EFFECT OFMULTI NUTRIENT BLOCKSUPPLEMENTATION TO LOCAL FEMALE RABBITS PERFORMANCE (Lepus negricollis)
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: Juny 12, 2017
Accepted Date: July 5 2017
Editor-Reviewer Article;: A.A.P.P.Wibawa ; N. W. Siti
PENGARUH SUPLEMENTASI MULTI NUTRIENT BLOCK TERHADAP
PENAMPILAN KELINCI BETINA LOKAL (Lepus negricollis)
Wiguna, I G. D. A., I M. Nuriyasa dan A.W. Puger
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman Denpasar e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Multi Nutrient Block (MNB)terhadap penampilan kelinci betina lokal yang diberi pakan dasar rumput lapangan. Rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan lima blok sebagai ulangan digunakan dalam penelitian ini, perlakuan tersebut adalah kelinci betina lokal diberi pakan rumput lapangan saja sebagai kontrol (R0), pakan kontrol yang disuplementasi MNB 15 g/ekor/hari (R1), pakan kontrol yang disuplementasi MNB 30 g/ekor/hari (R2), pakan kontrol yang disuplementasi MNB 45 g/ekor/hari (R3). Variabel yang diamati adalah bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi rumput, konsumsi MNB, konsumsi total, konsumsi energi, konsumsi protein kasar, dan konversi ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suplementasi MNB maka semakin tinggi pula bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi MNB, konsumsi total, konsumsi energi, dan konsumsi protein kasar namun dapat menurunkan konsumsi rumput dibandingkan dengan perlakuan tanpa suplementasi MNB (R0). Dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat suplementasi multi nutrient block dari 15g/ekor/hari sampai 45g/ekor/hari menyebabkan penampilankelinci betina lokal (Lepus neigricollis) juga meningkat.
Kata kunci: Penampilan, kelinci, Multi nutrient block, rumput lapangan
EFFECT OFMULTI NUTRIENT BLOCKSUPPLEMENTATION TO LOCAL FEMALE RABBITS PERFORMANCE (Lepus negricollis)
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of Multi Nutrient Block (MNB) supplementation on the performance of local female rabbits given ground grass feedstock. A randomized block design with four treatments and five blocks as replicates was used in this study, the treatment was a local female rabbit fed field grass onlyas control (R0), a control feed supplemented by MNB 15 g/head/day (R1), a control feedsupplemented MNB 30 g/head/day (R2), control feedsupplemented MNB 45 g/head/day (R3). The observed variabel wasl body weight, weight gain, grass consumption, MNB consumption, total consumption, energy consumption, crude protein intake, and feed conversion. The results showed that the higher the supplementation of MNB, the higher the final body weight, weight gain, MNB consumption, total consumption, energy consumption, and consumption of crude protein but reduced grass consumption compared with treatment without MNB supplementation (R0). It can be concluded that increasing multi
nutrient block supplementation from 15g/head/day to 45g/head/day results in the performance of local female rabbit (Lepus nigricollis) also increased.
Keywords: Performances, rabbit, multi nutrient block, field grass
PENDAHULUAN
Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani saat ini memang masih belum bisa diterima oleh masyarakat luas. Masyarakat umumnya memelihara kelinci hanya dijadikan hewan kesayangan (pet). Kartadisastra (1997) menyatakan ternak kelinci adalah salah satu komoditas peternakan yang mampu menghasilkan daging dengan kualitas yang baik. Menurut laporan USDA (2009) mencatat kandungan protein dan lemak daging kelinci masih lebih baik dibandingkan dengan ternak sapi dan ayam. Protein daging kelinci adalah 20,8% sedangkan ternak sapi dan babi masing-masing 16,3% dan 11,9%. Kandungan lemak ternak kelinci adalah 10,2% sedangkan ternak sapi dan babi masing-masing 28% dan 45%
Data yang diperoleh dari Disnak Provinsi Bali (2015) mencatat populasi ternak kelinci pada tahun 2015 sebanyak 6.766 ekor. Populasi ternak kelinci yang tersebar di Kabupaten Karangasem sebanyak 2.946 ekor, sedangkan di Kabupaten Tabanan sebanyak 2.269 ekor. Menurut Cheeke (1983) Indonesia merupakan negara yang cukup potensial untuk mengembangkan ternak kelinci.
