Total

%

0,14        R

0,69            T

P Tersedia

ppm

7,76        SR

553,71          ST

K Tersedia

ppm

668,74       ST

6165,3          ST

Kadar Air

- KU

%

9,27

12,23

- KL

%

48,74

Tekstur

-

Lempung

- Pasir

%

40,52

- Debu

%

42,60

- Liat

%

16,88

Data

: Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Denpasar. Bali.

Keterangan

Metode

DHL

: Daya Hantar Listrik

AM, N :

Agak Masam, Netral     C Organik

: Metode Walkley &Black

KU

: Kering Udara

SM, M :

Sangat Masam, Masam N Total

: Metode Kjeldhall

KL

: Kapasitas Lapang

AA, A :

Agak Alkalis, Alkalis P & K

: Metode Bray-1

N

: Nitrogen

SR       :

Sangat Rendah        KU & KL

: Metode Gravimetri

P

: Posfor

R, S       :

Rendah, Sedang         Tekstur

: Metode Pipet

K

:Kalium

ST        :

Sangat Tinggi

Metode

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jalan Raya Sesetan, Gang Markisa, Denpasar, selama 12 minggu yang meliputi persiapan, pengamatan dan tabulasi data.

Rancangan percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), perlakuan yang dicobakanadalah lima perlakuan kombinasi yang merupakan substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi yakni: B0: tanpa pupuk bio-slurry sapidan pemberian pupuk urea 300 kg/ha, B5: pemberian pupuk bio-slurry sapi5 ton/ha dan 250 kg/ha urea, B10: pemberian pupuk bio-slurrysapi 10 ton/ha dan 200 kg/ha urea, B15: pemberian pupuk bio-slurrysapi 15 ton/ha dan 150 kg/ha urea, B20: pemberian pupuk bio-slurrysapi 20 ton/ha tanpa pupuk urea. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima (5) kali sehingga terdapat 25 pot percobaan.

Persiapan penelitian dan penanaman rumput

Sebelum penelitian dilakukan beberapa persiapan antara lain tanah yang dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan ayakan dari Sri Wahyuni et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 283–297                Page 287

kawat dengan ukuran lubang 2 mm × 2 mm sehingga ukuran partikel tanah lebih merata. Setelah itu tanah ditimbang sebanyak 4 kg, kemudian dimasukkan dalam pot plastik.Setiap pot ditanami dengan 3 stek rumput Stenotaphrum secundatum dengan panjang 3 ruas pada kedalaman tanah 5 cm. Setelah tumbuh, dipilih satu tanaman yang telah mempunyai daun berkembang sempurna untuk tetap dipelihara dan diberi perlakuan.

Pemberian pupuk dan pemeliharaan tanaman

Pada penelitian ini pemberian pupuk bio-slurry dilakukan satu kali pada saat awal penanaman dengan cara dicampurkan pada tanah sampai homogen sesuai dengan dosis masing-masing. Pupuk urea diberikan sebanyak dua kali yaitu minggu ke 2setelah tumbuh dan pada minggu ke 7. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama dan gulma. Penyiraman dilakukan setiap hari yakni pada pagi hari sedangkan pengendalian hama dan gulma dilakukan sewaktu-waktu bila hama dan gulma mengganggu tanaman.

Variabel yang diamati

  • 1.    Variabel Pertumbuhan

  • a)    Panjang tanaman, pengamatan panjang tanaman diukur dengan menggunkan pita ukur, mulai dari pangkal batang sampai collar daun teratas yang telah mempunyai daun berkembang sempurna.

  • b)    Panjang ruas, pengamatan panjang ruas dilakukan dengan menggunakan pita ukur pada bagian batang utama dan cabang yang telah mempunyai daun berkembang sempurna, kemudian dirata-ratakan.

  • c)    Jumlah daun, pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang telah berkembang sempurna.

  • d)    Jumlah anakan, pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang telah mempunyai daun yang telah berkembang sempurna.

  • e)    Jumlah cabang, pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah cabang yang telah mempunyai daun berkembang sempurna.

  • f)    Kandungan klorofil, pengamatan kandungan klorofil daun diukur menggunakan alat Chlorophyll Content Meter CCM-200. Pengukuran dilakukan pada daun yang telah berkembang sempurna pada bagian pangkal, tengah dan pucuk, kemudian dirata-ratakan.

