e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

PENGARUH PENAMBAHAN STARBIO DALAM RANSUM TERHADAP RECAHAN KARKAS BABI LANDRACE PERSILANGAN

SENA, D. A. K., I N. T. ARIANA, DAN I G. SURANJAYA Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar HP: 085792447449 Email : diah.sweetmango@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan starbio dalam ransum terhadap berat karkas dan recahan karkas babi Landrace persilangan, yang dilaksanakan dari tanggal 15 September sampai 15 November 2013. Penelitian menggunakan 24 ekor babi Landrace persilangan fase finisher dengan rataan berat badan 68,58±2,21kg. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dua perlakuan yaitu P1 (penambahan starbio 0,25% dalam ransum) dan P0 (tanpa penambahan starbio dalam ransum) dengan masing-masing 12 ekor babi sebagai ulangan. Variabel yang diamati adalah berat karkas dan recahan karkas seperti: jowl, boston shoulder, picnic shoulder, bacon belly, loin, dan ham. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Two Independent Sample T-Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan probiotik kering starbio 0,25% dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat karkas dan ham. Namun, jowl, boston shoulder, picnic shoulder, bacon belly, dan loin tidak berpengaruh nyata pada penambahan probiotik kering starbio 0,25% dalam ransum (P>0,05). Bedasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penambahan 0,25% probiotik kering starbio dalam ransum dapat meningkatkan berat karkas dan ham

Kata kunci: Probiotik, Starbio, Recahan Karkas

THE EFFECT OF ADDITION OF STARBIO IN RATION ON PRIMAL CUT CARCASS OF LANDRACE CROSS PIGS

ABSTRACT

This research was conducted with the aim to study the effect of starbio in ration on carcass weight and primal cut carcass of Landrace cross pig, from 15 September to 15 November 2013. Research using 24 Landrace cross pigs finisher with average of weight 68,58±2,21kg. Design used was a completely randomized design (CRD) with two treatments i.e: P1 (the addition starbio 0,25% in ration) and P0 (without the addition starbio in ration) with 12 pigs/treatment as replicat. Observed variables are carcass weight and primal cut carcass i.e: jowl, boston shoulder, picnic shoulder, bacon belly, loin, and ham. Data were analyzed using Two Independent Sample T-Test. The result of this research showed that the addition of starbio 0,25% in ration were significantly different (P<0,05) on carcass weight and ham. But, jowl, boston shoulder, picnic shoulder, bacon belly, and loin were not significantly different on addition starbio 0,25% in the ration (P>0,05). Based on

the result, it can be concluded that the 0,25% addition of starbio in the ration can improve carcass weight and ham.

Keywords: Probiotics, Starbio, Primal Cut Carcass

PENDAHULUAN

Usaha peternakan babi adalah salah satu usaha yang banyak ditekuni oleh masyarakat Bali. Usaha ini dilakukan selain sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga juga untuk menunjang kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Di Bali ternak babi merupakan ternak yang memiliki peranan yang penting dalam adat istiadat masyarakat Bali yang mayoritas dapat mengkonsumsi daging babi. Selama ini penyediaan daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Bali sebagian besar ditunjang oleh produksi daging babi dari usaha peternakan babi rakyat. Disnakkeswan (2013) menyatakan produksi daging babi di Bali dari tahun 2009 sampai 2013 adalah sebanyak 86,132.58, - 99.349.30 ton.

Dewasa ini, usaha peternakan babi di Bali yang dilakukan oleh masyarakat masih dalam skala kecil akan tetapi ada beberapa yang dikembangkan sebagai peternakan skala besar (Budaarsa, 2013). Bedasarkan hal tersebut, menajemen pemeliharaan ternak babi secara tradisional sekarang sudah semakin jarang dilakukan tetapi digantikan dengan manajemen pemeliharaan secara semi intensif dan intensif dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak babi (Ardana dan Putra, 2008). Dilain pihak kendala yang sering dihadapi oleh peternak dalam usaha peternakan babi adalah pakan dan bau kotoran.

