e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

Submitted Date: July 03, 2017

Accepted Date: July 5 2017


Editor-Reviewer Article;A.A.P.P. Wibawa & I G. N, G. Bidura

STUDI KUALITAS ORGANOLEPTIK DAGING BABI GULING DARI BABI BALI DAN BABI LANDRACE

Widiadnyana, I G.N.P., N.L.P. Sriyani, dan I P.A. Astawa

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar HP. 082145171997. Email: agus.purdiatmika17@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kualitas organoleptik daging babi guling yang berasal dari babi bali dan babi landrace. Babi yang digunakan pada penelitian ini adalah babi bali yang yang didatangkan dari Desa Gerokgak, Kabupaten Buleleng dipelihara secara ekstensif dengan diberikan pakan tradisional dan babi landrace dipelihara secara intensif dengan diberikan pakan komersial. Berat babi yang digunakan relatif sama dan dilanjutkan dengan proses penggulingan, kemudian dilakukan uji panelis terhadap daging babi guling tersebut. Variabel organoleptik yang diamati dalam penelitian ini meliputi warna, aroma tekstur, citarasa dan penerimaan keseluruhan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan perbandingan dua sampel daging yang berbeda, data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis Non-Parametrik. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna daging pada perlakuan babi landrace 10,14% tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan babi bali, sedangkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, tekstur, citarasa, dan penerimaan keseluruhan pada perlakuan babi bali berbeda nyata berturut-turut 11,69%, 13,88%, 14,70% dan 15,78% dibandingkan perlakuan babi landrace. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan uji organoleptik yang dilakukan penerimaan secara keseluruhan panelis lebih menyukai daging babi bali dibandingkan dengan babi landrace.

Kata Kunci : Babi bali, Babi guling, Babi landrace, Uji organoleptik

ORGANOLEPTIC QUALITY STUDY ON GRILLED PIG MEAT OF BALI PIG AND LANDRACE PIG

ABSTRACT

This study aims to find out the organoleptic comparison of landrace grilled pig meats. Bali pig use in the study was came from Gerokgak Village Buleleng District, the pig was fed traditionally and landrace pig on another hand came from Dalung and was fed with commercial feeding. The weight of both pigs were similar. The pork that will be tested was part of Longissimus dorsi and the organoleptic variables observed were colour, texsture, flavour and overall acceptance was used complete randomized design with a comparison of two different meat samples, the data obtained were analyzed using Non-parametric analysis. The result of the organoleptic test showed the meat colour of landrace pig 10.14% not


significantly different than bali pig. While panelist preferences on aroma, texture, flavour, and overall acceptance on bali pig treatment were differs markedly 11.69%, 13.88%, 14.70%, and 15.78% respectively compared to landrace pig treatment. Based on the result of the study can be concluded that of the overall organoleptic test conducted overall acceptance of panelists prefer bali pig compared to landrace pig.

Keywords: Bali Pig, Grilled Meat, Landrace Pig, Organoleptic Test

PENDAHULUAN

Babi di Bali merupakan salah satu ternak yang sangat berarti untuk masyarakat Bali dalam penyediaan protein hewani bagi sebagian masyarakat dan merupakan penyumbang protein hewani nomor 2 setelah unggas. Ternak babi merupakan salah satu ternak penghasil daging yang sangat baik dan memiliki berbagai keunggulan dibandingkan ternak lain, ternak babi merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat meskipun dengan pemeliharaan yang tradisional (Agri, 2011).

Babi yang berkembang di Bali adalah babi bali, sadleback, yorkshire, duroc dan babi landrace. Babi bali merupakan babi yang berasal dari Tiongkok kemudian lama-kelamaan menjadi babi asli Bali. Babi bali berwarna hitam dan memiliki bulu yang agak kasar, punggungya sedikit melengkung ke bawah dan moncongnya relatif panjang. Babi bali secara genetik pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan babi landrace dan merupakan jenis babi tipe lemak. Babi bali merupakan babi yang dalam pemeliharaannya hanya diberi pakan dengan nutrisi rendah, sehingga masih banyak orang memelihara babi bali di beberapa wilayah yang ada di Bali. Di beberapa daerah babi bali masih dipelihara secara tradisional dengan pakan bernutrisi rendah dan dengan sistem perkandangan yang seadanya (Sihombing, 1997).