  • g)    Panjang akar, pengamatan panjang akar dilakukan dengan menggunakan pita ukur pada saat pemanenanmulai dari pangkal akar hingga ujung akar yang terpanjang.

  • 2.    Variabel Produksi

  • a)    Berat kering daun, diperoleh dengan menimbang daun per pot, setelah dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • b)    Berat kering batang, diperoleh dengan menimbang batang per pot, setelah dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • c)    Berat kering total hijauan, diperoleh dengan menjumlahkan berat kering daun dan berat kering batang.

  • d)    Berat kering akar, diperoleh dengan menimbang bagian akar per pot, setelah dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • e)    Volume akar, pengamatan volume akar dilakukan dengan merendam akar pada gelas ukur dan diamati peningkatan volume air. Selisih volume air setelah akar direndam dengan volume air awal merupakan volume akar dengan satuan ml.

  • 3.    Variabel Karakteristik Tumbuh

  • a)    Nisbah berat kering daun dengan berat kering akar, diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang.

  • b)    Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar, diperoleh dengan membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar (top root ratio).

  • c)    Luas daun per tanaman, diperoleh dengan mengambil sampel daun pada bagian pangkal, tengah dan pucuk tanaman, mengukur luas daun dengan menggunakan leaf area meter dan menimbang daun sampel.

Luas daun per tanaman ini dicari dengan menggunakan rumus:

LDP = — × BDT

BDS

Keterangan:

LDP : Luas daun dikonversi BDS           LDS: Luas daun sampel

BDT : Berat daun total                     BDS: Berat daun sampel

Pengukuran dan pemanenan

Pengukuran atau pengambilan data pertumbuhan dilakukan setiap minggu selama 8 mingguyakni dimulai pada minggu ke 3(dua minggu setelah penanaman),selanjutnya dilakukan pengambilan data produksi dengan pemanenan atau pemotongan tanaman pada

umur 10 minggu. Tanaman dipotong di atas permukaan tanah dan kemudian dipisahkan bagian daun, batang dan akar.

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila antar perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan selama 10 minggu menunjukkan bahwa substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi terhadap panjang tanaman, panjang ruas dan jumlah anakan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan kombinasi (Tabel 1). Hasil tersebut kemungkinan karena ketersediaan unsur hara terutama N untuk semua perlakuan kombinasi mencukupi dalam proses pertumbuhan tanaman. Hal ini didukung oleh pendapat Azwin (2016) menyatakan bahwa apabila pupuk organik dan urea diberikan secara bersamaan atau kombinasi, maka pengaruhnya tidak terlihatkhususnya pada variabel pertumbuhan.

Tabel1 Subtitusi pupuk urea dengan bio-slurry sapi Stenotaphrum secundatum

terhadap pertumbuhan

rumput

Perlakuan1)

SEM2)

Peubah

B0

B5

B10

B15

B20

Panjang tanaman (cm)

153,20a3)

160,40a

160,60a

153,00a

143,40a

7,81

Panjang ruas (cm)

11,80a

12,20a

12,07a

12,33a

12,47a

0,64

Jumlah daun (helai)

445,20b

541,80a

400,60b

440,00b

231,20c

30,93

Jumlah cabang (cabang)

103,00a

108,60a

89,00a

94,60a

58,80b

7,69

Jumlah anakan (anakan)

1,60a

1,40a

1,80a

1,60a

1,00a

0,53

Panjang akar (cm)

40,00ab

44,20a

38,60ab

39,00ab

33,00b

2,94

Keterangan

  • 1)    B0 = urea dosis 300kg/ha; B5 = urea dosis 250kg/ha + 5 ton/ha bio-slurry; B10 = urea dosis 200kg/ha + 10 ton/ha bio-slurry; B15 = urea dosis 150kg/ha + 15 ton/ha bio-slurry; B20 = 20 ton/ha bio-slurry.

  • 2)    SEM = Standar Error of the Treatment Means

  • 3)    Nilai dengan huruf kecil yang sama pada baris yang sama manunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Jumlah daun berbeda nyata (P<0,05) antarpelakuan kombinasi dan menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B5(Tabel 1).Hal ini karena pada perlakuan kombinasi B5pemberian pupuk bio-slurry sapi masih rendah sehingga keseimbangan hara masih belum cukup untuk menggantikan pupuk urea. Pupuk urea mengandung unsur nitrogen (N) yang tinggi sehingga mampu meningkatkan jumlah daun dan akan mempengaruhi jumlah cabang. Pendapat ini didukung oleh Poerwowidodo (1992) dan Sutedjo (2002) yang

menyatakan bahwa nitrogen diperlukan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, meningkatkan jumlah daun dan meningkatkan kandungan klorofil.

