e-journal FAPET UNUD


e-Journal

Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejour[email protected] email: [email protected]

Universitas Udayana


Submitted Date: January 31, 2017

Accepted Date: February 3, 2017

Editor-Reviewer Article; I M. Mudita & I G. N. G. Bidura

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK TELUR

AYAM RAS YANG DIPERLIHARA SECARA INTENSIF

Wedana, I P.C., I K .A. Wiyana, dan M. Wirapartha

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar E-mail: candrawedana88lucky@yahoo.com HP. 085338864667

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas telur ayam ras yang dipelihara secara intensif telah dilaksanakan di Labaratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, serta Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar selama 3 Bulan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yang didasarkan pada lama waktu penyimpanan yaitu 0 hari penyimpanan (R0), 7 hari ( R1) 14 hari (R2) dan 21 hari (R3) yang masing masing dengan 3 ulangan. Peubah yang diamati yaitu bobot telur, indeks bentuk telur, tebal kulit telur, berat kulit telur, warna kuning telur, dan haugh unit telur. Hasil penelitian menunjukan bahwa telur yang diberi perlakuan lama penyimpanan selama 14 hari (R2), dan 21 hari penyimpanan (R3) mempunyai berat kulit telur yang nyata lebih rendah (P<0,05) sebesar 9,23% dan 9,42% dibandingkan dengan penyimpanan 0 hari (R0), namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan penyimpanan 7 hari (R1). Terhadap warna kuning telur dan haugh unit (HU) telur, pemberian perlakuan R1, R2, dan R3 mengakibatkan nilai yang lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R0. Terhadap bobot telur, indeks telur, tebal kulit telur, pemberian lama waktu penyimpanan tidak memberikan nilai yang berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan dapat menurunkan berat kulit telur, warna kuning telur, dan HU telur.

Kata kunci: telur, lama penyimpanan, kualitas telur

ABSTRACT

A research was conducted to determine the effect of storage time on the quality of eggs are maintened extensively been implemented in Labaratory of Feed and Nutrition, Laboratory of Livestock Technology and Animal Microbiology, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Denpasar for 3 Months. This study used a completely randomized design (CRD) with 4 treatments based on time strage (have not storage (R0), 7 days storage (R1), 14 days storade (R2), and 21 days storage (R3) and all with 3 replications. Variables observed were egg weight, egg index, eggshell thick, egg shell weight, yolk color and Haugh units of eggs. The result showed that storage time of 14 days and 21 days can lower and significantly different (P<0.05) were 9,23% and 9,42% of the weight of the egg shell compared with R0, but not significant different with R1. For egg yolk and Haugh units of eggs, given treatment R1, R2 and R3 can lower value and significant different (P<0.05) on compared with the control (R0). For egg weight, egg index, and eggshell thickness, all treatments showed were not significant different (P>0,05). Based on the results of this study concluded that the storage time can reduce of egg shell weight, yolk color and HU eggs.

Key words :eggs, long storage, egg quality


PENDAHULUAN

Ayam ras petelur merupakan hewan yang populer untuk diternakkan di Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Dikjen PKH, 2011). Banyak orang memilih usaha tersebut karena telur dan daging ayam merupakan sumber protein hewani yang terjangkau. Perkembangan ayam ras petelur juga semakin maju dari hasil silang genetik berbagai ras ayam unggulan seluruh dunia. Salah satunya adalah ISA Brown, yang merupakan hasil penelitian dari perusahaan Institut de Sélection Animale (ISA). Ayam ISA Brown memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ayam petelur lokal, diantaranya adalah tingginya produktivitas telur yakni mencapai 365 butir pada setiap periode pemeliharaan, dan berat telur rata-rata 62,9 gram (ISA Brown General Management Guide, 2011:1).

