e--journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

Submitted Date: September 6, 2017

Accepted Date: September 8, 2017


Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita

PENGARUH PEMANFAATAN LIMBAH WINE SEBAGAI PAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING KELINCI LOKAL (Lepus nigricollis)

Purwaningsih, M., I M. Nuriyasa, dan N. L. P. Sriyani,

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar

Email: milhapurwa[email protected]Telpon 083119374957

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan limbah wine sebagai pakan terhadap kualitas fisik daging kelinci lokal (Lepus nigricollis).Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng selama 16 minggu.Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci jantan lokal dengan umur 5 – 6 minggu sebanyak 18 ekor.Penelitian mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan enam blok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut adalah kelinci jantan lokal diberi ransum tanpa menggunakan limbah wine atau ransum kontrol (P0), ransum yang menggunakan 5 % limbah wine (P1), dan ransum yang menggunakan 10 % limbah wine (P2). Variabel yang diamati adalah warna daging, pH daging, daya ikat air, susut masak, susut mentah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan limbah wine dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kualitas fisik daging kelinci jantan lokal. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan limbah wine anggur dalam ransum sebanyak 5 % dan 10 % tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik daging kelinci jantan lokal.

Kata Kunci: kelinci lokal, kualitas fisik daging, limbah wine anggur.

THE EFFECT USAGE WASTE OF WINE AS FEED TO PHYSICAL QUALITY OF LOCAL MALE RABBIT (Lepus nigricollis)

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine the effect usage waste of wine as feed to physical quality of local male rabbit (Lepus nigricollis) meat. This research was conducted in Tejakula Village, Buleleng Regency and conducted 16 weeks used 18 local male around 5 – 6 weeks old. This research used randomized block design with three treatments and six blocks as replicates. The treatments were local male rabbits without waste of wine on diets as control (P0), local male rabbits with 5 % waste of wine on diets (P1), and local male rabbits with 10 % waste of wine on diets (P2). The variables in this reasearch were acidity of color meat, pH of meat, water holding capacity of meat, cooking loss, and drip loss. The results showed that rabbit offered diets containing different level waste of wine caused non significant different (P>0,05) to physical quality of local male rabbit meat. Based on the results of the research can be concluded that usage 5 % and 10 % waste of wine on diets not affected to physical quality of local male rabbit meat.

Keywords :local rabbit, physical quality of meat, waste of wine.

362


PENDAHULUAN

Kelinci merupakan ternak yang mempunyai potensi untuk dikembangbiakan sebagai penyedia daging, karena kelinci memiliki pertumbuhan dan reproduksi yang cepat, mampu memanfaatkan hijauan, limbah pertanian, industri pangan, dapat dipelihara dengan skala pemeliharaan kecil maupun besar, sehingga diharapkan dalam waktu singkat dapat menyediakan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia khususnya di Bali. Pada tahun 2013 sampai 2016 jumlah penduduk di Bali meningkat.

Kualitas fisik daging merupakan acuan konsumen dalam memilih daging.Indikator kualitas daging dilihat dari warna, pH, daya ikat air, susut masak, susut mentah. Menurut Soeparno (2009), yang dapat mempengaruhi kualitas daging yaitu faktor sebelum pemotongan (bangsa, genetik, jenis kelamin, spesies, umur, pakan, kondisi stres), faktor setelah pemotongan (metode palayuan, metode pemanasan, pH karkas dan daging, metode penyimpanan). Kualitas daging yang dihasilkan tidak lepas dari kualitas pakan yang diberikan pada ternak kelinci.

Pakan berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak dan menentukan kualitas daging.Sinaga (2009) menyatakan, kelinci jantan lokal memerlukan protein kasar 16 % sedangkan induk menyusui memerlukan protein kasar 16 - 18 %.Pemberian pakan lengkap (feed complete) untuk ternak kelinci akan memberikan tambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan pakan hijauan. Menurut Raharjo (2005) kelinci rex yang diberi rumput lapang ad libitum 100 % pertambahan bobot badannya hanya 610 g/ekor dalam 12 minggu dan bila diberikan rumput lapang + 60 g konsentrat pertambahan bobot badannya sebesar 1.191 g/ekor %.