Jumlah daun pada perlakuan kombinasi B15 menunjukkan rataan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan kombinasi B0dan menghasilkan rataan terendah pada perlakuan kombinasi B20(Tabel 1). Hal ini karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman melalui pupuk urea dapat digantikan oleh pupuk bio-slurry sapi. Hal ini sejalan dengan pendapat Agussalim (2016) menyatakan bahwa adanya kemampuan pupuk organik dalam berperan sebagai subtitusi pupuk anorganik disebabkan karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh pupuk organik. Kelebihan yang dimiliki pupuk organik adalah: (1) memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah; (2) aman bagi manusia dan lingkungan; (3) meningkatkan produksi hijauan.

Substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapipada variabel jumlah cabang menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B5 dan berbeda nyata (P<0,05) pada perlakuan kombinasi B20(Tabel 1). Keadaan tersebut kemungkinan dipengaruhi perlakuan kombinasi yang masih tinggi pemberian pupuk urea dibandingkan pupuk bio-slurry sapi. Hal ini sesuai dengan pendapatNeni et al. (2012) yang menyatakan unsur nitrogen berkolerasi sangat erat dengan perkembangan jaringan meristem, sehingga sangat mendukung pertumbuhan tanaman seperti jumlah cabang. Perlakuan kombinasi B20 menghasilkan jumlah cabang terendah. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh lama penelitian yang relatif pendek sehingga pengaruhnya belum optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Widowati (2009) menyatakan bahwa respon tanaman terhadap pupuk organik umumnya lambat karena proses penyediaan hara yang bertahap melalui proses dekomposisi.

Variabel panjang akar pada perlakuan kombinasi B5menghasilkan rataan tertinggi dan menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan kombinasi (Tabel 1). Hal ini kemungkinan karena pupuk bio-slurry sapi lambat diserap oleh tanaman dan jumlah yang belum mampu mengimbangi pupuk anorganik khususnya pupuk ureasehingga unsur N pada pupuk urea lebih mudah diserap oleh akar tanaman dan akar yang lebih panjang akan memperluas daerah penyerapan unsur hara. Hal ini didukung oleh pendapat Ramadhaniet al. (2016) menyatakan bahwa perlakuan komposisi urea yang lebih banyak dari pupuk kandang atau kompos menghasilkan pertumbuhan vegetatif lebih baik dibanding perlakuan yang komposisi pupuk kandang lebih banyak.

Perlakuan kombinasi B15 pada panjang akar menghasilkan rataan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan kombinasi B0(Tabel 1). Hal ini berarti pupuk bio-slurry sapi

mampu menggantikan pupuk urea sebagai penyedia unsur hara terutama unsur hara N. Hal ini sejalan dengan pendapat Azwin (2016) kombinasi penggunaan pupuk organik dan urea menunjukkan pengaruh nyata pada parameter panjang akar hal ini diduga karena pupuk organik dan urea yang diberikan telah mampu memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur harasehingga kedua pupuk tersebut saling melengkapi.

Berat kering daun berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan dan menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B0dan menghasilkan rataan terendah pada perlakuan kombinasi B20(Tabel 2). Keadaan ini disebabkan karena pupuk urea dapat membantu penyediaan unsur nitrogen bagi tanaman yang dapat meningkatkan berat kering daun. Pendapat ini didukung oleh Adhityaet al. (2012) menyatakan bahwa pada perlakuan dosis pemupukan urea, berat segar dan kering daun serta batang paling tinggi ditunjukan pada dosis 300 kg/ha.

Tabel.2 Substitusi pupuk urea dengan Stenotaphrum secundatum

pupuk bio-slurry sapi

terhadap

produks

i rumput

Peubah

Perlakuan1)

SEM2)

B0

B5

B10

B15

B20

Berat kering daun (g)

4,14a

3,10b

2,46b

2,94b

1,38c

0,31

Berat kering batang (g)

15,02a

15,14a

9,86bc

11,34ab

6,44c

1,53

Berat kering total hijauan (g)

19,16a

18,24a

12,32bc

14,28ab

7,82c

1,78

Berat kering akar (g)

1,36a

1,36a

0,54a

1,12a

0,50a

0,32

Volume akar (ml)

9,70a

11,24a

8,62a

8,84a

8,58a

1,27

Keterangan

  • 1)    B0 = urea dosis 300kg/ha; B5 = urea dosis 250kg/ha + 5 ton/ha bio-slurry; B10 = urea dosis 200kg/ha + 10 ton/ha bio-slurry; B15 = urea dosis 150kg/ha + 15 ton/ha bio-slurry; B20 = 20 ton/ha bio-slurry.

