KOMPONEN KIMIA DAGING DI LOKASI OTOT YANG BERBEDA PADA SAPI BALI YANG DIGEMBALAKAN DI AREA TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH
on
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Universitas
e-Journal
e-journal
FAPET UNUD
Udayana
KOMPONEN KIMIA DAGING DI LOKASI OTOT YANG BERBEDA PADA SAPI BALI YANG DIGEMBALAKAN DI AREA TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH
Muliana, I K., I N. T. Ariana, dan A. A. Oka
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar
E-Mail: kadekmuliana@yahoo.com HP. 085792838201
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lokasi otot yang berbeda terhadap komponen kimia daging dari sapi bali yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan yaitu perlakuan daging punggung (Longissimus dorsi LD, paha belakang (Semimembranosus SM) dan kaki depan (Infraspinatus IF), Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu kandungan protein daging, kandungan lemak daging, kandungan air daging, dan kandungan abu daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein pada lokasi IF berbeda nyata (P< 0,05) dibandingkan dengan lokasi daging LD dan SM. Kadar lemak pada lokasi daging IF menunjukakan berbeda nyata (P< 0,05) dibandingkan kadar lemak LD dan SM. Kadar air dan kadar abu pada semua lokasi daging (LD, IF dan SM) menunjukan berbeda tidak nyata. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada perbedaan lokasi otot sapi bali yang digembalakan di area Tempat Pembuangan Sampah ditemukan komponen kimia yang berbeda nyata, terutama pada kandungan protein daging dan kandungan lemak daging.
Kata kunci: sapi bali, kimia daging, tempat pembuangan sampah
CHEMICAL COMPONENTS OF BEEF IN MUSCLE LOCATION DIFFERENT OF BALI CATTLE ARE GRAZING IN THE LANDFILL AREA
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the muscle location different against the chemical components of beef from bali cattle are grazing in landfill area. The research held for two months in the Laboratory of Agricultural Technology and Laboratory Result of Cattle, Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar. The experimental design used in the study as completely randomized design (CRD) with six replications and three treatments, namely treatments (Longissimus dorsi (LD)), (Semimembranosus (SM)), and (Infraspinatus (IF)). The variables were observed in this study is the protein content of the meat, the fat content of meat,
e-Journal
Udayana
meat moisture content and ash content of meat. The results showed that levels of the protein at the site IF significantly different (P <0.05) compared with the meat location LD and SM. Fat levels in the fat on meat location of IF showed significantly different (P <0.05) than the fat content LD and SM. Moisture content and ash content at all meat locations (LD, IF and SM) showed no significant effect. Based on the results of this study concluded that the muscle location different of beef from bali cattle are grazing in the landfill area is found significantly different chemical components, especially the protein content of meat and fat content of meat.
Keywords: bali cattle, chemical meat, landfill
PENDAHULUAN
Sapi bali (Bos atau Bibos Sondaicus) merupakan sapi asli Indonesia yang telah mengalami domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagaian ahli yakin bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi bali. Sebagai keturunan banteng, sapi bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis seperti banteng liar dan sapi bali mempunyai banyak keunggulan antara lain daya adaptasinya yang tinggi terhadap lingkungan yang jelek, juga tingkat perdagingan karkasnya yang cukup tinggi dibandingkan sapi-sapi lokal lainnya (Guntoro, 2006). Handiwirawan dan Subandriyo (2004), menyatakan bahwa sapi bali memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap jenis pakan kasar dengan kadar serat tinggi dan pakan yang berbeda-beda jika dibandingkan jenis sapi lainya, memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan baru baik terhadap suhu udara, kelembaban dan angin, maupun terhadap kondisi lahan dan penyakit. Tata laksana pemeliharaan ternak yang baik itu dapat meningkatkan produksi dari ternak sapi bali, salah satunya yaitu produksi daging yang dihasilkan.
Daging merupakan satu atau sekelompok otot yang mengalami perubahan-perubahan biokimia dan biofisik setelah ternak tersebut disembelih, dan daging juga merupakan bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi (Lawrie, 1995). Soeparno (2009) menyatakan bahwa daging adalah bahan pangan yang dapat menimbulkan kepuasan dan kenikmatan, karena mempunyai kandungan gizi yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi.
e-Journal
Udayana
Daging terdiri dari 3 komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan ikat, dan jaringan lemak. Komponen lainnya berupa tulang, jaringan pembuluh darah, dan jaringan syaraf (Soeparno, 2009). Daging memiliki komposisi kimia yang terdiri dari 75% air, 18,5% protein dan 3% lemak (Buckle et al., 2007). Komposisi ini bervariasi karena pengaruh dari spesies, bangsa, umur, pakan dan lokasi otot. Beberapa manfaat daging yaitu sebagai sumber zat besi (Fe), dapat membantu/merangsang dinding usus menyerap mineral-mineral, dan sumber vitamin B kompleks (terutama B12) (Setyaningsih et al., 2010).
