e-journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

KANDUNGAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI BERBASIS LIMBAH PERTANIAN YANG DIFERMENTASI DENGAN INOKULAN DARI CAIRAN RUMEN DAN RAYAP (Termites sp)

KRISTIANTI, N. W. D., I M. MUDITA, DAN N. W. SITI

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: [email protected], Hp. 087762587367

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan teknologi fermentasi ransum dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap (Termites sp) terhadap kandungan nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian dan untuk mengetahui formula inokulan yang mampu menghasilkan ransum dengan kandungan nutrien yang lebih baik. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan,. Perlakuan terdiri atas: ransum tanpa fermentasi (RB0), ransum terfermentasi inokulan mengandung 10% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR1T3), ransum terfermentasi inokulan mengandung 20% cairan rumen dan 0,2% rayap (RBR2T2), ransum terfermentasi inokulan mengandung 20% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR2T3). Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kandungan bahan kering (BK), abu, bahan organik (BO), protein kasar (PK), dan serat kasar (SK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RBR2T2 dan RBR2T3 nyata (P<0,05) memiliki kandungan bahan kering yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RB0 tetapi berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan RBR1T3. Perlakuan RBR2T3 mempunyai kandungan serat kasar yang nyata (P<0,05) lebih rendah 32,94%, 11,68%, dan 7,94% dari perlakuan RB0, RBR1T3, dan RBR2T2. Perlakuan RBR2T3 nyata (P<0,05) memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RB0 dan RBR1T3, namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan RBR2T2. Sedangkan terhadap kadar abu dan kadar bahan organik pada ransum, semua perlakuan mempunyai nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fermentasi ransum sapi bali berbasis limbah pertanian menggunakan inokulan dari cairan rumen dan rayap dapat menurunkan kandungan serat kasar serta meningkatkan kandungan protein kasar tetapi tidak mempengaruhi kandungan abu dan bahan organik serta fermentasi ransum dengan inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR2T3) mampu menghasilkan ransum dengan kandungan bahan kering dan serat kasar yang lebih rendah dan kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

Kata Kunci: Cairan Rumen, Rayap, Inokulan, Nutrien Ransum, dan Limbah Pertanian

NUTRIENTS CONTENT OF BALI CATTLE RATION BASED ON AGRICULTURAL WASTE FERMENTED BY INOCULANT OF RUMEN FLUID AND TERMITE (Termites sp)

ABSTRACT

The study aimed to determine the effect of the application of fermentation technology ration with liquid inoculant rumen and termites (Termites sp) on the nutrients content of bali cattle diets based on agricultural waste and to determine the inoculant formula that is able to


produce feed with better nutrients content. The completely randomized design (CRD) were used with four treatments and three replications. The treatment consisted of: RB0 (ration without fermentation), RBR1T3 (ration fermented inoculant containing 10% rumen fluid and 0,3% termites), RBR2T2 (ration fermented containing 20% rumen fluid and 0,2% termites), RBR2T3 (ration fermented inoculant containing 20% rumen fluid and 0,3% termites). Variables measured were the content of dry matter (DM), ash, organic matter (OM), crude protein (CP) and crude fiber (CF). The results showed that treatment of RBR2T2 and RBR2T3 was significant (P<0,05) which had a dry matter content lower than the RB0 treatment but had no significant difference (P>0,05) with RBR1T3. RBR2T3 treatment had significant content of crude fiber (P<0,05) lower 32,94%, 11,68%, and 7,94% than the treatment RB0, RBR1T3, and RBR2T2. RBR2T3 treatment was significant (P<0,05) having a crude protein content higher than the RB0 and RBR1T3 treatment, but had no significant difference (P>0,05) from the treatment RBR2T2. While on the ash content and organic matter content in rations, all treatments had no significant difference (P>0,05). Based on the results of this study, it can be concluded that the fermentation of bali cattle diets based on agricultural waste used inoculant of rumen fluid and termites which can reduce the content of crude fiber and increase the crude protein content but did not affect the content of ash and organic matter and fermentation ration with inoculant BR2T3 which was able to produce ration with lower content of dry matter and crude fiber and higher crude protein content compared with another treatments.