  • 2)    SEM = Standar Error of the Treatment Means

  • 3)    Nilai dengan huruf kecil yang sama pada baris yang sama manunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) dan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Berat kering batang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan kombinasi dan menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B5(Tabel 2). Keadaan ini kemungkinan karena penyerapan pupuk bio-slurry sapi tergolong lambat. Hal ini didukung oleh pendapatFirmansyah (2011)menyatakan bahwa pupuk organik memiliki beberapa kekurangan yaitukandungan hara yang terkandung di dalam pupuk organik relatif lebih rendah sehinggamemerlukan jumlah yang besar dalam penggunaannya dan dalam jangka pendek. Respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak secepat pemberian pupuk anorganik.

Perlakuan kombinasi B15 pada berat kering batang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan kombinasi B0(Tabel 2). Hal ini berarti pupuk bio-

slurry sapi sebagai subtitutor tidak memberikan hasil yang lebih rendah dari tanaman yang mendapatkan pemupukan anorganik 100%. Hal ini sejalan dengan pendapat Sulistyawati dan Nugraha (2008) menyatakan bahwa kompos sampah organik dapat menggantikan penggunaan pupuk kimia sampai 50% dari dosis standar pada tanaman padi dan pada dosis pemupukan tersebut produktivitas padi dapat dipertahankan.

Berat kering total hijauan berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan kombinasi dan pada perlakuan kombinasi B0 memiliki rataan tertinggi dan rataan terendah pada perlakuan kombinasi B20(Tabel 2). Hal ini kemungkinan karena pupuk bio slurry sapi belum mampu menggantikan pupuk urea. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadhani et al. (2016) menyatakan bahwa pupuk urea mampu menyediakan unsur N lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk bio-slurry sapi. Hal ini disebabkan karena pupuk bio-slurry sapi harus mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi terlebih dahulu, kemudian menghasilkan unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman. Penggunaan pupuk organik lebih berperan dalam memperbaiki kesuburan tanah dan kualitas tanaman dibandingkan sebagai penyedia unsur hara.

Berat kering akar tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan kombinasidan menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B0 dan B5(Tabel 2). Hal ini diduga karena unsur hara yang dikandung oleh pupuk anorganik lebih cepat tersedia dan kandungan hara N lebih tinggi dibandingkan dengan pupupupuk organik. Herdiyanti (2017) menyatakan bahwa berat kering akar erat kaitanya dengan biomassa akar. Semakin tinggi biomassa akar maka berat kering akar semakin berat.

Peningkatan volume akar pada substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan kombinasi, namun menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B5(Tabel 2). Hal ini disebabkan karena akar yang lebih panjang akan memperluas daerah penyerapan unsur hara dan metabolisme dalam tanah meningkat. Hal ini didukung oleh Palupi dan Dedywiryanto (2008) bahwa tanaman dengan volume akar yang besar akan mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga mampu bertahan pada kondisi kekurangan air.

Substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi terhadap nisbah berat kering daun dengan berat kering batang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan kombinasi dan menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B0(Tabel 3). Hal ini dikarenakan kandungan unsur nitrogen (N) secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dan meningkatkan jumlah daun pada tanaman. Nisbah daun batang yang tinggi menunjukkan

bahwa proporsi daun lebih banyak dibandingkan proporsi batang, sehingga kualitas tanaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya nisbah daun batang. Pendapat ini didukung oleh Suastika(2012) menyatakan bahwa semakin tinggi porsi daun suatu tanaman dan porsi batang yang lebih kecil maka nisbah berat kering daun dengan berat kering batang akan semakin tinggi.

