ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 4, APRIL, 2018 : 169 - 175

ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Prevalensi dan karakteristik infeksi menular seksual di Klinik Anggrek UPT Ubud II pada bulan Januari -Desember 2016

Ni Putu Candra Nirmalasari P1, Md Swastika Adiguna2, Ni Made Dwi Puspawati2

ABSTRAK

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia. Bali khususnya Ubud adalah tujuan wisata dunia yang sangat dikenal dan ramai dikunjungi. Hal tersebut menyebabkan Ubud sangat rentan terhadap penyebaran IMS. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi serta karakteristik kasus IMS berdasarkan umur, jenis kelamin dan faktor risiko di klinik Anggrek UPT Ubud II pada bulan Januari-Desember 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data sekunder berupa rekam medis. Sampel penelitian ini adalah rekam medis penderita IMS yang datang ke klinik Anggrek UPT Ubud II periode 1 Januari – 31 Desember 2016 dengan jumlah sebanyak 273 sampel. Data sekunder selanjutnya diolah secara statistik dengan menggunakan perangkat lunak statistik. Hasil penelitian menunjukan IMS yang paling sering yaitu HIV terdapat 134 kasus (49,1%), diikuti Sifilis terdapat 69 kasus (25,3%), Gonore terdapat 61 kasus (22,3%) serta Kondiloma Akuminata terdapat 9 kasus (3,3%). Ditemukan kasus IMS pada laki-laki lebih tinggi yaitu 251 kasus (91,9%) sedangkan pada perempuan sebanyak 22 kasus (8,1%). Populasi IMS terbanyak pada kelompok umur 25-49 tahun sebanyak 166 kasus (60,8%). Didapatkan faktor risiko untuk Kondiloma Akuminata, Gonore dan Sifilis terbanyak adalah LSL sebanyak 79 orang (56,8%), pada HIV faktor risiko terbanyak adalah homoseksual (LSL) sebanyak 112 kasus (83,6%). Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pasien IMS yang ditemukan adalah HIV sebagai jenis IMS terbanyak, dimana kejadian IMS lebih sering terjadi pada laki-laki, pada kelompok umur 25-49 tahun dengan faktor risiko yaitu homoseksual (LSL).

Kata Kunci: IMS, Ubud, Karakteristik

ABSTRACT

  • 1    Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2    Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar Email:

candranirmalaparwata@gmail. com

Diterima : 16 Maret 2018 Disetujui : 30 Maret 2018 Diterbitkan : 9 April 2018


Sexually Transmitted Infections (STI) is one of the world’s major health problems. Bali, and in particular the town of ubud is a world famous tourist destination and often visited by foreigners. This makes Ubud very vulnerable to the spread of STIs. The purpose of this study was to determine the prevalence and characteristics of STI cases based on age, gender and risk factors at the Anggrek clinic UPT Ubud II from January to December 2016. This research is a descriptive research with secondary data gathered from the medical record. Sample of this research is medical record of STI patient who came to Anggrek clinic UPT Ubud II in the period of 1 January - 31 December 2016 with amount of 273 samples. Secondary data are further processed statistically by using statistical software.The results of the study showed the most frequent STIs were HIV, there were 134 cases (49.1%), followed by Syphilis with 69 cases (25.3%), Gonorrhea with 61 cases (22.3%) and Condyloma Akuminata with 9 cases (3.3%). Men had the higher incidence of STI with 251 cases (91.9%) whereas in women there were only 22 cases (8.1%). The highest STI population was in the age group of 25-49 years where there were 166 cases (60.8%). The highest risk factor for Condyloma acuminata, gonorrhea and syphilis was 79 people (56.8%), in HIV the highest risk factor was homosexual (MSM) of 112 cases (83.6%). It can be concluded that the characteristic of STI patients found is HIV as the most frequent type of STI, where the incidence of STIs is more common in males, in the 25-49 age group with homosexual (MSM) risk factors.