Menurut hasil penelitian mengenai kualitas citarasa daging babi bali lebih baik daripada daging babi landrace karena daging babi bali lebih gurih dibanding daging babi landrace Suandana et al. (2016). Secara genetik babi bali termasuk tipe lemak, berbeda dengan babi ras landrace. Artinya babi bali sangat mudah menimbun lemak dalam tubuhnya. Bisa dilihat lemak yang banyak berada di bagian punggung ternak babi bali itu sangat cocok untuk digunakan sebagai babi guling karena kulit dan daging babi guling akan lebih tebal dan empuk. Babi landrace merupakan babi unggul yang berasal dari Denmark. Ciri-ciri khusus babi landrace adalah babi berwarna putih dengan tubuh yang panjang, punggung rata dibanding dengan jenis babi bali. Bentuk kepala panjang dan agak mengecil dengan rahang bersih, memiliki telinga besar dan mendekat ke wajah serta cukup berdaging (Sihombing, 1997).

Babi landrace memiliki lemak yang lebih sedikit dibanding babi bali, tebal lemak punggungnya lebih tipis sehingga jika digunakan untuk babi guling rasanya kurang gurih, tetapi fakta di lapangan berbeda dikarenakan populasi babi bali yang sangat kurang di Bali dengan demikian masyarakat menggantinya dengan babi landrace alasannya karena mudah mendapatkannya (Budaarsa, 2012). Kualitas organoleptik daging babi sangat dipengaruhi oleh jenis/kualitas pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, tingkat aktifitas dan tipe otot (Lawrie, 2003). Babi bali dan babi landrace yang merupakan spesies/jenis ternak yang berbeda dan dengan jenis/pola pakan yang berbeda pula berpotensi menghasilkan kualitas organoleptik yang berbeda juga. Namun informasi mengenai perbedaan tersebut masih terbatas, oleh sebab itu penelitian terhadap kualitas organoleptik daging babi yang diguling ini dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan sebagai penilaian kualitas produk, untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan kualitas organoleptik antara daging babi bali dengan babi landrace yang digunakan sebagai produk babi guling. Penilaian organoleptik babi guling dari babi bali dan landrace dilakukan karena sangat mempengaruhi terhadap penerimaan konsumen di pasaran.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tempat produksi babi guling milik Bapak I Wayan Patra di Banjar Pegending, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung dan uji organoleptik dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi, Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Kampus JL. PB Sudirman Denpasar, dilaksanakan pada tanggal 21 Januari - 21 Februari 2017.

Ternak Babi

Babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi bali dan babi landrace. Babi bali dipelihara secara ekstensif dengan diberikan pakan seadanya atau pakan tradisional di Desa Gerokgak Kabupaten Buleleng. Babi landrace dikandangkan di rumah bapak I Wayan Patra yang dipelihara secara intensif dengan diberikan pakan komersial. Pemilihan berat babi relatif sama yaitu 12 kg kisaran umur 2 bulan untuk babi bali dan babi landrace dengan berat 12,5 kg kisaran umur 2 bulan. Babi bali dan babi landrace tersebut kemudian disembelih hingga proses menjadi babi guling, kemudian kedua babi guling dibawa menuju Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi untuk selanjutnya diuji oleh 20 panelis semi terlatih.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat untuk pembuatan babi guling yaitu tempat mengguling, besi penusuk babi, alat penggiling bumbu dan pisau menyembelih. Alat-alat untuk pengambilan data yaitu alat tulis, alat makan, lembar kuisioner, air mineral. Lokasi otot yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah pada otot LD Longissimus dorsi.