Pakan adalah kebutuhan pokok untuk pertumbuhan dan menunjang produktivitas ternak babi. Sihombing (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan ternak sangat tergantung pada jumlah dan kualitas pakan yang diberikan, dimana biaya untuk penyediaan pakan pada usaha peternakan babi dapat mencapai 80% dari total biaya yang dibutuhkan. Bagi usaha peternakan babi jumlah dan kualitas pakan merupakan hal yang paling penting guna mencapai target berat badan yang diinginkan dengan waktu pemeliharaan yang cepat. Pemberian pakan yang mengandung serat tinggi tidak efektif dicerna oleh ternak sehingga terbuang menjadi kotoran yang dapat menimbulkan bau. Bau ini disebabkan oleh protein pakan yang tidak tercerna sehingga dibuang bersamaan dengan feses. Ditjennak (2013) menyatakan bahwa kegiatan usaha peternakan babi di permukiman penduduk akan menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan yaitu bau kotoran ternak. Salah satu solusi untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan probiotik.

Probiotik adalah mikroba hidup yang digunakan sebagai pakan tambahan yang dapat menguntungkan inangnya dengan meningkatkan keseimbangan mikroba pada saluran pencernaannya (Fuller, 1992). Probiotik kering yang saat ini banyak dikembangkan dan dipasarkan adalah starbio. Starbio merupakan probiotik yang terdapat dalam suatu media dari campuran bubuk jerami dengan komponen bakteri yang berasal dari kayu, akar rumput, kedelai, dan isi lambung sapi (Zainudin et al., 1995). Sartika et al. (1994) menyatakan bahwa probiotik starbio (starter mikroba) adalah bubuk berwarna coklat terdiri dari mikroba yang bersifat lignolitik, proteolitik, lipolitik, dan mikroorganisme fiksasi nitrogren non simbiotik. Manfaat probiotik starbio yang ditambahkan dalam ransum adalah dapat membantu kecernaan pakan dalam tubuh ternak sehingga menyebabkan penyerapan nutrisi lebih banyak, pertumbuhan ternak lebih cepat dan produktivitas dapat meningkat, serta dapat menurunkan kadar amonia dalam kotoran ternak sehingga mengurangi pencemaran lingkungan akibat dampak dari aktivitas peternakan (LHM, 2013). Musawir (2010) menyatakan bahwa penambahan probiotik kompleks dalam ransum menyebabkan menurunnya NH3, selain itu juga memiliki efek positif pada pertumbuhan ternak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan publikasi ini dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan probiotik kering starbio dalam ransum terhadap recahan karkas babi Landrace persilangan.

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian

Ternak babi

Penelitian ini menggunakan babi Landrace persilangan dengan jumlah 24 ekor, berjenis kelamin jantan kastrasi, fase finisher dengan berat badan 68,58 ± 2,21kg.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang koloni dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar 3 meter yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Kandang yang digunakan tersebut bersifat permanen dengan lantai terbuat dari beton, dinding kandang terbuat dari batako yang dilapisi semen dan atap kandang dari genteng.

Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan centisimal bascule kapasitas 150 kg, timbangan salter kapasitas 25kg, 50kg, dan 100kg, serta alat-alat lain yaitu pisau, nampan, talenan, kantong kresek, karung, tali, pilox, alat-alat untuk membersihkan kandang, dan alat tulis.

Starbio

Starbio yang diproduksi oleh Lembah Hijau Multifarm (LHM) Research Station, Solo-Indonesia. Starbio yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemasan 1 kg.

Ransum penelitian

Dalam penelitian ini, ransum yang diberikan terdiri dari CP 552 yang ditambah dengan dedak padi, tepung jagung, dan mineral.

Metode Penelitian

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari tanggal 15 September sampai 30 November 2013 di peternakan babi milik Bapak Ir. I Wayan Sana yang beralamat di Jalan Trenggana no. 90 Desa Penatih, Denpasar. Proses pemotongan dilakukan di jalan Buluh Indah Gang IV/8 Banjar Kerta Sari, Denpasar.

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan. Kedua perlakuan yang digunakan yaitu:

P0= Tanpa penambahan starbio dalam ransum.

