CARCASS OF KAMPUNG CHICKEN AT 11 WEEKS WITH DIFFERENT LEVEL OF PROTEIN IN THE RATION
on
![](https://jurnal.harianregional.com/media/38769-1.jpg)
e-journal
FAPET UNUD
e-Journal
![](https://jurnal.harianregional.com/media/38769-2.jpg)
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika_ejour[email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: April 2, 2018
Accepted Date: April 9, 2018
Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita
KARKAS AYAM KAMPUNG UMUR 11 MINGGU YANG DIBERI
RANSUM DENGAN TINGKAT PROTEIN YANG BERBEDA
Nugraha, G. A., I. M. Nuriyasa, dan A. W.Puger
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar e-mail:gdadityanugraha@gmail.com. Hp. 087761519214
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat protein dalam ransum terhadap karkas ayam kampung umur 11 minggu. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan, Sesetan, Denpasar. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan yang dilakukan yaitu ransum yang mengandung protein sebanyak 14,5 % (R1), ransum yang mengandung protein sebanyak 15,5 % (R2), dan ransum yang mengandung protein sebanyak 16,5 % (R3). Air minum dan pakan diberikan ad libitum. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah berat potong, berat karkas, persentase karkas, dan persentase recahan karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum yang mengandung protein 14,5 % (R1), 15,5 % (R2) dan 16,5 % (R3) berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua variabel berat potong, berat karkas, persentase karkas dan persentase recahan karkas. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan level protein (14,5 %, 15,5 % dan 16,5 %) dalam ransum pada ayam kampung tidak berpengaruh nyata terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas dan persentase recahan karkas ayam kampung umur 11 minggu..
Kata kunci: Karkas, Ayam kampung, Tingkat Protein.
CARCASS OF KAMPUNG CHICKEN AT 11 WEEKS WITH DIFFERENT LEVEL OF PROTEIN IN THE RATION
ABSTRACT
The aims of this research was to findout the effect of the protein level in the ration on the carcass ofkampung chicken at 11 weeks age. This research was carried out for 2 months at the Faculty of Animal Husbandry Research Station, Sesetan, Denpasar. The study used a Completely Randomized Design (CRD) with three treatments and six replicates. Those treatments were rations containing protein 14.5% (R1), rations containing protein 15.5% (R2), and rations containing protein 16.5% (R3). Drinking water and feed were given ad libitum. The variables observed were final weight, carcass weight, carcass percentage, and percentage of carcass component.The results showed that chicken giving rations containing protein 14.5% (R1), rations containing protein 15.5% (R2) and rations containing protein 16.5% (R3) not different (P>0.05) an all of the variables as of final weight, carcass weight, carcass percentage and percentage of carcass component. It can be concluded that chicken giving rations containing protein (14.5%, 15.5% and 16.5%) has no effect on the final weight, carcass weight, carcass percentage, and percentage of carcass component of kampung chicken at 11 weeks age.
Key words:Carcass, Kampung Chicken, Level of Protein.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/38769-3.jpg)
PENDAHULUAN
Pemerintah terus menerus berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengembangkan ayam lokal atau ayam kampung melalui cara meningkatkan potensi ayam kampung sebagai produksidaging dan telur. Rendahnya produktivitas ayam kampung antara lain karena secara genetik produksinya memang rendah dan dalam perkembangannya belum diseleksi ke arah tujuan pemeliharaan tertentu (Suprijatna, 1990).
Permasalahan utama dalam pengembangan ayam kampung adalah rendahnya produktivitas karena sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional mengakibatkan produksi relatif rendah (Mastika, 2004).Produktivitas yang rendah pada ayam kampung salah satunya disebabkan pemberian pakan dengan nutrisi yang tidak memenuhi kebutuhan ternak karena peternak memberi makan ayam dengan sisa makan dan dedak padi sebagai tambahannya. Peningkatan populasi, produksi dan efisiensi usaha ayam kampung perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis (Zakaria, 2004).