Pemeliharaan ayam ras dengan sistem intensif meliputi beberapa hal, antara lain , kualitas pakan, sistem pemeliharaan, iklim, sanitasi dan biosecurity kandang, obat-obatan. Pakan yang berkualitas dengan komposisi bahan yang tepat, baik, dari jumlah maupun kandungan nutrisinya akan mempengaruhi pertumbuhan & kesehatan unggas. Sistem pemeliharaan antara lain berkaitan dengan kebersihan atau sanitasi kandang dan memberikan desinfektan secara rutin dan dengan tepat di area sekitar kandang. Iklim disekitar lokasi kandang akan sangat mempengaruhi kehidupan unggas yang dipelihara. Iklim akan sangat mendukung kesehatan dan laju pertumbuhan unggas, iklim yang terlalu panas dapat mempengaruhi kualitas telur ayam ras. Pemberian vaksinasi dan obat-obatan untuk menjaga kesehatan ternak tersebut, sehingga tidak menganggu produktivitas ayam ras petelur

Kualitas telur ayam ras yang baik sangat penting dalam memenuhi gizi masyarakat, yang bersumber dari protein telur ayam ras yang dikonsumsi sekarang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok tetapi menuju pada pangan yang berbasis pangan fungsional (kesehatan). Telur kaya DHA (Docosa Hexanoic Acid) adalah salah satu produk peternakan dari unggas yang saat ini berkembang. Telur kaya DHA merupakan telur yang dihasilkan dari ayam petelur yang dibudidayakan dengan pemberian pakan yang baik (Iman Rahayu, 2013). Telur segar yang baru dihasilkan oleh induk ayam mempunyai daya simpan selama 10 - 14 hari. Setelah umur 10-14 hari telur mengalami perubahan-perubahan kearah kerusakan seperti terjadinya penguapan kadar air melalui pori kulit telur yang berakibat berkurangnya berat telur, perubahan komposisi kimia dan terjadinya pengenceran isi telur (Melia et. al., 2009). Telur akan mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan secara fisik, serta penguapan air dan gas-gas seperti

karbondioksida, amonia, nitrogen, dan hidrogen sulfida dari dalam Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Semakin lama telur disimpan penguapan yang terjadi akan membuat bobot telur menyusut dan putih telur menjadi lebih encer (Buckle etal., 1987). Menurut Yuwanta (2010), selain lama penyimpanan, penguapan isi telur juga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban relatif, kualitas kerabang telur. Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas telur adalah keadaan kesehatan ternak serta penyimpanan yang dilakukan oleh konsumsi

Prinsip penyimpanan telur adalah mencegah evaporasi air, keluarnya CO2 dari dalam isi telur, dan mencegah masuknya mikroba ke dalam telur selama penyimpanan. Telur ayam ras akan tetap dalam keadaan segar sampai berumur 7 hari dengan penyimpanan yang baik (Kandi, 1992). Lama dan suhu dalam penyimpanan telur mempengaruhi kualitas fisik telur. Penyimpanan telur ayam ras konsumsi pada suhu ruang dengan kelembaban 80-90% dapat mempertahankan kualitas telur selama 14 hari setelah ditelurkan (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Suhu penyimpanan telur terbaik adalah 10ºC dan kelembaban ruang penyimpanan tidak boleh kurang 60% (Kurtini et al., 2014).

Penurunan berat telur ayam ras merupakan salah satu perubahan yang nyata selama penyimpanan dan berkorelasi hampir linier terhadap waktu di bawah kondisi lingkungan yang konstan. Kecepatan penurunan berat telur dapat diperbesar pada suhu tinggi dan kelembaban rendah. Kehilangan berat sebagian besar disebabkan oleh penguapan air terutama pada bagian albumen, dan sebagian kecil penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2, dan sedikit H2S akibat degradasi komponen protein telur (Kurtini et al., 2011).

Telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembaban udara yang rendah akan mengalami penyusutan berat lebih cepat dibandingkan dengan telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembaban udara yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kelembaban yang rendah selama penyimpanan akan mempercepat penguapan karbondioksida dan air dari dalam telur, sehingga penyusutan berat akan lebih cepat (Stadelman dan Catterill, 1995).

Dari uraian tersebut di atas, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan telur ayam ras pada suhu kamar terhadap kualitas fisik telur ayam ras yang dipelihara secara intensif. Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memberikan wawasan ilmiah mengenai lama penyimpanan telur ayam ras yang baik serta untuk memberi informasi yang lebih tepat kepada peternak dan masyarakat luas, serta untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,Lab Ternak Unggas, serta Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar selama 3 Bulan.

