SUPLEMENTASI KULTUR BAKTERI SELULOLITIK RUMEN KERBAU SEBAGAI SUMBER PROBIOTIK DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG AMPAS TAHU TERHADAP KARKASITIK BALI UMUR 8 MINGGU
on
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com
email: jurnaltropika@unud.ac.id
e-journal
FAPET UNUD
Universitas
Udayana
e-Journal
SUPLEMENTASI KULTUR BAKTERI SELULOLITIK RUMEN KERBAU SEBAGAI SUMBER PROBIOTIK DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG AMPAS TAHU TERHADAP KARKASITIK BALI UMUR 8 MINGGU
Wijaya, I.P.G.Y., I.G.N.G. Bidura dan I.A.P. Utami
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar e-mail:E-mail : grafity.childs@gmail.comHp : 085737795508
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi kultur selulolitik Isolat rumen kerbau sebagai sumber probiotik dalam ransum yang mengandung ampas tahu terhadap karkas itik bali umur 8 minggu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan.Variabel yang diamati adalah berat potong, berat karkas, dan persentase karkas.Ketiga perlakuan tersebut adalah itik yang diberi ransum tanpa ampas tahusebagai kontrol (A), itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu (B), dan itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu dan 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau (C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur 0,20% suplementasi isolat bakteri selulolitik rumen kerbau dalam ransum mengandung 10% ampas tahu pada berat potong dan berat karkas memberikan hasil yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dari pada perlakuan A (kontrol), akan tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas dibandingkan dengan kontrol (A). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian 0,20% suplementasi isolat bakteri selulolitik rumen kerbau dalam ransum mengandung 10% ampas tahu dapat meningkatkan berat potong, berat karkas itik umur 8 minggu.
Kata kunci: Ampas tahu, selulolitik, itik bali, karkas, probiotik
SUPPLEMENTATIONS CULTURE CELLULOLYTIC BACTERIA OF BUFFALO’S RUMEN AS THE SOURCE OF PROBIOTIC IN TOFU-CONTAINED RATION
TOWARDS 8 WEEKS OLD BALINESE CARCASS DUCKLING
ABSTRACT
The aim of this research is to knowing the supplementations culture cellulolytic bacteria of buffalo’s rumen as the source of probiotic in tofu-contained ration towards 8 weeks old Balinese carcass duckling. Layout that is used in this research is Complete Random Layout (RAL) with three treatments and six repetitions. Variables that are observed are pieces’ weight, carcass’ weight, and carcass’ percentage. As the three treatments are, duckling that was feed
e-Journal
without tofu in the ration as the control (A), duckling that was given ration with 10% tofu included (B) and duckling that was feed with 10% tofu and 0.20% buffalo’s rumen isolate cellulolytic bacteria (C). The result of the research shows that the rations that is culture 20% buffalo’s rumen isolate cellulolytic culture supplementation and 10% tofu could make the pieces’ weight and the carcass’ weight is higher (P<0,05) rather than the A duckling (control), but, it is not affecting (P<0.05) the carcass’ percentage compared to A (control). Conclusion can be drawn from this research that 0.20% buffalo’s rumen isolate cellulolytic culture supplementation included in the ration that was contained 10% tofu could raise the pieces’ weight, carcass’ weight of 8 weeks old duckling.
Keywords :Tofu dregs, cellulolityc, duck, carcass, probiotic
PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan daging nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kesejahtraan masyarakat dan kesadaran pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh.Salah satu pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dapat bersumber dari ternak itik yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai sumber protein hewani.Tujuan pemeliharaan itik disamping memproduksi telur juga memproduksi daging.Daging merupakan komponen karkas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sehingga produktifitas dari itik yaitu daging/karkas itik perlu ditingkatkan.Untuk meningkatkan produktifitas ternak itik (daging/karkas) perlu didukung dengan pemberian pakan yang berkualitas. Pakan yang berkualitas umumnya mahal, sehingga kurang terjangkau oleh peternak. Salah satu cara alternatif untuk meningkatkan produktifitas itik dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan pakan alternatif, yang menarik untuk diamati yaitu ampas tahu sebagai pakan alternatif unggulan.