P1= Penambahan starbio 0,25% dalam ransum.

Pengacakan ternak babi

Materi babi sebanyak 24 ekor tersebut diidentifikasi dengan pemberian nomor pada punggungnya. Ternak babi dipilih secara acak, kemudian dilakukan penimbangan berat awal dan menempatkan ternak babi pada kandang koloni secara berurutan sampai masing-masing kandang terisi 12 ekor ternak babi.

Pemberian pakan dan air minum

Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari yaitu setiap pagi dan sore hari, pukul 08.00 WITA dan 16.00 WITA. Air minum bersumber dari air sumur yang diberikan secara ad libitum. Pencampuran ransum dilakuan setiap tiga hari sekali untuk ransum dengan tambahan starbio dan ransum tanpa penambahan starbio. Ransum yang telah jadi dimasukkan ke dalam karung yang telah diberi kode.

Prosedur pemotongan

Ternak babi diberikan kode dengan menggunakan plastik yang diberi nomor dan diikat pada keranjang babi. Babi yang akan dipotong dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam. Setelah itu, babi dipingsankan (stunning) dengan aliran listrik pada bagian belakang

telinga dengan alat penjepit yang dialiri arus listrik. Selanjutnya, babi dikeluarkan dari keranjang dan dilakukan penyembelihan untuk mengeluarkan darahnya (bleeding) dengan cara menusukkan pisau tepat diujung depan tulang dada (Manubrium sterni dari Os sternum) di bagian ventral dan medium sehingga mengenai Arteri carotis, Vena jugularis, dan Vena cava cranialis (Smith et al., 1978).

Tahap berikutnya adalah pemanasan (scalding) dan pelepasan bulu (scurfing). Proses ini dilakukan dengan memasukkan babi ke dalam air panas yang bersuhu 60 – 70 0C selama ± 5 menit yang diikuti dengan pelepasan bulu dan kulit ari dengan menggunakan pisau (Soeparno, 2009).

Proses selanjutnya adalah proses pengeluaran organ dalam yang terdapat di dalam rongga perut (Cacum abdomen) dan rongga dada (Cavum thoracis) dengan cara menorah bagian ventral abdomen di medium dimulai dari pusar ke depan sampai ujung belakang ruas tulang dada yang paling belakang (Cartilago xiphoideus) dan ke belakang sampai di tepi depan Os pubis, sehingga rongga dada dan rongga perut terbuka. Kaki bawah bagian depan dan belakang dipotong masing-masing pada Articulatio carpo metacarpeae dan Articulatio tarso metatarseae. Kepala dipisahkan dari badan pada Articulatio atlanto occipitalis yaitu pertemuan ruas tulang leher pertama (Atlas) dengan tulang kepala belakang (Os occipitale) tetapi daging pipi (M. masseter) masih melekat pada karkas. Ekor dipotong pada pangkal ekor pada sendi antara ruas tulang ekor pertama (Vertebrae coccygeae I) dan ruas terakhir (Os sacrum) (Smith et al., 1978).

Karkas ditimbang dan dibelah menjadi dua bagian simentris (separuh kiri dan kanan) sepanjang ruas tulang belakang di median dari Os sacrum melewati Symphysis pelvis terus ke depan di tengah-tengah tulang dada (Os sternum) dan sampai ke ruas tulang leher. Selanjutnya, karkas direcah menjadi enam recahan karkas, yang meliputi: Jowl, Boston shoulder, Picnic shoulder, Bacon belly, Loin, dan Ham (National Live Stock and Meat Board, 1973 dalam buku Soeparno, 2009). Kemudian recahan karkas tersebut ditimbang untuk mengetahui beratnya.

Variabel penelitian

Variable yang diukur dalam penelitian ini adalah:

Boston shoulder

  • 1.    Persentase Boston shoulder =              x 100

Berat karkas

Picnic shoulder

  • 2.    Persentase Picnic shoulder =              x 100

Berat karkas

3.

Persentase Bacon belly

Bacon belly

=          x 100

Berat karkas

4.

