HETEROGENITAS KUANTITAS DAN KUALITAS SEMEN SAPI BALI PEJANTAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI INSEMINASI BUATAN DAERAH BATURITI, TABANAN
on
e--journal
FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: March 23, 2017
Accepted Date: April 10, 2017
Editor-Reviewer Article; D.P.M.A. Candrawati & I M. Mudita
HETEROGENITAS KUANTITAS DAN KUALITAS SEMEN SAPI BALI PEJANTAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI INSEMINASI BUATAN DAERAH BATURITI, TABANAN
Setyani, N. M. P., N. P. Sarini, dan I G. Lanang Oka
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. PB Sudirman, Denpasar Email: madeparamita.s@gmail.com,HP. 0857 3767 6585
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kuantitas, kualitas semen pejantan dan heterogenitas semen di Unit Pelaksana Teknis Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPT BIBD) Baturiti, Tabanan. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan mulai dari bulan Desember 2016 sampai dengan Januari 2017. Pejantan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor sapi bali pejantan yang terdapat di UPT BIBD Baturiti, Tabanan dengan ulangan pengambilan sampel semen sebanyak 3 kali. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi karakteristik makroskopis (volume, warna, bau, pH dan konsistensi semen) dan mikroskopis (konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa dan gerakan massa spermatozoa). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Data kuantitatif dicari koefisien keragamannya. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa volume semen sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti, Tabanan antara 4,8 ml sampai 12,0 ml. Warna semen sapi bali yaitu krem menyerupai warna susu. Semen sapi bali memiliki bau khas dengan pH antara 6 – 7. Konsistensi semen sapi bali pekat atau kental. Motilitas spermatozoa yaitu 77,30% sampai 97,79%.Gerakan massa semen sapi bali didapatkan antara ++ dan +++. Konsentrasi spermatozoabervariasi, antara 1,078x 109/ml sampai 2,118x 109/ml. Koefisien keragaman volume semen, konsentrasi dan motilitas spermatozoa berturut-turut yaitu yaitu 23,98 %, 24,12 % dan 7,67 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuantitas dan kualitas semen sapi bali tergolong normal dengan kualitas bagus, dengan motilitas spermatozoayang seragam namun memiliki volume dan konsentrasi spermatozoa yang beragam/heterogen. Pejantan yang terbaik diantara ke-12 penjantan yang ada adalah yang bernama Buwana Merta.
Kata kunci: heterogenitas, kuantitas dan kualitas semen, sapi bali, BIBD Baturiti
HETEROGENITY OF BALI BULL SEMEN QUANTITY AND QUALITY IN UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI INSEMINASI BUATAN DAERAH BATURITI, TABANAN
ABSTRACT
This research was conducted to determine the heterogenity of quantity and quality of bali bull semen in Unit Pelaksana Teknis Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPT BIBD) Baturiti, Tabanan from December 2016 until January 2017. Twelve Bali bulls in UPT BIBD Baturiti,
Tabanan were used in this study. The variables observed in this study were macroscopic and microscopic characteristics of the semen. The data were analyzed using descriptive quantitative and qualitative analysis and coefficient of variationwere calculated for the quantitative data. The result of the study showed that the colour of Bali bull semen was milky cream, with the volume obtained per ejaculation was 4.8 ml up to 12.0 ml. In addition to that, the other macroscopic characteristics observed resulted in the pH between 6 to 7, spermatozoamotilitybetween 77.30 % until 97.79 %, the mass motions of Bali bull semen was ++ to +++. The last of microscopic characteristic observed was spermatozoa concentration vary between 1.078 x 109/mland 2.118 x 109/ml. The coefficient variation of the volume, concentration and motility of the spermatozoa were 23.98 %, 24.17 % and 7.67 % respectively. It can be concluded that quantity and quality of Bali bull semen was good. Although that volume and concentration of semen were vary, but their spermmotility was uniform. Overall, it can be said that Bali bull semen in UPT BIBD Baturiti was heterogen and was good in sperm quality chatagorize and the most superior Bali bull in UPT BIBD Baturiti, Tabanan was Buwana Merta.
