Evaluation Of Using Liquid Smoke In Different Concentration To The Quality Physical Chemistry Beef Meatballs
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: November 8, 2017
Accepted Date: November 17 2017
Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita
EVALUASI PENGGUNAAN ASAP CAIR PADA KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP KUALITAS KIMIA FISIK BAKSO SAPI
Laksono, A.M.S., I N.S. Miwada, dan M. Hartawan
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman Denpasar Email : [email protected] HP : 085746724900
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menganalisis kualitas kimia fisik bakso sapi yang direndam pada asap cair dengan konsentrasi berbeda.Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama dua bulan, dimulai dari tanggal 30 Januari sampai dengan 31 Maret 2014. Asap cair yang dipergunakan berasal dari Desa Panti, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Bakso yang digunakan berasal dari perusahaan bakso yang sering dikonsumsi masyarakat umum di Bali. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Variabel yang diamati antara lain kadar air, total asam, nilai TBA, kadar fenol, dan aktivitas air (αw).Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan level/konsentrasi asap cair dalam perendaman bakso sapi mampu meningkatkan secara nyata (P<0,05) total fenol dari bakso sapi yang dihasilkan. Penggunaan konsentrasi 2% (P5) menghasilkan kadar fenol tertinggi (0,11%). Terhadap variabel ketengikan/Thiobarbituric Acid, penggunaan konsentrasi asap cair 1% (P3) mampu menghasilkan tingkat ketengikan terrendah (0,03%). Sedangkan terhadap variabel lainnya yaitu kadar air, total asam dan aktivitas air, penggunaan konsentrasi asap cair yang berbeda, tidak mengakibatkan nilai yang berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan penggunaan asap cair pada konsentrasi 1% mampu menghasilkan bakso sapi dengan tingkat ketengikan terendah.
Kata kunci : Asap Cair , Bakso Sapi, Konsentrasi, Kualitas
Evaluation Of Using Liquid Smoke In Different Concentration To The Quality Physical Chemistry Beef Meatballs
ABSTRACT
The study aims to analyze the quality of physical chemistry beef meatballs soaked in liquid smoke with different concentrations. Research conducted at the Laboratory of Livestock Product Technology and Microbiology, Faculty of Animal Husbandry Udayana University for two months, starting from January 30 to March 31, 2014. Liquid smoke is used from the village of Panti subdistrict Sukorambi, Jember, East Java. The meatballs were taken from the company meatballs are often consumed by the general population in Bali. The study design used completely randomized design (CRD) with five treatments and observed variables include moisture content, total acid, TBA value, phenol and water activity (αw). The results showed that the increase of liquid smoke concentration in soaking of beef meatballs
could significantly increase (P<0,05) of total phenol from cow meatballs produced. The use of 2% concentration (P5) yields the highest phenol content (0.11%). Against the rancidity/Thiobarbituric Acid variables, the use of 1% liquid smoke concentration (P3) is capable of producing the lowest degree of rancidity (0.03%). While the other variables are water content, total acid and water activity, the use of different concentrations of liquid smoke, does not result in a significantly different value (P> 0.05). Based on the results of the research can be concluded the use of liquid smoke at a concentration of 1% capable of producing cow meatballs with the lowest rancidity.
Keywords: Liquid Smoke, BeefMeatballs, Concentration, Quality
PENDAHULUAN
Daging sapi dimanfaatkan oleh manusia menjadi berbagai macam makanan olahan.Dari makanan setengah jadi hingga siap saji.Bakso adalah salah satunya, olahan dari daging sapi yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia.Bakso merupakan daging yang dihaluskan dan ditambahkan dengan bumbu-bumbu, filler (tepung), dan bahan pengikat (putih telur).Dibentuk bulat-bulat baik secara manual ataupun dengan menggunakan mesin pembuatan bakso dan dimasak dengan air panas untuk siapsaji. Menurut Widyaningsih dan Murtini (2006) bahwa masa simpan bakso umumnya sangat singkat yaitu 12 jam atau maksimal 1 hari pada suhu kamar, supaya mendapatkan bakso yang memiliki masa simpan lebih lama serta mutu yang dapat dipertahankan diperlukan suatu bahan pengawet yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia serta dapat mempertahankan aspek gizi yang terkandung di dalamnya.