Tata Cara Pembuatan Babi Guling

Cara penyembelihan babi dilakukan dengan cara penusukan tepat ke arah bawah belakang telinga tepatnya di bagian Anterior sternum menggunakan pisau yang ditusukkan membentuk sudut 45 derajat, kemudian ujung pisau digerakkan ke arah depan dan belakang agar tepat memotong pembuluh darah Vena jugalaris dan Arteria carotis serta tenggorokan. Babi yang sudah mati biasanya ditandai dengan berhenti bernafas dan matanya tidak berkedip lagi.

Setelah babi guling selesai disembelih selanjutnya dilakukan proses pembersihan bulu. Hal pertama yang saya lakukan yaitu membuat air panas dengan suhu kurang lebih 60-70°C, babi direndam setengah bagian dan langsung digerus menggunakan pisau yang tidak terlalu tajam dan dilanjutkan dengan setengah bagian lainnya. Jika babi sudah dibersihkan dari bulunya lalu dibilas menggunakan air bersih dan dilanjutnya dengan proses mengeluarkan jeroan babi.

Proses mengeluarkan jeroan babi dilakukan dengan cara memposisikan babi terlentang dengan perut menghadap ke atas yang sebelumnya ke empat kaki babi dipegang ke arah samping agar mempermudah proses pengeluaran jeroan. Belah perut babi menggunakan pisau yang sudah di asah, proses penyayatan dilakukan terlebih dahulu dengan menyayat pusar hingga ke arah depan rongga dada dan ke arah belakang sampai anus. Perlu diperhatikan dalam proses penyayatan perut babi dilakukan secara hati-hati karena jika usus babi terkena, maka kotoran babi akan terurai di dalam. Proses yang dilakukan selanjutnya yaitu mengambil organ dalam dengan cara memasukan kedua tangan ke dalam rongga perut Covum abdomen, terlebih dahulu ambil bagian paru-paru kemudian bagian jantung ditarik keluar dipisahkan. Keluarkan hati, jangan sampai kantong empedu pecah karena akan mengakibatkan semua organ terasa pahit. Keluarkan lambung, usus halus, usus besar yang sebelumnya lubang anus sudah ditutup dengan serabut kelapa agar kotorannya tidak keluar. Apabila jeroan sudah

dikeluarkan kemudian bilas menggunakan air bersih dan dilanjutkan dengan proses penusukan babi.

Proses penusukan babi yang digunakan yaitu dengan cara menusuk dari arah rongga mulut menuju anus, proses ini dilakukan dengan cara meletakkan babi dengan posisi menghadap ke arah satu sisi kanan ataupun kiri agar mempermudah proses penusukan babi. Alat untuk menusuk babi menggunakan pipa besi yang sebelumnya sudah diruncingkan dan diberi palang agar mempermudah proses penggulingan babi. Usahakan pada saat menusuk babi dilakukan dengan hati-hati agar tidak merobek bagian lain. Jika pada proses ini sudah selesai dilanjutnya dengan proses memasukkan bumbu dan menjarit perut babi.

Sebelumnya tujuan dari mengisi bumbu yaitu untuk menambah citarasa pada babi guling karena kandungan rempah-rempah yang ada dalam bumbu tersebut. Sebelum bumbu dimasukkan ke dalam perut babi diharapkan untuk menyiram bagian dalam perut babi menggunakan air panas dengan suhu 80°C. Diamkan air panas tersebut kurang lebih dua sampai tiga menit lalu keluarkan air panas tersebut dan dilanjutkan dengan memasukkan bumbu sampai dengan menjarit perut babi. Menjarit perut babi lakukan dengan baik agar tidak ada bagian yang terbuka mencegah bumbu keluar. Proses selanjutnya menyiram semua bagian babi dengan menggunakan air kelapa muda.