Key words: heterogenity, quantity and quality, bali cattle, BIBD Baturiti
PENDAHULUAN
Populasi sapi bali di Bali setiap tahunnya terus mengalami penurunan. Jumlah sapi bali di Bali pada tahun 2015 yaitu sebesar 553.582 ekor, menurun 9.940 ekor(2 %) dari tahun 2014 (Badan Pusat Statistika, 2016). Salah satu penyebabnya adalah pemotongan sapi lebih besar dibandingkan peningkatan populasi. Apabila hal ini terjadi terus menerus, akan berdampak pada terancamnya populasi sapi bali di Bali. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan populasi sapi bali.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan jumlah perkawinan dan juga jumlah anak yang dihasilkan dengan metoda perkawinan yang tepat. Metoda perkawinan pada ternak ada dua yaitu metoda perkawinan alam (KA) dan metoda inseminasi buatan (IB). Kedua metoda ini memiliki perbedaan yaitu pada perkawinan alam satu pejantan bebas untuk mengawini betina yang dikehendaki yang ada pada kelompoknya, sedangkan perkawinan dengan metoda inseminasi buatan semen pejantan unggul dimasukkan ke dalam alat reproduksi betina estrus dengan bantuan manusia menggunakan alat inseminasi khusus yang disebut dengan insemination gun (Affandhy et al., 2007). Salah satu keuntungan perkawinan dengan IB dapat mengefisienkan penggunaan pejantan dalam mengawini betina, sehingga
betina yang dikawini bisa lebih dari satu ekor. Perkawinan dengan metoda IB merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam rangka perbaikan mutu genetik dan peningkatan populasi ternak (Ezekwe dan Lovin, 1996).
Heterogenitas (keragaman) semen pejantan yang digunakan sangat penting dalam program pemuliaan ternak untuk menghindari inbreeding dan dapat diketahui dengan menghitung koefisien keragaman (KK). KK dikatakan tinggi (beragam) apabila nilainya lebih tinggi dari 15 %, sebaliknya dikatakan rendah (seragam) apabila nilainya kurang dari 15 % (Kurnianto, 2009). Program pemuliaan akan efektif dilakukan apabila KK populasi tersebut lebih dari 15 %.
Pejantan yang digunakan sebagai sumber semen di Unit Pelaksana Teknis Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPT BIBD) Baturiti, Tabanan berasal dari beberapa kabupaten yang ada di Bali dan telah melalui seleksi berdasarkan penampilantubuhnya sehingga di dapatkan sapi bali pejantan yang baik. Hal ini berarti populasi asal sapi bali pejantan yang dipilih berasal dari populasi yang berbeda, memiliki genetik yang berbeda-beda pula. Populasi asal pejantan yang berbeda-beda akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas semen yang dihasilkan oleh pejantan.
Masing-masing kabupaten asal pejantan memiliki topografi yang berbeda, baik ketinggian tempat yang berdampak pada perbedaan suhu, kemiringan lahan, jenis tanah. Kabupaten Tabanan memiliki ketinggian lahan rata-rata 0 – 2.276 mdpl, kabupaten Bangli memiliki ketinggian 100 – 2.152 mdpl, kabupaten klungkung memiliki ketinggian lahan 0 – 268 mdpl. Selain itulahan dengan kemiringan 0 – 2 % mendominasi daerah pantai bagian selatan dan sebagian kecil pantai bagian utara pulau Bali, dengan luas areal 96,129 ha. Sedangkan lahan dengan kemiringan 2 – 15 % sebagian besar terdapat di wilayah kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, Buleleng. Daerah dengan kemiringan 15 – 40 % yang secara dominan terdapat di wilayah bagian tengah pulau Bali, mengikuti deretan perbukitan yang membentang dari arah barat ke timur wilayah ini. Daerah dengan kemiringan melebihi 40 % merupakan daerah perbukitan yang terletak pada bagian pulau Nusa Penida (Vertsappen, 2013).
Perbedaan topografi tersebut menyebabkan keadaan lingkungan, termasuk tumbuhan pakan dan suhu masing-masing kabupaten di Bali berbeda pula. Kondisi lingkungan yang berbeda-beda antara kabupaten asal pejantan sapi bali tersebut dapat pula berpengaruh terhadap penampilan sapi tersebut. Untuk mengurangi pengaruh lingkungan terhadap kuantitas dan kualitas semen sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti, Tabanan yang berasal dari kabupaten yang berbeda, maka manajemen pemeliharaan termasuk pakan semua pejantan sapi bali tersebutdilaksanakan sama. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kuantitas dan kualitas serta keragaman atau heterogenitas semen sapi-sapi bali pejantan tersebut sehingga memudahkan pelaksanaan penggantian pejantan yang mutu semennya sudah tidak baik untuk dijadikan semen beku.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana kuantitas dan kualitas serta heterogenitas kuantitas dan kualitas semen sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti, Tabanan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kuantitas dan kualitas semen sapi bali pejantan yang ada di UPT BIBD Baturiti, Tabanan, terkait dengan produksi semen beku yang akan dihasilkan dalam rangka pelaksanaan program inseminasi buatan terhadap induk-induk sapi, khususnya yang ada di Bali serta untuk mengetahui heterogenitas kuantitas dan kualitas semen sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti, Tabanan.