Penggunaan asap cair pada bahan pangan merupakan salah suatu cara pengawetan yang aman. Pengawetan dengan asap cair yaitu menggabungkan antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras. Senyawa asap yang dihasilkan dari asap cair ini adalah untuk menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat proses oksidasi lemak dan memberikan flavor pada daging (Lawrie, 2003).Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan pangan karena terdapat senyawa asam, fenolat dan karbonil. Asap kayu mengandung lebih dari 200 senyawa. Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap, antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat, asam siringat, dimetoksifenol, metil glikosal, furfural, metanol, etanol, oktanal, asetaldehid, diasetil, aseton dan 3,4- benzipiren (Lawrie, 2003).
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Materi
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bakso sapi. Bakso ini didapatkan dari perusahaan bakso yang dikenal dan banyak di konsumsi masyarakat.Bahan lainnya yakni asap cair untuk perendaman bakso yang diperoleh dari usaha yang memproduksi asap cair di Jember, Jawa Timur. Bahan – bahan kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Penolpthalein (pp), larutan NaOH 0,1 N, alkohol70% dan akuades untuk analisa total asam, larutan Barium Clorida (BaCl2)untuk analisa aktifitas air, larutan Na2CO3 alkali 25 dan larutan folin ciopcalteu untuk analisa total fenol, serta bahan kimia yang digunakan untuk uji ketengikan adalah larutan TBA (Thiomin baturic acid) dan larutan HCl.
Metode
Penelitian ini dilaksanakan pada laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan MikrobiologiFakultas Peternakan, Universitas Udayana.Penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola sederhana, dengan memakai 5 perlakuan dan 3 kali ulangan.Sehingga terdapat 15 unit percobaan. Perlakuan tersebut adalah P1 = konsentrasi asap cair 0 %, P2 = konsentrasi asap cair 0,5%, P3 = konsentrasi asap cair 1,0%, P4 = konsentrasi asap cair 1,5%, dan P5 = konsentrasi asap cair 2,0%.
Gambar 1Skema atau diagram alir pembuatan bakso asap cair
Peubah
Dalam penelitian ini, peubah yang diamati yaitu kadar air, aktivitas air, kadar asam, kadar fenol dan uji ketengikan (TBA) dari bakso asap cair tersebut. Prosedur uji masing-masing variabel dilakukan sebagai berikut.
Kadar Air.
Kadar air ditentukan dengan menggunakan analisis proksimat (AOAC, 1984).Cawan ditimbang (Xg) yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven.Sebanyak 5 g sampel (Y g) dimasukkan ke cawan tersebut, kemudian dikeringkan dalam oven 105oC selama kurang lebih 12 jam.Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang (Z g).
Kadar air = berat awal – berat akhir x 100%
Barat awal
Aktifitas Air (Aw)
Aktivitas air diukur dengan menggunakan Aw-meter. Sebelum digunakan terlebih dahulu Aw-meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam Barium Clorida (BaCl2) dengan cara melipat kertas yang tersedia dan mencelupkan ke dalam larutan tersebut agar larutan merata, selanjutnya kertas tersebut dibuka kembali dan diletakkan pada bagian dasar Aw-meter, tutup dan biarkan selama 3 menit, selanjutnya jarum ditera sampai skala 0,9 karena larutan BaCl2 mempunyai kelembaban garam jenuh sebesar 90%. Selanjutnya kertas tersebut dikeluarkan dari Aw-meter. Pengukuran aktivitas air dengan memasukkan sampel ke dalam Aw-meter sampai setengah bagian dari volume kemudian tutup dan biarkan selama 3 menit, setelah itu dilakukan pembacaan skala. Setiap penambahan suhu 1°C dikalikan 0,002 (suhu ruang pada saat pembacaan -20°C), hasil pengalian tersebut ditambahkan dengan besarnya pembacaan skala pada Aw-meter setelah 3 menit (merupakan nilai Aw bahan yang bersangkutan) (Syarif dan Halid, 1993).