Keywords: rumen fluid, termites, inoculants, ration nutrients, and agricultural wastes

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris dengan menjadikan penanaman tanaman pangan sebagai kegiatan utama. Jenis tanaman pangan yang ditanam adalah padi, jagung, dan hortikultura lainnya yang akan menghasilkan limbah pertanian pasca panen, termasuk jerami padi. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sering digunakan sebagai pakan alternative ternak sapi. Menurut Anon (2005) dalam Bidura et al. (2008), kandungan nutrien jerami padi terdiri atas protein kasar 4,5 %, lemak kasar 1,3%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 42%, abu 16,5%, dan bahan keringnya 80%. Selain itu, Siregar (1996) menyebutkan bahwa jerami padi juga mengandung serat kasar 35 %, lemak kasar 1,55 %, kalsium 0,19 %, fosfor 0,1 %, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43 %, energi DE (Digestible Energy) 1,9 kkal/kg, dan lignin 6-7 % (McDonald et al., 1988).

Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan mempunyai kelemahan seperti tingginya kadar komponen serat kasar (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) sehingga perlu dilakukan pemanfaatan teknologi yang dapat menurunkan kandungan serat kasar pada jerami. Teknologi fermentasi merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam upaya untuk menurunkan kandungan serat dan senyawa anti nutrisi pada bahan pakan penyusun ransum (Suharto, 2004). Tampoebolon (1997) mengungkapkan bahwa tujuan dari proses fermentasi adalah menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kecernaan dan sekaligus meningkatkan

kadar protein kasar. Fermentasi merupakan suatu proses yang dapat menyebabkan terjadi perubahan pH, kelembaban, aroma dan perubahan komposisi zat makanan seperti protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, vitamin dan mineral sebagai hasil kerja mikroorganisme (Bidura, 2007).

Cairan rumen merupakan limbah dari rumah potong hewan yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Cairan rumen banyak mengandung mikroba baik itu bakteri, protozoa maupun fungi. Cairan rumen sapi bali potensial sebagai inokulan kaya nutrien ready fermentable, mikroba dan enzim pendegradasi serat (Mudita et al., 2009;2013 dan Partama et al., 2012). Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa pemanfaatan cairan rumen maupun enzim kompleks sebagai inokulan dalam pembuatan silase akan mempercepat dan memperbaiki fermentasi silase (penurunan pH, peningkatan rasio laktat-asetat, menurunkan ammonia), memperbaiki pertumbuhan bakteri rumen, penampilan ternak serta meningkatkan kecernaan bahan kering (Kaiser, 1984), meningkatkan kecernaan protein, energi dan serat NDF/Neutral Detergen Fiber bahan pakan (Hau et al., 2006).

Selain cairan rumen, rayap (Termites sp) juga sangat potensial dimanfaatkan sebagai inokulan mengingat sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan rayap mengandung berbagai enzim pendegradasi serat (Watanabe et al., 1998). Purwadaria et al. (2003a,b dan 2004) menyatakan dalam saluran pencernaan rayap terdapat berbagai mikroba (bakteri, kapang/fungi, dan protozoa), menghasilkan kompleks enzim selulase yaitu endo-β-D-1.4-glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase, dan enzim hemiselulase seperti endo-1,4-β-xilanase serta enzim β-D-1,4-mannanase. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan kering dan nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian yang difermentasi inokulan dari cairan rumen dan rayap.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak serta Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Kegiatan penelitian berlangsung selama 6 bulan (pada bulan Mei - Oktober 2013) dimulai dari proses pengumpulan bahan baku hingga analisis laboratorium.

Cairan Rumen dan Rayap

Limbah cairan rumen sapi bali diambil dari Rumah Potong Hewan (RPH) Pesanggaran, Denpasar dari rumen yang dibedah kemudian diambil isi rumennya serta dibungkus rapat sesegera mungkin. Pengambilan cairan rumen dilakukan dengan mengambil isi rumen yang telah disiapkan kemudian memeras sesegera mungkin isi rumen dan disaring serta dimasukkan ke dalam wadah tertutup yang sebelumnya diisi air hangat. Sedangkan rayap yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rayap yang diperoleh dari kayu yang sedang melapuk yang ada di sekitar Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Ekstrak rayap dibuat menggunakan rayap segar yang masih hidup kemudian digerus dengan lumpang dengan jumlah sesuai perlakuan.