Nilai suatu daging ditentukan oleh kandungan protein yang terdapat di dalamnya, sebab protein merupakan komponen bahan yang terdapat dalam daging. Di samping itu, nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Berdasarkan keadaan fisik maka daging dapat diklasifikasikan menjadi 7, yaitu daging segar, daging segar layu, daging dingin, daging beku, daging masak, produk daging olahan dan daging organ (Forrest et al. 1975; Soeparno, 2009). Daging sapi sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral, dan bahan-bahan lainnya (Forrest, 1992). Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak (Romans and P.T., 1994).
Menurut Soeparno (2011), menyatakan bahwa kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain umur, genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis ternak, dan pakan ternak. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon, dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan dan perservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging. Menurut Nuraini (2010), kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain antemortem dan postemortem. Faktor antemortem yang mempengruhi kualitas daging meliputi tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan cara pemeliharaan yang meliputi pemberian pakan dan perawatan kesehatan. Sedangkan
e-Journal
Udayana
faktor postemortem yang mempengaruhi kualitas daging antara lain metode pemasakan, metode pelayuan, pH daging, dan metode penyimpanan.
Kualitas daging juga sangat dipengaruhi oleh manajemen pakan tenak karena pakan merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kualitas daging terutama terhadap proporsi kadar lemak (Soeparno, 2009). Kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan perubahan komponen-komponen kimianya seperti ph, kadar air, protein lemak dan abu (Romans and P.T., 1994). Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung zat-zat nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh ternak untuk pertumbuhan dan produksi daging. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kelebihan, kekurangan dan ketidakseimbangan nutrisi dalam pakan akan menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan dengan proses biokimia dalam tubuh ternak. Disamping faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas nutrien daging diatas, perbedaan lokasi otot pada tubuh ternak terutama lokasi otot yang pasif (jarang bergerak) dengan otot yang aktif (bergerak) juga dapat mempengaruhi perbedaan kandungan nutrien daging yang dihasilkan.
Peternakan sapi di Bali sebagaian besar sudah melaksanakan tatalaksana peternakan sapi dengan baik dan benar, baik dari aspek reproduksi dan pembibitan (breeding) maupun penggemukan (fattening) (Disnak Keswan Prov. Bali 2013). Namun berbeda halnya dengan manajemen peternakan sapi bali yang ditemukan di lokasi Tempat Pembuangan Sampah Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan-Denpasar Selatan, jika dibandingkan dengan manajemen peternakan sapi bali lainnya di Bali maupun di luar Bali. Artinya ternak sapi tersebut tidak dikandangkan, tidak dimandikan, dan tidak mendapatkan pakan hijauan layaknya ternak ruminansia lainnya. Makanan pokok sapi hanyalah sampah-sampah dan ternak dapat dengan bebas mencari makan yang ada di area tersebut. Tetapi, dilihat dari penampilan secara tilik luar kelihatan ternak sapi bali tersebut cukup sehat dan tidak bermasalah.
Melihat hal tersebut berdasarkan informasi peternak yang berada disekitar area Tempat Pembuangan Sampah dan survey yang dilakukan, sapi-sapi yang berada di area tersebut dilihat dari penampilannya terlihat gemuk, sehat dan pertumbuhannya cukup cepat. Menurut Sriyani et al., (2014), jenis sampah yang dimakan oleh ternak sapi tersebut dikelompokkan menjadi kelompok sayuran, kelompok buah-buahan dan kelompok limbah dapur. Kondisi pakan dari
e-Journal
Udayana
limbah tersebut mulai dari segar sampai membusuk dan kemungkinan sudah terkontaminasi oleh bakteri yang terdapat di area tersebut dan jika dimakan oleh sapi-sapi yang ada Tempat Pembuangan Sampah tersebut kemungkinan akan berdampak terhadap kualitas daging yang dihasilkan. Melihat fakta yang ditemukan di lokasi tersebut keinginan konsumen akan kualitas daging yang baik dan sehat merupakan tuntutan konsumen yang harus dipenuhi oleh produsen daging.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kandungan nutrien pada lokasi otot pasif yang diwakili oleh otot LD (Longisimus dorsi) dan otot aktif yang diwakili oleh otot SM (Semimembranosus) dan otot IF (Infraspinatus) sapi bali yang digembalakan di area Tempat Pembuangan Sampah Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan-Denpasar Selatan.