Kebutuhan protein hewani dan konsumsi daging dikalangan masyarakat bisa diatasi dengan alternatif, selain beternak ayam, kambing, sapi, babi, domba dan lain-lain, sekarang juga bisa dialihkan beternak hewan kecil salah satunya adalah dengan cara beternak kelinci (El-Raffa, 2004). Menurut Iskandar (2001) kelinci adalah hewan non ruminansia yang mempunyai pertumbuhan atau produksi yang begitu cepat sehingga sangat mudah untuk diternakkan. Kelinci juga menghasilkan daging yang berkualitas baik, yang tidak kalah dengan kualitas daging dari ternak besar lainnya.
Beberapa faktor penghalang dari masyarakat yang beternak kelinci adalah kurangnya pengetahuan tentang karakteristik dari ternak kelinci tersebut baik dalam manajemen pakan, perkandangan maupun kesehatan. Banyak peternak kelinci hanya memberikan pakan berupa rumput lapangan dan hasil limbah dapur, seperti sayuran. Pemeliharaan kelinci seperti ini banyak menjadi keluhan dari para peternak karena banyak dari anak kelinci yang mati dan indukan bersifat kanibalisme yang mengakibatkan kerugian bagi para peternak. Mc. Nitt et al.
(1996) menyatakan bahwa pakan adalah salah satu penentu yang sangat berpengaruh dalam tinggi rendahnya produktivitas ternak sehingga dalam pemberian pakan perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas dari pakan tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan dari ternak kelinci.
Pertimbangan dalam pemberian ransum oleh peternak tidak dibarengi dengan kualitas dan kuantitas dari ransum tersebut, peternak kelinci hanya memberikan seadanya saja. Menurut beberapa penelitian yang menerapkan tatalaksana pemberian pakan yang berdasarkan pada sumber bahan pakan yang meliputi jenis pemenuhan, jenis kebutuhan, jenis bahan pakan dan pengkontrol pemberian pakan terhadap produktivitas ternak kelinci dapat meningkat (Sudaryantoet al., 1984). Menurut Rizqiani (2011) kelinci jantan lokal peranakan New Zealand White yang diberi perlakuan pelet ransum komplit memiliki performa yang sama dengan kelinci yang diberi perlakuan silase ransum komplit. Hasil penelitian Pugeret al., (2016) menyatakan suplementasi MNB pada kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) sampai dengan 15 gram/ekor/hari dapat meningkatkan penampilan dan karkas yang paling tinggi dari pada kelinci tanpa suplementasi MNB.
Berlandaskan dari latar belakang diatas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penampilan ternak kelinci betina lokal (Lepus nigricollis) yang diberi pakan dasar rumput lapangan dan pakan tambahan berupa suplementasi Multi Nutrient Block (MNB).
MATERI DAN METODE
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci betina lokal (Lepus negricollis) betina sebanyak 20 ekor. Kelinci ini didatangkan langsung dari Desa Riang Gede, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Bali.