Inokulan

Pembuatan medium inokulan dilakukan dengan cara mencampur seluruh bahan medium (Tabel 1) hingga homogen, kemudian disterilisasi menggunakan autoclave T 1210 C selama 15 menit. Setelah itu medium didinginkan hingga mencapai T 400 C dalam wadah tertutup. Setelah itu baru dimanfaatkan dalam produksi inokulan (Mudita et al., 2012).

Produksi inokulan dilakukan dengan cara mencampur medium inokulan dan sumber inokulan sesuai perlakuan (Tabel 2) dalam wadah tertutup rapat. Inokulan yang baru dibuat selanjutnya diinkubasi dalam inkubator T 400C selama 1 minggu. Inokulan yang telah dihasilkan dimanfaatkan sebagai stater dalam fermentasi ransum penelitian (khususnya ransum terfermentasi).

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun medium inokulan

Bahan Penyusun

Komposisi

Gula Aren (g)

50

Urea (g)

5

CMC (gram)

0,02

Xylanosa (gram)

0,02

Asam tanat (gram)

0,02

Tepung Jerami Padi (g)

1

Tepung Dedak Padi (g)

1

Tepung Tapioka (g)

1

Tepung Dedak jagung (g)

1

Tepung Kedele (g)

1

Serbuk Gergaji kayu (g)

1

Kapur/CaCO3 (g)

0,1

Garam Dapur (g)

0,5

Pignox (g)

0,1

Air Sumur

hingga volumenya menjadi 1 liter

Tabel 2. Komposisi inokulan penelitian dalam 1 liter

No

Komposisi Campuran Inokulan

Inokulan

Cairan Rumen (ml)     Rayap (g) Medium inokulan (ml)

1

2

3

BR1T3                100                3                897

BR2T2               200               2               798

BR2T3                200                3                797

Sumber : Mudita et al. (2013)

Tabel 3. Kandungan nutrien medium inokulan

Kandungan Nutrien Inokulan

a. Kalsium (Ca)

(mg/l)

936,07

b. Phosphor (P)

(mg/l)

144,81

c. Belerang/Sulfur (S)

(mg/l)

214,67

d. Seng/Zicum (Zn)

(mg/l)

5,80

e. Protein Terlarut

(%)

3,01

Sumber : Mudita et al. (2013)

Tabel

4. Kandungan nutrien inokulan cairan rumen dan rayap berdasarkan perlakuan

No

Kandungan Nutrien

Jenis Inokulan

RBR1T3 RBR2T2

RBR2T3

SEM

1

Kalsium (Ca)         (mg/l)

980,54

979,17

979,09

44,73

2

Phosphor (P)         (mg/l)

171,26

172,47

174,55

3,26

3

Belerang/Sulfur (S) (mg/l)

245,67

246,00

247,00

4,97

4

Seng/Zicum (Zn)     (mg/l)

7,98

8,07

8,09

0,55

5

Protein Terlarut       (%)

7,67

7,82

7,85

0,04

Sumber : Mudita et al. (2013)

Tabel 5. Derajat keasaman dan populasi mikroba inokulan cairan rumen dan rayap

No

Peubah

Jenis Inokulan

SEM

RBR1T3

RBR2T2

RBR2T3

1

pH

4,66a

4,56a

4,46a

0,12

2

Bakteri Total (x 108 koloni)

3,99a

5,32b

5,49b

0,20

3

Bakteri Selulolitik (x 108 koloni)

3,61a

4,51b

4,59b

0,18

4

Fungi Total ( x 107 koloni)

4,40a

4,47a

5,60a

0,48

5

Fungi Selulolitik (x 107 koloni)

2,13a

2,80a

2,93b

0,18

Sumber : Dewi P.L. (2015)

Ransum Basal

Pembuatan ransum basal diawali dengan membuat campuran 1 dan campuran 2. Campuran 1 terdiri dari dedak padi, bungkil kelapa, dan serbuk gergaji. Pada tempat yang terpisah, dibuat juga campuran 2 yang terdiri dari gula aren, kapur, garam dapur, urea, minyak kelapa dan pignox. Setelah semua siap, kedua campuran tersebut dicampur hingga homogen

dan kemudian ditambahkan jerami padi, dicampur hingga homogen. Setelah campuran homogen, ransum basal siap dimanfaatkan untuk ransum perlakuan.