MATERI DAN METODE
Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen yang berasal dari 12 ekor sapi bali jantan yang digunakan sebagai pejantan sumber semen yang ada di UPT BIBD Baturiti, Tabanan.Semen diambil dari 12 ekor sapi bali pejantan yang ada di UPT BIBD Baturiti, Tabanan. Masing-masing sapi diambil 3 kali yang digunakan sebagai ulangan, dirata-ratakan dan dirangking. Penampungan semen dilakukan dua kali seminggu dengan menggunakan vagina buatan. Sebelum dilakukan penampungan semen, sapi dimandikan dan rambut pada preputium dipotong dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan semen tercemar yang diakibatkan bakteri yang menempel di rambut pada preputium.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UPT BIBD Baturiti, Tabanan selama 2 bulan yaitu dari bulan Desember 2016 sampai dengan bulan Januari 2017.
Variabel yang Diamati
-
A. Evaluasi Makroskopis
Volume. Pengukuran volume semen dilakukan dengan melihat skala teratas semen pada tabung ukur penampung semen.
Warna. Warna semen dinilai dengan cara melihat langsung semen yang sudah ditampung didalam tabung penampung. Semen yang normal umumnya berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan (Toelihere, 1993 dalam Parasaraet al., 2015).
Bau. Bau semen dilakukan dengan cara mengibaskan tangan di atas tabung penampung. Bau semen normal yaitu khas semen (Arifiantini dan Tuty, 2012).
Konsistensi. Konsistensi semen ditentukan dengan menggoyang-goyang tabung penampung semen secara perlahan. Apabila semen lambat kembali ke dasar tabung dan sebagian masih menempel pada dinding tabung, maka konsistensi kental, sedangkan jika semen cepat kembali ke dasar tabung maka konsistensi semen tergolong encer. Tingkat kekentalan ada tiga kriteria penilaian, yaitu encer, sedang, dan kental (Feradis, 2010).
Derajat Keasaman/pH. Untuk menentukan pH semen dilakukan dengan cara meneteskan semen pada kertas pH universal kemudian perubahan warna yang terjadi dicocokkan dengan standar pH yang ada. .
-
B. Evaluasi Mikroskopis
Motilitas Spermatozoa. Untuk menghitung motilitas spermatozoa, 10 µl semen ditambahkan dengan 400 µl larutan Andromed yang sudah diencerkan dengan aquabidest dengan takaran 1:4 ke dalam microtube. Semen yang sudah diencerkan diambil menggunakan pipet tetes dan diteteskan pada kaca objek, dan kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 20 x 20. Analisis dilakukan di komputer menggunakan aplikasi Sperm Visio Analizer.
Gerakan Massa.Gerakan massa dievaluasi dengan meneteskan 1 tetes semen segar diatas kaca objek lalu diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10. Kemudian dilihat gerakan spermatozoa. Penilaiaan gerakan massa terdiri dari: a) Sangat baik (+++) apabila terlihat bergelombang-gelombang besar, banyak, tebal dan aktif serta bergerak cepat; b) Baik (++), terlihat gelombang-gelombang kecil, jarang, tipis, kurang jelas dan agak lamban; c) Lumayan (+), jika tidak terlihat gelombang, melainkan hanya gerakan individu aktif progresif dan d) Buruk (N/O), bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan individu (Arifiantini dan Tuty, 2012).
Konsentrasi Spermatozoa. Penilaian konsentrasi digunakan untuk menentukan jumlah pengencer yang digunakan (Maes et al., 2010 dan Parasaraet al., 2015). Menghitung konsentrasi spermatozoadilakukan dengan mencampurkan 35 µl semen pada 3,5 gram NaCl fisiologis 0,9% kemudian dimasukkan ke dalam cuvette. Analisis dengan menggunakan alat Photometer SDM 6.