Aktivitas Air dihitung dengan menggunakan rumus:
Aw = PSA + (PSTT-20) X 0,002
Keterangan:
PSA = Pembacaan skala awal
PST = Pembacaan skala temperature
Total Asam
Analisis kadar asam bakso menggunakan metode AOAC (1995), bakso ditimbang 1 gr. Sampel kemudian dihaluskan dan ditambahkan 25 mL aquadest, dan dimasukkan dalam Erlenmeyer, selanjutnya ditambahkan 2-3 tetes phenolphthalein 1% dititrasi dengan NaOH 1 N hingga berubah menjadi merah muda (warna tetap). Skala penurunan NaOH yang dibaca digunakan dalam menghitung keasaman dengan rumus :
% Keasaman = mL NaOH x N NaOH x 60 x 100% mg sampel
Kadar fenol.
Sampel asap cair sebanyak 1 ml ditimbang, kemudian diencerkan hingga mencapai volume 100 ml, total pengenceran = 100 kali (fp= 100 kali), sedangkan untuk sampel bakso yang sudah dihancurkan ditimbang 1 g, kemudian diencerkan dalam labu takar 5 ml, total pengenceran 5 kali (fp= 5 kali). Hasil pengenceran kemudian diambil 1 ml dan ditambah 5 ml larutan Na2CO3 alkali 2%, divortex dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya ditambahkan larutan folin ciopcalteu sebanyak 0,5 ml dengan perbandingan aquadest 1:1, divortex dan dibiarkan selama 30 menit, kemudian ditera pada panjang gelombang 750 nm. Larutan blanko dibuat sama dengan penetapan sampel, akan tetapi sampel diganti dengan aquadest. Konsentrasi fenolat larutan sampel dihitung berdasarkan kurva standar yang diperoleh dari larutan fenol murni (Slamet et al., 1984).
Uji Ketengikan (Thiobarbituric Acid/TBA)
Uji ketengikan pada setiap sampel penelitian yang telah diberi perlakuan adalah dengan menggunakan analisi intensitas ketengikan dengan metode TBA yang dinyatakan dalam jumlah Malonaldehyde (MDA)/kg sampel dalam unit awal.
Apriyantono (2002) menyatakan bahwa tingkat ketengikan diukur dengan penempatan bilangan TBA prosedur pengukuran sebagai berikut :
-
1. 10 gram bakso sapi dari tiap sampel, ditimbang lalu dimasukkan ke waring blender, ditambahkan 50 ml aquades dan dihancurkan selama 2 menit.
-
2. Secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu destilasi dicuci dengan 47,5 ml aquades.
-
3. Batu didih ditambahkan secukupnya dan memasang alat destilasi.
-
4. Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi hingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit.
-
5. Destilat yang diperoleh diaduk rata, kemudian dipipet 5 ml destilat ke dalam tabung reaksi tertutup.
-
6. 5 ml pereaksi TBA ditambahkan lalu ditutup hingga tercampur secara merata dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih di waterbath.
-
7. Blangko dibuat menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi, dilakukan seperti penetapan sampel.
-
8. Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit. Lalu diukur absorbansinya (abs) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blangko sebagai titik nol dan digunakan sampel berdiameter 1 cm.
Bilangan TBA dinyatakan dalam mg Malonaldehyde per kg sampel (Bilangan TBA = 7,8 abs).
Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, jika terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antar perlakuan maka dilanjutkan ke uji pembanding Duncan (Steel dan Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air
Pengujian penggunaan asap cair dengan konsetrasi berbeda terhadap kualitas kimia fisik bakso sapi menunjukan hasil persentase kadar air pada perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 tidak berbeda nyata. Persentase tertinggi terlihat pada perlakuan P1yaitu sebesar 71,30%, diikuti dengan perlakuan P4 yaitu 70,40%, perlakuan P2 yaitu 70,37%, berikutnya perlakuan P5 yaitu 70,34%, yang terakhir perlakuan P3 yaitu dengan persentase sebesar 70,19%.