Pembuatan ransum terfermentasi dilakukan dengan cara menambahkan dengan 2 liter larutan inokulan (sesuai perlakuan), 0,5 kg gula aren dan 67,5 liter air bersih (kadar air bakalan ransum terfermentasi ± 50%) untuk setiap 100 kg ransum basal (BK ransum basal 85%). Kemudian ransum dicampur sedemikian rupa hingga homogen. Proses fermentasi dilakukan menggunakan kantong plastik hitam sebagai silo selama 7 hari dalam kondisi anaerob. Adapun indikator ransum telah terfermentasi setelah 7 hari adalah berbau asam, memiliki pH dengan kisaran 4 – 4,5. Setelah selesai masa inkubasi ransum, sampel dikeringkan secara bertahap selama 3 hari dengan oven pada suhu 39–42 0C sampai kadar air 20–25%. Setelah pengovenan selesai, ransum digunakan untuk penelitian.

Tabel 6. Komposisi bahan penyusun ransum basal

Bahan Penyusun Ransum Basal

Komposisi (%) (As fed)

1.

Jerami Padi

50,0

2.

Serbuk Gergaji kayu

5,0

3.

Dedak Padi

20,0

4.

Bungkil Kelapa

20,0

5.

Minyak Kelapa

2,0

6.

Gula Aren

1,0

7.

Urea

1,0

8.

Garam dapur

0,5

9.

Kapur/CaCO3

0,4

10.

Pignox

0,1

Jumlah

100.0

Sarana dan Prasarana Penunjang

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu kantong plastik untuk wadah pengambilan isi rumen, gunting, pisau, sarung tangan, masker, ember plastik, mesin penggiling untuk menggiling sampel ransum, terpal plastik untuk tempat mencampur bahan ransum, isolasi/lakban, kantong kertas untuk wadah sampel, cawan porselin, neraca analitik, desikator, api Bunsen, oven, pinset atau gegep, labu kjeldahl, labu ukur, gelas ukur, butiran gelas, erlenmeyer, alat destruksi, alat destilasi, corong penyaring, buret, gelas piala tinggi 600 ml, kertas saring, kondensor, penangas pasir, pompa vakum, aquadest, dan tanur lisrik (muffle furnace).

Bahan Penguji Kandungan Nutrien

Bahan yang digunakan dalam pengujian ransum ini adalah asam sulfat pekat, pekat natrium hidroksida 50% (50 gram/100 ml), asam boraks 2% (2gram/100 ml), asam klorida 0,1 N, tablet katalis (1 gram sodium sulfat anhydrous + 10 mg Se), indikator campuran (20 ml Bromo Chresol Geen 0,1% + 4 ml Metyl Red 0,1% dalam alkohol), H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N, alcohol (etanol), dan pepton.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan, yaitu:

  • 1. RBo   = Ransum tanpa terfermentasi

  • 2. RBR1T3 = Ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap

  • 3. RBR2T2 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap

  • 4. RBR2T3 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kandungan bahan kering (BK) dan nutrien yang meliputi bahan organik (BO), bahan non organik (Abu), protein kasar (PK), dan serat kasar (SK).

  • A.    Evaluasi kandungan bahan kering (BK)

Kadar bahan kering dilakukan dengan metode Associaton of Official Analytic Chemist/ A.O.A.C (1980). Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: sebelum cawan digunakan, cawan dicuci, dibilas, dan dikeringkan, cawan dioven dengan suhu 105 0C selama 9 jam untuk mendapatkan bobot tetap cawan. Setelah itu cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang sebagai berat konstan cawan. Sampel dimasukkan kedalam cawan sebanyak 1 gram untuk ditimbang sebagai bobot awal. Cawan dan sampel kemudian dioven pada suhu 105 0C selama 9 jam, setelah itu cawan+sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah itu sampel (cawan+sampel) ditimbang sebagai bobot akhir.