Kebutuhan nutrien untuk ayam sangat penting oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Faktor lainnya adalah perbaikan genetik dan peningkatan manajemen pemeliharaan ayam kampung harus dilakukan dengan perbaikan kualitas nutrien (Setioko dan Iskandar, 2005; Sapuri, 2006). Sampai saat ini standar kebutuhan nutrien ayam kampung di Indonesia didasarkan rekomendasi Scott et al. (1982) dan NRC (1994). Pada fase pertumbuhan ayam memerlukan protein dan energi yang tinggi sesuai dengan kebutuhannya karena protein dan energi merupakan nutrisi yang sangat berperan dalam pertumbuhan. Pertumbuhan ayam lokal yang relatif rendah dan hanya mencapai bobot hidup 0,5 kg/ekor pada umur 7 minggu, diduga membutuhkan protein ransum yang lebih rendah dari kebutuhan protein ayam broiler yang dapat mencapai bobot hidup 2,5 kg/ekor pada umur yang sama, apabila kadar protein ransum rendah akan menyebabkan pertumbuhan yang rendah pula (Bregendahl et al., 2002). Sebaliknya bila tingkat protein ransum tinggi maka pertumbuhan akan meningkat, namun tidak sepadan dengan biaya peningkatan protein ransum (Swennen et al., 2004).
Dewi dan Wijana (2011) menyatakan bahwa pemberian pakan dengan energy metabolis 3.100 kkal/kg dan protein kasar 22% pada umur 8 minggu menghasilkan berat badan yaitu 706,18 g/ekor, sedangkan ayam yang mendapat ransum dengan energi metabolis 3.000 kkal/kg dan protein kasar 20% pada umur 8 minggu berat badan mencapai 693,25 g/ekor dan ransum yang mengandung energi metabolis 2.900 kkal/kg dan protein kasar 18% berat badan
mencapai 699,40 g/ekor, serta ayam kampung yang diberikan ransum dengan energi metabolis 2.800 kkal/kg dan protein kasar 16% selama 8 minggu mencapai 635,50 g/ekor.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat energi dan protein dalam ransum dapat meningkatkan berat badan ayam, dengan meningkatnya berat badan produksi karkas yang dihasilkan juga meningkat. Berdasarkan informasi tersebut di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai karkas ayam kampung umur 11 minggu terhadap pengaruh tingkat protein pada ransum.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Lama Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan, Sesetan, Denpasar, selama 10 minggu. Persiapan, pembersihan kandang serta persiapan bahan pakan penyusun ransum dilakukan selama 2 minggu dan 8 minggu masa pemeliharaan.
Ayam kampung
Ayam kampung yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam kampung yang berumur 3 minggu sebanyak 54 ekor dengan bobot badan yang homogen (154 ± 3,295 gram) dan tanpa membedakan jenis kelamin.
Kandang dan Perlengkapannya
Kandang yang digunakan dalam penelitian ayam kampung ini adalah kandang sistem colonybattery terdiri dari 18 buah, yang dindingnya terbuat dari kawat. Masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum yang diletakkan di sisi depan kandang. Setiap petak berukuran panjang 65 cm, lebar 50 cm dan tinggi 75 cm. Di bagian depan bawah kandang diletakkan plastik untuk menampung ransum yang jatuh. Di bawah petak kandang dialasi dengan kertas koran untuk menampung kotoran yang jatuh.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang diberikan dalam penelitian ini adalah ransum lengkap yang berbentuk tepung (mash) yang disusun berdasarkan rekomendasi dari Scott et al.(1982) yaitu ransum yang mengandung protein 14,5% (R1), protein 15,5% (R2), dan protein 16,5% (R3) dengan energi termetabolis 2850 Kkal ME/kg. Bahan-bahan pakan yang digunakan meliputi jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, tepung kedelai, polar, grit, premix dan garam dapur seperti yang di sajikan pada Tabel 1. Susunan bahan-bahan ransum ayam kampung dan komposisi zat-zat makanan pada Tabel 2. Pemberian air minum yang diberikan ad libitum yang berasal dari PAM.