Persentase Loin

Loin

=          x 100

5.

Persentase Ham

Berat karkas

Ham

=          x 100

6.

Persentase Jowl

Berat karkas

Jowl

=          x 100

7.

Berat Karkas (Kg)

Berat karkas

= Berat karkas diperoleh dengan cara menimbang karkas

Analisis data

segar setelah dikurangi atau dipisahkan dengan kepala, jeroan, darah, dan bulu.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Two Independent Sample T-Test (Steel

dan Torrie, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat karkas dan persentase recahan karkas ternak babi yang dihasilkan erat kaitannya dengan pertumbuhan ternak babi karena hal tersebut tergantung pada proses pertumbuhan pada saat ternak masih hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Arisana (1996) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ternak yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap berat potong, berat karkas, dan berat potongan-potongan komersial karkas yang dihasilkan setelah ternak dipotong.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan starbio 0,25% di dalam ransum ternak tidak berpengaruh nyata dapat meningkatkan persentase recahan karkas Boston shoulder, Picnic shoulder, Bacon belly, Loin, dan Jowl disajikan pada tabel 1. Menurut Forrest et al. (1975) apabila salah satu bagian jaringan tubuh ternak mengalami peningkatan maka akan terjadi penurunan proporsi jaringan yang lainnya. Pada recahan karkas Boston shoulder dan Picnic shoulder menunjukkan hasil rata-rata persentase pada perlakuan P1 (Penambahan starbio 0,25% dalam ransum) yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0 (Tanpa penambahan starbio dalam ransum). Secara statistik hasil penelitian tersebut tidak berbeda nyata. Penambahan starbio dalam ransum memberikan respon terhadap persentase Boston shoulder dan Picnic shoulder, hal ini dikarenakan adanya peningkatan enzim pencernaan dalam saluran pencernaan yang disebabkan karena starbio yang ditambahkan di dalam pakan. Pakan mengandung serat di dalam saluran penceraan oleh mikroba lipolitik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat

meningkatkan kecernaan pakan serta mampu diserap oleh tubuh setelah ternak dipotong akan menjadi daging. Menurut Wood dan Whittemore (2006) otot memiliki masa yang

lebih tinggi dari pada lemak lemak. Lebih lanjut Wijaya (2006) menjelaskan bahwa starbio dalam ransum dapat meningkatkan nilai cerna ransum sehingga zat-zat nutrisi seperti lemak, protein, dan karbohidrat yang biasanya banyak terbuang melalui ekskreta akan berkurang.

Tabel 1. Penambahan starbio dalam ransum terhadap berat karkas dan recahan karkas babi Landrace persilangan.

Variabel

Perlakuan

P0                             P1

Rataan ± SEM

Boston shoulder (%) Picnic shoulder (%) Loin (%)

Bacon belly (%)

Ham (%)

Jowl (%)

Berat Karkas (kg)

14,70 a) ± 0,54 14,78 a) ± 0,18 17,70 a) ± 0,35 17,83 a) ± 0,43 15,79 a)± 0,39 14,36 a)± 0,45 15,47 a) ± 0,33 14,70 a) ± 0,28 30,30 a) ± 0,76 33,17 b) ± 0,49 5,16 a) ± 0,20 4,94 a) ± 0,13

58,67 a) ± 1,09 62,00b) ± 0,97

Keterangan

P1     : Starbio 0,25%, P0 : Tanpa starbio

SEM : Standar Eror of the Treatment Mean

a,b, : Angka dengan superskrip sama pada baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Bedasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa hasil penelitian terhadap Loin, Bacon belly, dan Jowl pada perlakuan P0 (Tanpa penambahan starbio dalam ransum) menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 (Penambahan starbio 0,25% dalam ransum), walaupun secara statistik hasil tersebut berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga karena adanya pemberian ransum tanpa penambahan starbio menyebabkan tingkat lemak dan kolesterol daging lebih tinggi. Soeharsono et al. (2010) yang menyatakan bahwa penambahan probiotik dalam ransum yang diberikan pada ternak dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol. Serat dalam ransum ternak babi pada kosentrasi yang tinggi akan menurunkan berat recahan karkas ternak babi (Knowles et al., 1998 dan Len et al., 2008). Wira (2014) menyatakan ternak babi yang memiliki lambung sederhana memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mencerna serat. Keadaan ini menyebabkan makanan lebih lama tertahan di lambung sehingga rasa kenyang ternak setelah makan menjadi lebih panjang. Tertahannya makanan di lambung menyebabkan makanan belum dapat dicerna akibat kurang nya enzim yang mampu memecah zat-zat makanan untuk dicerna dan diserap oleh tubuh. Fungsi enzim terhambat oleh serat sehingga mempengaruhi