Jika proses di atas sudah dilakukan dengan baik yaitu dilanjutkan dengan proses mengguling babi yaitu meletakkan babi tersebut di atas bara api yang sebelumnya sudah dibuat. Dalam pembuatan bara api menggunakan kayu yang diletakkan di tempat mengguling berupa bak besar terbuat dari beton, kayu tersebut disusun lalu dibakar. Diperhatikan juga jarak babi guling dangan api serta ketinggian api tersebut. Dalam proses mengguling babi dilakukan dengan cara memutar babi ke arah kanan atau kiri, proses mengguling babi dilakukan selama 1 jam 30 menit. Jika proses pembuatan babi guling sudah selesai selanjutnya membawa babi guling tersebut ke lab Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi, Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Kampus JL. PB Sudirman Denpasar untuk dilakukan uji panelis.

Prosedur Pengambilan Data

Tahapan-tahapan yang dilakukan di lab Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi diawali dengan proses sterilisasi peralatan. Pengambilan sampel daging langsung dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Melalui pembongkaran karkas babi guling yang masih utuh. Bagian karkas babi guling yang dijadikan sampel adalah bagian otot LD Longissimus dorsi. Sampel yang diambil

kemudian dipotong menyerupai dadu kurang lebih berukuran 1 cm, kemudian sampel daging disajikan diatas piring kertas yang telah diberi label berkode untuk membedakan sampel satu dengan sampel lainya yang hanya diketahui peneliti. Panelis diberi format uji terlampir dan dijelaskan langkah-langkah pengisian hasil pengujian sampel. Masing-masing panelis memperoleh 2 buah sampel dengan pengujian berdasarkan tingkat kesukaan menggunakan kisaran angka penilaian yaitu untuk sangat tidak suka nilai 1, tidak suka nilai 2, biasa nilai 3, suka nilai 4, dan sangat suka nilai 5. Menurut Suandana et al. (2016), metode yang digunakan dalam pengambilan data sebagai berikut :

Uji Warna

Warna daging merupakan salah satu sifat dari sensoris daging yang utama, penelitian secara subjektif dengan penglihatan sangat menentukan dalam pengujian organoleptik warna. Penilaian terhadap warna dapat dilakukan dengan menggunakan indra penglihatan yaitu mata, warna dibedakan berdasarkan tingkat kesukaan di masing-masing sampel.

Uji Aroma

Aroma daging merupakan suatu sifat mutu daging yang penting untuk diperhatikan dalam penilaian organoleptik, serta merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada daya terima konsumen. Penilaian terhadap aroma dapat dilakukan dengan menggunakan indera penciuman yaitu hidung, dalam penilaian terhadap aroma dapat dilakukan dari jarak jauh atau tanpa melihat.

Uji Tekstur

Tekstur merupakan sifat sensoris daging yang berkaitan dengan tingkat kehalusan daging. Penilaian terhadap tekstur dapat dilakukan dengan menggunakan tangan dari panelis dengan memperhatikan bagaimana tekstur dari daging yang dihasilkan. Tekstur daging merupakan faktor yang paling penting dalam penelitian kualitas daging babi guling. Dengan melihat besar kecilnya serat otot, karena jika serat ototnya makin besar menunjukkan tekstur daging tersebut makin kasar.

Uji Citarasa

Rasa merupakan kualitas sensoris daging yang berkaitan dengan indera perasa yaitu lidah. Citarasa daging dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya proses sebelum pengolahan atau sesudah pengolahan daging tersebut karena akan berpengaruh terhadap citarasa daging berkualitas dan gurih.

Penerimaan Keseluruhan

Penerimaan keseluruhan merupakan bagian dari parameter sensoris daging untuk tingkat penerimaan konsumen terhadap semua sifat sensoris daging. Penerimaan keseluruhan berguna juga dalam memberikan kesimpulan manakah dari uji sensoris yang paling baik dan disukai panelis.

Variabel / Peubah yang Diamati

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah warna, aroma, tekstur, citarasa dan penerimaan secara keseluruhan terhadap dua sampel daging yang diujikan. Pengujian sampel dilakukan oleh panelis dengan acuan sebuah lembar kuisioner.