Perangkingan
Data yang diperoleh dirangking berdasarkan jumlah total spermatozoa per ejakulasi (volume semen dikalikan konsentrasi spermatozoa/ml) dan diurutkan dari jumlah total spermatozoaper ejakulasi tertinggi sampai terendah guna menentukan sapi terbaik dan sapi terburuk dilihat dari kuantitas dan kualitas semennya untuk mempertimbangkan sapi yang didahulukan diafkir.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap warna semen, bau, konsistensi, pH dan pergerakan massa, sedangkan volume semen, konsentrasi spermatozoa dan motilitas spermatozoa semen dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung heterogenitas.
Heterogenitas ditentukan dengan menganalisis koefisien keragaman (KK) data kuantitatif (Noor, 1996) Koefisien keragaman didapatkan dengan cara membagi nilai simpangan baku (S) dengan rataan populasi dikali 100%. Rumus koefisien keragaman sebagai berikut:
S
KK = x 100%
X
Keterangan:
KK = Koefisien keragaman
S = Simpangan baku
X = Rataan populasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil evaluasi makroskopis semen dari 12 ekor sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti menghasilkan volume yang berbeda-beda. Kisaran volume semen sapi bali di UPT BIBD Baturiti antara 4,8±0,540 ml sampai 12±1,269 ml. Volume tertinggi yang ditampung dari sapi Bulba Kanta dengan volume 12±1,269 ml. Sedangkan volume terendah yang ditampung dari sapi Nitih dengan volume 4,8±0,540 ml (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena faktor umur, bobot badan sapi berbeda-beda, dan libido saat penampungan semen. Menurut Nyuwita et al. (2015) bahwa semakin meningkatnya umur sapi, terjadi peningkatan pada volume semen karena organ kelamin jantan secara maksimal dapat menghasilkan semen, dimana umur yang paling baik yaitu umur 7 – 8 tahun. Bobot badan sapi berpengaruh pada volume semen yang dihasilkan menurut Adhytma et al. (2013) bahwa semakin tinggi bobot maka semakin tinggi volume semen yang dihasilkan. Selain hal tersebut, yang paling berpengaruh terhadap volume semen yang dihasilkan yaitu libido sapi saat pengambilan, dimana semakin tinggi libido sapi, maka volume semen yang dihasilkan semakin banyak.
Warna semen sapi bali di UPT BIBD Baturiti, Tabanan sebagian besar berwarna krem menyerupai warna susu (Tabel 1.), warna ini mencirikan bahwa semen sapi bali pejantan yang ada disana adalah normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Feradis (2010) dan Adhyatma et al. (2013) bahwa warna normal semen sapi yaitu krem atau putih susu. Didapatkan sapi bali pejantan bernama Nitih memiliki warna yang berbeda. Perbedaan warna semen dapat disebabkan oleh volume semen yang dihasilkan paling sedikit yaitu 4,8±0,540 ml dibandingkan sapi lainnya dengan konsentrasi spermatozoa yang tinggi yaitu 1,202±2,384 x 109spermatozoa/ml (Toelihere, 1981). Namun pada sapi bali pejantan bernama Nitih warna
kekuningan pada semen sudah terjadi sejak penampungan pertama, walaupun pemeliharaan termasuk pemberian pakan dilakukan sama. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik, dimana seluruh sapi berasal dari tempat berbeda, yang berarti dari keturunan dan genetik yang berbeda. Warna kekuningan tersebut disebabkan oleh riboflavin yang dibawa oleh suatu gen autosomal resesif (Feradis, 2010).