Telur

Telur yang digunakan sebagai sampel adalah telur ayam ras dari peternakan di Kelompok Peternak Ayam Ras Mertasari Br. Pegongan, Desa Taman, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Sampel yang diambil ditempatkan pada rak telur agar tidak pecah dan dibawa ke laboratorium untuk diberi perlakuan

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam menentukan kualitas telur adalah a) Rak telur digunakan untuk menaruh telur. b) Timbangan digital kapasitas 500 gram dengan kepekaan 0,1 gram yang digunakan untuk menimbang berat telur. c) Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang dan lebar telur, panjang dan lebar putih telur serta diameter kuning telur. d) Termometer digunakan untuk mengukur suhu ruangan selama penyimpanan telur. e) Mikrometer buatan AMES, USA yang digunakan untuk mengukur ketebalan kulit telur. f) Egg Yolk Colour Fan digunakan dalam menentukan nilai warna kuning telur.

Alat-alat pelengkap lain yang digunakan antara lain lap, tisu untuk membersihkan kulit telur dan kantong plastik digunakan untuk menampung isi telur setelah mendapatkan perlakuan.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap, terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 butir telur, sehingga jumlah telur yaitu 60 butir. Perlakuan yang diberikan yaitu R1 : Telur disimpan selama 0 hari, R2 : Telur disimpan selama 7 hari, R3 : Telur disimpan selama 14 hari, dan R4 : Telur disimpan selama 21 hari. Seluruh telur disimpan pada suhu kamar pada temperatur 25°c.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada uji kualitas fisik telur adalah ; berat telur, indeks bentuk telur, tebal kulit telur, berat kulit telur, warna kuning telur, “Haugh Unit” telur.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila ada perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Duncant (Sastrosupadi, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh lama penyimpanan terhadap bobot telur

Hasil penelitian menunjukan bahwa bobot telur yang digunakan 63,76 gram. Bobot telur yang disimpan 7 hari, 14 hari, dan 21 hari secara statistik menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan kontrol (0 Hari).Perlakuan lama penyimpanan 7 hari lebih tinggi 0,19% dibandingkan kontrol (0 hari). Perlakuan lama penyimpanan 14 hari dan 21 hari mempunyai nilai yang lebih rendah 0,01% dan 0,03% dibandingkan perlakuan kontrol (0 hari). Hal ini disebabkan karena tempat penyimpanan telur yang tertutup memiliki suhu cukup stabil, rata-rata 250C dengan kelembaban 80% sehingga penyimpanan 21 hari tidak terjadi penyusutan berat telur yang signifikan serta kulit telur hanya mengalami sedikit pelebaran pori-pori sehingga bahan organik telur sedikit mengalami penguapan. Disamping itu, hal ini juga disebabkan oleh tebal kulit telur yang menunjukan perbedaan yang tidak nyata selama penyimpanan (Tabel.1).

Tabel .1 Pengaruh masa simpan terhadap kualitas telur ayam kampung

Variabel

Perlakuan lama penyimpanan

SEM 2)

0 Hari

7 Hari

14 Hari

21 Hari

Bobot Telur (gram)

63,76a 1)

63,88 a

63,76 a

63,74 a

0,078

Indeks bentuk Telur

81,86 a

81,87 a

81,59 a

81,64 a

0,549

Tebal Kulit Telur (mm)

0,34 a

0,34 a

0,34 a

0,34 a

0,002

Berat Kulit Telur (gram)

7,22 a

7,01 ab

6,55 b

6,54 b

0,155

Warna Kuning Telur

12,06 a

11,64 b

10,84 c

9,87 c

0,069

HU Telur

93,64 a

92,52 b

88,04 c

85,54 d

0,192

Keterangan:

  • 1)    Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05)