Keywords: STI, Ubud, Characteristics

PENDAHULUAN

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. WHO melaporkan di seluruh dunia 6000 orang terinfeksi HIV setiap hari, 340 juta IMS terjadi setiap tahun dan terdapat


lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.1

Infeksi pada wanita lebih sering bersifat asimptomatis sehingga baru diketahui setelah menyebabkan akibat yang serius. Infeksi Menular Seksual pada fase awal menimbulkan gejala yang

tidak spesifik, dengan demikian banyak yang tidak menyadari apabila sudah terinfeksi sehingga dapat menularkan kepada pasangan seksualnya.2 Infeksi Menular Seksual juga merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu serta bayi, yang mana IMS dapat menyebabkan kehamilan ektopik, penyakit radang panggul, bayi lahir prematur, keguguran, bayi lahir mati, infeksi kongenital, penyakit kronis seperti kemandulan, kanker pada area genital, peningkatan penyebaran HIV hingga kematian.3

Perilaku yang berisiko dapat meningkatkan risiko penularan IMS, contohnya melakukan kontak seksual tanpa pengaman dengan individu yang terinfeksi baik secara genitogenital, orogenital maupun anogenital. Berkembangnya teknologi dan perdagangan yang sangat cepat menyebabkan produk yang berorientasi seksual seperti gambar, iklan serta pornografi lainnya telah banyak tersedia di toko seks dan media online. Perubahan pandangan terhadap seksualitas diperkirakan telah menimbulkan pergeseran besar pada kebiasaan seksual dan gaya hidup terutama anak muda.4

Banyak faktor risiko penularan IMS yang telah diidentifikasi termasuk yang menyangkut kesehatan dan perilaku seksual seperti jumlah pasangan seksual, usia saat berhubungan seksual pertama kali, serta variabel demografis seperti usia, ras, tempat tinggal, status ekonomi dan status sosial. Penduduk usia muda, orang dengan status sosial ekonomi rendah dan ras minoritas adalah katagori penduduk dengan prevalensi IMS tertinggi. Golongan usia dewasa muda memiliki tingkat risiko tertular IMS yang tinggi karena dapat terlibat hubungan seksual dengan beberapa orang dan seringkali tidak menggunakan kondom. Sebuah penelitian yang dilakukan pada populasi umum di Brazil menemukan usia termuda rerata melakukan hubungan seksual pertama pada laki-laki adalah 15,6 tahun dan pada wanita adalah 17 tahun.5 Semakin dini onset melakukan hubungan seksual maka kemungkinan memiliki banyak pasangan seksual semakin tinggi sehingga dapat meningkatkan risiko terinfeksi IMS. Populasi lain yang memiliki risiko tinggi tertular IMS selain golongan usia dewasa muda adalah pekerja seks komersial (PSK) dan pelanggannya serta orang yang bekerja berpindah-pindah seperti pengemudi truk.3 Sebuah penelitian yang dilakukan di Bangladesh pada 403 pengemudi truk antar daerah menunjukan bahwa 54,4% mengakui telah melakukan hubungan seksual dengan PSK dalam satu tahun terakhir dan ditemukan 6,7% positif sifilis.6

Rendahnya status ekonomi mengakibatkan perilaku berganti-ganti pasangan seksual untuk mendapatkan uang atau bentuk lain yang

dibutuhkan. Beberapa penelitian mengidentifikasi bahwa IMS yang menyebabkan ulkus genital sebagai faktor transmisi dari HIV. Namun demikian IMS termasuk HIV merupakan kelompok penyakit yang sangat mungkin untuk dikendalikan penyebarannya, tidak seperti Tuberkulosis (TB) yang ditularkan melalui media udara. HIV telah menyebar dengan cepat di Afrika, Asia Tenggara dan Amerika Selatan dalam dua dekade terakhir.4

Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata dunia yang sudah sangat dikenal. Pada bulan Januari – November 2015 jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali adalah 3.631.195 orang. Sedangkan pada bulan Januari – November 2016 menjadi 4.485.137 orang. Berdasarkan data tersebut, maka terjadi peningkatan kunjungan wisatawan sebesar 23,52%. Salah satu daerah di Bali yang ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara untuk berlibur adalah Ubud.7 Hal tersebut menyebabkan Ubud sangat rentan terhadap penyebaran atau penularan IMS. Terkait hal tersebut UPT Ubud II bekerjasama dengan Yayasan Bali Peduli membentuk klinik Anggrek yang dipimpin oleh dr. Ngurah Adnyana, beralamat di UPT Ubud II, Banjar Kutuh, Sayan, Ubud, Gianyar. Sejak resmi dibuka pada tahun 2013, klinik Anggrek sudah melakukan lebih dari 9.256 tes untuk HIV dan IMS dengan total pasien 1.199 dan 10.135 kunjungan. Kementerian Kesehatan Indonesia juga ikut berkontribusi dengan menyediakan obat anti retroviral gratis, obat-obatan untuk mengobati IMS, dan alat tes dan reagen untuk tes HIV serta IMS8.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data sekunder berupa rekam medis di klinik Anggrek UPT Ubud II periode 1 Januari hingga 31 Desember 2016, untuk melihat prevalensi dan karakteristik penderita IMS berdasarkan umur, jenis kelamin dan faktor risiko.

Populasi target dalam penelitian ini adalah penderita IMS yang datang ke klinik Anggrek UPT Ubud II. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah penderita IMS yang datang ke klinik Anggrek UPT Ubud II periode 1 Januari – 31 Desember 2016. Sampel pada penelitian ini adalah penderita IMS yang datang ke klinik Anggrek UPT Ubud II periode 1 Januari – 31 Desember 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik consecutive. Pada teknik penentuan sampel ini, setiap data subjek dari rekam medis pasien IMS yang datang ke klinik Anggrek UPT Ubud II periode 1 Januari – 31 Desember 2016

akan dimasukkan ke dalam analisis data. Besar sampel adalah semua penderita IMS yang datang ke klinik Anggrek UPT Ubud II periode 1 Januari – 31 Desember 2016.

Spesimen penelitian adalah rekam medis yaitu berkas atau catatan penting yang berisikan informasi mengenai penderita IMS yang datang ke klinik Anggrek UPT Ubud II periode 1 Januari – 31 Desember 2016. Penelitian ini dilakukan di klinik Anggrek UPT Ubud II. Penelitian ini dilakukan pada periode 1 Juli - 1 Agustus 2017

Variabel-variabel yang akan diteliti adalah kejadian IMS, umur, jenis kelamin, faktor risiko pada penderita IMS dengan definisi operasional sebagai berikut:

Gonore adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yaitu terdapat keluhan disuria, tampak duh tubuh purulen atau mukopurulen di orifisium uretra eksternum atau serviks serta pada pemeriksaan dengan pewarnaan gram ditemukan diplococcus gram negatif, intraselular dan ekstraselular.

Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik yaitu terdapat lesi yang dimulai dengan papul lentikular yang permukaannya segera menjadi erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus. Pada pria tempat yang sering terkena ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat muncul di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil dan anus. Pada pemeriksaan rapid plasma reagen (RPR) ditemukan antibodi terhadap bakteri Treponema pallidum.

Kondiloma akuminata adalah IMS yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukan fibroepitelioma kulit dan mukosa berupa vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan tersebar kosmopolit. Pada pemeriksaan penunjang dengan tes asam asetat menunjukkan perubahan warna lesi menjadi putih (acetowhite) dalam beberapa menit

HIV adalah virus yang menyerang sistem imun manusia. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukan gejala klinis seperti penurunan berat badan lebih dari 10%, diare kronik lebih dari satu bulan tanpa diketahui sebabnya, demam hilang timbul ataupun terus menerus selama lebih dari satu bulan. Hasil pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan ELISA menunjukkan adanya antibodi virus di dalam serum atau darah serta pada pemeriksaan kadar sel CD4+ menunjukkan hasil yang rendah

yaitu dibawah 200.

Umur adalah satuan waktu yang dipakai untuk mengukur lama keberadaan dari suatu makhluk hidup dihitung sejak individu tersebut dilahirkan sampai saat usia tersebut dihitung. Pada penelitian ini, umur yang digunakan adalah umur subjek yang tercatat pada Rekam Medis.

Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Penelitian ini menggunakan data jenis kelamin subjek yang tercatat pada Rekam Medis.