Ampas tahu merupakan limbah pembuatan tahu, masih mengandung protein dengan asam amino lisin dan metionin, serta kalsium yang cukup tinggi, namun kandungan serat kasarnya tinggi, sehingga menjadi faktor pembatas penggunaanya dalam ransum unggas (Mahfudz, 2006). Oleh sebab itu, untuk memberdayagunakan ampas tahu perlu diberi perlakuan dan salah satunya dengan bioteknologi probiotik.
e-Journal
Probiotik merupakan mikroba hidup yang dapat meningkatkan keseimbangan dan fungsi pencernaan hewan inang, memanipulasi mikroflora saluran pencernaan untuk tujuan peningkatan kondisi kesehatan serta meningkatkan produktivitas ternak (Anonimous, 1999).Lebih lanjut Klaim (2006) mengungkapkan bahwa probiotik ikut berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh.Penggunaan probiotik dalam unggas dapat memberikan efek menguntungkan seperti menstimulasi produksi enzim pencernaan serta vitamin sehingga meningkatkan status kesehatan inangnya (Laksmiwati, 2006).
Penggunaan bakteri selulolitik asal rumen kerbau sebagai sumber probiotik telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.Hasil penelitian Wahyudi dan Bachruddin (2005) telah berhasil mengisolasi bakteri selulolitik dari beberapa rumen ternak ruminansia. Prabowo et al.,(2007) menunjukkan mikoba selulolitik cairan rumen sapi dan kerbau mempunyai aktivitas enzim ekso-glukanase dan β-glukosidase yang tinggi. Berdasarkan jumlah dan kemampuan mencerna selulosa di dalam rumen, bakteri selulolitik adalah kelompok mikroba paling berperan.Kelompok bakteri selulolitik tersebut antaralainFibrobacter succinogenes, Butirivibro fibrisolven, Ruminococcus albus (Madigan et al., 1997; Weimer et al., 1999).Pemanfaatan cairan rumen sebagai sumber mikroba untuk pendegradasi pakan serat dan sumber probiotik dewasa ini perlu dikaji pengaruhnya pada pakan maupun sebagai pakan suplemen untuk ternak monogastrik maupun ternak ruminansia lainnya (Leng, 1997). Lambung depan ternak sapi (rumen) merupakan kantung yang memiliki potensi sebagai sumber mikroba, karena mengandung bakteri sekitar 109/ml cairan rumen. Species utama bakteri rumen adalah bakteri pencernaan selulosa dan hemiselulosa. Bakteri pencernaan selulosa meliputi Ruminococcus albus, R.Flavefaciens, Fibrobacter succinogenes dan Butyrivibrio fibriosolvens, sedangkan bakteri pencernaan hemiselulosa adalah Eubacterium ruminantum dan Bacteriodes ruminocola (Sujono, 1990). Bidura at al. (2014) berhasil mengisolasi 5 isolat bakteri selulolitik (B3, B6, B7, B10, S13) dari rumen isi kerbau yang potensial sebagai sumber probiotik dan isolat tersebut telah lolos berbagai uji suhu, pH, asam dan garam empedu, sehingga mampu berperan sebagai probiotik, diantara ke-5 isolat tersebut, isolat bakteri B6 yang memiliki aktivitas enzim celulase yang paling tinggi.