  • 2)    SEM= Standard Error of the Treatment Mean

Telur memiliki masa simpan yang terbatas. Oleh karena itu cara penyimpanan telur

harus diperhatikan agar masa simpan telur lebih lama. Prinsip penyimpanan telur adalah

memperkecil penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur oleh karena itu dibutuhkan temperatur yang relatif rendah agar penurunan berat telur lebih lambat. Hasil penelitian Suradi (2006) menyatakan bahwa penyimpanan telur terbaik pada suhu refrigerasi (5-10 oC) karena dapat menjaga kualitas telur pada saat penyimpanan. Hasil penelitian yang berbeda tidak nyata ini sejalan dengan penelitian Widyantara (2016) yang melaporkan bahwa penyimpanan telur ayam kampung selama 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 21 hari tidak mempengaruhi berat telur.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap indeks bentuk telur

Pada pengamatan indeks bentuk telur, perlakuan lama penyimpanan 0 hari adalah 81,86 gram, 7 hari yaitu 81,87 gram, 14 hari yaitu 81,59 gram, dan 21 hari yaitu 81,64 gram. Perlakuan penyimpanan 7 hari, 14 hari, dan 21 hari secara statistik menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan lama penyimpanan 0 hari (kontrol) (Tabel 4.1).Perlakuan lama penyimpanan 7 hari (R1) mempunyai nilai yang lebih tinggi 0,01% dibandingkan perlakuan kontrol (0 hari). Lama penyimpanan 14 hari (R2) dan 21 hari (R3), mempunyai nilai yang lebih rendah 0,33% dan 0,27% dibandingkan perlakuan kontrol (0 hari). Hal ini disebabkan karena telur yang digunakan berasal dari jenis ayam, umur induk dan pakan yang sama sehingga mempunyai bentuk telur yang sama.

Romanoff dan Romanoff (1963) melaporkan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya indeks bentuk telur antara lain bangsa ternak, status reproduksi, genetik, variasi individu dan kelompok. Hasil ini didukung penelitian Widyantara (2016) menyatakan bahwa perbedaan bentuk telur terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain sifat genetik, umur unggas saat bertelur, serta sifat-sifat fisiologis yang terdapat dalam tubuh induk. Hasil penelitian ini sejalan dengan Widyantara (2016) yang melaporkan bahwa telur ayam kampung yang diberikan penyimpanan 0 hari, 7 hari,14 hari, dan 21 hari menunjukan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai indeks bentuk telur. Nilai indeks bentuk telur yang besar berarti telur memiliki ukuran panjang lebih kecil dibandingkan dengan nilai indeks bentuk telur yang rendah sehingga bentuk telur nya menjadi bulat. Nilai indeks bentuk telur yang tinggi bukan berarti telur berkualitas baik, karena bentuk telur yang baik mempunyai indeks bentuk telur sebesar 74 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996), berbentuk bulat apabila indeksnya ≥ 76 dan oval apabila indeksnya 72-76 (Sumarni dan Djuarnani, 1995).

Pengaruh lama penyimpanan terhadap tebal kulit telur

Hasil penelitian menunjukan bahwa tebal kulit telur penyimpanan 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 21 hari yaitu 0,34 mm. Telur yang diberikan perlakuan penyimpanan 7 hari, 14 hari,

dan 21 hari secara statistik menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dibandingkan kontrol (penyimpanan 0 Hari).Perlakuan lama penyimpanan 7 hari (R1), 14 hari (R2) dan 21 hari (R3) mempunyai nilai yang lebih rendah masing-masing 0,98%, 0,29%, 0,20% dibandingkan perlakuan kontrol (0 hari). Hal ini karena tebal kulit telur borkolerasi positif dengan berat kulit telur. Semakin besar berat kulit telur, maka telur akan mempunyai kulit yang lebih tebal. Telur yang mempunyai kulit yang tebal dan luas permukaan yang tidak besar akan memperlambat penguapan CO2 dan H2O melalui pori-pori selama penyimpanan, sehingga laju penurunan kualitas internal telur semakin lama dan telur masih mempunyai kualitas yang baik (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Pengaruh lama penyimpanan terhadap berat kulit telur