Tabel 1 Susunan bahan-bahan ransum ayam kampung.
Bahan pakan (%) |
Perlakuan1) | ||
(R1) |
(R2) |
(R3) | |
Jagung kuning |
57,90 |
54,80 |
50,80 |
Tepung ikan |
8,60 |
10,80 |
9,90 |
Dedak padi |
18,10 |
18,60 |
19,00 |
Tepung kedelai |
7,60 |
8,50 |
12,80 |
Pollard |
6,60 |
6,60 |
6,60 |
Grit |
0,80 |
0,30 |
0,50 |
Premik |
0,20 |
0,20 |
0,20 |
Garam dapur |
0,20 |
0,20 |
0,20 |
Jumlah |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
Tabel 2 Komposisi zat-zat makanan ayam kampung fase pertumbuhan.
Komposisi zat-zat makanan |
Perlakuan 1) |
Standar 2) | ||
(R1) |
(R2) |
(R3) | ||
Energi/ME (Kkal/kg) |
2850 |
2850 |
2850 |
2600-3100 |
Protein (%) |
14,5 |
15,5 |
16,5 |
18-24 |
EE (Ether ekstrak/lemak) (%) |
7,02 |
7,32 |
7,91 |
6,53) |
Serat kasar (%) |
5,44 |
5,63 |
6,36 |
6,003) |
Kalsium (%) |
1,03 |
1,01 |
1,03 |
3,3 |
Posfor (%) |
0,47 |
0,56 |
0,53 |
0,35 |
Arginin (%) |
1,10 |
1,20 |
1,27 |
0,85 |
Sistin (%) |
0,24 |
0,24 |
0,24 |
0,21 |
Glisin (%) |
0,76 |
0,87 |
0,92 |
0,6 |
Histidin (%) |
0,40 |
0,43 |
0,45 |
0,34 |
Isoleusin (%) |
0,55 |
0,57 |
0,64 |
0,68 |
Leusin (%) |
1,49 |
1,59 |
1,63 |
1,32 |
Lisin (%) |
1,04 |
1,20 |
1,24 |
0,73 |
Metionin (%) |
0,37 |
0,42 |
0,41 |
0,24 |
Triptophan (%) |
0,17 |
0,18 |
0,20 |
0,12 |
Keterangan : |
1). Perlakuan R1 : Ransum yang mengandung protein 14,5 % Perlakuan R2 : Ransum yang mengandung protein 15,5 %
Perlakuan R3 : Ransum yang mengandung protein 16,5 %
2). Standar Scott et al. (1982)
3). Standar Morrison (1961)
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penilitian ini adalah timbangan digital terdiri dari 2 timbangan dengan kapasitas yang berbeda. Timbangan kapasitas 5000 gram dengan kepekaan 1 gram digunakan dalam menimbang bahan-bahan untuk campuran ransum, menimbang pemberian dan sisa pada pakan serta untuk menimbang berat badan ayam dan berat karkas. Timbangan yang memiliki kapasitas 500 gram dengan kepekaan 0,1 gram berfungsi untuk
menimbang bagian-bagian tubuh ayam pada saat pemotongan dilakukan. Pisau dan talenan digunakan pada saat pemotongan ayam.
Rancangan penelitian
Rancangan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali sehingga terdapat 18 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan menggunakan 3 ekor ayam sehingga jumlah ayam yang dipergunakan sebanyak 54 ekor. Ketiga perlakuan tersebut adalah:
- Perlakuan R1; Ransum iso energi (2850 kkal/kg) dengan kandungan protein kasar 14,5%. - Perlakuan R2; Ransum iso energi (2850 kkal/kg) dengan kandungan protein kasar 15,5%. - Perlakuan R3; Ransum iso energi (2850 kkal/kg) dengan kandungan protein kasar 16,5%. Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum sepanjang penelitian dan tingkat konsumsi ransum dihitung setiap hari mulai pukul 08.00 wita sampai keesokan harinya jam 08.00 wita. Pemberian ransum dilakukan dengan cara menaruh pakan pada tempat pakan berwadah plastik yang ditempatkan disetiap kandang masing-masing 1 buah. Air minum yang akan diberikan selama penelitian bersumber dari perusahaan air minum (PAM).