Tabel 1. Evaluasi makroskopis semen sapi bali di UPT BIBD Baturiti
Nama sapi |
Volume (ml) |
Warna |
Bau |
Konsisensi |
pH |
Brani |
6,0±0,540 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Mertasari |
6,5±0,389 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Nitih |
4,8±0,902 |
Krem kuning |
Khas |
Kental |
7 |
Blandar |
7,0±0,028 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Bulba Kanta |
12,0±1,269 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Buwana Merta |
10,0±0,666 |
Krem |
Khas |
Kental |
6 |
Buga Manta |
8,0±0,063 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Bangkardi |
8,0±0,063 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Arikuta J |
8,2±0,123 |
Krem |
Khas |
Kental |
6 |
Busanta |
8,0±0,063 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Tamara |
6,5±0,389 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Bangtidar |
7,8±0,003 |
Krem |
Khas |
Kental |
7 |
Bau semen sapi bali di UPT BIBD Baturiti yaitu memiliki bau khas semen (Tabel 1.). Tidak terdapatnya bau lain seperti anyir dan busuk menandakan bahwa semen sapi bali pejantan tersebut berada dalam kondisi bersih dan tidak terkontaminasi fesesmaupun bakteri penyebab bau busuk. Konsistensi semen sapi bali di UPT BIBD Baturiti yaitu kental, dapat dilihat dari turunnya semen ke dasar tabung setelah digoyangkan adalah lambat. Konsistensi yang kental menandakan jumlah spermatozoasapi bali sangat tinggi.
Secara umum pH semen sapi bali di UPT BIBD Baturiti seragam dan berkisar antara 6 – 7 (Tabel 1.). Nilai pH tersebut menunjukkan bahwa semen segar berada pada kondisi yang normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilawati (2013) yang menyatakan bahwa pH normal semen 6,2 – 6,8. Pendapat tersebut didukung juga oleh Hine et al. (2014) dan Fadilah et al. (2016) bahwa kisaran pH semen sapi bali yaitu 6 – 7. Derajat keasaman/pH semen dipengaruhi oleh aktivitas spermatozoa dalam menguraikan fruktosa (Sundari et al., 2013).
Selain itu, dipengaruhi oleh kandungan asam sitrat yang bersifat sebagai penyangga/buffer yang merupakan penyusun dari semen (Fitri, 2009). Apabila ternak mengalami stres atau mengalami luka pada alat-alat reproduksi dapat mengakibatkan kandungan asam sitrat pada semen berkurang akibat akumulasi asam laktat yang meningkat. Hal ini mengakibatkan pH semen lebih rendah dari kondisi normal atau dalam kondisi asam (Dellman, 1992). pH yang asam dapat menyebabkan motilitas spermatozoa rendah, namun pada beberapa spesies dapat dipulihkan kembali apabila pH dikembalikan netral dalam waktu satu jam. Motilitas parsial spermatozoa dapat dipertahankan pada pH antara 5 sampai 10 (Toelihere, 1981).
Motilitas spermatozoa yang didapatkan yaitu 77,30±3,581 % sampai 97,79±2,599 %, (Tabel 2) kisaran tersebuttermasuk normal dan layak untuk dijadikan semen beku (Rizal, 2002). Didukung oleh Jiyanto (2011) dan Savitri et al. (2014) bahwa motilitas semen segar yang baik yaitu >70 %, hal ini berarti bahwa sperma yang aktif, motil dan progresif. Pada sapi bali, motilitas spermatozoanormal menurut Puja et al. (2013) dan didukung oleh Priyanto et al. (2015) adalah ≥ 75%. Gerakan massa semen sapi bali yang didapatkan yaitu +++ dan ada ++ (Tabel 2). Hal ini berarti semen yang ditampung layak untuk diproses menjadi semen beku (Rizal, 2002).
Tabel 2. Evaluasi mikroskopis semen sapi bali di UPT BIBD Baturiti
Nama sapi |
Motilitas spermatozoa (%) |
Gerakan massa |
Konsentrasi spermatozoa (x 109) |
Brani |
92,73±1,073 |
+++ |
1,137±0,069 |
Mertasari |
91,56±0,721 |
+++ |
1,590±0,067 |
Nitih |
81,27±2,384 |
++ |
1,202±0,050 |
Blandar |
94,03±1,466 |
+++ |
1,194±0,052 |
Bulba Kanta |
80,32±2,660 |
+++ |
1,242±0,038 |
Buwana Merta |
95,51±1,910 |
+++ |
1,859±0,148 |
Buga Manta |
84,92±1,281 |
+++ |
1,078±0,087 |
Bangkardi |
97,79±2,599 |
+++ |
1,096±0,082 |
Arikuta J |
77,30±3,581 |
+++ |
2,118±0,226 |
Busanta |
93,64±1,346 |
+++ |
1,235±0,034 |
Tamara |
88,53±1,666 |
+++ |
1,178±0,057 |
Bangtidar |
86,27±0,876 |
+++ |
1,458±0,027 |
Keterangan:
++ = terlihat gelombang-gelombang kecil, jarang, tipis, kurang jelas dan agak lamban
+++ = terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, tebal dan aktif serta bergerak cepat
Konsentrasi spermatozoadinyatakan dengan total sel spermatozoaper mililiter semen. Konsentrasi spermatozoa sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti yang diperoleh bervariasi, antara 1,078±0,087 x 109spermatozoa/ml sampai 2,118±0,226 x 109 spermatozoa/ml (Tabel 2.). Hal ini sesuai dengan pendapat Priyanto et al. (2015) bahwa konsentrasi semen sapi bali yaitu 1.180 – 1.578 x 106 spermatozoa/ml, yang didukung oleh Fadilah et al. (2016) bahwa konsentrasi semen sapi bali yaitu 840 – 2.220 x 106spermatozoa /ml.