Faktor risiko adalah karakteristik, tanda dan gejala pada individu yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden penyakit. Faktor risiko merupakan faktor-faktor yang ada sebelum terjadinya penyakit. Penelitian ini menggunakan faktor risiko subjek yang tercatat pada Rekam Medis.

HASIL

Penelitian ini diadakan di klinik Anggrek UPT Ubud II. Klinik Anggrek UPT Ubud II beralamat di Banjar Kutuh, Sayan, Ubud, Gianyar yang merupakan klinik khusus untuk pemeriksaan dan pengobatan IMS termasuk HIV. Pasien yang datang untuk memeriksakan diri serta mendapatkan pengobatan tidak hanya dari wilayah Ubud tetapi juga dari beberapa wilayah disekitar Ubud.

Dalam kurun waktu penelitian yang dilakukan dari Januari 2016 sampai Desember 2016, terdapat 3.663 kunjungan di klinik Anggrek UPT Ubud II dengan prevalensi IMS sebanyak 7,45% (273 kasus baru) yang positif IMS. Penggunaan analisis deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk melihat penyebaran data dengan menghitung frekuensi, persentase, dan reratadalam statistik deskriptif. Analisis karakteristik subjek penelitian dibagi menjadi 3 variabel pada masing-masing IMS, yaitu berdasarkan: umur, jenis kelamin dan faktor risiko.

PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 1 diatas diketahui bahwa di klinik Anggrek UPT Ubud II periode Januari 2016 sampai Desember 2016 terdapat pasien IMS sebanyak 273 orang. Jenis kasus IMS yang paling tinggi adalah HIV sebanyak 134 kasus (49,1%) yang diikuti oleh kasus Sifilis sebanyak 69 kasus (25,3%), kasus Gonore sebanyak 61 kasus (22,3%) dan kasus Kondiloma Akuminata sebanyak 9 kasus (3,3%). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang menganalisa data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) di Amerika Serikat

Tabel 1. Distribusi pasien IMS berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Penyakit

Total

■ Kondiloma Akuminata

Sifilis

Gonore

HIV

Laki-laki

9

66

49

127

251

(3,3%)

(24,2%)

(17,9%)

(46,5%)

(91,9%)

Perempuan

0

3

12

7

22

(0,0%)

(1,1%)

(4,4%)

(2,6%)

(8,1%)

Total

9

69

61

134

273

(3,3%)

(25,3%)

(22,3%)

(49,1%)

(100%)

Tabel 2. Distribusi pasien IMS berdasarkan umur

Umur

Penyakit

Total

Kondiloma Akuminata

Sifilis

Gonore

HIV

(tahun)

< 1

0

1

0

0

1

(0,0%)

(0,4%)

(0,0%)

(0,0%)

(0,4%)

1-4

0

1

0

2

3

(0,0%)

(0,4%)

(0,0%)

(0,7%)

(1,1%)

15-19

0

0

10

5

15

(0,0%)

(0,0%)

(3,7%)

(1,8%)

(5,5%)

20-24

3

17

15

40

75

(1,1%)

(6,2%)

(5,5%)

(14,7%)

(27,5%)

25-49

6

45

33

82

166

(2,2%)

(16,5%)

(12,1%)

(30,0%)

(60,8%)

> 50

0

5

3

5

13

(0,0%)

(1,8%)

(1,1%)

(1,8%)

(4,8%)

Jumlah

9

69

61

134

273

(3,3%)

(25,3%)

(22,3%)

(49,1%)

(100%)


dari tahun 2003 sampai 2008 didapatkan prevalensi IMS tertinggi pada Kondiloma Akuminata yaitu sebanyak 79.100.000 kasus. Tingginya angka kejadian Kondiloma Akuminata ini disebabkan kebanyakan infeksi Kondiloma Akuminata bersifat asimtomatik, sementara, dan tidak meninggalkan bekas lesi.9

Prevalensi kasus IMS berdasarkan jenis kelamin pada seluruh jenis IMS didapatkan laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan dengan total kasus yaitu 251 kasus (91,9%) pada laki-laki dan 22 kasus (8,1%) pada perempuan. Dengan rincian pada Kondiloma Akuminata terdapat 9 kasus laki-

laki dan tidak terdapat kasus pada wanita, Sifilis terdapat 66 kasus laki-laki dan 3 kasus perempuan, Gonore terdapat 49 kasus laki-laki dan 12 kasus perempuan serta HIV terdapat 127 kasus laki-laki dan 7 kasus perempuan.