e-Journal
Menurut Vidyani (2015) pemberian probiotik starbio 0,25% dalam ransum komersial dapat meningkatkan berat recahan karkas bagian dada dan paha ayam broiler, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap recahan karkas bagian sayap dan punggung. Bidura (2012) melaporkan bahwa penggunaan 0,20% suplementasi khamir Saccharomyces sp. yang diisolat dari ragi tape dalam ransum sebagai sumber probiotik dapat meningkatkan bobot potong dan efisiensi ransum pada itik. Menurut Mahfudz (2006) penggunaan ampas tahu terfermentasi pada level 10% tidak berpengaruh nyata terhadap berat karkas dan persentase karkas ayam.Akan tetapi, pada level 15% dan 20% secara nyata meningkatkan berat dan persentase karkas. Mikroba yang ada pada rumen kerbau paling banyak mengandung mikroba selulolitik dan mempunyai aktifitas selulolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan mikroba selulolitik ternak lainnya, seperti rayap, feses gajah, dan feses sapi (Prabowo et al., 2007). Berdasarkan uraian diatas penelitian dilaksanakan untuk mengkaji pengaruh suplementasi 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau yang diperoleh dari stok isolat hasil penelitian Bidura (2014) sebagai sumber probiotik yang mengandung ampas tahu terhadap karkas itik bali.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Lama Penelitian
Tempat penelitian di lapangan dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Kabupaten Tabanan, Bali.Penelitian lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu mulai dari persiapan sampai pemotongan.
Itik bali
Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali dengan umur itik satu hari Day Old Duck (DOD) sebanyak 54 ekor dengan berat badan awal yaitu 47,91 ± 1,04 gram dan tanpa membedakan jenis kelamin, ternak itik diperoleh dari peternak di daerah Tabanan.
Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem battery colony bertingkat (Gambar 3.1) sebanyak 18 petak kandang yang terbuat dari rangkaian bambu dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 50 cm dan tinggi 40 cm. Setiap petak kandang terdapat tempat pakan dan minum yang terbuat dari plastik.
e-Journal
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g, timbangan tricle brand untuk menimbang kultur dengan kapasitas 100 g, kepekaan 0,1 g, gelas ukur dengan kapasitas 500 ml, ember untuk tempat ransum dan air minum, pisau untuk menyembelih dan memotong bagian tubuh itik, gunting, ember, pinset sebagaidan alat-alat tulis untuk mencatat hasil.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang di campur sesuai dengan kebutuhannya. Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung kuning, dedak padi, bungkil kelapa, kacang kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, ampas tahu terfermentasi dan mineral mix. Air minum yang diberikan selama penelitian dari perusahaan air minum setempat (PAM) yang diberikan secara ad libitum.
Kultur Bakteri Selulolitik
Kultur bakteri selulolitik yang digunakan pada penelitian ini diproduksi menggunakan islolat bekteri selulolitik unggul 1 atau islolat bakteri terbaik hasil penelitian Bidura tahun 2014 yang diisolasi dari limbah isi rumen kerbau, dengan kode b-6 yang ditumbuhkan/ dibiakkan pada medium pertumbuhan (CMC). Hasil isolasi dariisi rumen kerbau dengan kode B6 ini, dibiakan dengan medium padat, yaitu: 150 gram molase, 15 gram urea, 5 gram jeruk nipis, 5 gram garam, 2 gram vitamin multi-mineral, 400 gramdedak padi, dan air. Bakalan kultur selanjutnya diinkubasi selama 1 minggu dalam kondisi anaerob dengan suhu 37°C, setelah proses inkubasi dilanjutkan dengan proses pelleting dan pengeringan bertingkat menggunakan suhu 35-45°C selama 3-4 hari. Sehingga kadar air produk ±15%. Kultur bakteri yang telah jadi siap di manfaatkan pada kegiatan penelitian selanjutnya.