Berat sampel setelah dioven

Kadar bahan kering =-----------------------x 100% Beratsampel

  • B.    Evaluasi kandungan bahan organik (BO) dan bahan non organik (abu)

Kadar bahan organik ditentukan dengan Associaton of Official Analytic Chemist/ A.O.A.C (1980). Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: sebelum

cawan digunakan, cawan porselin dicuci, dibilas dan dikeringkan kemudian cawan dimasukkan ke dalam tanur listrik selama 3 jam pada suhu 500 oC untuk mendapatkan berat konstan cawan. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah itu cawan ditimbang dan sampel sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam cawan untuk kemudian dibakar dalam tanur selama 6 jam pada suhu 500 oC sampai menjadi abu yang ditandai oleh warna putih keabu-abuan tanpa ada bintik-bintik hitam. Cawan yang berisi sampel kemudian dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator. Setelah itu cawan yang berisi sampel ditimbang untuk mengetahui kadar abu dan bahan organik.

Berat cawan + sampel setelah dibakar — Berat cawan dioven

Kadar abu =-----------------------------■-------------------x 100%

Berat sampel

Berat sampel — Berat abu

Kadar bahan organik =---------------------x 100%

Beratsampel

  • C.    Evaluasi kandungan protein kasar (PK)

Kadar protein kasar ditentukan dengan metode semi mikro kjeldahl (Ivan et al., 1974). Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: sampel yang sudah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 0,3 gram. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dengan menambahkan 1 butir tablet katalis, 1 butiran gelas dan 5 ml asam sulfat pekat untuk destruksi dalam suhu rendah sampai asap hilang. Destruksi dilanjutkan dengan menaikkan suhu hingga cairan berubah warna menjadi jernih. Setelah destruksi dihentikan larutan yang telah mendingin diencerkan dengan menggunakan aquadest sebanyak 5 ml. Setelah itu hasil destruksi dipasang pada alat destilasi markham sambil menambahkan 25 ml NaOH 50%, dan 20 ml asam borak 2% yang sudah dicampur dengan indicator (1 L asam borak 2% ditambah 20 ml 0,1% Brom Chresol Green dan 4 ml 0,1% Metyl Red), setelah larutan mencapai 50 ml destilasi dihentikan. Hasil destilasi dititrasi dengan asam khlorida 0,1 N sampai mencapai titik akhir titrasi. Protein kasar dicari dengan cara :

0,1 x (ml titrasi sampel — ml titrasi blanko)x 14 x 6,25

PK =--------------------------------------------x 100% = ■■■ % mg sampel

  • D.    Evaluasi kandungan serat kasar (SK)

Serat kasar ditentukan dengan metode analisa Associaton of Official Analytic Chemist/ A.O.A.C (1980) dengan melarutan sampel ke dalam asam dan basa kuat, serta dengan melakukan pemanasan. Langkah kerja penentuan serat kasar dimulai dari menimbang sampel sebanyak 1 gram sampel, kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala tinggi 600 ml yang ditambahkan dengan 50 ml H2SO4 0,3 N dan 25 ml NaOH 1,5 N. Setelah itu gelas piala diletakkan di atas penangas pasir atau hot plate untuk dididihkan selama 30 menit. Setelah 30 menit pendidihan pertama, ke dalam gelas piala yang berisi sampel ditambahkan dengan NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml dengan cara disemprotkan dari pinggiran gelas piala serta dididihkan kembali selama 30 menit. Sebelum proses pendidihan selesai, kertas saring bebas abu yang telah dikeringkan bersama cawan porselin dalam oven bersuhu 105 oC dan telah dicatat beratnya disiapkan untuk proses penyaringan. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menuangkan aquadest panas 50 ml, H2SO4 0,3 N 50 ml, alkohol 25 ml dan aceton 25 ml. Kertas saring yang berisi residu kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselin untuk dikeringkan di dalam oven 105 0C selama 3 jam. Setelah itu kertas saring yang telah dioven dikeluarkan, didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya. Selanjutnya dilakukan pengabuan sampel pada suhu 500 0C selama 2 jam, yang dilanjutkan dengan pendinginan didalam desikator. Terakhir berat sampel ditimbang dan dicatat.