Hasil yang hampir sama ditemukan pada penelitian yang menganalisa data NHANES di Amerika Serikat pada tahun 2008 didapatkan prevalensi pada Sifilis dan HIV lebih banyak dijumpai pada laki-laki, dengan rincian Sifilis terdapat 84.400 kasus laki-laki dan 32.500 kasus perempuan, pada HIV terdapat 691.000 kasus laki-laki dan 217.000 kasus perempuan. Penyakit Kondiloma Akuminata memiliki prevalensi yang sama antara laki-laki dan perempuan yaitu masing-masing 39.200.000. Pada Gonore prevalensi perempuan lebih tinggi yaitu 163.300 kasus sedangkan pada laki-laki 107.000 kasus.9

Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas II Denpasar Selatan, jumlah penderita IMS lebih tinggi pada perempuan yaitu 561 kasus (93,3%) dan 40 kasus (6,7%) pada laki-laki. Tingginya prevalensi pada laki-laki mungkin disebabkan oleh beberapa hal diantaranya laki-laki memiliki tingkat mobilitas lebih tinggi dari pada perempuan yang pekerjaannya lebih banyak di dalam rumah, berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual, gejala klinis pada laki-laki lebih terlihat dari pada perempuan yang biasanya bersifat asimtomatik serta karena faktor risiko pada penelitian ini lebih banyak Laki-laki yang berhubungan Seksual dengan Laki-laki (LSL) yang selama ini dihubung-hubungkan dengan tingginya angka prevalensi IMS terutama HIV.10

Berdasarkan Tabel 2 diatas diketahui bahwa di klinik Anggrek UPT Ubud II pada periode Januari 2016 sampai Desember 2016 didapatkan IMS yang paling banyak berasal dari kelompok umur 25-49 tahun yaitu sebanyak 166 kasus (60,8%) yang diikuti oleh kelompok umur 20-24 tahun sebanyak 75 kasus (27,5%), kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 15 kasus (5,5%), kelompok umur > 50 tahun sebanyak 13 kasus (4,8%), kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 3 kasus (1,1%) dan kelompok umur < 1 tahun sebanyak 1 kasus (0,4%). Kelompok umur 25-49 tahun merupakan kelompok umur tertinggi penderita pada seluruh jenis IMS. Hasil ini sesuai dengan sebuah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder catatan medis di Puskesmas II Denpasar Selatan pada bulan Januari 2012 sampai Juni 2012, didapatkan penderita IMS paling banyak yaitu pada kelompok umur 25-49 tahun (70,4%) yang diikuti oleh kelompok umur 20-24 tahun (19,3%).10 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Tabel 3. Distribusi pasien IMS (Non HIV) berdasarkan faktor risiko

Faktor Risiko

Penyakit

Total

Kondiloma Akuminata

Siiflis

Gonore

WPS

0

2

3

5

(0,0%)

(1,4%)

(2,2%)

(3,6%)

PPS

0

1

0

1

(0,0%)

(0,7%)

(0,0%)

(0,7%)

Waria

2

1

0

3

(1,4%)

(0,7%)

(0,0%)

(2,2%)

LSL

3

49

27

79

(2,2%)

(35,3%)

(19,4%)

(56,8%)

IDU

0

5

0

5

(0,0%)

(3,6%)

(0,0%)

(3,6%)

WBP

0

0

2

2

(0,0%)

(0,0%)

(1,4%)

(1,4%)

Pasangan Risti

0

0

8

8

(0,0%)

(0,0%)

(5,8%)

(5,8%)

Lain-lain

4

11

21

36

(2,9%)

(7,9%)

(15,1%)

(25,9%)

Total

9

69

61

139

(6,5%)

(49,6%)

(43,9%)

(100,0%)


Tabel 4. Distribusi pasien IMS (HIV) berdasarkan faktor risiko

Faktor Risiko

Jumlah

Heteroseksual

17 (12,7%)