Ampas Tahu
Ampas tahu yang dipakai pada penelitian ini adalah ampas tahu yang diperoleh dari limbah industri pembuatan tahu di daerah Sesetan, Denpasar.
e-Journal
Tabel 1. Komposisi Pakan dalam Ransum Itik Umur 8 minggu | |||
Bahan Pakan (%) |
Perlakuan 1 | ||
A |
B |
C | |
Jagung Kuning |
54,00 |
51,60 |
51,60 |
Dedak Padi |
11,20 |
13,50 |
13,30 |
Bungkil Kelapa |
12,80 |
8,50 |
8,50 |
Kacang kedelai |
8,50 |
3,00 |
3,00 |
Tepung Ikan |
12,70 |
12,20 |
12,20 |
Minyak Kelapa |
0,30 |
0,70 |
0,70 |
Mineral mix |
0,50 |
0,50 |
0,50 |
Ampas Tahu |
0,00 |
10,00 |
10,00 |
Kultur |
0,00 |
0,00 |
0,20 |
Total |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
Keterangan :
1. Itik yang diberi ransum tanpa ampas tahusebagai kontrol (A), itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu (B), dan itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu dan 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau (C)
Tabel 2. Komposisi Zat Makanan dalam Ransum Itik Umur 8 minggu
Zat-zat makanan |
Satuan |
Perlakuan |
Standar(2) | ||
A |
B |
C | |||
Energi Metabolis |
Kkal/kg |
2901 |
2901 |
2897,45 |
2900 |
Protein Kasar |
% |
18 |
18 |
18 |
18,00 |
Lemak Kasar |
% |
6,765 |
6,531 |
6,51 |
5-103 |
Serat Kasar |
% |
4,896 |
6,225 |
6,2 |
3-83 |
Kalsium |
% |
1,049 |
1,099 |
1,1 |
1,00 |
P-available |
% |
0,62 |
0,66 |
0,66 |
0,45 |
Arginin |
% |
1,518 |
1,529 |
1,53 |
1,14 |
Histidin |
% |
0,483 |
0,501 |
0,5 |
0,45 |
Isoleusin |
% |
0,971 |
1,02 |
1,02 |
0,91 |
Leusin |
% |
1,779 |
1,818 |
1,82 |
1,36 |
Lisin |
% |
1,306 |
1,367 |
1,37 |
1,14 |
Metionin |
% |
0,44 |
0,44 |
0,44 |
0,45 |
Penillalanin |
% |
0,941 |
0,98 |
0,97 |
0,73 |
Treonin |
% |
0,826 |
0,858 |
0,86 |
0,73 |
Triptofan |
% |
0,214 |
0,23 |
0,23 |
0,2 |
Valin |
% |
1,02 |
1,049 |
1,05 |
0,73 |
Keterangan:
1. Dihitung berdasarkan tabel konsumsi zat makanan menurut Scott et al. (1982)
2. Standar NRC (1984)
3. Standar Morrison (1961)
e-Journal
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan.Perlakuan didasarkan pada jenis sumplementasi yang diberikan.Ketiga macam perlakuan adalah itik yang diberi ransum tanpa ampas tahusebagai kontrol (A), itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu (B), dan itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu dan 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau (C). Tiap unit perlakuan menggunakan 3 ekor itik bali jantan dan betina dengan bobot badan yang homogen, sehingga secara keseluruhan mempergunakan 54 ekor itik bali.
Pengacakan Itik
Pengacakan itik dilakukan dengan mengambil 54 ekor itik dari 100 ekor itik.Pengambilan 54 ekor itik tersebut berdasarkan bobot badan rata-rata yang didapat dari penimbangan itik tersebut.Rata-rata bobot badan yang diperoleh adalah ±5%.Rancangan yang digunakan dalam penelitian yaitu 3 perlakuan dan enam ulangan, sehingga terdapat 18 unit percobaan itik.Masing-masing unit percobaan diisi 3 ekor itik, sehingga jumlah itik dalam perlakuan adalah 54 ekor. Pencampuran Ransum
Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan, dimulai dari bahan yang paling besar komposisinya (Tabel 3.1).Setiap bahan ditumpuk sesuai urutan penimbangan.Bahan yang telah ditumpuk secara teratur kemudian diaduk secara merata sampai homogen.Selanjutnya dimasukkan ke dalam ember yang telah diberi kode.Pencampuran ransum dilakukan 1 minggu sekali.
Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00 Wita dan sore hari pada pukul 15.00 Wita.Sedangkan untuk pemberian air minum berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).yang diberikan secara ad libitum.