Pengacakan ayam
Pada saat penelitian dimulai, dilakukan pengacakan perlakuan. Dengan memberi nomor pada kandang yang diurut 1 sampai 18, selanjutnya ayam yang sudah diberikan kode ataupun tanda pengenal ditimbang terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan pengacakan perlakuan dan kandang seluruh kode ulangan untuk masing-masing perlakuan dan nomor urut kandang disalin pada lembar kertas kecil dan digulung. Gulungan kertas berisi kode ulangan dan kandang yang dipisahkan. Pengambilan kode ulangan untuk perlakuan diambil secara acak sehingga didapatkan nomor ulangan dan perlakuan pada setiap ekor ayam. Ayam dengan kode ulangan yang terambil menempati nomor kandang yang terambil secara bersamaan. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing ayam menempati kandang yang sesuai dengan perlakuan yang diberikan.
Prosedur pemotongan
Ayam yang sudah berumur 11 minggu sebelum dipotong dilakukan pemuasaan ransum pada ayam selama 12 jam dengan tetap diberi air minum. Setelah melalui pemuasaan kemudian pemotongan dilakukan dengan pisau kecil dengan memotong Vena jugularis dan Arteri carotis di dasar leher, tanpa memutuskan trakhea. Setelah Vena jugularis dan Arteri carotis dipotong maka darah ditampung. Bila ayam telah mati dilanjutkan dengan pencabutan
bulu, ayam direndam dalam air panas dengan suhu 65 0C selama 30 detik (Soeparno, 2009). Pemisahan karkas dikerjakan menurut USDA (1977) untuk pemisahan bagian dada dari bagian punggung dengan memotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung (Costae vertebralis) dengan tulang rusuk yang melekat pada dada (Costae sternalis) sampai sendi bahu, sehingga selain tulang rusuk dan tulang dada pada bagian dada akan ikut serta Os clavicula dan Os caracoid. Pemisahan bagian punggung dari paha dengan memotong sendi Articulation coxae antara Os femur (tulang paha) dengan Os coxae. Bagian sayap dapat dipisahkan dengan memotong persendian antara Os humerus dengan Os scapula Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
-
1. Berat potong adalah berat hidup yang didapatkan pada waktu akhir penelitian yaitu umur 11 minggu, yang telah dipuasakan kurang lebih 12 jam.
-
2. Berat karkas diperoleh setelah dilakukan pemotongan, pengeluaran darah, pencabutan bulu, pemisahan kepala, leher, dan kaki, serta pengurangan organ dalam yaitu: jantung, limfa, saluran pencernaan dan hati (USDA, 1977).
-
3. Persentase karkas diperoleh dengan membagi berat karkas dengan berat potong kemudian dikalikan dengan 100%.
-
4. Recahan karkas diperoleh dari bagian-bagian recahan karkas dibagi dengan berat karkas dikalikan dengan 100%. Recahan karkas terdiri dari dada, paha, sayap dan punggung.
Analisis Statistika
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Steel dan Torrie, 1991), dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (Honestly Significant Different), sesuai dengan Sastrosupadi (2001).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat potong
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat potong ayam kampung yang di pelihara selama 8 minggu pada masing-masing perlakuan ayam yang diberi ransum iso energi 2850 kkal/kg dengan protein kasar 14,5%(R1), ransum iso energi 2850 kkal/kg dengan protein kasar 15,5%(R2) dan ransum iso energi 2850 kkal/kg dengan protein kasar 16,5%(R3)di dapatkan hasil yaitu 606 g, 608,33 g dan 669,83 g (Tabel 3). Pada perlakuan R2 dan R3 memiliki rataan 0,39% dan 10,53% lebih tinggi dari perlakuan R1. Pada perlakuan R3 memiliki rataan 10,11% lebih tinggi dari R2 namun secara statistik menunjukan hasil tidak
berbeda nyata (P>0,05).Pemberian ransum pada ayam kampung dengan kandungan protein berbeda tidak berpengaruh pada berat potong. Hal ini disebabkan karena pemberian level protein pada penelitian ini masih dalam kisaran yang dianjurkan oleh Scott et al (1982) yaitu 16,5 %. Ayam kampung yang diberikan perlakuan R2 dan R1 secara kuantitatif lebih rendah dari pada perlakuan R3 meskipun tidak nyata. Menurut Tillman et al (1992) kandungan protein yang rendah pada ransum menyebabkan suplai asam-asam amino lebih rendah sehingga pertumbuhan ternak juga rendah.