Hasil penelitian yang diperoleh telur yang disimpan 0 hari (kontrol) yaitu 722 gram. Pengamatan pada berat kulit telur yaitu perlakuan penyimpanan 14 hari dan 21 hari, secara statistik menunjukan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol (penyimpanan 0 hari).Perlakuan lama penyimpanan 7 hari (R1), 14 hari (R2) dan 21 hari (R3) mempunyai nilai yang lebih rendah masing-masing 2,96%, 9,23%, dan 9,42% dibandingkan perlakuan kontrol (0 hari) . Hal ini disebabkan pada penyimpanan 14 hari dan 21 hari, pori-pori kulit telur sudah mulai melebar dan banyak, sehingga luas permukaan telur akan semakin kecil yang dapat menyebabkan penurunan berat kulit telur secara nyata. Semakin luas pori-pori dan luas permukaan yang semakin kecil pada kulit telur, maka dapat mengurangi berat kulit telur sehingga dapat menyebabkan penguapan CO2 dan H2O melalui pori-pori selama penyimpanan, berakibat laju penurunan kualitas internal telur semakin cepat (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Perlakuan 7 hari secara statistik menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dibandingkan pada perlakuan kontrol (penyimpanan 0 hari). Hal ini terjadi karena pori-pori yang ada pada kulit telur masih mampu mempertahankan kerapatannya sehingga kulit telur masih belum mengalami penurunan berat pada hari ke 7. Disamping itu, hasil ini menjadi indikasi bahwa telur masih mampu mempertahankan kualitas internal telur dibuktikan dengan berat kulit telur yang belum mengalami penurunan secara nyata. Berat kulit telur berkorelasi positif dengan tebal kulit telur. Semakin tebal kulit telur, maka kulit telur akan semakin berat.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap warna kuning telur

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa warna kuning telur yang diperoleh dari penyimpanan 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 21 hari yaitu 12,06, 11,64, 10,84, dan 9,87. Hasil

penelitian menunjukan bahwa telur yang diberikan perlakuan penyimpanan 7 hari, 14 hari, dan 21 hari secara statistik menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) dibandingkan kontrol (penyimpanan 0 Hari).Perlakuan lama penyimpanan 7 hari (R1), 14 hari (R2) dan 21 hari (R3) mempunyai nilai yang lebih rendah masing-masing 3,48%, 10,12%, dan 18,13% dibandingkan perlakuan kontrol (0 hari). Hal ini disebabkan karena semakin lama penyimpanan yang diberikan maka dapat menurunkan nilai warna kuning telur. Penurunan skor warna kuning telur selama penyimpanan disebabkan oleh proses internal yang terjadi antara putih telur dengan kuning telur. Selama proses penyimpanan telur mengalami pengenceran dari putih telur ke kuning telur yang mengakibatkan perenggangan membran veteline, sehingga volume kuning telur menjadi lebih besar yang mengakibatkan warna kuning telur menjadi pucat (Yamamoto et al., 2007). Pada saat penyimpanan telur, akan terjadi migrasi H2O dari putih telur ke kuning telur. Umumnya warna kuning telur akan semakin rendah dengan semakin lamanya penyimpanan telur. Pada penelitian ini hal tersebut sudah terjadi. Hal ini diduga karena migrasi H2O dari putih telur ke kuning telur sudah besar sehingga keadaan kuning telur sudah berubah dan mempengaruhi warna kuning telur.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap HU (Haugh Unit) telur

Pada pengamatan HU telur, perlakuan lama penyimpanan 0 hari yaitu 93,64. Pada penelitian ini, nilai HU pada penyimpanan telur selama 7 hari, 14 hari, dan 21 hari secara statistik menunjukan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (penyimpanan 0 hari).Perlakuan lama penyimpanan 7 hari (R1), 14 hari (R2) dan 21 hari (R3) mempunyai nilai yang lebih rendah masing-masing 1,2%, 5,98%, dan 8,65% dibandingkan perlakuan kontrol (0 hari). Hal ini terjadi karena penguapan CO2 dan H2O lebih besar, menjadikan tinggi putih telur lebih rendah dan nilai HU semakin kecil. Berdasarkan cara perhitungan nilai HU, semakin tinggi putih telur maka nilai HU juga akan menurun sehingga telur yang disimpan paling lama (21 hari) memiliki nilai HU terkecil. Semakin lamanya waktu penyimpanan, semakin tingginya penguapan CO2 dan H2O sehingga putih telur semakin menurun kekentalannya. Pengenceran putih telur terjadi karena perubahan struktur gelnya, akibat kerusakan fisiko-kimia serabut ovomucin yang menyebabkan keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuknya. Telah diketahui bahwa ovomucin adalah glikoprotein berbentuk serabut dan dapat mengikat air membentuk struktur gel (Sirait, 1986).