Pencegahan Penyakit
Untuk mencegah penyakit, kandang disanitasi dan disemprot dengan larutan Glutanol (desinfektan).Itik yang baru tiba diberikan air gula dengan tujuan untuk meningkatkan daya
e-Journal
tahan tubuh. Selain itu pada minggu pertama juga diberikan vitachick dengan dosis 1 gram/ 1 liter air minum yang diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Variabel yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini :
-
1. Berat potong adalah berat hidup yang didapatkan pada waktu akhir penelitian, yaitu umur 8 minggu, yang telah dipuasakan lebih kurang 12 jam. (Dipilih 1 ekor yang mewakili rata-rata berat badan itik).
-
2. Berat karkas adalah berat karkas tubuh itik yang diperoleh setelah dipotong, dikurangi bulu, darah, leher, kepala dan kaki serta pengeluaran organ dalam yaitu: jantung, limfa, saluran pencernaan, dan hati.
-
3. Persentase karkas diperoleh dengan membagi berat karkas dengan berat potong dikalikan 100%.
Pemotongan Itik
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memotong 2 ekor itik dari setiap unit perlakuan yang mempunyai bobot hidup paling mendekati dengan rataan setiap unit perlakuan. Sebelum dipotong itik dipuasakan selama 12 jam.Pemotongan itik diawali dengan memotong bagian vena jugularis yang terletak pada leher.
Analisis Statistik
Data hasil penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam, jika hasilnya berbeda nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda dari Duncan’s (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa itik yang diberi ransum mengandung 10% ampas tahu (B) dan pemberian ransum mengandung 10% ampas tahu dan dengan 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau (C) mempunyai berat potong berbeda nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada itik yang mendapat perlakuan A (kontrol). Hal ini disebabkan karena ternak yang diberi ransum mengandung ampas tahu tanpa/mengandung kultur bakteri selulolitik secara nyata mampu menghasilkan efisiensi pemanfaatan ransum yang lebih baik dengan tingkat konsumsi
e-Journal
ransum yang sama (Lampiran 4), sehingga pasokan/suplai nutrien yang akan dimanfaatkan untuk membangun jaringan tubuh termasukotot daging menjadi meningkat. Anggorodi (1995) mengungkapkan bahwa adanya pasokan nutrien yang tinggi sebagai akibat tingkat konsumsi, kecernaan nutrien dan/atau efisiensi pemanfaatan ransum yang tinggi akan mempercepat pembentukan jaringan tubuh termasuk otot daging sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan serta bobot potong ternak.
Tabel 3. Pemberian Kultur Isolat selulolitik pada ransum yang mengandung 10% ampas tahu terhadap karkas itik umur 8 minggu
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM3) | ||
A |
B |
C | ||
Berat Potong (g) |
1133,67a2) |
1303,33b |
1323,33b |
7,695 |
Berat Karkas (g) |
754,00a |
877,17b |
896,17c |
4,379 |
Persentase Karkas (%) |
66,52a |
67,31ab |
67,72b |
0,332 |
Keterangan :
-
1) Itik yang diberi ransum tanpa ampas tahusebagai kontrol (A), itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu (B), dan itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu dan 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau (C)
-
2) Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
-
3) SEM : ”Standar Error of The Treatment Means”
Dihasilkannya bobot potong yang lebih tinggi pada perlakuan B maupun C juga disebabkan karena penggunaan ampas tahu yang walaupun mengandung serat kasar yang lebih tinggi, namun mengingat adanya proses perebusan pada pembuatan ampas tahu akanmengakibatkan kandungan senyawa antitripsin yang ada pada kedele (bahan pembentuk ampas tahu) menjadi berkurang sehingga kecernaan nutrien khususnya protein akan menjadi meningkat. Meningkatnya kecernaan protein sudah tentu akan meningkatkan pasokan protein yang merupakan komponen utama pembentuk jaringan tubuh khususnya otot daging sehingga bobot potong ternak yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Bidura at al. (2007) yang mengungkapkan bahwa proses perendaman dan pemanasan bahan pakan akan dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan tersebut yang diakibatkan karena ikatan protein kompleks dan senyawa - senyawa kompleks lainnya akan mudah dicerna oleh enzim