Tabel 3. Substitusi pupuk urea dengan pupuk bio-slurry sapi terhadap karakteristik rumput Stenotaphrum secundatum

Peubah

Perlakuan1)

SEM2)

B0

B5

B10

B15

B20

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

0,29a

0,20b

0,24ab

0,26ab

0,21b

0,02

Top root ratio

20,34a

25,53a

28,79a

14,23a

33,54a

8,67

Luas daun per pot (cm2)

128,64a

109,22ab

97,85ab

124,25a

64,30b

14,66

Kandungan klorofil (CCI)

1,06a

1,20a

1,18a

1,61a

1,05a

0,25

Keterangan

  • 1)    B0 = urea dosis 300kg/ha; B5 = urea dosis 250kg/ha + 5 ton/ha bio-slurry; B10 = urea dosis 200kg/ha + 10 ton/ha bio-slurry; B15 = urea dosis 150kg/ha + 15 ton/ha bio-slurry; B20 = 20 ton/ha bio-slurry.

  • 2)    SEM = Standar Error of the Treatment Means

  • 3)    Nilai dengan huruf kecil yang sama pada baris yang sama manunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) dan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (top root ratio) tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan kombinasi (Tabel 3). Keadaan tersebut diduga karena daya serap tanaman terhadap unsur hara relatif sama sehingga penambahan pupuk nitrogendengan dosis yang beragam tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata.Allaby (2004) menyatakan bahwa tanaman dengan proporsi akar yang lebih besar dapat berkompetisi lebih efektif untuk mendapatkan unsur hara tanah, sedangkan tanaman dengan proporsi tajuk yang lebih besar dapat mengumpulkan lebih banyak energi.

Rataan luas daun per pot berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan kombinasi dan menghasilkan rataan tertinggi pada perlakuan kombinasi B0(Tabel 3). Hal ini terkait dengan jumlah daun sehingga memperluas helai daun dan meningkatkan proses fotosintesis. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa luas daunmenunjukkan jaringan yang melaksanakan fotosintesis dengan jaringan tanaman total yangmelakukan respirasi. Pendapat ini didukung oleh Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa luas daun tanamanditentukan oleh jumlah bahan hasil fotosintesis yang dialokasikan ke bagian daun.

Kandungan klorofil tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan kombinasi (Tabel 3). Hal ini kemungkinan karena daya serap tanaman terhadap unsur hara relatif samasehingga

tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan kombinasi. Menurut Black (1967) apabila unsur hara nitrogen dalam tanah tercukupi maka tanaman dapat meningkatkan jumlah klorofil sehingga dapat meningkatkan aktivitas fotosintesis. Nitrogen pada tanaman mempunyai pengaruh merangsang pertumbuhan daun dengan cepat serta menyebabkan daun dan batang berwarna hijau, karena nitrogen merupakan bahan pembentuk klorofil (Novizan, 2004).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa substitusi pupuk urea sebesar 50% (150 kg/ha dengan pupuk bio-slurry sapi sebanyak 15 ton/ha) menghasilkan pertumbuhan dan produksi rumput Stenotaphrum secundatum yang tidak berbeda dengan pemberian pupuk urea 100% (300 kg/ha).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik khususnya pupuk urea yang berlebihan pada pertumbuhan dan produksi rumput Stenotaphrum secundatum dapat disubstitusi dengan pupuk bio-slurry sapi yaitu 15 ton/ha pupuk bio-slurry sapi dan 150 kg/ha pupuk urea.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr.A. A. Raka Sudewi, Sp.S.(K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. IdaBagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan.Penulis mengucapkan terimakasih kepada keluarga yangselalu memberi support dan dukungan selama menjalani masa perkuliahan. Bapak/Ibu Staf Dosen Laboratorium Tumbuhan Pakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah membantu selama proses penelitian sampai penyusunan jurnal ini selesai tepat pada waktunya.

DAFTAR PUSTAKA

Adhitya, T., R. Rogomulyo dan S. Waluyo. 2012. Pengaruh tingkat naungan dan dosis pupuk urea terhadap pertumbuhan dan hasil sambiloto (Andrographis paniculata NEES.). Jurusan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Agussalim. 2016. Efektivitas Pupuk Organik Terhadap Produktivitas Tanaman Kakao Di Sulawesi Tenggara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara

Allaby, M. 2004. A Dictionary of Ecology. Oxford University Press Inc. New York.

Azwin. 2016. Pemberian pupuk kandang dan urea pada bibit tanaman mahoni (Switenia macrophylla king). Wahana Forestra. 11 (1)

Black, C. A. 1967. Soil Plant Relationship.John Wille and Sons. New York

Firmansyah, M. A. 2011. Peraturan Tentang Pupuk, Klasifikasi Pupuk Alternatif dan Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produksi Pertanian. Makalah Ilmiah. Palangka Raya. Kalimantan Tengah.