Kuantitas dan kualitas semen sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti, Tabanan sudah baik. Dengan kuantitas dan kulaitas semen yang baik dapat mendukung program reproduksi dan pemuliaan ternak sapi. Kuantitas produksi semen yang cukup banyak mampu memenuhi keutuhan semen beku di Bali dan juga diluar Bali. Selain itu dengan kualitas semen yang baik, berarti program pemuliaan sapi sudah baik, dimana pejantan yang terpilih menjadi sumber semen sudah melalui seleksi.
Berdasarkan hasil perangkingan diketahui bahwa kualitas dan kuantitas semen sapi bali pejantan di UPT BIBD Batutiri sesuai dengan hasil penelitian Savitri et al. (2014) bahkan hasilnya lebih baik dalam hal volume semen, gerak massa spermatozoa dan pH. Volume semen yang banyak dengan konsentrasi tinggi berarti jumlah straw yang dapat diproduksi juga lebih banyak. Selain itu gerakan massa +++ lebih layak untuk di proses menjadi semen beku dan menurut Toelihere (1981) dalam Butar (2009) bahwa spermatozoa akan bertahan lebih lama pada pH 7 sesuai data yang didapatkan.
Dibandingkan dengan total spermatozoa per ejakulasi kelompoknya didapatkan bahwa sapi Buwana Merta menggungguli pejantan lainnya (Tabel 3). Hal ini berarti jumlah straw atau semen beku yang dapat dihasilkan sapi Buwana Merta lebih banyak dibandingkan sapi yang lainnya, mengingat, satu straw dengan volume 0,25 ml harus mengandung 25 juta spermatozoa (SNI, 2008). Sapi Nitih memiliki kuantitas semen paling rendah dibandingkan pejantan lainnya (Tabel 3), dilihat dari total spermatozoaper ejakulasi. Baik volume semen, gerakan massa dan motilitas spermatozoa dibawah rata-rata kelompoknya. Hal ini dikarenakan umur Nitih sudah tua yaitu 12 tahun, dibandingkan dengan sapi Brani yang berumur 13 tahun, sapi Nitih masih memiliki kuantitas yang lebih rendah baik pada gerakan massa maupun
motilitas spermatozoa. Bisa dikatakan bahwa, genetik sapi Brani lebih unggul dibanding sapi Nitih walaupun berasal dari daerah yang sama.