e-Journal
pecernaan dan dimanfaatkan oleh tubuh itik. Apalagi pada ransum C yang menggunakan penambahan kultur bakteri probiotyik selulolitik 0,20% sudah tentu akan mampu menghasilkan bobot potong yang lebih tinggi, sebagai akibat adanya bakteri probiotik selulolitik yang mampu meningkatkan kesehatan saluran pencernaan sekaligus kecernaan nutrien terutama serat kasar sehingga pasokan nutrient bagi ternak akan meningkat, yang pada akhirnya akan mampu menighasilkan bobot potong ternak yang lebih tinggi.Hal ini sejalan dengan penelitian Bidura at al. (2012) yang menunjukkan bahwa penggunaan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik.Fuller (1992) mengungkapkan bahwa probiotik merupakan pakan imbuhan berupa mikroorganisme yang dapat hidup disaluran pencernaan, bersimbiosis dengan mikroorganisme yang ada, bersifat menguntungkan, dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan, serta menyeimbangkan populasi mikroba pada saluran pencernaan, mengendalikan mikroorganisme patogen pada tubuh inang.
Berat karkas itik yang diberi ransum dengan 10% ampas tahu (B) dan pemberian 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau (C) nyata lebih tinggi (P<0,05) dari kontrol (A). Peningkatan berat karkas merupakan dampak langsung dari berat potong.Menurut Haroen (2003) menjelaskan bahwa pencapaian berat potong karkas sangat berkaitan dengan berat potong dan pertambahan berat badan. Hal ini karena adanya kultur bakteri selulolitik yang merupakan mikroba pendegradasi serat, berperan sebagai probiotik dalam ransum yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan.
Pemberian ransum C mampu menghasilkan berat karkas pada itik paling tinggi dibandingkan ransum A ataupun B, hal ini disebabkan karna pemberian 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau dapat meningkatkan kecernaan dan nilai nutrisi pada ransum, sehingga efisiensi konsumsi ransum menjadi tinggi yang mengakibatkan berat karkas yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Bidura et al. (2014) bahwa penggunaan bakteri selulolitik yang diisolasi dari rumen kerbau dapat berperan sebagai probiotik, serta mampu meningkatkan kandungan nutrisi dan kecernaan ampas tahu. Lebih lanjut dilaporkan oleh Siti et al. (2016) menyatakan bahwa meningkatnya berat potong disebabkan karena suplementasi 0,20%-0,60% bakteri selulolitik rumen kerbau dan dengan penambahan
e-Journal
30% ampas tahu kedalam ransum nyata dapat meningkatkan berat potong (berat badan akhir) dan berat karkas itik.Hal ini didukung oleh pernyataan Jin et al. (1997) yang menyatakan bahwa manfaat probiotik pada unggas adalah menempatkan mikroorganisme yang menguntungkan dan menekan mikroorganisme yang merugikan, meningkatkan aktivitas enzim-enzim pencernaan dan menekan aktivitas enzim-enzim yang merugikan. Meningkatnya aktivitas enzim-enzim pencernaan, maka akan semakin banyak nutrien yang dapat diuraikan dan diserap untuk diubah menjadi produk karkas dengan berat yang lebih besar. Menurut Bidura et al. (2015) probiotik dalam ransum nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein serta meningkatkan kandungan energi termetabolis.Pakan yang mengandung protein tinggi akan meningkatkan komponen daging dalam karkas dan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan komponen lemak karkas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik perlakuan C pada persentase karkas nyata meningkat dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol). Menurut Djanah (1991) menyatakan bahwa persentase karkas berbanding lurus dengan berat badan.Semakin meningkat berat badan cenderung menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi.Hal ini didukung oleh penelitian Rasyaf (2004) menyatakan bahwa persentase karkas ditentukan oleh berat badan unggas. Pemberian ransum B mengakibatkan terjadinya konsumsi ransum yang berdeda tidak nyata dengan pemberian ransum A, adanya tingkat konsumsi ransum yang sama mengakibatkan produksi/persentase karkas yang relative sama (berbeda tidak nyata), sedangkan pada ransum C terdapat suplementasi kultur bakteri selulolitik yang berperan sebagai probiotik yang dapat meningkatkan kesehatan saluran pencernaan sehingga proses pencernaan pakan dapat dilakukan secara maksimal yang nantinya dapat menghasilkan presentase karkas yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Bidura et al., (2012) yang menunjukkan bahwa penggunaan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik sehingga dapat meningkatkan persentase karkas yang dihasilkan.Fuller (1992) mengungkapkan bahwa probiotik merupakan pakan imbuhan berupa mikroorganisme yang dapat hidup disaluran pencernaan, bersimbiosis dengan mikroorganisme yang ada, bersifat menguntungkan, dapat meningkatkan