Menurut Mastika(1991), salah satu alternatif untuk menyediakan pakan yang murah adalah melalui pemanfaatan limbah, salah satunya yaitu pemanfaatan limbah wine anggur.Pengolahan anggur menjadi wineakan menghasilkan limbah berupa biji dan kulit sebesar 40%. Salah satu kandungan yang terdapat pada wine anggur adalah sebagai antioksidan. Selain kaya akan antioksidan limbah wine anggur memiliki kandungan protein yang tinggi, namun tidak cocok digunakan sebagai sumber energi untuk pakan, walaupun memiliki kandungan protein yang sama dengan limbah pengolahan minyak nabati (Molina – Alcaide et al., 2008). Menurut Moote et al., (2012) pada ternak sapi yang diberikan tambahan limbah wine sebesar 6-7 % tidak

memberikan perbedaan yang nyata dengan kontrol dilihat dari pertambahan bobot badan serta kualitas daging yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari kualitas fisik daging kelinci lokal yang diberikan pakan tambahan yaitu limbah wine anggur. Harapan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh pada kualitas fisik daging kelinci lokal yang diberikan ransum mengandung limbah wine anggur.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng selama 16 minggu.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan sehingga terdapat 18 percobaan. Tiap blok menggunakan 6 ekor kelinci jantan lokal umur 5 – 6 minggu yang bobot badannya kurang lebih sama, dengan rata-rata 524,3 ± 82,90 gram. Ketiga perlakuan tersebut yaitu P0: Ransum tidak menggunakan limbah wine (ransum kontrol), P1: Ransum menggunakan 5% limbah wine, dan P2: Ransum menggunakan 10% limbah wine.

Ternak Kelinci

Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan lokal dengan umur 5 – 6 minggu sebanyak 18 ekor dengan bobot badan rata-rata 524,3 ± 82,90 gram. Kelinci lokal yang dimaksud adalah kelinci yang sudah biasa dipelihara di daerah Bali khususnya di Desa Riang Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang tunggal berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, tinggi 45 cm dan berbentuk panggung dengan ketinggian 50 cm di atas permukaan tanah (Nuriyasa, 2012). Bagian bawah kandang terbuat dari reng bambu agar feses dan air kencing ternak dapat ditampung.Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat ransum dan minum.

Adapun alat - alat yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut: (1) Tempat pakan dan air minum, yaitu masing-masing petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan

tempat air minum, (2) timbangan digital digunakan untuk menimbang berat kelinci dan berat non karkas internal kelinci, (3) pisau yang digunakan untuk memotong kelinci, serta (4) alat tulis untuk mencatat hasil-hasil penelitian.

Ransum dan Air Minum

Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari yang diberikan secara ad libitum.Air minum juga diberikan secara ad libitum.

Tabel 1. Kandungan nutrien ransum penelitian

Nutrien

Perlakuan

Standard NRC (2001)

P0        P1

P2

ME (Kkal/Kg)        2509,69 2509,85

2509,72

2500

Protein Kasar %

16,00    16,00

16,00

16

Lemak Kasar %

5,18      5,03

4,88

2 – 4

Serat Kasar %

12,11     10,39

10,30

10 – 14

Calcium %

0,18     0,17

0,16

0,4

Phosporus %

0,86     0,89

0,93

0,22

Tabel 2. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian

Perlakuan

Bahan (%)

P0

P1

P2

Jagung Kuning

17,8

15,5

12,5

Bungkil Kelapa

4,3

2,0

2,0

Tepung Ikan

7,2

8,7

8,7

Tepung Tapioka

8,0

8,0

8,0

Tepung Kedelai

7,0

3,1

1,0

Dedak Padi

39,8

44,0

48,0

Rumput Gajah

12,0

9,7

5,7

Limbah Wine

0,0

5,0

10,0

Minyak Kelapa

3,0

3,0

3,0

Mineral Mix

1,0

1,0

1,0

Total

100.0

100.0

100.0

Prosedur Penelitian

Kelinci terlebih dahulu diinjeksi ivomek 0,2 ml per ekor untuk mencegah serangan endoparasit dan ektoparasit (Hon, et al., 2009). Lalu dilakukan sanitasi kandang dan bangunan kandang dengan cara membersihkan dan menyemprotkan desinfektan Setiap hari kandang, tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa makanan maupun feses dan air kencing. Aair

minum diberikan secara ad libitum.Permberian ransum ternak kelinci dilakukan dua kali sehari

yaitu pada pukul 08.00 dan 17.00 wita.Pemotongan dengan memotong bagian vena jugularis agar. Lalu dilakukan pemisahan pada bagian kepala, kaki, kulit, ekor,dan jeroan. Pada penelitian ini untuk pengambilan sampel menggunakan bagian LD (longissimus Dorsi), dimana Longisimus Dorsi yang dipakai adalah Longisimus Dorsi kanan dan Longisimus Dorsi kiri.

