e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika_ejour[email protected]

email: [email protected]

Submitted Date: February 3, 2018 Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita

Accepted Date: February 6 2018


PENGARUH PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG TEPUNG KULIT BUAH NAGA (Hylocereus undatus) YANG DIFERMENTASI DENGAN

KHAMIR Saccharomyces cerevisiae TERHADAP PENAMPILAN AYAM KAMPUNG UMUR 2-8 MINGGU

Okstrada, I K., G. A. M. K. Dewi, dan M. Wirapartha

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar e-mail:[email protected]. Hp. 0895334265230

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan ayam kampung umur 2-8 minggu yang diberikan ransum mengandung kulit buah naga yang difermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiaepada level 5%, 7% dan 9%. Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali selama 2 (dua) bulan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam kampung. Perlakuan yang diberikan yaitu RKBN0: Ransum tidak mengandung kulit buah naga difermentasi, RKBN1: Ransum mengandung 5 % tepung kulit buah naga difermentasi, RKBN2: Ransum mengandung 7 % tepung kulit buah naga difermentasi, RKBN3: Ransum mengandung 9 % tepung kulit buah naga difermentasi.Variabel yang diamati yaitu variabel berat badan awal, berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan FCR (Feed Convertion Ratio). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum mengandung tepung kulit buah naga yang difermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae pada level 7% dan 9% mengakibatkan penurunan konsumsi ransum sebesar 4,41% dan 7,45%, namun tidak mempengaruhi berat badan akhir, pertambahan berat badan dan FCR ayam kampung umur 2 – 8 minggu

Kata kunci:Ayam kampong, Kulit buah naga, penampilan, Saccharomyces cerevisiae.

THE EFFECT OF RATION CONTAIN OF FERMENTED SKIN DRAGON FRUIT (Hylocereus Undatus) WITH YEAST Saccharomyces cerevisiae ON PERFORMANCE OF KAMPUNGCHICKEN AGE 2-8 WEEKS

ABSTRACT

A study aimed to determine performance of kampong chicken age 2 – 8 weeks given ration containing dragon skin fruit meal fermented Saccharomyces cerevisiae with level 5%, 7%, and 9%. The Study was conducted at research station Faculty of Animal Science, Udayana University Jimbaran, Badung, Bali for 2 month. The study used Randomized complete design (RCD) with 4 treatmens and 5 replicated. Those treatments as follows RKBN0 : Rations without fermented of skin dragon fruits and whereas RKBN1, RKBN2, and RKBN3 contained 5%, 7% and 9% fermented of skin dragon fruit respectively. Variables observed were final weight, weight gain, feed consumption and feed conversion ratio/FCR. Result showed that fed ration containing dragon skin fruit meal fermented Saccharomyces cerevisiae with level 7% (RKBN2) and 9% (RKBN3) decrease (P<0,05) feed consumtion ration were 4,41% and 7,45% respectively, but no effect for final body weight, weight gain, and FCR of kampong chicken age 2 – 8 weeks.

Key words: Kampung chicken, Skin of dragon fruit, Performance, Saccharomyces cerevisiae.


PENDAHULUAN

Ayam kampung adalah ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah sangat dekat dengan masyarakat Indonesia, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras atau ayam sayur.Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitu pula dengan sifat genetiknya. Penyebaran ayam kampung sangat luas di Indonesia karena pemeliharaannya lebih mudah sehingga populasi ayam kampung banyak dijumpai di kota maupun di desa. Potensi ayam kampung sangat baik untuk dikembangkan di Bali karena banyak digunakan sebagai ayam upakara, sebagai sumber protein hewani (telur dan daging), memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi masyarakat.

Selera konsumen terhadap ayam kampung sangat tinggi, hal ini terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam kampung yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat jelas dari peningkatan produksi ayam kampung dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2001-2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5% dan pada tahun 2005-2009 konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton (Aman, 2011). Namun seiring dengan permintaan ayam kampung yang meningkat, selalu diiringi dengan kenaikan harga pakan serta pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan ayam ras. Melihat potensi dan permasalahan tersebut, perlu diupayakan jalan keluar untuk terus meningkatkan populasi dan produktivitas ayam kampung.Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta cuaca setempat.