e-Journal
pertumbuhan dan efisiensi pakan, serta menyeimbangkan populasi mikroba pada saluran pencernaan, mengendalikan mikroorganisme patogen pada tubuh inang.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian 0,20% suplementasi kultur bakteri selulolitik rumen kerbaudalam ransum yang mengandung 10% ampas tahu dapat meningkatkan berat potong, berat karkas dan persentase karkas itik bali umur 8 minggu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. G. A. M. Kristina Dewi, MS, Bapak I Made Mudita, S.Pt., MP dan Ibu Eny Puspani, S.Pt., M.Si yang telah membantu penulis dari awal penelitian sampai akhir penulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anonimous, 1999. Probiotik Untuk Ternak Sapi. http://www.biotek.lipi.go.Id/
index.Php/cooperationaservices /produk/557Probiotik%20 Untuk% 20Ternak%20Sapi? PHPSESSID=e2b573a318358e656682a28b7a18d69/.
Bidura, I G.N.G., Mahardika, I G., Suyadnya, I P., Partama, I.B.G., Oka, I.G.L., Candrawati, D.P.M.A. and Aryani, I G.A. 2012. The implementation of Saccharomycesspp.n-2 isolate culture (isolation from traditional yeast culture) for improving feed quality and performance of male bali ducking. Agricultural Science Research Journal. September: Vol. 2 (9): 486-492
Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Pakan Ternak Bioteknologi Pakan Ternak. Udayana University Press, Unud, Denpasar
Bidura, I. G. N. G., T. G. O. Susila, dan I. B. G. Partama. 2008. Limbah, Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi, Udayana University Press, Unud, Denpasar.
Bidura, I.G.N.G. 2012.Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae yang Diisolasi dari Ragi Tape untuk Meningkatkan Nilai Nutrisi Dedak Padi dan Penampilan Itik Bali Jantan.Disertasi. PS. Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
e-Journal
Bidura, I.G.N.G. D.P.M.A. Candrawati and D.A. Warmadewi. 2015. Selection of Khamir Saccharomyces spp. Isolated from Colon of Netive Chickens as a probiotics Properties and has CMC-ase Activity. Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar-Bali, Indonesia. J. Biol. Chem. Research. Vol. 32, No. 2: 683-699
Bidura, I.G.N.G. D.P.M.A. Candrawati and I.B.G. Partama. 2014. Selection of Saccharomyces spp. Isolates (Isolation from Colon Beef of Bali Cattle) as Probiotics Agentand Colon Cancer Preventionandits Effect on Pollard Quality as Feed. Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar-Bali, Indonesia. J. Biol. Chem. Research. Vol. 31, No. 2: 1033-1047
Bidura, I.G.N.G., N.W. Siti, and I.A. P. Utami. 2014. Isolation of Cellulolytic Bacteria from Rumen Liquit of Buffalo Both as a Probioticts Proferties and has Cmc-Ase Activity to Improve Nutrient Quality of Soybean Distillery By-Product as Feed. Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar-Bali, Indonesia.Biosci. 2 (5): 10-18
Djanah. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fuller, R. 1992. Probiotics ; The Scientific Basis, First edition, Chapman & Hall, London,p; 209–221
Haroen U. (2003) “ Respon ayam broiler yang diberi tepung daun sengon (albizia falcataria) dalam ransum terhadap pertumbuhan dan hasil karkas”. Jurnal Ilmiah Ilmu Pet. 6 (1) : 34-41
Jin, L. Z., Y. W. Ho, N. Abdullah, and S. Jalaludin. 1997. Probiotics in Poultry: Modes of action. World Poultry Sci. J. 53 (4): 351-368
Klaim. 2006. The Online Encyclopaedia. Wikipedia.Probiotik juga ikut berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh. Diakses Pada 17 Maret 2016
Laksmiwati, N. 2006. Pengaruh pemberian starbio dan effective microorganisme -4 (EM-4)
sebagai probiotik terhadap penampilan itik jantan umur 0-8 minggu.