Variabel yang diamati

  • 1.    Skor Warna Daging

Pengukuran skor warna daging dilakukan dengan memakai chart warna daging dari 6 foto berwarna otot-otot sapi (m. longissimus dorsi) yang dibuat oleh Fapple dan Bond (Western Australian Departement of Agriculture, unpublished). Terlebih dahulu otot dipotong melintang pada 3 tempat, berjarak sama dan 30 menit kemudian, penilaian skor warna dilakukan dengan cara membandingkan warna otot di ketiga permukaan potongan melintang otot tersebut dibawah penyinaran alam dengan enam skala yaitu: warna (1) pucat pink, (2) pink, (3) merah muda, (4) merah cerah, (5) merah, (6) merah tua.

  • 2.    pH Daging

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.Diawali dengan standarisasi alat pH meter dengan pH larutan buffer pH 4 dan pH 7, sesuai dengan metode Soeparno (2005).Selanjutnya sampel daging dihancurkan dan ditambahkan aquades dengan perbandingan 1 : 1 dan selanjutnya dicelupkan pada alat pH meter.

  • 3.    Daya Ikat Air (DIA)

Pengukuran daya ikat air dilaksanakan dengan menggunakan alat sentrifugasi Clement 2000. 1,5 – 2,5 daging dilumatkan, kemudian ditimbang, sebagai berat awal. Selanjutnya daging dibungkus dengan kertas saring Whatman 41, bungkusan daging selanjutnya dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi dan dilakukan pemusingan dengan kecepatan tinggi yaitu 36.000 rpm selama 60 menit.Sampel yang sudah dipusingkan, kemudian ditimbang tanpa kertas saring sehingga diperoleh berat akhir. Persentase (DIA) dihitung dengan rumus :

DIA (%) =


berat residu daging berat sampel

x 100


  • 4.    Susut masak Daging (Cooking Loss)

sampel daging ditimbang 30 gr dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Kantong plastik dilipat dan diklip. Selanjutnya dimasukkan ke dalam penangas air pada temperature 800C selama 60 menit. Sampel dicelupkan ke dalam air dingin dan pendinginan dilanjutkan pada suhu kamar selama 30 menit.Sampel harus tercelup seluruhnya selama pendinginan dengan air.Sampel selanjutnya diambil dan dilap dengan tisu tanpa menekannya.Sampel kemudian ditimbang sebagai berat akhir.

berat sebelum dimasak-berat setelah dimasak

Rumus cooking loss = ---------------------------------x 100%

berat sebelum dimasak

  • 5.    Susut Mentah Daging (Drip loss)

susut mentah daging ditentukan dengan menimbang sampel daging dengan ketebalan 2,0 cm tanpa lemak dan jaringan ikat. Selanjutnya daging diikat tali dan digantung dalam keadaan terbungkus rapat.Daging tidak boleh menyentuh kantong plastik.Gantung daging dalam suhu kamar selama 24 jam. Sebelum ditimbang daging dilap kering dan selanjutnya ditimbang Drip loss dihitung sebagai kehilangan berat daging dengan rumus :

berat awal-berat akhir

RumusDnp loss =---------------x 100%

berat awal

Analisis Data

Data yang diproleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna daging

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor warna daging pada daging kelinci lokal tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) diantara perlakuan tanpa limbah wine maupun perlakuan dengan limbah wine.Salah satu karakteristik dari kualitas suatu daging yang mudah terindentifikasi adalah warna. Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi makanan dilihat secara visual dan akan berpengaruh terhadap konsumen (Purwati, 2007). Berdasarkan (Tabel 3) Nilai warna daging kelinci, secara statistika semua perlakuan tidak berbeda nyata. Warna daging yang diperoleh pada penelitian ini adalah 2,33 (pink). Menurut Nuriyasa (2012), Purwaningsih et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 2 Th. 2017:362 - 373                    Page 367

rasa dan warna daging kelinci sulit dibedakan dari daging ayam.Rokhmani (2005) menyatakan, daging kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat digolongkan kedalam golongan daging berwarna putih.Tingkat kecerahan yang tidak perbeda nyata pada setiap perlakuan disebabkan karena nilai pH akhir daging yang sama yaitu5,56. Menurut Soeparno (2005), faktor penentu utama yang mempengaruhi warna daging adalah konsentrasi pigmen daging dan mioglobin daging. Intensitas warna tergantung mioglobin sedangkan corak warna tergantung pada bentuk mioglobin.