Kondisi yang ada terkait dengan masalah utama dalam pengembangan ayam kampung adalah rendahnya produktifitas ayam kampung itu sendiri.Salah satu faktor penyebabnya adalah sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang diberikan belum mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi (Gunawan, 2002; Zakaria, 2004), terutama pemberian pakan yang belum memperhitungkan kebutuhan zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi.Keadaan tersebut disebabkan karena belum cukupnya informasi mengenai kebutuhan nutrisi untuk ayam kampung. Secara umum, kebutuhan gizi untuk ayam paling tinggi selama minggu awal (0-8 minggu) dari kehidupan, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Faktor lainnya adalah perbaikan genetik dan peningkatan manajemen pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan

nutrisi pakan (Setioko dan Iskandar, 2005; Sapuri, 2006). Nitis (1980) sektor pakan ini membutuhkan biaya 60-70% dari seluruh biaya operasional peternakan.

Berbagai upaya telah dan akan dilakukan untuk menurunkan biaya pakan, salah satu diantaranya adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian dalam ransum. Mastika (1991) melaporkan salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah peternakan, pertanian maupun industri pertanian.Kulit buah naga adalah salah satu contoh limbah pertanian yang layak dicoba sebagai campuran ransum ayam kampung karena berbagai potensi dan kelebihannya.

Kulit buah naga mengandung zat antosianin yang selain berperan sebagai antioksidan, juga berperan sebagai coluring agent yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan skor kuning telur ayam kampung, Citramukti (2008). Menurut penelitian Wu (2005), kulit buah naga juga kaya akanpolyphenol dan sumber antioksidan yang baik.Bahkan menurut studi yang dilakukannya terhadap total phenolic konten, aktifitas antioksidan dan kegiatan antiproliferative, kulit buah naga merah adalah lebih kuat inhibitor pertumbuhan sel-sel kanker daripada dagingnya dan tidak mengandung toksin.

Selain mempunyai kandungan yang baik dan menguntungkan, kulit buah naga juga mengandung serat kasar (crude fiber) yang cukup tinggi. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam ransum akan menganggu digestibilitas (kecernaan) ransum pada ternak unggas, termasuk ayam kampung. Untuk mengurangi kandungan serat kasar di dalam kulit buah naga dapat dilakukan fermentasi terhadap kulit buah naga tersebut dengan khamirSaccharomyces cerevisiae.Sifat unggul yang dimiliki kulit buah naga secara langsung atau tidak langsung akan berkontribusi terhadap peningkatan kondisi kesehatan ayam yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitasnya.

Hasil penelitian Astuti (2016) melaporkan bahwa, pemberian perlakuan tepung kulit buah naga yang terfermentasi oleh Aspergillus niger pada ayam broiler dengan menggunakan 4 perlakuan, yaitu tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi, 2% tepung kulit buah naga terfermentasi, 4% tepung kulit buah naga terfermentasi, dan 6% tepung kulit buah naga terfermentasi. Namun hasil yang didapat adalah tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap penampilan ayam broiler umur 0-4 minggu.

Berdasarkan uraian sebelumnya, dipandang perlu untuk mencoba menggunakan kulit buah naga sebagai campuran ransum ayam kampung. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat respon ayam kampung yang diberi ransum mengandung kulit buah naga yang difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiedengan level 5%, 7% dan 9%

terhadappenampilan ayam kampung umur 2-8 minggu, Penampilan ayam kampung meliputi: konsumsi ransum, pertambahan berat badan, berat badan akhir dan Feed Convertion Ratio.

Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan kulit buah naga sebagai campuran ransum ayam kampung. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat respon penampilan ayam kampung yang diberi ransum mengandung kulit buah naga difermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisie.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali.Penelitian berlangsung selama 2 (dua) bulan.

Ayam kampung

Ayam kampung yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam kampung yang berumur 2 minggu sebanyak 100 ekor dengan bobot badan (115-120 gram).Ayam kampung diambil dari perusahaan peternakan ayam kampung Jatinom Farm, Banyuwangi, Jawa Timur. Kandang dan Perlengkapannya

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang penelitian koloni yang telah tersedia, kandang penelitian berada di dalam naungan, kandang memiliki ukuran 4m x 5m x 18 m dengan atap terbuat dari asbes dan masing-masing petak kandang berukuran 65cm x 55cm x 50cm berbahan bambu dengan bentuk kandang koloni baterai. Tempat air minum terbuat dari bahan plastik dengan kapasitas menampung air 1 liter, dan tempat pakan terbuat dari bahan plastik dengan kapasitas pakan 1 kg yang berada di dalam unit kandang tempat pakan dipasang dengan cara digantung dalam kandang. Penerangan kandang menggunakan lampu bohlam 25 watt yang berfungsi untuk penghangat anak ayam dan penerangan sewaktu makan dimalam hari.