Penelitian ini menggunakan 20 petak kandang dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 50 cm dan tinggi 45 cm. Ketinggian petak kandang diukur dari lantai bangunan kandang adalah 70 cm. Masing-masing petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari tempurung kelapa.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Tabanan selama 12 minggu dari bulan Agustus s/d Oktober 2016. Analisis pakan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Kelinci pada fase pertumbuhan membutuhkan nutrisi berupa protein kasar 16%, energi 2500 Kkal/kg, kalsium 0,45% dan lemak 2%. Pakan yang diberikan berupa rumput segar. Suplementasi Multi Nutrient Block(MNB). Rumput lapangan yang diberikan adalah rumput yang tumbuh disekitar areal persawahan dan ditepi jalan yang tumbuh liar dengan berbagai spesies seperti: Eleusin indica, Chloris barbata, Politrias amaura, Panicum sp, Sporobulus sp, dan Mimiosa pudica. Multi Nutrient Block (MNB) adalah pakan kelinci yang tersusun terdiri dari molasses 5%, polard 18%, ampas tahu terfermentasi 60%, kemudian tepung tapioka 5%, kalsium Hidrofosfat 6,5%, NaCl 0,5% dan juga minyak kelapa 5%. (Scott et al., 1982). Kandungan ransum perlakuan tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Multi Nutrient Block (MNB)
Bahan Ransum |
Bahan kering (%) |
Abu (%) |
Bahan organic (%) |
Protein kasar (%) |
Lemak kasar (%) |
Kalsium (Ca) (%) |
Fosfor (P) (%) |
Gross Energy (Kkal) |
MNB |
89,33 |
10,93 |
89,07 |
15,51 |
14,9 |
2,49 |
1,99 |
4550 |
Sumber: Hasil analisis proksimat Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2016)
Rumput dan air minum diberikan ad libitum. Rumput diberikan dalam bentuk segar dan dipotong dengan panjang 5 cm. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu: pada pagi hari (pukul 07.00-08.00 wita) dan sore hari (pukul 17.00-18.00 wita).
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan 4 perlakuan dan 5 kelompok sebagai ulangan. Perlakuan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah; R0: kelinci diberikan pakan rumput lapangan saja tanpa sumplementasi Multi NutrientBlock (MNB). R1: kelinci diberikan pakan dasar rumput lapangan dengan suplementasi Multi Nutrient Block (MNB) 15g/ekor/hari. R2: kelinci diberikan pakan dasar rumput lapangan dengan suplementasi Multi Nutrient Block (MNB) 30g/ekor/hari.R3: kelinci diberikan pakan dasar rumput lapangan dengan suplementasi Multi Nutrient Block (MNB) 45g/ekor/hari.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:
-
1. Bobot badan akhir: Bobot badan akhir diperoleh dengan cara menimbang kelinci pada akhir penelitian.
-
2. Pertambahan bobot badan perhari: pertambahan berat badan perhari diperoleh dengan cara mengurangi berat badan akhir dengan bobot badan awal dibagi dengan lama penelitian.
= bobot badan akbir-bobot badan awal
lama penelitian
-
3. Konsumsi BK dan Nutrien pakan
-
a. Konsumsi MNB perhari: peroleh dengan cara mengurangi MNB yang tersisa dengan MNB yang diberi
= Sisa MNB – MNB yang diberi
-
b. Konsumsi rumput perhari: diperoleh dengan cara mengurangi rumput yang tersisa dengan rumput yang diberi.
= Rumput yang diberi – sisa rumput
-
c. Konsumsi total: diperoleh dari penjumlahan konsumsi MNB dengan konsumsi rumput.
= konsumsi MNB + konsumsi rumput
-
d. Konsumsi Energi total = jumlah pakan yang dikonsumsi × kandungan energi total
-
e. Konsumsi Protein kasar total=jumlah pakan yang dikonsumsi × kandungan protein total