(B. kertas saring +residu konstan) — B. kertas saring Seratkasar=------------------------------------------x!00%

Berat Sampel

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis statistic dengan sidik ragam dan bila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Sastrosupadi, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RB0 (ransum tanpa terfermentasi) mempunyai kandungan bahan kering sebesar 93,54%. Kandungan bahan kering pada perlakuan RBR1T3 (ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap) lebih rendah 0,63% daripada perlakuan RB0 namun secara statistic berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan RBR2T2 (ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap) dan

RBR2T3 (ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap) memiliki bahan kering yang nyata (P<0,05) lebih rendah masing-masing 1,16%;1,22% dibandingkan dengan perlakuan RB0. Perlakuan RBR2T2 dan RBR2T3 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan RBR1T3. Begitu juga dengan perlakuan RBR2T3 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan RBR2T2 (Tabel 7).

Berdasarkan hasil penelitian fermentasi ransum sapi bali berbasis limbah pertanian menggunakan inokulan dari cairan rumen dan rayap menunjukan bahwa terjadi penurunan kandungan bahan kering secara signifikan pada perlakuan RBR2T2 dan RBR2T3. Penurunan bahan kering ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan populasi mikroba dan aktivitas mikroba pada ransum. Semakin banyak bakteri yang ada maka semakin banyak zat makanan yang ada pada ransum/bahan yang akan dirombak sebagai sumber energi. Fardiaz (1988) menyebutkan bahwa selama fermentasi berlangsung, mikroorganisme menggunakan karbohidrat sebagai sumber energy yang dapat menghasilkan molekul air dan karbondioksida. Sebagian besar air akan tertinggal dalam produk dan sebagian lagi akan keluar dari produk. Air inilah yang akan menyebabkan kadar air dalam ransum menjadi tinggi dan bahan kering menjadi rendah (Winarno et al., 1980). Selain itu, menurunnya kandungan bahan kering juga diakibatkan oleh adanya bahan yang hanyut (leaching) bersama molekul air yang dihasilkan pada saat fermentasi.

Tabel 7. Hasil analisis kandungan bahan kering dan nutrien ransum hasil fermentasi

inokulan cairan rumen dan rayap

Variabel

RB0

Rataan Perlakuan1

RBR2T3

SEM3

RBR1T3

RBR2T2

Bahan Kering/BK (%DW)

93,54a2

92,95ab

92,45b

92,40b

0,22

Abu (%BK)

18,82a

19,15a

19,67a

19,09a

0,48

Bahan Organik/BO (%BK)

81,18a

80,85a

80,33a

80,91a

0,48

Serat Kasar/SK (%BK)

21,01a

15,93b

15,21c

14,07d

0,11

Protein Kasar/PK (%BK)

13,63c

14,79b

15,24ab

15,75a

0,21

Keterangan:

1. Perlakuan yang diberikan

RBo = Ransum tanpa terfermentasi

RBR1T3 = Ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3 % rayap

RBR2T2 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2 % rayap

RBR2T3 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3 % rayap

2. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

3. SEM = Standard Error of The Teatment Means

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan abu pada RB0 adalah sebesar 18,82%. Kandungan abu ransum pada semua perlakuan berkisar antara 18,82% – 19,67%. Pada perlakuan RBR1T3; RBR2T2; RBR2T3 terjadi peningkatan kandungan abu namun secara