Perlengkapan yang dipergunakan berupa kantong plastik tempat ransum, pipa paralon, karung alas penampungan kotoran/koran, terpal, tempat minum kapasitas 1 liter, timbangan elektrik, wadah sampel, ember, kamera untuk dokumentasi, nampan serta alat tulis yang diperlukan untuk pencatatan data.

Ransum dan Air Minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum yang disusun berdasarkan rekomendasi Scott et al. (1982). Komposisi dan kandungan nutrisi danri ransum penelitian disajikan pada Tabel 1

Tabel1. Komposisi ransum ayam kampung umur 2-8 minggu

Bahan Penyusun Ransum (%)

Komposisi2)

RKBN0

RKBN1

RKBN2

RKBN3

Jagung

43,57

41,39

40,86

40,74

Tepung Ikan

8,00

8,00

8,00

8,00

Kacang Kedelai

18,44

18,48

18,51

19,53

Dedak Halus

25,00

21,93

20,43

18,53

Tepung KB Naga1)

0

5,00

7,00

9,00

Minyak Bimoli

4,79

5,00

5,00

4,00

Premix

0,10

0,10

0,10

0,10

CaCo3

0,10

0,10

0,10

0,10

Total Komposisi Bahan (%)

100,00

100,00

100,00

100,00

Keterangan:

1)Kulit Buah naga

2)Keterangan:

RKBN0 : Ransum tidak mengandung kulit buah naga difermentasi

RKBN1 : Ransum mengandung 5 % tepung kulit buah naga difermentasi

RKBN2 : Ransum mengandung 7 % tepung kulit buah naga difermentasi

RKBN3 : Ransum mengandung 9 % tepung kulit buah naga difermentasi 3)Berdasarkan: Scott et al., (1982)

Tabel 2. Kandungan zat makanan ayam kampung umur 2-8 minggu.

Kandungan Nutrien3)

RKBN0

Kom

RKBN1

osisi2)

RKBN2

RKBN3

Standar3)

Energi Termetabolis (Kkal/Kg)

2900

2900

2900

2900

2900

Protein Kasar (%)

20

20

20

20

20

Lemak Kasar (%)

10,35

10,14

9,95

9,76

8

Serat Kasar (%)

3,08

3,73

3,90

4,10

5

Kalsium/Ca(%)

0,65

0,73

0,77

0,80

0,90

Phosfor/P (%)

0,67

0,64

0,62

0,60

0,60

Harga ransum (/kg)

Rp. 6.145

Rp. 6.066

Rp. 6.036

Rp. 5.995

Tabel 3. Kandungan Nutrient Kulit Buah Naga

Nutrient

Kandungan Kulit Buah Naga

Tidak Difermentasi

Difermentasi

Kandungan Protein (%)

8,79

10,71

Kandungan Serat Kasar (%)

25,83

21,15

Kandungan Lemak (%)

1,32

1,23

Kandungan Energi (kkal/kg)

2022

2095

Abu (%)

20,06

17,95

Ca (%)

2,35

1,75

P (%)

0,30

0,25

*Sumber: Dewi, (2015)

Pencegahan penyakit

Sistem Biosecurity yang diterapkan pada awal penelitian yaitu dengan cara menyemprotkan kandang dengan desinfektan, desinfektan disemprotkan ke seluruh kandang yang digunakan. Penyemprotan desinfektan dilakukan minimal 2 minggu sebelum ayam dimasukkan ke kandang baterai.Ayam yang baru dimasuk ke dalam kandang langsung

diberikan air gula dan keesokan harinya ayam diberikan vitamin. Vitamin yang diberikan adalah merk Vitachick dan pemberian diulangi setiap seminggu sekali sampai ayam kampung berumur 8 minggu

Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan tricle brand untuk menimbang kultur dan bagian-bagian karkas ayam dengan kapasitas 100g, kepekaan 0,1g, timbangan digital kapasitas 5kg dengan kepekaan 1g digunakan untuk menimbang ayam dan ramsum pada saat pencampuran ransum, gelas ukur dengan kapasitas 1000ml dengan kepekaan 10ml, thermometer, ember kecil untuk menyimpan ransum yang sudah jadi, pisau untuk memotong bagian ayam, gunting, ember pelastik untuk perendaman ayam sebelum di cabut bulu, pinset sebagai penjepit dalam proses pemisahan bagian tubuh ayam dan alat-alat lainnya.