Komponen utama dari bahan pangan adalahair.Air mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Selain itu sebagian besar dari perubahan-perubahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri (Winarno, 1997).Pengukuran kadar air bakso yang tercantum pada gambar 1 menunjukkan bahwa nilai rataan kadar air dalam penelitian ini berkisar antara 70,19% sampai 71,30% dengan rataanterendah pada perlakuan P3 (70,19%) dan rataan tertinggi pada perlakuan P1(71,30%). Menurut Standar Nasional Indonesia (1995) kadar air dalam bakso maksimal sebesar 70,00%. Kadar air dalam penelitian ini lebih tinggi daripada Standar Nasional Indonesia. Kadar air pada masing-masing perlakuan relatif sama dan tidak berbeda nyata berarti bahwa pemberian asap cair dengan konsentrasi bebeda dengan perlakuan waktu perendaman yang sama, tidak berdampak nyata
terhadap kadar air bakso. Secara teori asap cair dapat melepaskan kandungan air bebas, hal itu dikarenakan terjadi reaksi antara ikatan protein daging dan komponen asam hingga merubah struktur air pada daging. Akan tetapi perlakuan perendaman tidak memberikan perbedaan nyata, diduga karena pelepasan dan penggantian antara protein daging dengan fenol tidak maksimal karena tidak disertai pemanasan
Tabel 1: Hasil Uji Kimia Fisik Bakso Sapi Dengan Perendaman Asap Cair Pada Konsentrasi Berbeda
Peubah |
Perlakuan |
SEM | ||||
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 | ||
Kadar Air (%) |
71,30a |
70,37a |
70,19a |
70,40a |
70,34a |
0,36 |
Total Asam (%) |
0,37a |
0,23a |
0,25a |
0,33a |
0,27a |
0,12 |
Ketengikan/TBA (%) |
0,13d |
0,07b |
0,03a |
0,12d |
0,10c |
0,03 |
Total Fenol (%) |
0,07a |
0,08b |
0,09c |
0,10d |
0,11e |
0,001 |
Aktivitas Air(%) |
0,73a |
0,75a |
0,74a |
0,74a |
0,73a |
0,01 |
Keterangan:
a,b,c,d: superskrip beda pada baris yang sama menunjukan nilai yang beda nyata (P<0,005)
P1 : konsentrasi 0%, P2 : konsentrasi 0,5%, P3 : konsentrasi 1%, P4 : konsentrasi 1,5%, P5 : konsentrasi 2%
SEM: Standard error of the treatment means
Total asam
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengujian penggunaan asap cair dengan konsetrasi berbeda terhadap kualitas kimia fisik bakso sapi menunjukan hasil persentase total asam pada perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 tidak berbeda nyata. Persentase tertinggi terlihat pada perlakuan P1yaitu sebesar 0,37,%, diikuti dengan perlakuan P4 yaitu 0,33%, perlakuan P5 yaitu 0,27%, berikutnya perlakuan P3 yaitu 0,25%, yang terakhir perlakuan P2 yaitu dengan persentase sebesar 0,23%.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair dengan perlakuan perendaman berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar asam bakso. Kadar asam bakso pada perlakuan dengan konsentrasi P2, P3, P4, dan P5, lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1. Menurut Arizona (2011) menyatakan bahwa keasaman (dihitung sebagai % asam asetat) asap cair yang terserap dalam produk.Peningkatan konsentrasi asap cair tidak mempengaruhi penetrasi asam. Secara kimia nilai total asam tidak memberikan pengaruh secara signifikan diduga karena perendaman dilakukan pada suhu ruangan.
Ketengikan/Thiobarbituric Acid (TBA)
Nilai TBA pada produk bakso sapi yang diuji dengan mengunakan asap cair dengan konsetrasi berbeda menunjukan hasil perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 nyata (P < 0,05). Pada perlakuan P1nyata (P < 0,05) lebih tinggi 0,10 % dari perlakuan P3, 0,06% dari perlakuanP2, 0,03% dari perlakuan P5, dan 0,01% dari perlakuan P4. Perlakuan P1merupakan produk paling tinggi hasil nilai TBA dibandingan perlakuan yang lainnya.