MATERI DAN METODE
Daging
Daging yang digunakan pada penelitian ini adalah daging sapi bali yang diambil pada tiga lokasi otot yang berbeda yaitu: Longissimus dorsi LD (daging punggung), Semimembranosus SM (daging paha belakang), dan Infraspinatus IF (daging kaki depan) yang berumur > 4 tahun dengan bobot potong + 250 kg sebanyak 6 ekor. Banyaknya daging yang digunakan untuk masing-masing sampel adalah 250,0 g sehingga pada penelitian ini digunakan daging sapi bali sebanyak 4,5 kg.
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan sapi untuk penelitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan, Denpasar Selatan sebagai tempat pengambilan objek penelitian yaitu sapi bali. Pemotongan sapi dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) tradisional milik bapak I Wayan Sija, yang beralamat di Banjar Bersih, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Penelitian tentang kualitas kimia daging dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana dan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Udayana,
e-Journal
Udayana
Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan selama 60 hari yang dimulai dari tanggal 1 Juni sampai 1 Agustus 2015.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan: otot yang berasal dari daging punggung/Short loin (Longissimus dorsi (LD)), otot yang berasal dari paha belakang/Round (Semimembranosus (SM)), dan otot yang berasal dari kaki depan/shank (Infraspinatus (IF)). Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali sehingga dalam penelitian ini digunakan 18 sampel. Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu kadar protein daging, kadar lemak daging, kadar air daging dan kadar abu daging.
Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah komponen kimia daging (kadar protein daging, kadar lemak daging, kadar air daging, dan kadar abu daging). Penentuan kadar protein dengan metode Semimikrokjeldahl yang dimodifikasi (AOAC 960.52 dalam Faridah, 2008), kadar lemak dengan metode Soxhlet, cara kering (Sudarmaji, 2007/AOAC, 1990), penentuan kadar air dengan metode Gravimetris (AOAC, 1990), dan Penentuan kadar abu dengan metode Thermogravimetri SNI 01-2891-1992 (Apryantono, 2010).
Prosedur Pengambilan Data
Pelaksanaan pengambilan data dimulai dari persiapan pengambilan sapi bali yang digembalakan di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA), kemudian akan dibawa ke Rumah Potong Hewan (RPH) tradisional milik bapak I Wayan Sija yang beralamat di Banjar Bersih, Desa Darmasaba pada waktu pagi hari ± jam 09:00 wita, kemudian di RPH sapi tersebut diistirahatkan sesuai dengan animal walfare sebelum proses penyembelihan. Pemotongan sapi dilakukan pada waktu malam hari pukul 22:00 wita sampai selesai.
Proses pemotongan sapi dilakukan dengan cara teknik pemotongan langsung, yaitu sapi disembelih pada bagian leher arteri kerotis dan vena jugularis serta exsophagus. Setelah sapi benar-benar mati kemudian disiapkan proses penyiapan karkas. Proses penyiapan karkas dilakukan sebagai berikut: (1) Memisahkan kepala dari tubuh sapi, (2) Memisahkan ke empat

e-journal
e-Journal

Universitas Udayana
Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com
FAPET UNUD email: jurnaltropika@unud.ac.id
kaki pada bagian persendian tulang kanon, (3) Dilakukan pengulitan bagian tubuh sapi, (4) Membuka rongga dada tepat melalui ventra tengah tulang dada, (5) Pengeluaran semua viscera yang ada di dalam rongga dada (cavum thoracalis) dan rongga perut (cavum abdominalis), (6) Memisahkan esophagus dari trachea, (7) Mengeluarkan kandung kencing dan uterus, intestinum dan mesenterium, rumen serta hati. Setelah memotong diafragma, pisahkan pluck, yaitu jantung, paru-paru dan trachea, (8) Memisahkan karkas menjadi bagian kiri dan kanan, tepat memalui garis punggung, (9) Bagian dari otot daging yaitu bangian otot daging punggung/short loin (Longissimus dorsi LD), otot paha belakang/ round (Semimembranosus SM), dan bagian otot kaki depan/shank (Infraspinatus IF), dipisahkan dan diambil dagingnya masing-masing sebanyak 1,5 kg lalu dimasukkan ke dalam plastik yang sudah berisi label, dan langsung dibawa ke Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar dan selanjutnya daging tersebut akan digunakan sebagai sampel untuk analisa kualitas daging.