-
4. Konversi ransum: dihitung dengan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan selama penelitian.
= konsumsi pakan (g')
pertambahan berat badan (g')
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot badan
Bobot badan akhir kelinci betina lokal yang diberi rumput saja (R0) adalah 1119,73 g (Tabel 3).Pemberian rumput dengan suplementasi MNB 15 g/ekor/hari (R1), 30 g/ekor/hari (R2), dan 45 g/ekor/hari (R3) menghasilkan bobot badan lebih tinggi (P<0,05) masing-masing 12,84%, 34,68%, dan 53,11%. Bobot tertinggi tercapai pada perlakuan (R3) yaitu 1714.40 g.Kelinci betina lokal yang diberi perlakuan suplementasi MNB 45 g/ekor/hari menghasilkan berat badan akhir dan pertambahan berat badan paling tinggi karena perlakuan R3 merupakan aras pemberian MNB paling tinggi dan sangat disukai sehingga konsumsi juga tinggi. MNB
merupakan pakan suplementasi yang mengandung protein, energi dan mineral yang cukup. Menurut Anggorodi (1995) bahwa di dalam tubuh, protein digunakan untuk pertumbuhan dan berperan untuk kenaikan bobot ternak, sedangkan konsumsi serat kasar yang tinggi dapat menurunkan bobot ternak. Bobot ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Hal ini berarti bahwa konsumsi pakan akan memberikan gambaran nutrien (protein, lemak dan karbohidrat) yang didapat sehingga mempengaruhi bobot ternak (Kartadisastra, 1997). Pemberian suplementasi dengan tingkat yang berbeda dan lebih tinggi menyebabkan protein dan energi yang dikonsumsi juga akan berbeda dan lebih banyak. Makin tinggi aras suplementasi yang diberikan maka makin tinggi pula berat badan dan pertambahan berat yang dihasilkan.
Tabel 3. Pengaruh Suplementasi Multi Nutrient Block (MNB) terhadap Penampilan Kelinci
Betina Lokal (Lepus negricollis)
Variabel |
Perlakuan |
SEM | |||
R0 |
R1 |
R2 |
R3 | ||
Bobot Badan Awal (g) |
421,00a2) |
435,60a |
462,80a |
415,60a |
13,14 |
Bobot Badan Akhir (g) |
1119,73d |
1263,60c |
1541,60b |
1714,40a |
34,44 |
Pertambahan Bobot Badan |
9,70d |
11,50c |
14,98b |
18,04a |
0,44 |
(g/hari) Konsumsi MNB (g/hari) |
0,00d |
12,35c |
24,95b |
36,11a |
0,60 |
Konsumsi Rumput (g/hari) |
54,12a |
48,37b |
47,68b |
47,25b |
1,02 |
Konsumsi MNB + rumput |
54,12d |
60,73c |
72,63b |
83,36a |
1,36 |
(g/hari) Konsumsi Energi Total |
203,39d |
237,99c |
292,70b |
341,86a |
5,48 |
(kkal/hari) Konsumsi Protein |
6,01d |
7,39c |
9,37b |
11,14a |
0,23 |
Kasar Total (g/hari) Konversi Ransum |
5,62a |
5,33a |
4,89ab |
4,65b |
0,16 |
1. R0: Ransum rumput lapangan tanpa suplamentasi MNB
R1: Ransum rumput lapangan dengan suplamentasi MNB 15 g/hr
R2: Ransum rumput lapangan dengan suplamentasi MNB 30 g/hr
R3: Ransum rumput lapangan dengan suplamentasi MNB 45 g/hr
2. Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0.05)
3. SEM :Standard Error of the Treatment Means
Pertambahan Bobot badan
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Pondet al., 1995).Pertambahan bobot badan kelinci yang diberi pakan rumput lapangan saja (R0) adalah 9.70 g/ekor/hari (Tabel 3). Pertambahan bobot badan kelinci yang diberi
perlakuan R1, R2, dan R3 masing – masing 18,50%, 54,43%, dan 85,97% lebih tinggi (P<0,05) dari pada perlakuan R0. Pertambahan bobot badan paling tinggi ditunjukan oleh perlakuan R3 yaitu 18,04 g/ekor/hari.