Oksidasi lipida merupakan penyebab utamakerusakan mutu daging dan produk-produknya yangdisimpan (Ladikos dan Lougovois, 1990).Nilai TBA yang diterima pada makanan tidak lebih dari 2,0 mg malonaldehyde/kg sampel (Shambergeret al., 1997). Tipe makanan yang berbeda memiliki nilai TBA yang berbeda pula untuk ambang batas tingkat ketengikan sebagai contoh produk olahan daging sapi dan babi adalah 0,5-1,0 dan 0,6-2,0 mg malonaldehyde/kg (Taladgiset al., 1960). Pemberian asap cair dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai TBA bakso sapi. Asap cair mengandung senyawa fenol yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mengurangi proses oksidasi asam lemak tak jenuh pada produk dengan penghambat pembentukan hidroperoksida pada tahap propagasi (Pokorny, 2001; Valenciaet al., 2006). Peningkatan kosnetrasi asap cair terbukti dapat menurunkan proses ketengikan yakni pada perlakuan P2 dan P3. Pada perlakuan P4 danP5 mengalami peningkatan, akan tetapi nilainya masih dibawah perlakuan kontron P1. Sehingga penambahan kosentrasi asap cair 1% cukup untuk menekan ketengikan.
Kadar Fenol
Berdasarkan hasil statistik pada tabel 1, menunjukan bahwa nilai total fenol pada produk bakso sapi yang diuji dengan mengunakan asap cair dengan konsetrasi berbeda menunjukan hasil perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 nyata (P < 0,05). Pada perlakuan P5 nyata (P < 0,05) lebih tinggi 0,004% dari perlakuan P1, 0,003% dari perlakuan P2, 0,002% dari perlakuan P3, 0,01% dari perlakuan P4. Perlakuan P5 merupakan produk tertinggi kadar total fenol dibandingkan perlakuan lain.
Fenol atau asam karboksilat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memilki sifat yang cenderung asam artinya ia dapat langsung melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O- yang dapat dilarutkan dalam air.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh pemberian asap cair dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kadar fenol bakso sapi.Pada perlakuan P1, adalah nilai terendah, kemudian meningkat pada perlakuan P2, perlakuan P3, perlakuan P4, dan nilai tertinggi pada perlakuan P5.Girard (1992), menyatakan bahwa jumlah batas aman dalam produk pengasapan berkisar dari 0,06 mg/kg sampai 5000 mg/kg atau 6 ppm sampai 5000 ppm. Dengan demikian, kandungan fenol dalam bakso sapiyang direndam padaasap cair dengan konsentrasi berbeda ini masih dalam tahap aman.
Fenol merupakan salah satu senyawa yang terkandung dalam asap cair. Kandungan fenol pada asap cair bersifat bakterisida (membunuh bakteri) dan bersifat fungisida (membunuh kapang). Asap cair bersifat sebagai antioksidan yang berpengaruh terhadap keawetan produk (Sari, 2005). Senyawa fenol sangat penting dalam produk asap karena fenol berperan dalam menyumbangkan aroma dan rasa spesifik produk asapan (Guillen et al, 2002) Aktivitas air
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa pengujian penggunaan asap cair dengan konsetrasi berbeda terhadap kualitas kimia fisik bakso sapi menunjukan hasil persentase aktivitas air pada perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 tidak berbeda nyata. Persentase tertinggi terlihat pada perlakuan P2yaitu sebesar 0,75%, diikuti dengan perlakuan P3yaitu 0,74%, perlakuan P4 yaitu 0,74%, berikutnya perlakuan P1 yaitu 0,73%, yang terakhir perlakuan P5 yaitu dengan persentase sebesar 0,73%.
Hasil dari sidik ragam menunjukan bahwa rerata aktivitas air dari perlakuan P1 hingga P5 tidak berbeda secara signifikan. Hal tersebut disebabkan bahwa asap cair tidak memiliki kontribusi besar dalam pergantian air daging secara osmosis dan proses pengasapan karena dalam penelitian ini tidak menggunakan temperatur yang tinggi sehingga tidak terjadi perubahan aktifitas air yang signifikan. Asap cair bersifat antioksidan dan anti mikroba, tetapi tidak bersifat humektan. Wibowo (2002) mengatakan bahwa asap cair memiliki kandungan formaldehid sebagai anti mikroba dan fenol sebagai antioksidan. Berbeda pada pengasapan secara panas, pada saat pengasapan berlangsung kadar air bahan menjadi berkurang karena temperatur udara sekitar bahan meningkat sehingga terjadi proses pengeringan.