Homoseksual

112 (83,6%)

Perinatal

3 (2,2%)

Tidak diketahui

2 (1,5%)

Total

134 (100%)

pada tahun 2015 juga ditemukan hasil yang sama pada kasus HIV dan Sifilis jumlah kasus terbanyak adalah kelompok umur 25-49 tahun. Pada dasarnya kelompok umur 25-49 tahun merupakan kelompok seksual aktif dan mobilitas pada kelompok umur tersebut juga tinggi. Sedangkan penderita pada kelompok umur <4 tahun kemungkinan besar tertular secara vertikal dari ibunya.11

WPS = Wanita Pekerja Seks, PPS = Pria Pekerja Seks, Waria = Wanita Pria, LSL = Laki-laki yang berhubungan Seksual dengan Laki-laki, IDU = Injecting Drug User, WBP = Warga Binaan Permasyarakatan, Risti = Risiko Tinggi.

Berdasarkan Tabel 3 diatas diketahui bahwa di klinik Anggrek UPT Ubud II pada periode Januari 2016 sampai Desember 2016 terdapat beberapa faktor risiko untuk pasien IMS jenis Kondiloma Akuminata, Gonore dan Sifilis. Faktor risiko terbanyak adalah Laki-laki yang berhubungan Seksual dengan Laki-laki (LSL) yaitu 79 kasus (56,8%), terbanyak kedua yaitu faktor risiko lain-lain (ibu hamil dan heteroseksual) yaitu 36 kasus (25,9%), diikuti dengan pasangan Risiko Tinggi (Risti) yaitu 8 kasus (5,8%), selanjutnya pada Wanita Pekerja Seks (WPS) dan IDU (Injecting Drug User) masing-masing ditemukan 5 kasus (3,6%), pada Wanita Pria (Waria) ditemukan 3 kasus (2,2%), diikuti dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sebanyak 2 kasus (1,4%), serta pada Pria Pekerja Seks (PPS) ditemukan 1 kasus (0,7%). Berdasarkan data yang diperoleh dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pada tahun 2007 di Amerika Serikat dalam 5 tahun terakhir insiden sifilis 61 kali lebih banyak pada LSL dari pada laki-laki non-LSL, dan 95 kali lebih banyak dibandingkan perempuan.12

Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas II Denpasar Selatan yang menunjukan bahwa faktor risiko tertinggi penderita IMS yaitu WPS sekitar (63%) yang diikuti faktor risiko lain-lain (33%). Perbedaan hasil ini mungkin dikarenakan oleh beberapa hal yang berbeda seperti, lokasi penelitian, keterbukaan dan kenyamanan pasien untuk mengungkapkan faktor risiko penularan IMS kepada penyedia layanan kesehatan serta penerimaan terhadap orientasi atau perilaku seksual oleh penyedia layanan kesehatan yang dapat menghambat diagnosis dan pengobatan dari IMS itu sendiri.10

Berdasarkan Tabel 4 diatas diketahui bahwa di klinik Anggrek UPT Ubud II pada periode Januari 2016 sampai Desember 2016 terdapat beberapa faktor risiko untuk pasien IMS jenis HIV. Faktor risiko terbanyak untuk penderita HIV adalah Homoseksual yaitu 112 kasus (83,6%),

terbanyak kedua adalah Heteroseksual yaitu 17 kasus (12,7%), diikuti oleh Perinatal yaitu 3 kasus (2,2%), serta faktor risiko yang tidak diketahui yaitu 2 kasus (1,5%). Data CDC menyatakan dalam 5 tahun terakhir pada tahun 2007 di Amerika Serikat, insiden HIV pada LSL 60 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki lain dan 54 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan.12

Tingginya prevalensi IMS pada homoseksual dikarenakan beberapa hal yaitu, seks anal menjadi pilihan utama bagi pasangan homoseksual sehingga kemungkinan terjadinya luka atau lecet ketika penetrasi anal lebih tinggi, banyaknya pasangan homoseksual yang melakukan hubungan seks tanpa kondom, laki-laki homoseksual dapat memiliki lebih dari satu pasangan seks, pasangan homoseksual yang masih takut untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan karena stigma dan diskriminasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pemberian pengobatan IMS.12