Tabel 3. Rangking sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti berdasarkan total spermatozoaper ejakulasi
Rangking |
Nama sapi |
Umur (tahun) |
Bobot badan (kg) |
Volume (ml) |
Konsentrasi spermatozoa/ ml (x 109) |
Total spermatozoa/ ejakulasi (x 109) |
1 |
Buwana Merta |
7 |
670 |
10,0 |
1,859 |
18,593 |
2 |
Arikuta J |
5 |
574 |
8,2 |
2,118 |
17,365 |
3 |
Bulba Kanta |
8 |
674 |
12,0 |
1,242 |
14,904 |
4 |
Bangtidar |
3 |
620 |
7,8 |
1,458 |
11,370 |
5 |
Mertasari |
12 |
600 |
6,5 |
1,590 |
10,335 |
6 |
Busanta |
4 |
512 |
8,0 |
1,253 |
10,027 |
7 |
Blandar |
7 |
683 |
7,7 |
1,194 |
9,191 |
8 |
Bangkardi |
6 |
620 |
8,0 |
1,096 |
8,768 |
9 |
Buga Manta |
7 |
610 |
8,0 |
1,078 |
8,621 |
10 |
Tamara |
4 |
491 |
6,5 |
1,178 |
7,655 |
11 |
Brani |
13 |
626 |
6,0 |
1,137 |
6,820 |
12 |
Nitih |
12 |
606 |
4,8 |
1,202 |
5,771 |
Hasil penghitungan koefisien keragaman (KK) data kuantitatif didapatkan KK volume semen dan konsentrasi spermatozoa sapi bali di UPT BIBD Baturiti berturut-turut yaitu 23,976% dan 24,117 % (Tabel 4.). KK yang lebih dari 15 % berarti volume semen dan konsentrasi spermatozoa pada masing-masing sapi bali di UPT BIBD Baturiti beragam. Hal ini dikarenakan umur ternak yang berbeda akibat waktu pengadaan dari sapi bali pejantan berbeda-beda (Nyuwita et al., 2015). Hal yang lebih penting dalam pembuatan semen beku/straw adalah motilitas spermatozoa, dimana motilitas yang baik dan layak dibuat semen beku/straw yaitu ±70 %. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan KK motilitas spermatozoayaitu 7,671 % (Tabel 4) yang berarti semua sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti memiliki motilitas spermatozoa pada semen segar seragam dengan kualitas bagus.
Tabel 4. Keragaman data kuantitatif semen sapi bali
Data Kuantitatif |
Rataan |
S |
KK (%) |
Volume semen (ml) |
7,792 |
1,868 |
23,976 |
Konsentrasi spermatozoa/ml (x 109) |
1,367 |
0,330 |
24,117 |
Motilitas spermatozoa (%) |
89,172 |
6,841 |
7,671 |
Keterangan:
S= Simpangan baku, KK = Koefisien keragaman
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa genetik sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti sangat bagus baik ditinjau dari motilitas spermatozoa maupun manajemen pemeliharaan yang dilakukan. Baiknya manajemen pemeliharaan di UPT BIBD Baturiti bisa diketahui dari data yang diperoleh dimana tempat/lingkungan asal sapi bali pejantan tidak secara nyata mempengaruhi kuantitas dan kualitas semen. Proses seleksi yang digunakan oleh UPT BIBD Baturiti yang walaupun hanya didasarkan atas body score dan penampilan eksteriornya terbukti masih cukup efektif dalam memilih sapi bali pejantan sebagai sumber semen beku yang akan disebar ke seluruh provinsi Bali dan keluar pulau Bali..
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
-
1. Kuantitas dan kualitas semen sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti termasuk kategori baik, dengan sapi bali pejantan terunggul yaitu sapi Buwana Merta sedangkan sapi bali pejantan dengan kuantitas dan kualitas semen terendah adalah sapi Nitih.
-
2. Kuantitas volume semen dan konsentrasi spermatozoa sapi bali pejantan di UPT BIBD Baturiti beragam dengan motilitas spermatozoa yang seragam.
Saran
Untuk menjaga kualitas semen beku sapi bali yang dihasilkan di UPT BIBD Baturiti, perlu dilakukan proses seleksi dan culling secara berkesinambungan dengan mempertimbangkan keadaan pejantan baik kondisi tubuh dan juga kuantitas dan kualitas semennya. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sapi Nitih memiliki kuantitas dan kualitas semen terendah dibanding pejantan yang lainnya, yang berarti bahwa perlu mempertimbangkan sapi Nitih untuk di afkir terlebih dahulu. Perlu juga mempertimbangkan kembali pejantan lain yang umurnya sudah diatas sembilan tahun untuk diafkir.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Kepala UPT BIBD Provinsi Bali, staf dan pegawai yang telah menyediakantempat serta memberikan
bimbingan, arahan selama penelitian, serta Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Udayana bapakDr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS.
DAFTAR PUSTAKA
Adhyatma, M. Nurul Isnaini, dan Nuryadi. 2013. Pengaruh bobot badan terhadap kuantitas dan kualitas semen sapi Simmental. J. Ternak Tropika Vol. 14. No.2: 53 – 62.
Affandhy, L., Dicky Mohammad, dan Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Manajemen Perkawinan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembanagan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Arifiantini, R. I. dan Tuty L. Y. 2012. Teknik Koleksi dan Evaluasi Semen pada Hewan. IPB Press, Bogor.
Badan Pusat Statistika Provinsi Bali. 2016. Statistik Populasi Ternak Sapi Bali tahun 2015. Denpasar, Bali.