Konsumsi Multi Nutrient Block dan Rumput
Konsumsi Multi Nutrient Block (MNB) pada kelinci yang diberikan suplementasi MNB 15 g/ekor/hari (R1) adalah 12,35 g/ekor/hari (Tabel 3). Konsumsi MNB kelinci perlakuan R2 dan R3 masing– masing 102,02% dan 192,33% lebih tinggi (P<0,05) dari pada R1. Konsumsi MNB paling tinggi ditunjukan oleh perlakuan R3 yaitu 36,11 g/ekor/hari. Konsumsi rumput pada kelinci betina lokal yang paling rendah adalah R3 yaitu 47,25 g/ekor/hari. Konsumsi rumput lapangan kelinci yang diberi pakan R1, R2 dan R3 masing–masing 10,62%, 11,89% dan 12,19% lebih rendah (P>0,05) dari R0. Kelinci betina lokal yang mengkonsumsi ransum total paling rendah adalah R0 yaitu 54,12g/ekor/hari. Konsumsi MNB + rumput yang diberi perlakuan R1, R2, dan R3 masing–masing 12,21%, 34,20% dan 54,03% lebih tinggi (P<0,05) dari pada R0. Konsumsi MNB yang paling tinggi ditunjukkan oleh kelinci yang diberi suplementasi MNB 45 g/ekor/hari (R3). Hal ini karena perlakuan R3 mendapatkan suplementasi MNB yang paling banyak. MNB yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari ampas tahu terfermentasi dan molasses sehingga aromanya terasa lebih manis dan berbentuk pellet. Mc.Nitt et al. (1996) menyatakan kelinci lebih menyukai pakan dengan aroma manis dari pada pahit. Konsumsi rumput yang tinggi diunjukkan oleh perlakuan R0 (54,12 g/ekor/hari) tanpa sumplementasi MNB. Konsumsi rumput yang tinggi diakibatkan perlakuan ini hanya mengkonsumsi rumput saja tanpa suplementasi MNB. Rumput yang mengandung serat kasar tinggi akan menggangu saluran pencernaan kelinci sehingga kelinci betina lokal perlakuan R0 akan berusaha makan sebanyak–banyaknya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuhnya dan berpengaruh pula terhadap pertumbuhan. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Khalil et al, (1986) yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi menyebabkan kerja saluran alat pencernaan tertekan. Menurut NRC (1977) kelinci memiliki batas toleransi terhadap kandungan serat kasar ransum. Serat kasar yang direkomendasikan untuk pertumbuhan kelinci sebesar 10– 12% serta untuk hidup pokok 14%.
Kelinci yang diberi rumput lapangan dengan suplemetasi MNB 45 g/ekor/hari mengkonsumsi MNB + rumput yang paling tinggi (83,36 g/ekor/hari), dikarenakan konsumsi
MNB lebih tinggi dari pada pemberian konsumsi rumput sehingga konsumsi keduanya juga tinggi. Konsumsi ransum yang tinggi akan menyebabkan pula suplai nutrient yang masuk lebih banyak ke dalam tubuh kelinci. Hal ini pula didukung oleh Nuriyasa et al. (2014) menyatakan konsumsi ransum lebih banyak akan berdampak pada retensi energi dan protein lebih tinggi sehingga menghasilkan pertambahan berat badan dan berat badan akhir lebih tinggi pula.
Konsumsi energi total
Konsumsi energi kelinci betina lokal yang mendapat perlakuan R0 adalah 203,39Kkal/hari (Tabel 3). Konsumsi energi dari kelinci diberi perlakuan R1, R2, dan R3 masing – masing 17,01%, 43,91% dan 68,08% lebih tinggi (P<0,05) dari pada R0. Konsumsi energi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan R3 yaitu 341,86 kkal/hari.Hal ini disebabkan perlakuan R3 mengkonsumsi MNB yang paling banyak dintara perlakuan R0, R1, dan R2 dengan konsumsi rumput paling sedikit sehingga menghasilkan berat badan paling tinggi. Jika dibandingkan dengan penelitian Nuriyasa et al (2012) yang mendapatkan rata–rata konsumsi energi ternak kelinci jantan lokal sebersar 261,48 Kkal/hari perbedan ini disebabkan karena jenis dan komposisi penyusun ransum yang digunakan juga berbeda. Hal ini didukung oleh pendapat Rasyid (2009) yang menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah konsumsi ransum. Energi merupakan unsur yang penting bagi ternak. Bila energi kurang, protein akan diubah menjadi energi dan energi mempunyai cadangan dalam bentuk lemak. Energi berkaitan erat dengan konsumsi protein. Dimana kebutuhan protein berbeda sesuai dengan umur, tipe dan macam ternak serta produksi ternak tersebut. Energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kelinci 2500-2900 Kkal/hari (Aak, 1980).