Tabel 3. Pengaruh pemanfaatan limbah wine dalam ransum terhadap kualias fisik daging kelinci lokal (Lepus nigricollis).

Variabel

Perlakuan1)

Standar4)

SEM3)

P0

P1

P2

Warna

2,33a2)

2,33a

2,33a

2,3 – 3,8

0,21

Ph

5,56a

5,56a

5,56a

5,4 – 5,8

0,02

Daya Ikat Air (%)

15,27a

14,12a

14,40a

15,99 – 29,70 %

1,07

Susut Masak (%)

24,90a

24,86a

25,30a

1,5 – 54,5 %

0,72

Susut Mentah (%)

14,05a

15,23a

16,15a

7,81 - 13,45 %

0,13

Keterangan :

1. P0 = ransum tidak mengandung limbah wine anggur

P1 = ransum mengandung 5% limbah wine anggur

P2 =ransum mengandung 10% limbah wine anggur

2. Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0.05)

3. SEM : Standard Error of the Treatment Means

4. Standar berdasarkan dari (Soeparno, 2009; Sriyani et al., 2014; Sriyani et al., 2015)

Derajat Keasaman/pH Daging

Derajat keasaman/pH daging kelinci lokal yang mendapat perlakuan P0 adalah 5,56, sedangkan pH daging kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan P1 dan P2 masing-masing 5,56, 5,56 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan P0 (Tabel 3). Derajat keasaman/pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Berdasarkan Tabel 3 nilai pH daging kelinci, secara statistika semua perlakuan berbeda tidak nyata. Rata-rata nilai pH dari penelitian ini sebesar 5,56. Perbedaan yang tidak nyata pada nilai pH daging hasil penelitian disebabkan karena penambahan limbah wine anggur dalam pakan tidak banyak memberikan berbedaan pada kandungan nutrisi setiap pakan perlakuan sehingga menghasilkan nilai pH daging yang relatif sama, selain itu juga disebabkan karena perlakuan sebelum dan setelah pemotongan serta spesies dan umur ternak

yang sama. Nilai pH daging hasil penelitian sesuai dengan nilai pH daging secara umum yaitu berkisar antara 5,4 -5,8 (Soeparno, 2005). Tidak adanya darah setelah hewan dipotong menyebabkan penyediaan oksigen ke otak berhenti dan tidak ada lagi glikogen dalam otot sehingga hasil sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan dari otot dan mulai terjadi perubahan pada otot menjadi daging meliputi perubahan suhu, perubahan pH dan terjadinya proses rigormortis. Selain itu kandungan glikogen otot yang sama yang menyebabkan kandungan asam laktat pada daging postmortem sama. Selama konvensi otot menjadi daging akan berlangsung proses glikolisis dalam keadaan anaerob. Pada proses ini terjadi perombakan glikogen menjadi asam laktat untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan dengan cepat. Proses ini berlangsung terus-menerus sampai pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik. Apabila cadangan glikogen banyak maka asam laktat yang dihasilkan dari proses glikolisis anaerob juga banyak, sehingga cukup untuk meurunkan pH sampai pH ultimat (54-5,8). Sejalan dengan pendapat Soeparno (2005), pH akhir daging selain di pengaruhi energi ransum dan kadar glikogen dalam otot juga dipengaruhi konsentrasi asam laktat di dalam daging itu sendiri. Dalam penelitian ini energi ransum sama kandungannya dengan tiga perlakuan yang dilakukan.

Daya Ikat Air (DIA)

Kelinci lokal yang mendapat perlakuan P0 mempunyai daya ikat air daging sebesar 15,27 %. Daging yang dihasilkan oleh kelinci yang mendapat perlakuan P1 dan P2 mempunyai daya ikat air masing-masing 14,12 % dan 14,40 % tidak berbeda nyata (P>0,05) dari perlakuan P0 (Tabel 3). Daya ikat air oleh daging atau Water Holding Capacity (WHC) adalah kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan.Berdasarkan (Tabel 3) nilai daya ikat air daging kelinci secara statistika semua perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga akibat kandungan protein ransum yang sama, sehingga menghasilkan kadar protein daging yang sama. Selain itu hasil yang tidak berbeda nyata diduga karena berkaitan dengan pH daging kelinci yang juga tidak berbeda nyata. Menurut Lawrie ( 2003), daya ikat air akan berbeda jika terdapat perbeda an pH pada daging tersebut. Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyababkan nilai daya ikat air. Hal ini akan terlihat pada banyaknya cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan yang

keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998).Penurunan nilai daya ikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).