hidrolisis enzimatik di dalam saluran cerna menghambat peptidase usus yang dibutuhkan untuk memecah petide menjadi asam amino (Gallagher, 2008). Menurut Wenk (2001) serat yang tidak dicerna dan diserap oleh tubuh akan memperbesar masa feses.

Pada perlakuan P1 dengan penambahan starbio 0,25% dalam ransum menunjukkan hasil yang nyata lebih tinggi meningkatkan rata-rata persentase recahan karkas Ham dibandingkan pada perlakuan P0 tanpa penambahan starbio dalam ransum. Ham merupakan potongan karkas yang didapatkan jumlah serabut otor relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan bagian karkas lainnya. Meningkatnya berat karkas pada perlakuan P1 (Penambahan starbio 0,25% dalam ransum) karena ditunjang oleh komponen karkas Ham yang merupakan komponen paling banyak mengandung daging. Mairizal (2000) mengemukakan bahwa berat karkas yang diperoleh lebih besar, karena ditunjang perdagingan otot paha yang lebih baik. Komposisi Ham dapat digunakan sebagai penduga komposisi karkas, mengingat komposisi paha memiliki korelasi yang paling erat dibandingkan dengan bagian karkas lainnya terhadap komposisi secara keseluruhan (Evans dan Kompster, 1979). Soeparno (2009) menyatakan bahwa persentase Ham berkolerasi positif terhadap berat badan dan berat karkas.

Berat karkas babi Landrace pada perlakuan P1 (Penambahan starbio 0,25% dalam ransum) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan P0 (Tanpa penambahan starbio dalam ransum). Hal ini disebabkan adanya penambahan starbio dalam ransum yang mengandung bakeri proteolitik, selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan lignoselulolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis yang mampu memecah karbohidrat menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Disamping itu penggunaan starbio dalam ransum mengakibatkan bakteri yang ada pada starbio akan membantu memecah struktur jaringan yang lebih sulit terurai sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dalam tubuh ternak. Menurut Soeharsono et al. (2010) penambahan starbio dalam ransum sebagai sumber probiotik mampu meningkatkan nilai cerna, penyerapan zat nutrisi dan efesiensi penggunaan ransum. Jaelani et al. (2014) dalam koloni mikroba pada starbio terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda. Adanya mikroba tersebut dalam saluran pencernaan berfungsi untuk memecah struktur jaringam yang sulit terurai sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap, terutama asam-asam amino yang merupakan komponen utama sintesa urat daging yang kemudian dimanfaatkan untuk pertumbuhan serta pembentukan karkas sehingga dapat meningkatkan berat karkas.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penambahan 0,25% starbio dalam ransum dapat meningkatkan berat karkas dan persentase Ham.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak I Made Mudita, S.Pt., M.P., selaku Dewan Pengelola/Penyunting Jurnal Peternakan Tropika serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arisana, I.W. 1996. Pengaruh Omafac Improved Dan Bangsa Babi Terhadap Berat Potongan-potongan Komersial Karkas. Skripsi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar

Ardana I.B.K dan D.K.H. Putra. 2008. Ternak Babi (Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit). Udayana University Press. Bali.

Budaarsa, K. 2013. Nutrisi Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas udayana. Denpasar.

Disnakkeswan. 2012. Informasi Data Peternakan Di Provinsi Bali Tahun 2012. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. Denpasar

Ditjetnnak. 2013. Pedoman pelaksanaan penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan.Ditjennak.pertanian.go.id/download.php?file=PEDUM%20BABI.pdf.