Persamaan Matematik
Persamaan matematik yang dipakai dalam penelitian ini yaitu :
Yij = µ + £i + Єij
Dimana:
Yij = Respon kandungan protein daging dari lokasi perlakuan ke-i, ulangan ke-j.
µ = Nilai tengah umum
£i = Pengaruh perbedan lokasi daging dari lokasi perlakuan ke-i pada
ulangan ke-j
Єij = Pengaruh galat percobaan dari pengaruh perbedaan lokasi perlakuan ke-i, pada ulangan ke-j.
Analisis Data
Data dari hasil penelitian dianalisis dengan Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dan apabila didapatkan hasil berbeda diantara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan’s (Duncan’s Multiple Range Test) (P<0,05) dari Steel dan Torrie, (1993).
e-Journal
Udayana
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa daging otot Longissimus dorsi (LD), otot Semimembranosus (SM) dan otot Infraspinatus (IF) dari sapi yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah mempunyai kandungan kimia daging khususnya kadar protein dan lemak yang berbeda nyata (P<0,05), namun kadar air dan abu daging pada ketiga lokasi tersebut (LD, SM, dan IF) berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan pernyataan Lawrie (1995) yang mengungkapkan bahwa komposisi kimia daging bervariasi pada spesies, bangsa dan/atau jenis kelamin ternak yang sama kecuali kadar air yang akan berubah sesuai dengan umur ternak.
Tabel 1. Komposisi kimia daging sapi bali pada lokasi otot yang berbeda
Lokasi Daging |
Kandungan Kimia Daging (%) | |||
Protein |
Lemak |
Air |
Abu | |
LD |
22,83a |
4,23b |
71,83a |
1,14a |
SM |
23,13ab |
4,17b |
71,57a |
1,14a |
IF |
23,31b |
3,18a |
72,34a |
1,31a |
SEM |
0,114 |
0,146 |
0,346 |
0,159 |
Keterangan:
SEM : “Standard Error of Treatment Means”
Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P> 0,05)
LD : Longissimus dorsi (Daging punggung/short loin)
SM : Semimembranosus (Daging paha belakang/round)
IF : Infraspinatus (Daging kaki depan/shank)
Kadar protein pada lokasi otot daging (LD, SM dan IF ) sapi yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah berkisaran antara 22,83-23,31%, yang berada diatas kisaran normal protein daging 16-22% (Forres et al.,1975; Lawrie, 1995). Pada penelitian ini, otot kaki depan (IF) mengandung protein yang lebih tinggi dari pada otot daging LD. Perbedaan kadar protein diantara otot daging sapi yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah, dapat disebabkan oleh perbedaan struktur daging dan aktifitas otot ketika masih hidup, yang mengakibatkan perbedaan kandungan protein miofibril dan jaringan ikat (Kramlich et al., 1973). Hal ini diduga struktur otot yang lebih banyak mengandung lemak dan lebih sedikit jaringan ikat,
e-Journal
Udayana
menyebabkan kadar proteinnya lebih rendah daripada otot lainnya. Perbedaan kadar air diantara otot dapat juga menyebabkan perbedaan kadar proteinnya, karena protein daging mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air daging. Sejalan dengan Briskey dan Kauffman, (1971) mengungkapkan bahwa otot yang lebih banyak bergerak membutuhkan energi yang lebih besar yang berasal dari berbagai sumber termasuk protein yang ada di dalam daging. Disamping itu, setiap otot mempunyai protein daging yang berbeda, antara lain pada otot daging punggung (Longissimus dorsi) 21,41%, otot kaki depan (Infraspinatus) 21,03%, dan 20,85% pada otot paha belakang (Semimembranosus).