Aktivitas air atau water activity(aw) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawipada bahan pangan. Bahan pangan yang mempunyai kandungan atau nilai awtinggi pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhanmikroba maupun akibat reaksi kimia tertentu seperti oksidasi dan reaksi enzimatik (Asga, 2013).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan level/konsentrasi asap cair dalam perendaman bakso sapi mampu meningkatkan total fenol dari bakso sapi yang dihasilkan. Penggunaan konsentrasi 2% (P5) mampu menghasilkan kadar fenol tertinggi. Terhadap variabel ketengikan/Thiobarbituric Acid, penggunaan konsentrasi asap cair 1% (P3) mampu menghasilkan tingkat ketengikan terrendah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing skripsi bapakI Nyoman Sumerta Miwada, S.Pt, MP. Danibu Ir. Martini Hartawan, M.Si., bapak ibu dosen PLP yang telah membantu dan mengarahkan dari awal sampai akhirnya proses penelitian bapakYovi Agus Pamungkas, SP , IbuNi Putu Emi Suastini S dan Bapak Andi Udin Saransi, serta Bapak I MadeMudita, S.Pt., MP selaku penyunting jurnalFakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods Of Analysis Of The Association Of Analytical Chemist. Washington DC.
Apriyantono. A. 2002. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan.http://www.laila.pdf/. [Diakses 12 November 2010].
Arizona, A., E. Suryanto, Y. Erwanto. 2011. Pengaruh konsenrasi asap cair tempurung kenari dan lama penyimpanan terhadap kualitas kimia dan fisik daging. Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta;55281
Asga, S, Astrid Wulandari. 2013. Prediksi Umur Simpan Kerupuk Kemplang Dalam Kemasan Plastik Polipropilen Ketebalan 0,3 mm, 0,5 mm, Dan 0,7 mm. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Girard. J. P. 1992. Technology de la Viande at des Produits Carnes. Technique & Documentation – Lavoisier, Paris, France.
Ladikos, D., & Lougovis,V. 1990. Lipid oxidation in muscle foods: A Review. Food Chemistry, 35: 295-314
Lawrie. R.A, 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia -Press, Jakarta.
Pokorny, J.,N. Yanishlieva, M. Gordon.2001. Antioxidant in Food. Woodhead publishing limited. Abington hall. Abington Cambridge CBI 64H
Purnamasari, E. 2013. Sifat fisik daging kerbau yang direndam dengan asap cair dan asam sitrat pada konsentrasi yang berbeda. Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru
Sari, D.K.2005. Pemanfaatan Asap Cair dengan Bahan Pengasap Kayu Jati pada Produk Lidah Asap. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sayang, N.S. 2012. Kualitas bakso daging sapi Bali prarigor dengan asap cair pada adonan bakso selama penyimpanan. Universitas Hasanudin. Makassar
Shamberger, R.S, B.A Shamberger, C.E Willis. 1997. Malonaldehyde content of food. J.Nurt. 107; 1404-1409
Slamet, S., B.Haryono, Suhardi. 1984. Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Yogyakarta
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsipmdan Prosedur Statistika. Edisi Kedua.Diterjemahkan oleh: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Syarif dan Halid. 1993. Kadar Air Basis Basah dan Basis Kering. http:blog.ub.ac.id/nawaby. Diakses pad 9 Desember 2014
Tarladgis, B.G, B.M. Watts, M.T. Younathan. 1960. A distillation method for the quantitative determination of malonaldehyde in rancid foods. Journal Amer. Oil Chem. Sol;37-34
Tranggono, Suhardi, dan Bambang Setiaji. 1997. Produksi Asap Cair dan Penggunaannya pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Khas Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan Terpadu (III). Kantor Mristek. Puspitek. Jakarta
Valencia, I, Ansorena D, and Astiasaran I. 2006. Stability of Linseed Oil and Antioxidants Containing DRY fermented Sausages: A Study of The Lipid Fraction During Different Storage Conditions, Journal Meat Science 73: 269-277
Wibowo. S. 2002. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Widyaningsih. T. D dan E. S . Murtini, 2006.Pengolahan Pangan Masa Kini. http://www.e-dukasi.net/trubusAgrisarana. diakses pada tanggal 09 Desember 2014
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zeitsev, V., I. Kizevetter, L. Lagunov, T. Makarova, L. Minder dan V. Podsevalov. 1969. Fish Curing and Processing. Ed. By : A. De Merindol MIR Publisher, Moscow.
Laksono et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 3 Th. 2017: 489– 499
Page 499
Discussion and feedback