http://peternakan.litbang.deptan.go.id. (Diakses pada 18 Maret 2016)
Leng, R. A. 1997. Three Foliage In Ruminant Nutrition. Food and Agriculture Organization.http://www.Fao.org/docrep/003/w7448e/W7448E00.htm
Madigan, M. T., J. M. Martinko, and J. Parker. 1997. Biology of Microorganisms, 8th ed., Prentice Hall International, Inc.
Mahfudz, L.D. 2006.Efektifitas oncom ampas tahu sebagai bahan pakan ayam. Jurnal Produksi Ternak Vol. 8 (2) : 108 - 114
Morrison, F.B 1961. Feed and Feeding. 9th. Ed. Arrangewill. Ontorio, Canada: The Morrison Publishing Co.
e-Journal
National Research Council (NRC) Nutrient Requirement of Poultry. 1984. 7th National Academy of Sciences, Washington DC.
Prabowo, Y. B., E. S. Rahayu, Suparmo, dan T. Utami. 2007. Peubah mikrobiologis, fisik, dan kimiawi cairan bakal petis daging selama fermentasi kering spontan. Jurnal Pengenbangan Peternakan Tropis Vol. 32 (4) : 213-221
Rasyaf. M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-25. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Siti, N.W., I.G.N.G. Bidura, and I.A.P. Utami. 2016. The Effect of Supplementation Culture Cellulolytic Bacteria Isolated from the Rumen Of Buffalo in the Tofu- Based Rations on the Performance and N-Nh3Concentration in Excreta of Duck. Fakulty of Animal Husbandry, Udayana University, Denpasar-Bali, Indonesia. J. Biol. Chem. Research. Vol. 33, No. 1. 214-225
Steel.R. G. D. and J.H.Torrie.1993, Principles and Procedure of Statistic a Biometrical Approach 2nd ed.Mc.Graw Hill International Book Company.London.New York Toronto.
Sujono, M. 1990. Simbiosis Ruminansia. PAU-Bioteknologi, UGM, Yogyakarta.
Vidyani, R. N. G. A. K. 2015. Pengaruh Probiotik Starbio Dalam ransum Komersial Terhadapt Recahan Karkas Ayam Broiler.Denpasar : Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
Wahyudi, A. dan Zaenal B. Masduqie. 2005. Isolasi mikroba selulolitik cairan rumen beberapa ternak ruminansia (Kerbau, sapi, kambing, dan domba). Protein, Jurnal Ilmiah Petrenakan dan Perikanan Vol. 11(2): 181-186
Weimer P.J. et.al., 1999. Effect of Diet on Population of Three Species of Ruminal Cellulolytic Bacteria in Lactating Dairy Cows. Journal of Dairy Science. Vol. 82
Wijaya et al. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 3 Th. 2016: 545 - 558
Page 558
Discussion and feedback