Analisis Statistik

Data organoleptik yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis Non-Parametrik. Apabila hasil analisis menunjukan hasil berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05), maka dilanjukan dengan uji t menurut Mann-Whitney (Saleh, 1996) dengan bantuan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis perbandingan dengan menggunakan uji Non-Parametrik Mann-Whitney antara daging babi bali (A) dengan daging babi landrace (B) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna daging pada perlakuan babi landrace 10,14% lebih besar dibandingkan perlakuan babi bali, sedangkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, tekstur, citarasa, dan penerimaan keseluruhan pada perlakuan babi bali lebih tinggi berturut-turut 11,69%, 13,88%, 14,70% dan 15,78% dibandingkan perlakuan babi landrace.

Hasil penelitian studi kualitas organoleptik babi guling dari babi bali dan babi landrace tersaji pada Tabel 4.1 :

Tabel 4.1 Hasil studi kualitas organoleptik babi guling dari babi bali dan babi landrace

Variabel

Perlakuan

SEM3)

A

B

Warna

3,10a

3,45a

0,244

Aroma

3,25b4)

2,85a

0,179

Tekstur

3,60b

3,10a

0,221

Citarasa

3,40b

2,90a

0,209

Penerimaan Keseluruhan

3,80b

3,20a

0,194

Keterangan :

1) A: Babi bali

B : Babi landrace

2) “Standar Error Of The Threatment Mean

3) Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05).

Warna

Warna daging merupakan salah satu sifat dari sensoris daging yang penting. Penelitian secara subyektif dengan penglihatan sangat menentukan dalam pengujian organoleptik warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna daging babi bali lebih rendah dibandingkan dengan daging babi landrace dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa warna daging babi bali dengan babi landrace berbeda dan panelis lebih menyukai warna daging babi landrace dibandingkan dengan daging babi bali. Hal ini disebabkan karena setelah melalui proses mengguling babi warna daging babi bali terlihat lebih gelap dari pada daging babi landrace.

Warna yang lebih gelap pada daging babi bali disebabkan karena kandungan myoglobin pada daging babi bali yang lebih tinggi dari pada myoglobin daging babi landrace. Hasil penelitian Sriyani et al. (2015), menunjukan bahwa warna daging segar babi bali lebih merah dibandingkan dengan daging segar babi landrace. Perbedaan warna daging babi bali dengan daging babi landrace dipengaruhi oleh faktor bangsa atau genetik dan tingkat aktivitas ternak.

Aroma

Hasil uji organoleptik pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma daging babi bali lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan daging babi landrace. Hal ini menunjukkan bahwa aroma daging babi bali lebih spesifik dibandingkan dengan aroma daging babi landrace. Sesuai dengan pendapat Budaarsa (2012), bahwa aroma spesifik daging babi yang dimasak berasal dari lemak daging yang dipanaskan, oleh karena itu semakin tinggi kandungan lemak daging maka akan semakin spesifik aroma daging tersebut.

Hasil penelitian Suandana et al. (2016), menunjukan bahwa kandungan lemak daging segar babi bali lebih tinggi dibandingkan dengan daging segar babi landrace. Menurut Rasna dan Sriyani (2015), persentase kandungan asam lemak daging segar babi bali lebih tinggi dibandingkan daging segar babi landrace. Hal tersebut diduga menyebabkan aroma daging babi bali yang telah dimasak lebih spesifik dibandingkan dengan babi landrace, karena babi bali memiliki lemak yang tinggi sehingga setelah dilakukan proses penggulingan menimbulkan aroma yang lebih spesifik dibandingkan dengan babi landrace.