Kadar lemak daging yang dihasilkan pada sapi yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah bervariasi, dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk umur, pakan, konsumsi, bangsa, spesies, dan lokasi otot (Thornton dan Gracey, 1974; Judge et al., 1989). Aktifitas otot dapat menyebabkan perbedaan kadar lemak daging. Pada penelitian ini, perbedaan kadar lemak antara otot LD, SM dan IF adalah berbeda nyata. Otot IF dan SM mengandung lemank yang secara kuantitatif lebih sedikit dibandingakan dengan otot LD. Variasi kadar lemak diantara otot yang terjadi karena perbedaan aktifitas ketika masih hidup, dapat disebabkan oleh perbedaan metabolisme karbohidrat termasuk proses glikogenolisis dan glikolisis. Otot yang kurang aktif akan cenderung menimbun lebih banyak lemak. Kadar lemak daging sapi berbanding terbalik dengan kadar protein daging. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh pada persentase protein daging. Semakin tinggi persentase protein daging, maka persentase lemak akan berkurang. Perbedaan kadar lemak juga dipengaruhi bangsa sapi. Tingginya kadar lemak daging juga ditentukan oleh marbling daging pada tiap lokasi otot serta umur ternak dan bangsa sapi, marbling daging meningkat seiring bertambahnya umur ternak dan pakan yang diberikan (Soeparno, 2009). Marbling pada daging perlu menjadi perhatian penting karena erat kaitannya dengan kualitas daging yang mampu meningkatkan citarasa daging.
Kadar air daging sapi yang dihasilkan dari pengamatan dan pengujian pada ketiga perlakuan otot daging LD, SM dan IF pada sapi yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah menunjukkan bahwa kadar air tidak berbeda secara nyata diantara otot, dan secara kuantitatif perbedaan kadar air diantara otot tersebut adalah kecil. Hasil penelitian kadar air ini
e-Journal
Udayana
berada pada kisaran normal kadar air daging, yaitu sekitar 65-80% (Lawrie,1995; Judge et al., 1989). Kadar air yang ditunjukan pada kaki depan secara kuantitatif mempunyai nilai yang lebih tinggi namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan pada lokasi yang lain. Adanya perbedaan kadar air dintara otot dapat disebabkan oleh perbedaan kadar lemak daging atau perbedaan lemak karkas yang dihasilkan (Wismer-Pedersen, 1971; Soeparno dan Sumadi, 1990). Kadar air daging atau karkas biasanya mempunyai hubungan yang negatif dengan kadar lemak.
Adapun perbedaan kadar air pada ketiga perlakuan tersebut juga diduga disebabkan oleh perbedaan fungsi dan pergerakan dari otot-otot tersebut sehingga kadar lemak intramuskuler pada otot tersebut berbeda. Otot yang deposisi lemak intramuskulernya lebih banyak maka otot tersebut akan memiliki kadar air yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurwantoro et al. (2012) bahwa kadar air dalam daging juga dipengaruhi oleh kandungan lemak intramuskuler yang terdapat dalam otot. Menurut Soeparno (2011), otot yang menimbun lemak intramuskular lebih cepat akan mendeposisi lemak intramuskuler lebih banyak dan berdampak pada persentase kadar air dagingnya yang menjadi rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Lawrie (2003) bahwa kadar air mempunyai koefisien korelasi negatif yang signifikan dengan kadar lemak.
Kadar abu daging sapi yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah yang dihasilkan pada ketiga perlakuan (LD, SM dan IF) menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai abu daging pada tiap otot, dimana perlakuan IF secara kuantitatif mempunyai nilai yang lebih tinggi (1,31%) dibandingkan perlakuan LD dan SM. Kadar abu daging sapi normal mempunyai nilai berkisaran antara 1,5–3,0% (Forrest et al 1975). Pada penelitian ini, kadar abu berkisaran antara 1,14-1,31%. Kadar abu berhubungan dengan kadar air, protein dan lemak daging (Merkel, 1971). Secara relatif, variasi kadar abu daging adalah kecil. Dalam daging kadar abu akan berkolerasi negatif dengan kadar lemak. Kadar lemak yang rendah pada daging, maka relatif mengandung mineral yang lebih tinggi (Soeparno, 2009). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh bahwa semakin tinggi kadar lemak daging, maka kadar abu yang terkandung semakin rendah.
e-Journal
Udayana
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada perbedaan lokasi otot daging sapi bali yang digembalakan di area tempat pembuangan sampah ditemukan komponen kimia yang berbeda nyata, terutama pada kandungan protein daging dan kandungan lemak daging.
Saran
Dari hasil penelitian dapat disarankan yaitu perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai uji organoleptik dan parameter kualitas daging sapi bali yang dipelihara di area tempat pembuang sampah terhadap penerimaan panelis (masyarakat).