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam kampung umur 2 minggu, sehingga menggunakan 100 ekor ayam kampung serta 20 petak kandang penelitian.

Perlakuan pada penelitian ini adalah RKBN0: Ransum tidak mengandung kulit buah naga difermentasi, RKBN1: Ransum mengandung 5 % tepung kulit buah naga difermentasi, RKBN2: Ransum mengandung 7 % tepung kulit buah naga difermentasi, RKBN3: Ransum mengandung 9 % tepung kulit buah naga difermentasi.

Pemberian Ransum dan Air Minum

Pemberian ransum diberikan secara ad libitum dan tingkat konsumsi ransum dihitung setiap hari mulai pukul 08.00 WITA sampai keesokan harinya jam 08.00 WITA. Pemberian ransum dilakukan dengan cara menaruh ransum pada tempat pakan yang terbuat dari bahan plastik yang ditempatkan disetiap petak kandang masing-masing 1 unit tempat pakan. Pemberian air minum juga diberikan secara ad libitum yangberasal dari PDAM.Pergantian air minum dilakukan setiap pagi hari pada pukul 07.00 dan sore hari pada pukul 17.00.Pergantian air minum dilakukan supaya air yang diberikan tetap bersih dan tidak berbau serta tidak tercemar bakteri.

Pengacakan ayam kampung

Penempatan ayam kampung menggunakan teknik pengacakan didahului dengan pemasangan leg band, dilanjutkan dengan penimbangan bobot badan ayam kampung secara individu dengan menimbang 40 ekor ayam kampung (20% dari total keseluruhan), kemudian dicatat untuk dicari rata-rata bobot badannya lalu dilakukan pemilihan ayam (dengan catatan

bobot badan dari ayam kampung homogen/koefisien variasi < 5%). Ayam yang memiliki berat yang sama (homogen) dimasukkan kedalam petak kandang, dimana dalam Setiap unit perlakuan diisi 5 ekor ayam lalu diberi nomer kandang, sehingga ayam yang digunakan seluruhnya berjumlah 100 ekor. Penempatan anak ayam dilakukan dengan pengacakan, sehingga setiap unit penelitian tidak ada perbedaan yang nyata.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah penampilan ayam kampung.Penampilan ayam kampung meliputi: berat badan awa, berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan Feed Convertion Ratio.

  • a.    Berat badan awal (g):

Berat badan ini didapat dari penimbangan berat badanpada awal penelitian.

  • b.    Berat badan akhir (g):

Berat badan ini didapat dari penimbangan berat badanpada akhir penelitian.

  • c.    Pertambahan berat badan (g);

Pertambahan berat badan diperoleh denganmengurangi berat badan akhir denganberatbadan awal penelitian.

  • d.    Konsumsi ransum (g);

Konsumsi ransum diukur setiap minggu sekali yaitu, selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengansisaransum.

  • e.    Feed Convertion Ratio/FCR;

FCR merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsidengan pertambahan berat badan. FCR merupakantolakukur untuk menilai tingkat efisiensi penggunaanransum.

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova) dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum mengandung tepung kulit buah naga (Hylocereus undatus) yang difermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae dengan level 7%, dan 9% (RKBN2, dan RKBN3) mengakibatkan terjadinya penurunan secara nyata (P<0,05) konsumsi ransum dari ayam kampung umur 2 – 8 minggu masing-masing sebesar 4,41% dan 7,45% dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi khamir Saccharomyces cerevisiae (RKBN0) yang mempunyai tingkat konsumsi ransum 1045,28 g, namun tidak mempengaruhi bobot badan akhir, pertambahan bobot badan Okstrada et al, Peternakan Tropika Vol. 6 No. 1 Th. 2018: 54 - 64                Page 60

dan feed conversion ratio/FCR dari ayam kampung umur 2 – 8 minggu. Semua perlakuan menghasilkan bobot badan akhir, pertambahan bobot badan dan FCR yang berbeda tidak nyata (P>0,05) masing-masing dengan nilai 332,08 – 346,40 g; 215,69 – 229,63 g; 4,26 – 4,86. Sedangkan pemberian ransum mengandung tepung kulit buah naga (Hylocereus undatus) yang difermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae dengan level 5% (RKBN1) mempunyai tingkat konsumsi ransum yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan RKBN0 maupun RKBN2, namun 5,64% lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan RKBN3 (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh pemberian ransum mengandung tepung kulit buah naga difermentasi terhadap penampilan ayam kampung umur 2-8 minggu.