Tabel 3.Pengaruh tingkat protein ransum perlakuan terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas, dan recahan karkas ayam kampung.
Variabel |
Perlakuan1 |
SEM2) | ||
R1 |
R2 |
R3 | ||
Berat Potong (g/ekor) |
606,00a(3) |
608,33a |
669,83a |
35,47 |
Berat Karkas (g/ekor) |
387,00a |
408,00a |
442,77a |
28,07 |
Persentase Karkas (%) |
64,26a |
67,46a |
66,08a |
3,55 |
Recahan Karkas | ||||
- Dada (%) |
29,19a |
30,04a |
28,96a |
0,74 |
- Sayap (%) |
17,90a |
16,61a |
18,12a |
0,43 |
- Punggung (%) |
18,27a |
18,14a |
19,56a |
0,61 |
- Paha (%) |
34,63a |
35,21a |
33,35a |
0,53 |
Keterangan:
1) R1 : Ransum iso energi (2850 kkal/kg) dengan kandungan protein kasar 14,5%
R2 : Ransum iso energi (2850 kkal/kg) dengan kandungan protein kasar 15,5% R3 : Ransum iso energi (2850 kkal/kg) dengan kandungan protein kasar 16,5%.
2) SEM : “Standard Error of the Treatment Means”
3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
Berat karkas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan R1, R2 dan R3 menghasilkan berat karkas masing-masing 387 g, 408 g dan 442,77 g (Tabel 3). Perlakuan R2 dan R3 memiliki rataan 5,43% dan 14,41% lebih tinggi dari perlakuan R1. Sedangkan berat potong ayam kampung pada perlakuan R3 memiliki rataan8,52% lebih tinggi dari perlakuan R2 namun secara statistik menunjukan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05).Tidak terjadi perbedaan yang nyata pada variabel berat karkas pada perlakuan ransum dengan level yang berbeda. Hal ini disebabkan karena protein yang diberikan pada perlakuan R3 (protein 16,5%) adalah level standar yang dianjurkan oleh Scott et al (1982).Menurut Brakeet al. (1993) berat karkas berhubungan dengan jenis kelamin, umur dan berat badan. Karkas meningkat seiring dengan meningkatnya umur dan berat badan. Kamal (1994) menyatakan bahwa bobot karkas yang tidak berbeda nyata disebabkan berat potong yang juga tidak berbeda nyata. Herman (1989)
yang menyatakan bahwa berat karkas dipengaruhi oleh berat potong, semakin tinggi berat potong maka akan semakin tinggi berat karkasnya.
Persentase karkas
Persentase karkas ayam kampung yang di pelihara selama 8 minggu pada perlakuan R1, R2 dan R3 didapatkan hasil masing-masing 64,26%, 67,46% dan 66,08% (Tabel 3). Perlakuan R2 dan R3 memiliki rataan 4,97% dan 2,83% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R1. Pada perlakuan R2 memiliki rataan 2,04% lebih tinggi dari R3 namun secara statistik menunjukan hasiltidak berbeda nyata (P>0,05).Persentase karkas pada perlakuan protein yang berbeda menghasilkan persentase karkas tidak berbeda nyata. Hal ini didapatkan karena pada perlakuan R1, R2 dan R3 pada berat potong hasilnya tidak berbeda nyata maka akan mempengaruhi persentase karkas pada perlakuan R1, R2 dan R3. Hal ini sesuai dengan pendapat Asnawi (1997) yang menyatakan bahwa antara berat potong ayam kampung erat hubungannya dengan persentase karkas ayam kampung. Resnawati et al (1989) menyatakan bahwa persentase karkas berbanding lurus dengan berat badan, dimana semakin meningkat berat badan cenderung menghasilkan persentase karkas yang tinggi pula.