Gardner, F.P., R.B. Peace dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Edisi Terjemahan oleh Herawati Susilo dan Subiyanto). Universitas Indonesia Press. Jakarta

Herdiyanti, H. 2017. Pengaruh Pemberian Nutrisi Alami Pada Sistem Hidroponik Wick Terhadap Tanaman Caisin (Brassica juncea L.).Makalah Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Kartini, N. L. 2000. Pertanian Organik sebagai Pertanian Masa Depan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bekerjasama dengan Universitas Udayana Denpasar. Denpasar.

Khamis, S., S. Chaillou danT. Lamaze. 1990. CO2 assimilation and partitioning of carbon in maize plants derived of orthophospat. E. J. 41. 1619- 1625.

Neni, M., E.A. Saputro, dan N. Amir. 2012. Respon tanaman padi (Oryza sativa L.) terhadap takaran pupuk organik plus dan jenis pestisida organik dengan system of rice intensification (sri) di lahan pasang surut. Jurnal Lahan Suboptimal. 1(2): 138-148.

Nitis, IM., IW Suarna, I. K. Lana, A.W. Puger dan T.G.O. Pemayun. 2001. Peningkatan Produktivitas Peternakan dan Kelestarian Lingkungan Pertanian Lahan Kering dengan Sistem Tiga Strata. Universitas Udayana. Press. Denpasar.

Novizan, 2004. Petunjuk Pemupukan yang efektif. Agro Media Utama. Jakarta.

Palupi, E. Rdan Y. Dedywiryanto. 2008. Kajian karakter toleransi cekaman kekeringan pada empat genotipe bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Bul Agron. 36(1): 24-32.

Parwata, IN. A., N. N. C. Kusumawati, dan N. N. Suryani. 2016. Pertumbuhan dan produksi hijuan kembang telang (Clitoria ternatea) pada berbagai level aplikasi pupuk bioslurry. E-journal Peternakan Tropika 4(1) : 142-155.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.

Ramadhani, R.H., M. Roviq dan M. D. Maghfoer. 2016. Pengaruh sumber pupuk nitrogen dan waktu pemberian urea pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Sturt. var. saccharata).Jurnal Produksi Tanaman. 4(1) ; 8-15.

Rasyiddin, F. A., T. K. Dewidan O. D. Hajoeningtijas. 2017. Kajian Pupuk Organik Hayati Cair Berbasih Mikroba Unggul dan Limbah Pertanian: Compost Tea-Corn Steep Liquor

(CT-CSL). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Jawa Timur.

Smith, M. A. dan P. C. Whiteman. 1983. Evaluation of tropical grasses in increasing shade under coconut canopies. Expl. Agric., 19:153- 161.

Sirait, J., R. Hutasoit, A. Tarigan dan K. Simanihuruk. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya dan Pemanfaatan Rumput Stenotaphrum secundatum untuk Ternak Ruminansia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta.

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogjakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Principles and Procedure of Statistics. McGraw Hill Book Co. Inc. New York.

Suastika, IG. L. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan Rumput Setaria (Setaria splendida Stapf.) yang Dipupuk dengan Biourine. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.

Sulistyawati, E. dan R. Nugraha. 2008. Efektivitas Kompos Sampah Perkotaan Sebagai Pupuk Organik dalam Meningkatkan Produktivitas dan Menurunkan Biaya Produksi Budidaya Padi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati – Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sutedjo, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kasinius. Yogyakarta.

Suzuki, K., W. Takhesi dan V. Lam. 2001. Contentration and crystallization of phosphate and minerals in the effluent of bio-gas degester in the Mekong Delta. Viensam. Jircan and Contho University Contho Viensam.Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Widowati, L.R. 2009. Peranan pupuk organik terhadap efisiensi pemupukan dan tingkat kebutuhannya untuk tanaman sayuran pada tanah inseptisols ciherang. Jurnal Tanah Tropika. 14(3) : 221-228

Wirawan, IK., N. N. C. Kusumawati dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2017. Aplikasi beberapa jenis slurry biogas pada berbagai level terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Indigofera zollingeriana. E-journal Peternakan Tropika. 5(2) : 262-272

Sri Wahyuni et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 283–297

Page 297