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Kepada Ir. Ni Made Artiningsih Rasna, M.Si selaku pembahas pertama dan Dr. Ni Luh Putu Sriyani, S,Pt., MP selaku pembahas kedua yang telah banyak memberikan arahan, saran dan bimbingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini dan rekan-rekan penelitian saya yakni I Wayan Garba Adi Samudra, dan Tuttu Santika Undaharta atas kerjasamanya sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.
Arnim. 1995. Pengaruh Umur Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Daging Sapi Peranakan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Associaton of Official Analytical Chemish (AOAC). 1990. Official Methods of Analysis 12 th Ed. Benyamin Franklin Station Washington, D.C.
Briskey, H. C. dan R. G. Kauffman. 1971. Quality Characteristic of Muscle as a Food. In: The Science of Meat and Meat Products. 2 th Ed, J. F. Price and B. S. Schweigert. W. H. Freemen and Co., San Fransisco.
e-Journal
Udayana
Buckle. K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet and M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Disnak Keswan Prov. Bali. 2013. Informasi Data Peternakan Provinsi Bali Tahun 2012. Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali 2014. Denpasar.
Faridah. 2008. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Depdikbud Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institute Pertanian Bogor.
Forrest, J. 1992. Meat Quality and Safety. Ag.ansc.purdue. edu/meat-quality/maf-stress.html-Amerika Serikat.
Forrest. J.C, E.D. Aberle, H.B Hendrik, M.D. Judge and R.A. Markel. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co, San Fransisko.
Guntoro, S. 2006. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Hardiwirawan, E dan Subandriyo. 2004. Potensi keragaman sumber daya genetik sapi bali makalah loka karya national sapi potong wartazo Volume 14(3). Hal 50-60. http://peternakan Litbang. deptan.go.id/download/sapi potong/sapo04-9.pdf. tanggal 18 Mei 2016
Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C. Forres, H.B. Hendrick and R.A. Markel, 1989. Principles of meat Science. 2nd ed. Kendall/Hunt Publishing Co., Dubuque, Iowa.
Kramlich, W.E., A.M. Pearson and F.W. Tauber, 1973. Processed Meat. The avi publishing Co., Inc., Westport, Connecticut.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi 5. Penerjemahan Aminuddin Parakkasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta
Merkel, R.A., 1979. Chemistr of Animal tissues. Inorganic constituents. Pada : The science of meat and meat products. 2nd ed. Editor J,F. Price dan B.S. Schweigert. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. Hal. 165-177.
Nurani, A. S. 2010. Meat (Daging). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Nurwantoro, V.P. Bintoro, A.M. Legowo, A. Purnomoadi, L.D. Ambara, A. Prokoso, dan S. Mulyani. 2012. Nilai pH, kadar air dan total Escherichia coli daging sapi yang dimarinasi dalam jus bawang putih. J Aplikasi Teknologi Pangan. 1:20-22.
Romans. S.J. and P.T. 1994. The Meat We Eat. Vol.4.19 th Ed. The Interstate Printers and Publisher; Inc..Danville.
Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. Puspitasasi. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.
Soeparno. 2009 Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
e-Journal
Udayana
Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno dan Sumadi, 1990. Pertumbuhan, produksi dan kualitas daging dari berbagai bangsa sapi yang dipelihara secara feedlod (Penggemukan ). Laporan penelitian No. 221/P4M/BD XXI/1989.
Sriyani N.L.P., INT Ariana, AA. Oka, G. Suranjaya. 2014. Potensi sampah kota sebagai sumber pakan terhadap produk fermentasi rumen dan kandungan EPA (Eicosapemtaenoic acid) dan DHA (Dokosaheksaenoic acid) daging pada sapi bali. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Steel. R.G.D and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Sudarmadji, S., B Haryono, dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan ke-3. Pusat Antar Universitas. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Thornton, H.J. and J.F. Gracey, 1974. Texbook of Meat Hygiene 6th Ed. The English Launguage Book Society and Baliere.
Thornton, H.J. and J.F. Gracey, 1974. Texbook of Meat Hygiene 6th Ed. The English Launguage Book Society and Baliere.
Wismer-Pedersen, J., 1971. Chemistry of Animal Tissues. Water pada: The science of meat and meat products 2nd Ed. Editor J.F. price dan B.S. Schweigert, W,H. Freeman and Co., San Fransisco. hal. 177-207.
Muliana et al. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 3 Th. 2016: 590 - 602
Page 602
Discussion and feedback