Butar, E. K. 2009. Efektifitas Exercize terhadap peningkatan Kualitas Semen Sapi Simmental. Skripsi Sarjana Peternakan, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dellman, B. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Edisi ketiga. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ezekwe, M.O., dan J. Lovin. 1996. A seasonal reproductive performance of virginia brush goats used for meat production. Journal of Animal Science. 74: 245.
Fadilah, Zenni Nur, Nurul Isnaini, dan Muhammad Nur Ihsan. 2016. Kualitas semen cair sapi bali selama penyimpanan suhu ruang menggunakan pengencer skim milk dengan penambahan filtrat kecambah kacang hijau. J. Ternak Tropika Vol. 17. No.1: 22 – 30.
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Alfabeta, Bandung.
Fitri, Z. 2009. Penggunaan Air Kelapa sebagai Penyeimbang Fruktosa dalam Pengencer terhadap Kualitas Sperma Sapi Simmental. Skripsi Sarjana Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hine, Thomas Mata, Burhanuddin, dan Aloysius Marawali. 2014. Efektifitas air buah lontar dalam mempertahankan motilitas, viabilitas dan daya tahan hidup spermatozoa sapi bali. Jurnal Veteriner Vol. 15 No. 2: 263 – 273.
Jiyanto. 2011. Motilitas dan Mortalitas Spermatozoa Sapi Bali yang Diencerkan dengan Pengencer Kuning Telur Pada Volume Pengenceran yang Berbeda di BIBD Tuah Sakato Payakumbuh. Skripsi Sarjana Peternakan, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Maes, D., Rijsselaere T., Vyt P., Sokolowska A., Deley W., dan Van Soom A. 2010. Comparation of five different methods to assess the concentration of boar semen. Vlaams Diergeneeskunding Tijdschriff. (79): 42 – 47.
Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nyuwita, Annisa, Trinil Susilawati, dan Nurul Isnaini. 2015. Kualitas semen segar dan produksi semen beku sapi Simmental pada umur yang berbeda.J. Ternak Tropika Vol. 16. No.1: 61 – 68.
Rizal, M. 2002. Fertilisasi Sementozoa Ejakulat Epididimis Domba Garut Hasil Kriopreservasi Menggunakan Pengencer Tris dengan Berbagai Krioprotektan dan Antioksida. Disertasi Doktor Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Parasara, I. G. N. A. M., N. L. G. Sumardani, dan I. G. Suranjaya. 2015. Korelasi Ukuran Testis terhadap Produksi dan Kualitas Semen Cair Babi Landrace dalam Rangkaian Inseminasi Buatan. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1: 93 – 104.
Priyanto, Langgeng, Raden Iis Arifiantini, dan Tuty Laswardi Yusuf. 2015. Deteksi kerusakan DNA spermatozoa semen segar dan semen beku sapi menggunakan pewarna toluidine blue. Jurnal Veteriner Vol. 16 No. 1: 48 – 55.
Puja, I Ketut, I Nengah Wandia, Putu Suastika, dan I Nyoman Sulabda. 2013. Asosiasi polimorfisme genetika lokus Deoxynucleic Acid (DNA) mikrosatelit gen Bovine Lyphocyte Antigen (BoLA) dengan kualitas semen pada sapi Bali. Jurnal Kedokteran Hewan Vol 7 No. 2: 163 – 165.
Savitri, Faradina Kusuma, Sri Suharyati, dan Siswanto. 2014. Kualitas semen beku sapi bali dengan penambahan berbagai dosis vitamin C pada bahan pengencer skim kuning telur. J. Ilmiah Peternakan Terpadu Vol 2. No. 3: 30 – 36.
SNI. 2008. Semen Beku Bagian 1: Sapi. SNI 4869.1:2008.
Sundari, Triana Winda, Taswin Rahman Tagama, dan Maidaswar. 2013. Korelasi kadar pH semen segar dengan kualitas semen sapi Limousin di balai inseminasi buatan Lembang. J. Ilmiah Peternakan Vol 1. No. 3: 1043 – 1049.
Susilawati. 2013. Teknik Inseminasi Buatan . Universitas Brawijaya Press, Malang.
Toelihere, R. M. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Vertsappen, H. 2013. Garis Besar Geomorfologi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Setyani et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 1 Th. 2017: 91 - 104
Page 104
Discussion and feedback