Susut Masak (Cooking Loss)

Susut masak daging kelinci lokal yang mendapat perlakuan P0 adalah 24,90 %. Kelinci yang mendapat perlakuan P1 dan P2 mempunyai susut masak daging masing-masing yaitu 24,86 % dan 25,30 % tidak berbeda nyata (P>0,05) dari perlakuan P0 (Tabel 3). Susut masak merupakan perbedaan (selisih) bobot awal dengan bobot akhir setelah dimasak.Berdasarkan (Tabel 3.1) nilai susut masak daging kelinci, secara statistika semua perlakuan tidak berbeda nyata. Hasil susut masak yang diamati adalah 24,90 %, 24,86 %, 25,30 %. Soeparno (2009), menyatakan bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5 % - 54,5 % dengan kisaran 15 - 40 %. Perbedaan level pemberian limbah wine tidak memberikan pengaruh pada nilai susut masak daging kelinci. Hal ini juga dikarenakan nilai pH ultimat daging yang sama dan daya mengikat air pada penelitian ini juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Menurut Soeparno (2005), besar kecilnya nilai susut masak daging sangat dipengaruhi oleh pH dan daya mengikat air daging. Daging bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan daging bersusut masak besar, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit (Sriyani et al., 2015).

Susut Mentah (Drip loss)

Susut mentah daging kelinci lokal yang mendapat perlakuan P0 adalah 14,05 %. Kelinci yang mendapat perlakuan P1 dan P2 mempunyai susut mentah masing-masing yaitu 15,23 % dan 16,15 % tidak berbeda nyata (P>0,05) dari perlakuan P0 (Tabel 3). Susut mentah adalah hilangnya beberapa komponen nutrien daging yang ikut bersama keluarnya cairan daging. Bedasarkan tabel tersebut nilai susut mentah daging kelinci, secara statistik semua perlakuan tidak berbeda nyata. Perbedaan pada level pemberian limbah wine tidak memberikan pengaruh pada nilai susut mentah daging kelinci. Hal ini juga dikarenakan oleh lamanya waktu penyimpanan daging, drip loss juga dipengaruhi oleh tinggal stres ternak sebelum dipotong. Menurut Soeparno (2009), stres sebelum pemotongan disebabkan oleh ketakutan, terluka dan gerakan berlebihan. Pemanfaatan limbah winesebagai pakan dalam penelitian ini belum

berpengaruh nyata terhadap semua variabel kualitas fisik daging. Hal ini disebabkan karena semua ransum perlakuan P0, P1, maupun P2 disusun iso energi dan iso protein. Hal ini sependapat dengan Nuriyasa (2012) bahwa, Dalam menyusun ransum kelinci hal yang paling diperhatikan adalah kandungan energi dan protein, karena berlebihan atau kekurangan energi dan protein dalam ransum akan menurunkan produktivitas ternak. Penelitian Mahardika (2016), Pengunaan limbah wine non fermentasi sampai level 10 %, terhadap variabel peformans, potongan komersial karkas, kecernaan dan respon hematologi lebih tinggi dari perlakuan kontrol, namun berbeda tidak nyata.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan limbah wine anggur dalam ransum level 5 % dan 10 % tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik daging kelinci lokal. Saran

Saran yang dapat di ambil dari penelitian ini yaitu penggunaan limbah wine sampai dengan 10 % aman diberikan pada ternak kelinci, limbah wine bisa menjadi alternatif bahan pakan kelinci yang murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alhaidary, A., H.E. Mohamed and A.C. Beynen. 2010. Impact of Dietary Fat Type and Amount on Growth Performance and Serum Cholesterol in Rabbits. American J. of Animal and Veterinary Sciences 5(1): 60-64.

BMKG. 2013. Informasi Cuaca, Iklim dan Gempa Bumi Propinsi Bali. Bulletin.Tahun III no.99 Semtember 2011.Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III, Denpasar.