statitsik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 memiliki kandungan lebih tinggi berturut-turut 1,75%;4,52%;1,43% daripada RB0 (P>0,05). Perlakuan RBR2T2 memiliki kandungan abu (%DM) sebesar 19,67% dan lebih tinggi daripada perlakuan RBR1T3 dan RBR2T3 (Tabel 7). Peningkatan kandungan abu terjadi pada ransum yang difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap (pada perlakuan RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3) tetapi tidak terjadi secara signifikan. Meningkatnya kandungan abu pada ransum disebabkan oleh menurunnya kandungan bahan organik. Selain itu kemungkinan juga disebabkan tingginya populasi bakteri yang ada pada inokulan (Tabel 5). Tingginya populasi mikroba pada inokulan juga membuat populasi mikroba pada ransum semakin tinggi. Hespell dan Bryant, 1997 (disitasi oleh Lang, 1997) mengungkapkan bahwa komposisi sel tubuh bakteri adalah relatif konstan yang terdiri dari 32 – 42% protein murni, 10% senyawa nitrogen, 8% asam nukleat, 11-15% lipid, 17% karbohidrat dan 13% abu. Peningkatan populasi bakteri akan meningkatkan suplai nutrien berupa abu dalam bahan pakan sehingga kehilangan nutrien ransum akan direcovery (diganti) dengan supplai nutrien dari sel tubuh mikroba.

Kandungan bahan organik pada ransum penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan bahan organik pada ransum namun analisis statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan RB0 memiliki kandungan bahan organik (% DM) sebesar 81,18%. Kandungan bahan organik ransum pada semua perlakuan berkisar antara 80,33% – 81,18%. Meskipun berbeda tidak nyata, perlakuan RBR1T3; RBR2T2; RBR2T3 memiliki kandungan bahan organik yang lebih rendah (P>0,05) daripada perlakuan RB0. Perlakuan RBR1T3; RBR2T2; RBR2T3 berturut-turut 0,41%; 1,05 % dan 0,33% lebih rendah (P>0,05) dari perlakuan RB0 (Tabel 7). Pada penelitian ransum sapi bali yang berbasis limbah pertanian yang difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan bahan organik tetapi tidak terjadi secara signifikan. Penurunan bahan organik pada ransum ini disebabkan oleh banyaknya mikroba yang ada pada ransum sehingga kandungan bahan organik digunakan oleh mikroba untuk tetap hidup. Pada proses fermentasi akan mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan nutrien bahan sebagai akibat dari mikroba pendegradasi yang memanfaatkan nutrien untuk sintesis sel tubuh maupun aktivitas mikroba itu sendiri. Disisi lain adanya mikroba fermentor juga akan memberikan pasokan nutrien ke dalam bahan (ransum) terfermentasi namun dalam jumlah yang lebih rendah dari nutrien yang termanfaatkan. Sehingga ransum terfermentasi memiliki kandungan bahan organik lebih rendah (P>0,05) daripada perlakuan RB0 (Tabel 7).

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pada perlakuan RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RB0 yang memiliki kandungan serat kasar 21,01%. Perlakuan RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 berturut-turut 24,18%; 27,61%; 32,94% nyata (P<0,05) lebih rendah dari perlakuan RB0. Dari semua perlakuan, RBR2T3 memiliki kandungan serat kasar paling rendah yaitu sebesar 14,07%. Kandungan serat kasar perlakuan RBR2T3 berturut-turut 32,94% ; 11,68% ; 7,49% yang nyata lebih rendah (P<0,05) dari kandungan serat kasar perlakuan RB0; RBR1T3 ; RBR2T2 (Tabel 7). Perlakuan RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 menghasilkan ransum yang memilki kandungan serat kasar berturut-turut 24,18%; 27,61%; 32,94% nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RB0 (Tabel 7). Perlakuan RBR2T3 memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RBR1T3 dan RBR2T2. Menurunnya kandungan serat kasar pada ransum merupakan hasil kerja dari mikroba pendegradasi serat yang ada pada inokulan dari cairan rumen dan rayap. Penurunan serat kasar pada ransum yang difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap mengindikasikan bahwa telah terjadi proses fermentasi yang maksimal. Mikroba selulolitik yang ada pada cairan rumen dan rayap akan menghasilkan enzim selulase yang mampu mendegradasi selulosa yang ada pada ransum. Bakteri selulolitik akan menghasilkan enzim endo glukanase/CMCase, ekso glukanase dan glukosidase yang berperan dalam degradasi selulosa menjadi senyawa sederhana (Partama et al., 2012). Meningkatnya populasi bakteri selulolitik menyebabkan meningkatnya degradasi selulosa yang dirombak menjadi oligosakarida dan glukosa (Allen, 2002). Disamping itu, penguraian selulosa menjadi glukosa selama proses fermentasi akan meningkatkan populasi mikroba terutama yang bersifat selulolitk (Aisjah, 2011 disitasi Erwin, 2012). Adanya fungi dalam cairan rumen juga berperanan penting dalam proses degradasi serat pakan dengan membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan sehingga dinding sel pakan menjadi lebih terbuka dan mudah untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen (Firkin et al., 2006).