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

RKBN0

RKBN1

RKBN2

RKBN3

Berat badan awal (g)

116,39a

117,24a

117,39a

116,77a

1,74

Berat badan akhir (g)

332,08a

334,56a

338,04a

346,40a

11,64

Pertambahan berat badan (g)

215,69a

217,32a

220,05a

229,63a

10,64

Konsumsi ransum (g)

1045,28a3

1021,98ab

999,16b

967,40c

8,00

FCR (Feed Convertion Ratio)

4,86a

4,75a

4,59a

4,26a

0,22

Keterangan:

1) RKBN0 : Ransum tidak mengandung tepung kulit buah naga difermentasi

RKBN1 : Ransum mengandung 5 % tepung kulit buah naga difermentasi

RKBN2 : Ransum mengandung 7 % tepung kulit buah naga difermentasi RKBN3 : Ransum mengandung 9 % tepung kulit buah naga difermentasi 2) SEM     :Standard Error of the Treatment Means

3) Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).

Tidak terdapatnya nilai yang berbeda nyata pada bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum dari pemberian ransum mengandung tepung kulit buah naga (Hylocereus undatus) yang difermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae pada level 5 – 9% bila dibandingkan dengan pemberin ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi khamir Sacharomyces cerevisiae kemungkinan disebabkan karena semua (keempat) ransum yang diberikan (RKBN0, RKBN1, RKBN2, RKBN3) mempunyai kualitas yang baik (sesuai standar kebutuhan ternak) dan dengan kandungan energi dan protein yang sama (Tabel 2). Adanya kualitas ransum yang baik/sesuai dengan standar kebutuhan ternak dan dengan kandungan energi dan protein yang sama sudah tentu akan memberikan pasokan nutrien terutama energi dan protein yang relatif sama pada ternak sehingga proses metabolisme tubuh dapat berlangsung dengan baik dan produktivitas yang dihasilkan akan baik pula (Anggorodi, 2000). Hal ini secara nyata tampak dari nilai FCR yang merupakan cerminan efisiensi pemanfaatan ransum oleh ternak serta gambaran proses metaboolisme dalam tubuh mempunyai nilai yang rendah (4,26 – 4,86) yang menunjukkan efisiensi pemanfaatan

ransum/metabolisme tubuh yang baik/tinggi. Dewi et al. (2011) mengungkapkan bahwa pemberian ransum berkualitas dengan kandungan energi protein yang baik dan seimbang akan memberikan pasokan nutrien dan metabolisme tubuh yang tinggi yang akan mengakibatkan produktivitas ternak yang tinggi.

Pada Tabel 4 juga tampak bahwa secara kuantitatif pemberian ransum mengandung tepung kulit buah naga (Hylocereus undatus) difermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae pada level 5 – 9% mengakibatkan peningkatan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan, serta menurunkan nilai FCR dari ayam kampung umur 2 – 8 minggu yang kemungkinan besar diakibatkan oleh adanya tepung kulit buah naga yang difermentasi Sacharomyces cerevisiae yang mempunyai berbagai senyawa fitokimia serta dapat berperanan sebagai agen probiotik (dari Sacharomyces cerevisiae) yang dapat membantu/memperbaiki proses pencernaan, metabolisme serta kesehatan tubuh ternak sehingga produktivitas ternak akan meningkat pula yang tercermin dari bobot badan akhir, pertambahan bobot badan serta FCR yang dihasilkan oleh ayam kampung tersebut. Kompiang (2002) menyatakan bahwa penggunakan khamir saccaromyces cerevisiae di dalam pakan ayam menberikan hasil yang positif, yaitu meningkatnya bobot badan ternak setelah pemberian khamir saccaromyces cerevisiae. Ahmad (2005) mengungkapkan khamir Sacharomyces cerevisiae dapat meningkatkan kecernaan pakan berserat dan dapat berperan sebagai probiotik pada unggas. Hentges (1992) melaporkan dalam penelitiannya pada tepung jagung, metode fermentasi probiotik mampu meningkatkan sistem kerja saluran pencernaan anak ayam dan menurunkan mikroorganisme pathogen.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsumsi ransum sebesar 4,41% dan 7,45% akibat pemberian ransum mengandung tepung kulit buah naga terfermentasi Sacharomyces cerevisiae dengan level 7% (RKBN2) dan 9% (RKBN3) dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi (RKBN0) disebabkan karena masih tingginya kandungan serat kasar dari tepung kulit buah naga terfermentasi yaitu 21,15% sehingga ransum RKBN2 maupun RKBN3 juga mempunyai kandungan serat kasar yang lebih tinggi yang membatasi konsumsi ransum. Hartadi et al. (1990) dan De Carvalho et al. (2010) mengungkapkan bahwa serat kasar merupakan faktor pembatas dari konsumsi ransum ternak non ruminansia termasuk unggas. Serat kasar dalam ransum yang tinggi dapat menyebabkan ayam mengkonsumsi pakan dalam jumlah sedikit karena ayam akan merasa cepat kenyang. Semakin tinggi serat kasar dalam ransum menyebabkan jumlah konsumsi ransum semakin menurun, karena ransum bersifat “bulky” sehingga ransum yang dikonsumsi terbatas (Cherry, 1982).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung kulit buah naga yang difermentasi khamir Saccharomyces cerevisiae pada level 7 dan 9% mengakibatkan terjadinya penurunan konsumsi ransum, namun tidak mempengaruhi berat badan akhir, pertambahan berat badan dan FCR ayam kampung umur 2-8 minggu