Konsumsi protein kasar
Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa konsumsi protein kasar paling tinggi ditujukkan oleh perlakuan R3 yaitu 11,14 g/ekor/hari. Konsumsi protein kasar R0, R1, dan R2 masing – masing 22,69%, 55,90%, 85,35% lebih rendah (P<0.05) dari pada perlakuan R3. Protein merupakan komponen yang sangat penting untuk membentuk jaringan otot, membran sel, hormon dan enzim. Protein dibentuk dari unit dasar yang disebut asam amino. Ternak monogastrik seperti babi, unggas dan hewan herbivora non ruminan seperti kelinci membutuhkan asam amino dalam pakannya (Cheeke, 2000). Konsumsi protein palingtinggi ditunjukan oleh perlakuan (R3), hal ini disebabkan karena konsumsi MNB perlakuan R3 paling tinggi sehingga
konsumsi protein juga tinggi. Dari hasil penelitian Budiari (2014) rata–rata konsumsi protein pada kelinci jantan lokal adalah 8,12 g/ekor/hari. Rata–rata konsumsi protein pada penelitian ini diperoleh 8,48 g/ekor/hari. Perbedaan ini disebabkan karena kelinci dan bahan penyusun ransum yang digunakan juga berbeda. Harperet al. (1980) menyatakan bahwa ransum yang mengandung protein tinggi dan diikuti dengan jumlah konsumsi yang tinggi maka deposisi asam–asam amino dalam jaringan bertambah banyak sehingga pertumbuhan menjadi lebih baik. Hal ini didukung pula oleh pendapat Okmal (1993), protein kasar ransum yang tinggi dan disertai konsumsi bahan kering yang tinggi menghasilkan konsumsi protein kasar yang tinggi pula.
Konversi ransum
Nilai konversi ransumpaling tinggi terjadi pada kelinci betina lokal perlakuan R0 (5,62). Nilai Konversi ransum pada kelinci yang diberikan perlakuan R1, R2, dan R3 masing–masing 5,16%, 12,98%, dan 17,25% lebih rendah (P<0,05) dari pada R0. Konversi ransum kelinci yang diberikan perlakuan R3 paling rendah diantara perlakuan R0, R1, dan R2 yaitu 4,65. Hal ini disebabkan oleh perlakuan R3 mengkonsumsi energi, dan protein lebih tinggi dan memberikan pertambahan yang berbeda nyata sehingga angka FCR menjadi rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan protein dan energi pada kelinci yang diberikan perlakuan R3 paling efisien untuk pertumbuhannya. Menurut Cheeke et al., (1987) pemberian pakan yang baik dapat menghasilkan konversi ransum sebesar 2,8 – 4,0. Hasil penelitian ini masih berada pada kisaran normal. Sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1997) semakin baik mutu ransum yang diberikan maka semakin kecil pulaangka konversinya.Konversi pakan menggambarkan kualitas suatu pakan, pertambahan bobot dan tingkat konversi pakan (Mujiasih, 2002).
SIMPULAN
Suplemantasi Multi Nutrient Block (MNB) 45 g/ekor/hari mampu meningkatkan penampilan ternak kelinci baik pertamabahan bobot badan, konsumsi bahan kering ransum serta efisiensi penggunaan ransum. Sedangkan suplementasi MNB 15 – 45 g/ekor/hari dapat meningkatkan pertambahan bobot badan serta konsumsi bahan kering dan nutrein ransum.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan kebudayaan melalui Rektor Universitas Udayana atas bantuan dana sehingga penelitian dapat terlaksana dan publikasi penelitian ini dapat terwujud
DAFTAR PUSTAKA
Aak, 1980. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius. Yogyakarta
Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.
Budiari, N. L. G. 2014. Pengaruh Aras Kulit Kopi Terfermentasi dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Kelinci Lokal Jantan (Lepus negricollis). Tesis: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar
Cheeke, P. R. 1983. Rabbit production in Indonesia. Journal of Applied Rabbit Research.