Menurut Soeparno (2009), lemak daging dipengaruhi oleh umur ternak, jenis pakan, lama dan kondisi penyimpanan setelah dipotong, faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kualitas lemak yang terdapat pada daging ternak. Secara genetik babi bali termasuk tipe

lemak, berbeda dengan babi ras yang sebagian besar tipe daging, jadi babi bali lebih cepat menimbun lemak dalam tubuhnya, sehingga lemak punggungnya lebih tebal dibandingkan babi ras. Budaarsa (2012) menyatakan, bahwa ketebalan lemak pada punggung merupakan hal yang baik pada pembuatan babi guling, karena lemak di bawah kulit ketika panas akan cair meresap ke dalam daging dan keluar melumuri kulit sehingga memberi aroma spesifik.

Tekstur

Tekstur daging babi bali pada uji organoleptik menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur daging babi bali lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan daging babi landrace. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa faktor didalam otot dan ukuran berkas otot memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat fisik tekstur daging tersebut.

Jika dilihat dari tipe babi bali dan babi landrace sangat berbeda jauh, babi bali tipe lemak dan dan babi landrace tidak terlalu banyak berlemak. Dengan kata lain jika babi bali tipe lemak maka lemak yang terkandung pada daging babi bali lebih banyak daripada lemak yang terkandung daging babi landrace. Hasil penelitian Suandita et al. (2016), menunjukan bahwa kadar lemak pada babi bali 11,13% lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pada babi landrace 7,63%. Kondisi seperti ini menyebabkan daging babi bali lebih empuk daripada daging babi landrace, dan jika dilihat secara kasat mata dengan indra penglihatan maka serat otot yang ada pada daging babi bali lebih kecil daripada serat otot pada daging babi landrace, dan hal ini menyebabkan penerimaan konsumen lebih menerima daging babi bali.

Citarasa

Citarasa merupakan kualitas sensoris daging yang dinilai melalui indra pengecap pada lidah dan bibir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap citarasa daging babi bali nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan daging babi landrace. Hal tersebut menunjukan bahwa setelah melalui proses pemasakan dengan cara diguling citarasa daging babi bali lebih gurih dari pada daging babi landrace. Pada umumnya rasa gurih pada olahan daging berasal dari proses pelelehan lemak daging yang terjadi pada saat proses penggulingan.

Suandana et al. (2016), mendapatkan kandungan lemak daging babi bali lebih tinggi dibandingkan babi landrace, sehingga daging babi bali yang cenderung memiliki kandungan lemak lebih tinggi dari pada kandungan lemak daging babi landrace memiliki citarasa yang lebih gurih. Sesuai dengan hasil penelitian Budaarsa (2012), daging babi bali memiliki

citarasa yang lebih gurih dibandingkan dengan babi ras. Salah satu faktornya adalah karena babi bali merupakan tipe lemak sedangkan babi landrace merupakan babi tipe dwi guna yaitu tipe daging dan sedikit lemak. Sehingga lemak yang terkandung dalam daging babi bali lebih tinggi dibandingkan dengan daging babi landrace.

Faktor makanan juga berpengaruh pada kandungan lemak daging, pakan yang dikonsumsi babi bali adalah pakan yang berkarbohidrat cukup tinggi misalnya: dedaunan, umbi-umbian, batang pisan dan lainnya. Karbohidrat yang didapat dari pakan tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak. Kandungan lemak daging mempengaruhi citarasa daging setelah melalui proses pemasakan, sehingga daging babi bali yang mengandung lemak yang lebih banyak menghasilkan citarasa yang lebih gurih dibandingkan dengan babi landrace yang memiliki kandungan lemak lebih rendah. Hasil penelitian Rasna dan Sriyani (2015), menunjukan bahwa kandungan asam lemak tidak jenuh daging babi bali lebih tinggi dibandingkan dengan daging babi landrace salah satunya yaitu asam oleat dengan persentase perbandingan 31,23%:28,70%. Asam lemak tersebut diduga mempengaruhi citarasa pada daging babi bali yang lebih gurih dari pada daging babi landrace.