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan pada penulis di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae Untuk Ternak. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Aman, Y. 2011. Ayam Kampung Unggul. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Anggorodi, R. 2000. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Kemajuan Mutakhir. Cetakan Pertama.

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta

Astuti, I. 2016. Performans Ayam Broiler yang diberi Ransum dan Difermentasi Tepung Kulit Buah Naga Tanpa dan Difermentasi Aspergillus Niger.Thesis. Program Studi Megister Ilmu Peternakan Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Cherry, J. A. 1982.Non caloric effect of dietary fat and cellulose on the voluntary feed consumption of white leghorn chicken. J. Poultry. Sci. 61 : 345-350.

Citramukti, I (2008) Ekstraksi dan Uji Kualitas Pigmen Antosianin pada Kulit Buah Naga Merah(Hylocereus ostaricensis)(Kajian Masa Simpan Buah dan Penggunaan Jenis Pelarut).Thesis, UMM, Malang.

De Carvalho, M. D. C., Soeparno, dan Nono Ngadiyono. 2010.Pertumbuhan Dan Produksi Karkas Sapi Peranakan Ongole danSimmental Peranakan Ongole Jantan yang Dipelihara SecaraFeedlot. Buletin Peternakan Vol. 34(1): 38-46.

Dewi, G.A.M.K. dan I.W. Wijana.2011. Pengaruh Penggunaan Level Energi Protein Ransum Terhadap Produksi Ayam Kampung.The Excelence Research Universitas Udayana, 64– 68.

Gunawan. 2002. Evaluasi Model Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras dan Upaya Perbaikannya. Disertasi.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hantges,D,J, 1992. Gut flora in disease resistance. In.R.Fuller (ed).Probiotic:The Scientific

Basis.P.87- 110.Chapman and Hall, London.UK.

Kompiang, I. P .2002 .Pengaruh ragi Saccharomyces cereviae dan ragi laut sebagai pakan imbuhan probiotik terhadap kinerja unggas. JITV 7(1) : 18-21.

Mastika, I M. 1991.Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian Serta Pemanfatannya Untuk Makan Temak. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Makanan Ternak Pada Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Nitis, I. M. 1980. Makanan Ternak Salah Satu Sarana Untuk Meningkatkan Produksi Ternak. Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Ternak. FKHP Universitas Udayana, Denpasar.

Sapuri, A. 2006.Evaluasi Program Intensifikasi Penagkaran Bibit Ternak Ayam Buras di Kabupaten Pandeglang.Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor

Scott, M.L., M.C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of Chicken Publ. By M. L Scott. Itacha, New York.

Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil Hasil Penelitian dan dukunganTeknologi Dalam Pengembangan Ayam Lokal. Prosiding LokakaryaNasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal.Semarang, 25September 2005. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan,Bogor.

Steel R.G.D. and Torrie, J.H. 1989. Principles and Procedures of Statistics, SecondEdition, New York: McGraw-Hill Book Co

Wu, L.C, H. W. Hsu, Y.C. Chen, C.C. Chiu, Y.I. Lin and A. Ho. 2005.Antioxidant and Antiproloferative Activities.Department of Food Science, National Pingtung University of Technology and Science.Taiwan

Zakaria, S. 2004. Pengaruh Luas Kandang Terhadap Produksi dan Kualitas Telur Ayam Buras yang Dipelihara dengan System Litter. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1); 1-11.

Okstrada et al, Peternakan Tropika Vol. 6 No. 1 Th. 2018: 54 - 64

Page 64