Recahan karkas
Persentase dada
Persentase dada ayam kampung yang dipelihara selama 8 minggu pada perlakuan R1, R2 dan R3 didapatkan hasil masing-masing 29,19%;30,04% dan 28,96% (Tabel 3). Pemberian level protein 14,5%-16,5% dengan iso energi 2850 kkal/kg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase dada ayam kampung. Hal ini disebabkan karena berat karkas dan persentase karkas tidak berbeda nyata di antara perlakuan ransum yang berbeda. Secara kuantitatif persentase dada pada perlakuan R2 sedikit lebih tinggi dari pada R1 dan R3. Hal ini disebabkan karena persentase karkas perlakuan R2 lebih tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh Antara (2017), bahwa variabel persentase karkas yang paling tinggi sehingga persentase recahan dada mengikuti juga yang paling tinggi.
Persentase Sayap
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase sayap ayam kampung yang di pelihara selama 8 minggu pada masing-masing perlakuan R1, R2 dan R3 yaitu 17,90%,16,61% dan 18,12% (Tabel 3). Pemberian protein 14,5%-16,5% pada ransum iso energi 2850 kkal/kg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase sayap ayam kampung. Hasil penelitian pada recahan karkas bagian sayap perlakuan R3 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R1 dan R2 tetapi secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hal tersebut disebabkan karena bagian sayap didominasi oleh komponen tulang dan kurang berpotensi untuk menghasilkan daging. Sesuai dengan pendapat Soeparno (1992) bahwa bagian-bagian tubuh yang memiliki banyak tulang yaitu sayap, punggung.
Persentase Punggung
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase punggung ayam kampung yang di pelihara selama 8 minggu yang diberi perlakuan R1, R2 dan R3 yaitu 18,27%;18,14% dan 19,56% (Tabel 3). Pemberian protein pada level 14,5-16,5% pada ransum iso energi 2850 kkal/kg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase punggung ayam kampung. Hasil penelitian pada persentase bagian punggung perlakuan R3 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R1 dan R2 tetapi secara statistik menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena punggung bukan merupakan tempat terjadinya desposisi daging yang utama sehingga pada masa pertumbuhan, nutrient untuk pembentukan daging terdapat pada tempat-tempat terjadinya desposisi daging. Punggung merupakan bagian yang kurang berpotensi untuk menghasilkan daging (Ilham, 2012).Selain itu juga bagian punggung pada ayam tidak hanya disusun oleh otot-otot jaringan namun juga disusun oleh kerangka tulang dan sel-sel penyusun punggung merupakan sel yang stabil. Persentase Paha
Persentase paha ayam kampung yang dipelihara selama 8 minggu pada masing-masing perlakuan R1, R2 dan R3 didapatkan hasil yaitu 34,63%;35,21% dan 33,35% (Tabel 3). Pemberian protein pada level 14,5%-16,5% pada ransum iso energi 2850 kkal/kg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase paha ayam kampung. Hasil penelitian menunjukan recahan karkas paha perlakuan R2 memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan perlakuan R1 dan R3 tetapi menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Adnyana (2014) karena tidak seluruhnya paha disusun oleh otot-otot jaringan tetapi ada penyusun lain yang lebih dahulu terbentuk pada paha. Selain itu nutrient yang di konsumsi tidak hanya digunakan untuk membentuk bagian karkas namun dipakai untuk membentuk bagian tubuh yang lain.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan level protein berbeda (14,5%, 15,5% dan 16,5%) tidak berpengaruh terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas dan persentase recahan karkasayam kampung umur 11 minggu.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan pada penulis di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I. G. S. 2014. Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum Terhadap Karkas Ayam Kampung Betina Umur 30 Minggu. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Antara, I. M. J. 2017. Pengaruh Pemberian Kulit Buah Naga Terfermentasi Dengan Saccharomyces Cerevisiae Dalam Ransum Terhadap Karkas Ayam Kampung Umur 10 Minggu. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Asnawi, 1997. Kinerja Pertumbuhan dan Fisiologi Ayam Kampung dan Hasil Persilangannya Dengan Ayam Ras Tipe Pedaging. Tesis Magister Sains Program Pasca Sarjana IPB. Bogor
Brake J., G. B. Havestein, S.E. Scheideler, P.R. Ferket and D.V. Rives. 1993. Relationship of sex, age and body weight to broiler carcass yield and ofal production. Poult. Sci. 72: 1137- 1145.