Nilai HU ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi antara bobot telur dan tinggi putih telur. Menurut Stadelman dan Cotteril (1995), nilai HU dipengaruhi oleh kandungan ovomucin yang terdapat pada putih telur.Putih telur yang semakin kental, maka

nilai HU yang diperoleh semakin tinggi. Menurut Mountney (1976), putih telur yang mengandung ovomucin lebih sedikit maka akan lebih cepat mencair.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyimpanan pada hari ke 14 telur mulai mengalami penurunan kualitas internal, bobot telur, indek telur pada R1/7 hari, R2/14 hari, R3/21 hari sudah mengalami penurunan kearah yang lebih rendah dibandingkan R0/kontrol, maupun ekternal telur yang terdiri dari berat kulit telur warna kuning telur dan HU telur,R1/7 hari, R2/14 hari, R3/21 hari sudah mengalami penurunan kualitas telur ke arah yang lebih rendah dibandingkan R0/kontrol, telur masih layak di konsumsi sampai umur ke R3/ 21 hari.

Saran

Penyimpanannya telur yang baik pada suhu kamar hendaknya pada suhu 25ºC dengan kelembaban 80-90% dan untuk mendapatkan kualitas telur yang baik telur tidak disimpan lebih dari 7 hari.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, serta Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Rektor Universitas Udayana, Kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana atas segala fasilitas penelitian yang disediakan. Keada Dosen Pembimbing atas saran dan masukannya. Terimakasih juga kepada teman-teman kelompok penelitian yang membantu dalam penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional.2008.Kualitas telur konsumsi. Jakarta

Buckle, K. A., R. A. Edward, W. R. Day, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Univesitas Indonesia Press. UI Press. Jakarta.

Dikjen PKH. 2011. Pedoman pelaksanaan pengembangan budidaya unggas local. Jakarta (village poultry farming VPF). Jakarta (Indonesia): Direktorat jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Iman Rahayu H.S. 2013. Inovasi paten suplemen omega-3 berbahan baku ramah lingkungan untuk produksi telur kaya DHA serta prospek bisnisnya. Inovasi dan Technopreneurship. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indratiningsih dan Rihastuti. 1996. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Isa Brown Commercial Layers. 2011. General Management Guide Commercial Isa Brown. Pondoras

Kandi, S. Pengaruh Cara Pegawetan Telur Terhadap Pencemaran Berbagai Jenis Bakteri Patogen dan Pembusukan Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kurtini, T. K. Nova, dan D. Septinova. 2014. Produksi Ternak Unggas. Anugrah Utama Raharja (AURA). Bandar Lampung

Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Anugrah Utama Raharja (AURA). Bandar Lampung

Melia S.Juliyarsi dan I.Africon. 2009. Teknologi Pengawetan Telur Ayam Ras Dalam Larutan Gelatin Dari Limbah Kulit Sapi. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang- Sumatera Barat.

Mountney, G. I. 1976. Poultry Technology. 2nd Edit. The AVI publising Inc., Westport

Romanoff, A. I. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and Sons. Inc, New York.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi. Kanisius, Yogyakarta.

Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengambangan Peternakan. Bogor

Stadelman, R. G and O. J. Catterill. 1995. Egg Science and Technology. 4PthP ed. Food Product Press. New York

Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas. Deparetmen Pertanian. Balai Latihan Petanian, ternak, Ciawi Bogor.

Suradi, K. 2006. Perubahan kualitas telur ayam ras dengan posisi peletakan berdbeda selama penyimpanan suhu refrigerasi. Jurnal Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Pedjajaran. Bandung. Vol. 6 no. 2, 136-139

Widyantara, P. R. A., 2016. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Kualitas Telur Ayam Kampung dan Ayam Lohman. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.

Yamamoto, T., L.R. Juneja, H. Hatta, and M. Kim. 2007. Hen Eggs: Basic and Applied Science. University of Alberta, Canada.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wedana et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 1 Th. 2017: 1 - 10

Page 10