(Diakses 2 Mei 2015)

Evans, D.G. and A.J. Kompster. 1979. A comparison of different predictiors of the lean content of pig carcasses. J. Anim. Prod. 28: 87-98.

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M. D. Judge and R. A. Merkel, 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co. San Fransisco, USA.

Fuller, R. 1992. The importance of lactobacillus in maintaining normal microbial balance in the crop. British Poultry Sci. 18:85

Gallagher, M.L. 2008. The nutrients and their metabolism, dalam Krause’s Food Nutrion and Diet Therapy (Mahan & Escott-Stump eds 12th ed, hal 39-143, Sauders Elsevier.

Jaelani, A., A. Gunawan, dan Syaifuddin. 2014. Pengaruh penambahan probiotik starbio dalam ransum terhadap bobot potong, persentase karkas, dan persentase lemak abdominal ayam broiler. Ziraa’ah. Vol 39 (2) : 85-94.

Knowles, T.A., L.L. Southem, T.D. Bidner, B.J. Kerr, and K.G. Friesen. 1998. Effect of dietary fiber or fat in low-crude protein, crysralline amino acidsupplemented diets for finishing pigs. J.Anim. Sci. 76:2818-2832.

Len, N.T., J.E. Lindberg, and B. Ogle. 2008. Effect of dietary fiber level on the performance and carcass traits of mong cai, f1 crossbred (mong cai x Yorkshire) and landrace x Yorkshire pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci 21(2):245-251

LHM. 2013. Manfaat probiotik starbio pada ternak. Kemasan starbio. Solo, Indonesia

Musawir, A. 2010. Dalam: Soeharsono, et al. 2010: Probiotik Basis Ilmiah, Aplikasi dan Aspek Praktis. Widya Padjadjaran, Bandung.

Mairizal. 2000. Pengaruh kepadatan kandang terhadap potongan karkas dan lemak abdominal ayam pedaging yang dipelihara di daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Jurnal Ilmu Peternakan. Universitas Jambi.

Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat Science. 2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts.

Sartika, T. Y. C. Raharjo, dan K. Dwiyanto. 1994. Penggunaan probiotik starbio dalam ransum dengan tingkat protein yang berbeda terhadap performans kelinci lepas sapih. Balai penelitian ternak Ciawi, Bogor. Sainteks Manjalah Ilmiah Universitas Diponegoro, Semarang.

Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeharsono, L. Adriani, R. Safitri, O. Sjofjan, S. Abdullah, R. Rostika, Hendronoto A.W. Lengkey, dan A. Mushawwir. 2010. Probiotik Basis Ilmiah, Aplikasi, dan Aspek Praktis. Widya Padjadjaran. Bandung.

Wenk, C. 2001. The role of dietary fibre in the digestive physiology of the pig. J. Anim. Feed. Sci. and Technol. 90:21-33.

Wood, J. and C.T. Whittemore. 2006. Pig meat and carcass quality. In: Kyriazakis, I. and C.T. Whittemore. 3rd ed. Whitemore’s Science and Practice of pig Production. PP. 464. Blackwell Publishing Ltd. Oxford, UK.

Wijaya, I.M.W. 2006. Pengaruh Suplementasi Probiotik Starbio Dalam Pakan Dengan 40% Dedak Padi Pada Penampilan Dan Profil Kotoran Babi Landrace. Tesis Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.

Wira, I.W.S. 2014. Recahan Komersial Karkas Babi Landrace Persilangan Yang Diberi Level Sekam Padi Pada Ransum Mengandung Limbah Hotel. Skripsi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.

Zainudin, D.K., Dwiyanto dan Suharto. 1995. Utilization of probiotik “starbio” in broiler diet with different levels of crude fiber dalam Buletin of Animal Science. T.W. Murti, K.A Santoso, Suhartanto, Zubrizal,A. Wbowo (Ed.). Publication of the Faculty of Animal Husbandry, Gadjah Mada University, Yogyakarta.

Sena et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 458- 467

Page 467