Penerimaan keseluruhan

Daya terima merupakan bagian dari parameter sensoris daging untuk tingkat penerimaan konsumen terhadap semua sifat sensoris daging. Penilaian akhir atau penerimaan daging didasarkan atas tingkat daya terima konsumen secara keseluruhan dan yang mendasari panelis memutuskan daging mana yang paling diterima atau disukai panelis. Kepuasan yang berasal dari konsumen daging tergantung pada respon fisiologis dan sensoris diantara masing-masing individu konsumen.

Hasil analisis statistik dari uji organoleptik pada penelitian ini menunjukan bahwa skor daya terima daging babi bali dengan babi landrace memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis, daging babi bali memiliki skor penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging babi landrace, yang artinya bahwa panelis lebih menyukai daging babi dibandingkan dengan daging babi landrace. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena pada penilaian terhadap aroma, tekstur dan citarasa daging, daging babi bali lebih disukai dibandingkan daging babi landrace. Aroma daging babi bali dinilai lebih spesifik dan citarasa dagin babi bali dinilai lebih gurih dibandingkan daging babi landrace. Tekstur merupakan sifat sensoris daging yang berkaitan dengan tingkat kehalusan dan daya putus daging. Sedangkan aroma dan citarasa merupakan sebuah sifat sensoris yang memberikan nilai yang tinggi terhadap tingkat penerimaan konsumen pada suatu bahan

pangan, oleh sebab itu secara keseluruhan konsumen lebih menyukai daging babi bali karena memiliki aroma, tekstur dan citarasa yang lebih menarik.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan penerimaan secara keseluruhan panelis lebih menyukai daging babi guling yang berasal dari babi bali dibandingkan dengan babi landrace. Hal ini terlihat dari variabel penerimaan secara keseluruhan dimana panelis lebih menerima babi bali daripada babi landrace untuk produk babi guling.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan serta bapak I Wayan Patra selaku pemilik usaha tempat pembuatan babi guling yang telah memberikan saya ijin dalam melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Agri F. 2011. Cara Mudah Usaha Ternak. Cahaya Atma. Yogyakarta.

Budaarsa K. 2012. Artikel Babi Guling Bali Dari Beternak, Kuliner, Hingga Sesaji. http://www.fapet.unud.ac.id/wp-content/uploads/babi-guling-Bud.pdf (diakses pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 12.40)

Lawrie. R. A. 2003. Ilmu Daging Edisi Kelima Penerjemah Prof Dr.Aminuddin Parakkasi.

Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Rasna, N. M. A., dan N. L. P. Sriyani. 2015. Profil dan Karakteristik Lemak Sebagai Identitas Citarasa Daging Babi Lokal (Babi Bali) dan Babi Persilangan (Babi Landrace). Laporan Akhir Hibah Unggulan Program Studi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Saleh, S.1996. Statistik Non Parametrik. Penerbit BPFE Yogyakarta.

Sihombing D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan pertama. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Sihombing, D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeparno, 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan V. Gadjah Mada University Perss. Yogyakarta.

Sriyani, N L. P, Artiningsih, Rasna N. M., Lindawati S. A., Oka A. A. 2015. Study Perbandingan Kualitas Fisik Daging Babi Bali dengan Babi Landrace Persilangan yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Tradisional. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 18 No. 1: 26-29. www.ojs.unud.ac.id. (diakses pada tanggal 17 April 2017 pukul 21.35)

Suandana I W. E. E., N. L. P. Sriyani, M Hartawan. 2016. Studi Perbandingan Kualitas Organoleptik Daging Babi Bali Dengan Daging Babi Landrace. e-journal Peternakan Tropika. Vol 4 No.2. www.ojs.unud.ac.id. (diakses pada tanggal 17 April 2017 pukul 21.35)

Suandita I W. E., Sriyani, N. L. P.; Suranjaya, I G.. Studi Perbandingan Kandungan Nutrien Daging Babi Bali Dengan Babi Landrace. e-journal Peternakan Tropika. Vol 4 No.2. www.ojs.unud.ac.id. (diakses pada tanggal 17 April 2017 pukul 21.35)

Widiadnyana et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 2 Th. 2017:215 – 226

Page 226