Bregendahl, K., J. L. Sell and D. R. Zimmerman. 2002. Effect of low-protein diets on growth performance and body composition of broiler chicks. Poult. Sci. 81: 1156-1167.
Dewi, G. A. M. K. dan I. W. Wijana. 2011. Pengaruh penggunaan level energi-protein ransum terhadap produksi ayam kampung. The Excelence Research Universitas Udayana.Denpasar.
Herman, R. 1989. Produksi Kelinci. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Ilham, M. 2012. Pengaruh Penggunaan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Fermentasi dalam Ransum terhadap Persentase Karkas, Non Karkas dan Lemak Abdominal Itik Lokal Jantan Umur 8 Minggu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Kamal. M. 1994. Pengaruh penambahan dl-metioninsintesis kristal ke dalam ransum fase akhir terhadap perlemakan tubuh ayam broiler. Buletin Peternakan. Vol.5(18) 40-46. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Mastika, I. M. 2004. Potensi dan Nutrisi Ayam Kampung di Indonesia antara Tantangan dan Peluang. Makalah disampaikan pada Seminar Perkembangan Ayam Kampung antara Harapan dan Tantangan. Denpasar, 20 Mei 2004. Universitas Udayana, Bali
Morrison, F. B. 1961. Feed and feeding. Abridged 9th Ed. The Morrison Publs. Co. arrangeville, Ontario, Canada.
National Research Council.1994 Nutrient Requirements of Poultry.National Academy of Sciences, Wasington, D.C.
Resnawati, H., D. Zainuddin, A.G. Nataamijaya, dan R. Zein. 1989. Kebutuhan protein dan energi dalam pakan ayam buras. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Pengembangan Peternakan di Sumatera dalam Menyongsong Era Tinggal Landas. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang, 4-15 September 1988. hal. 598-605.
Sapuri, A. 2006. Evaluasi Program Intensifikasi Penangkaran Bibit Ternak Ayam Buras Di Kabupaten Pandeglang.Skripsi.Fakultas Peternakan Institut Pertanian, Bogor.
Sastrosupadi, A., 2001. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.
Scott. M. L., K. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 2nd Ed. Publ. by M. L. Scott and Assoc. Ithaca. New York.
Setioko, A. R dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil Penelitian dan Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Ayam Lokal. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal.Semarang, 25 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal 10-19.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. 5th Ed. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Principles and Procedures of Statistic. McGrow Hill Book Co. Inc, New York.
Suprijatna. 1990. Peningkatan produktivitas ayam buras dengan cara pengaturan reproduksi. Majalah Peternakan Indonesia.60: 24-25.
Swennen, Q., G. P. J. Janssens, E. Decuypere and J. Buyse. 2004. Effect of substitution between fat and protein on feed intake and its regulatory mechanisms in broiler chicken: Energy and protein metabolism and dietinduced thermogenesis. Poult. Sci. 83: 731-742.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
United States Department of Agriculture. 1977. Poultry Grading Manual. U.S.Government Printing Office Washington D.C. 20402.
Zakaria, S. 2004. Performa ayam buras fase dara yang dipelihara secara intensif dan semi intensif dengan tingkat kepadatan kandang yang berbeda. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1): 41-51.
Nugraha et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 1 Th. 2018: 118 - 128
Page 128
Discussion and feedback