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai prevalensi dan karakteristik infeksi menular seksual di klinik Anggrek UPT Ubud II pada bulan Januari – Desember 2016 yang diambil dari data sekunder, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: prevalensi IMS sebanyak 7,45% (273 kasus), kelompok umur penderita IMS paling banyak yaitu 25-49 tahun sebanyak 166 kasus (60,8%), jenis kelamin penderita IMS paling banyak adalah laki-laki sebanyak 251 kasus (91,9%) dan faktor risiko untuk mengalami Kondiloma Akuminata, Gonore, Sifilis dan HIV yang paling banyak adalah Laki-laki yang berhubungan Seksual dengan Laki-laki (LSL) sebanyak 79 kasus (56,8%) pada Non-HIV serta sebanyak 112 kasus (83,6%) pada HIV.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan wilayah yang lebih luas serta dalam beberapa periode waktu yang berkelanjutan sehingga hasil penelitian dapat lebih menggambarkan angka kejadian IMS yang sebenarnya. Perlunya pengetahuan seperti penyuluhan tentang faktor risiko IMS lebih lanjut bagi seluruh masyarakat pada umumnya, terutama populasi yang memiliki risiko tinggi tertular IMS sehingga angka prevalensi IMS di masyarakat dapat terus menurun.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Bearinger LH, Sieving RE, Ferguson J, Sharma V. Global perspectives on the sexual and reproductive health of adolescents: patterns, prevention, and potential. Lancet. 2007;369(9568):1220–31.

  • 2.    Samkange-Zeeb FN, Spallek L, Zeeb H. Awareness and knowledge of sexually transmitted diseases (STDs) among schoolgoing adolescents in Europe: A systematic review of published literature. BMC Public Health. 2011;11.

  • 3.    WHO Reproductive Health and Research. Sexually transmitted and other reproductive tract infections: a guide to essential practice [Internet]. World Health Organization. 2005. Available from: http://whqlibdoc.who.int/ publications/2005/9241592656.pdf?ua=1

  • 4.    Birley H, Duerden à BI, Hart CA. Sexually transmitted diseases: microbiology and management. J Med Microbiol. 2000;51(June 2002):793–807.

  • 5.    Dessunti EM, Reis AOA. Psychosocial and behavioral factors associated to STD/AIDS risk among health students. Rev Lat Am Enfermagem. 2007;15(2):267–74.

  • 6.    Gibney L, Saquib N, Metzger J. Behavioral risk factors for STD/HIV transmission in Bangladesh’s trucking industry. Soc Sci Med. 2003;56(7):1411–24.

  • 7.    Dinas Pariwisata Provinsi Bali. Distribusi Kedatangan Wisatawan ke Bali Setiap Bulan Tahun 2008 - 2016 [Internet]. 2016 [cited 2017 Jan 10]. Available from: http://www.disparda. baliprov.go.id/id/Statistik4

  • 8.    Bali Peduli. Tentang Yayasan Bali Peduli [Internet]. 2017 [cited 2016 Sep 15]. Available from: www.balipeduli.org

  • 9.    Satterwhite CL, Torrone E, Meites E, Dunne EF, Mahajan R, Cheryl Bañez Ocfemia M, dkk Sexually transmitted infections among US women and men: Prevalence and incidence estimates, 2008. Sex Transm Dis. 2013;40(3):187–93.

  • 10.    Sridana ME, Indrayani AW. Karakteristik Pasien pada Infeksi Menular Seksual ( IMS ) Pada Puskesmas II Denpasar Selatan Periode Januari– Juni Tahun 2012. ojs unud [Internet]. 2012; Available from:

http://download.portalgaruda.org/article.php? article=295827&val=970&title=

KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MENULAR SEKSUAL

  • 11.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan 12. Wolitski RJ, Fenton KA. Sexual health, HIV Provinsi Bali. Profil Kesehat Provinsi Bali       and sexually transmitted infections among gay,

[Internet]. 2015;142. Available from: http://      bisexual and other men who have sex with men

www.diskes.baliprov.go.id/                          in the United States. AIDS Behav. 2011;15:9–

17.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

175