Cheeke, P .R, N. M. Patton, S.D. Lukefahr, and J. I Mc. Nitt. 1987. Rabbit Production. The Intrestand Publisher, Inc Danville Illinois.
Cheeke, P. R. 2000. Rabbit Production. 8th Edition. Interstate Publishers Inc, Danville, Illinois.
Disnak Provinsi Bali. 2015. Laporan Cacah Jiwa Ternak Di Propinsi Bali. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali.
El-Raffa, A. M. 2004. Rabbit production in hot climates. J. 8th World Rabbit Congres.
Harper, H., A. W. Rodwel & P. A. Mayes. 1980. Biokimia (Review of Physiological chemistry).
Edisi ke 17.Lange EGC. Jakarta.
Iskandar, T. 2001. Studi Patogenesitas dan Waktu sporulasi Eimeria stiedae galur lapang pada kelinci. Widyariset, LIPI 3: 137-18
Kartadisastra HR. 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.
Khalil, L. A. S., R. Herman dan D. Aritonang. 1986. Pengaruh kandungan serat kasar ransum terhadap performans kelinci lepas sapih. J. Ilmu Peternakan. 2(4): 141-144.
Mc. Nitt, J.L., N.M Nephi, S.D. Lukefah and P.R. Cheeke. 1996. Rabbit Produktion. Intenstate Publishers, Inc.p. 78 – 109.
Mujiasih, 2002. Performan Ayam Broiler yang diberi Antibiotik Zine Bacitracin, Probiotik Bacilus sp dan Berbagai Level Saccharomyces cerevisaea dalam Ransumnya. Institut Pertanian Bogor
NRC. 1977. Nutrient Requirement of Rabbits. Nacional Academy of Sciences, Washington, D.C.
Nuriyasa, I.M., N.G.K. Roni, E. Puspani, D.P.M.A Candrawati, I.W. Wirawan, A.W. Puger. 2014. Respon fisiologi kelinci lokal yang disuplementasi ragi tape pada jenis kandang berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 17, No. 2: 61 – 65.
Nuriyasa. I. M. 2012. Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda Di Daerah Dataran Rendah Tropis. Desertasi. Program PascaSarjana. Universitas Udayana. Denpasar
Okmal. 1993. Manfaat leguminosa pohon sebagai suplemen protein dan minyak kelapa sebagai prekursor nitrogen dan energi tinggi pada sapi perah yang diberikan pakan basal jerami padi. J. Indon. Anim. Agric. 30: 167-172.
Pond, W. G., D. C. Church., and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. John Wiley and Sons, New York.
Puger, A. W. I. M. Nuriyasa., E. Puspani dan I. M. Mastika 2016. Kecernaan pakan kelinci lokal (Lepus nigricollis) yang diberi pakan Multi Nutrient Block berbasis rumput lapangan, Majalah Ilmiah Peternakan. Vol 19 (3): 121-124. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Rasyaf, M. 1997. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius. Yoyakartra.
Rasyid, H., 2009. Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan pada Pemberian Rumput Lapang dan Berbagai Level Ampas Tahu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rizqiani, 2011. Performa Kelinci Potong Jantan Lokal Peranakan New Zealand White yang Diberi Pakan Silase atau Pelet Ransum Komplit. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi Dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Scott, M. L, Mc.Nesheim and R.J.Young.1982. Nutrition of Chicken. 3rd ed. MC.Scoff and Association. Ithaca.New York
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics. McGraw Hill Book Company.
Sudaryanto, B., Y.C.Rahardjo dan M.Rangkuti. 1984. Pengaruh Beberapa Hijauan terhadap Performans Kelinci di Pedesaan. Ilmu dan Peternakan. Puslitbangnak Bogor.
USDA. 2009. Rabbit Protein. http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/. Disitir Tanggal 24 Juli 2010.
Wiguna et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 2 Th. 2017:227– 237
Page 237
Discussion and feedback