BPS.2013. Produksi Buah Anggur di Kabupeten buleleng. Badan Pusat Statistik Kabupeten Buleleng. (serial online) [cited 2015 Jul 8]. Available from: http:/www.buleleng.bps.go.id.

Disnak Provinsi Bali.2015.Laporan Cacah Jiwa Ternak Di Propinsi Bali.Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali.

Gillespie JR. 2004.Modern Livestock and Poultry Production. Delmar Learning.New York (US).

Hon,F.M., O.I.A Oluremi and F.O.I. Anuqwa. 2009. The Effeck of Dried Sweet Orange (Citrus sinensis) Fruit Pulp Meal on the Growth Performance of Rabbits.

Jamhari. 2000. Perubahan sifat fisik dan organoleptik daging sapi selama penyimpanan beku. Bulletin Peternakan Vol. 24 (1). 2000

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan. Parakkasi Adan Yudha A. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Mahardika.2016. Respon Biologi Kelinci Jantan Lokal (Lepus nigricollis) yang Diberi Ransum Mengandung Limbah Wine Anggur.Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana 2016.

Mastika, I.M. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Indusrti Pertanian serta Pemanfaatannya untuk Makanan Ternak. Makalah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Makanan Ternak Pada Fakultas Peternakan UNUD-Denpasar.

Moote, P., J. Church, K. Schwartzkopf-Genswein, and Van Hamme. 2012. Effect of fermented winery waste supplemented rations on beef cattle temperament feed intake, groth performance and meat quality. Submitted Article, Kamloops, BC, Canada : Thompson Rivers University.

NRC. 2001. Nutrient Requirement of Rabbits. National Academy of Sciences. Washington, D.C.

Nuriyasa, I.M. 2012.Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda di Daerah Daratan Rendah Tropis.Disertasi Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana. Denpasar.

Purwati. 2007. The Effectivity of Polyprophylene Rigid Air-Tight Films in Inhibiting Quality Changes of Chicken and Beef During Frozen Strorege. Skripsi.IPB Bogor.

Raharjo,Y.C 2005. Peluang dan Tantangan Agribisnis Ternak Kelinci. (prosiding). Lokakarya Nasional.Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan.Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Hal 6-15. Bandung September 2005.

Rokhmani, S.I.W. 2005. Peningkatan Nilai Gizi Bahan Pakan Dari Limbah Pertanian Melalui Fermentasi. (prosiding). Lokakarya Nasional.Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha kelinci.Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan.Badan penelitian dan

pengembangan Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Hal 66-74. Bandung 30 September 2005.

Sinaga, S. 2009. Pakan Kelinci dan PemberiannyaAvailable from: http://blogs.unpad ac.id/Suland Sinaga.

Soeparno, 2009.Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan V. Gadjah Mada University Perss.Yogyakarta.

Soeparno, 2011.Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan I.Gadjah Mada University Perss.Yogyakarta.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University.

Sriyani NLP, Artiningsih Rasna N.M., Lindawati S. A, Ok A. A. 2015. Studi perbandingan kualitas fisik daging babi bali dengan babi landrace persilangan yang dipotong dirumah potong hewan tradisional. Vol 18 no 1 2015.

Sriyani NLP, Tirta Ariana N., Puger, A. W. dan Siti, N. W. 2015. Pengaruh pakan daun papaya (carica papaya L) terhadap kualitas fisik daging kambing bligon. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Vol 17 no 3 tahun 2014.

Steel, Robert G.D. and J.H. Toriie. 1980. Principles and Procedures of Statistics.McGraw Hill Book Company.

Suradi, K. 2005. Potensi dan peluang Teknologi Pengolahan Produk Kelinci. (prosiding) Lokarkarya Nasional dan peluang pengembangan usaha kelinci.Pusat penelitian dan pengembangan Peternakan.Badan penelitian dan pengembangan Pertanian dan Fakultas PeternakanUniversitas Padjajaran. Bandung 30 September 2005.

Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas Daging Sapi dengan Kemasan Plastik PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar arengka kota pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 – 27).

Zulfahmi.M.Y.B. Pramono dan A. Hintono. 2013. Pengaruh Marinasi Ekstrak Kulit Nanas (Ananas Comucos L. Merr) Pada Daging Itik Tegal Betina Afkir terhadap Kualitas Keempukan dan Organoleptik Jurnal Pangan dan Gizi.

Purwaningsih et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 2 Th. 2017:362 - 373

Page 373