Ransum fermentasi RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 memiliki kandungan protein kasar yang berbeda nyata terhadap RB0. Perlakuan RB0 memiliki kandungan protein kasar sebesar 13,63%. Perlakuan RBR1T3, RBR2T2, RBR2T3 mampu menghasilkan ransum dengan kandungan protein kasar berturut-turut 8,51%; 3,04%; 15,55% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RB0. Perlakuan RBR2T2 nyata 3,04% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RBR1T3. Kandungan protein ransum pada perlakuan RBR2T3 berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan RB0 dan RBR1T3, tetapi berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap perlakuan RBR2T2. Perlakuan RBR2T3 masing-masing 15,55%; 6,49% nyata lebih tinggi daripada perlakuan RB0 dan RBR1T3, dan 3,35% tidak nyata lebih tinggi daripada perlakuan RBR2T2 (Tabel 7). Kandungan protein kasar pada perlakuan RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada perlakuan RB0 (Tabel 7). Peningkatan protein kasar yang meningkat pada ransum RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 disebabkan berkembangnya mikroba yang ada di dalam inokulan selama proses fermentasi ransum. Tingginya populasi mikroba yang ada pada ransum akan dapat menyumbangkan protein dalam tubuhnya tubuhnya. Hal itu didukung dengan melihat jumlah populasi mikroba yang ada pada inokulan bahwa inokulan memiliki populasi mikroba yang tinggi (Tabel 5). Urea yang ada pada pakan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber N untuk mensintesa protein yang ada tubuhnya. Selain itu, tingginya kandungan protein kasar pada ransum juga merupakan sumbangan protein kasar dari cairan rumen yang dipakai (inokulan). Nitis (1989 dalam Bidura, 2007) menyebutkan bahwa kandungan protein kasar pada isi rumen sebesar 7,11-9,635. Hal tersebut disebabkan oleh susunan tubuh mikroba yang terdiri dari protein murni, senyawa nitrogen dan asam nukleat (Hespell dan Bryant, 1979 disitasi oleh Lang, 1997). Block (2006) mengungkapkan asam amino mikroba khususnya bakteri mempunyai kualitas tinggi dengan komposisi asam amino yang setara bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan profil asam amino susu, tepung ikan, jagung kuning, tepung darah maupun tepung canola. Tingginya kualitas protein maupun asam amino pembangun biomassa bakteri akan memperbaiki sekaligus mempertinggi kualitas protein ransum yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas ternak yang diberi ransum/pakan tersebut.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakan inokulan yang yang diproduksi dari cairan rumen dan rayap dapat menurunkan kandungan bahan kering dan serat kasar ransum serta meningkatkan kandungan protein kasar ransum. Fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakan inokulan BR2T3 (inokulan yang diproduksi dari 20% cairan rumen dan 0,3% rayap) menghasilkan ransum dengan kandungan bahan kering dan serat kasar terendah dan dengan kandungan protein kasar tertinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada A. A. Putu Putra Wibawa, S.Pt., M.Si., I Wayan Wirawan, S.Pt, MP dan Andi Udin Saransi yang telah membantu penulis

menyelesaikan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, American Pharmaceutical Association, Washington, D.C.

Association of Official Analytic Chemist. 1980. Official Method of Analytis. 12th ed Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC.

Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G.. I. B. Gaga Partama, Tjok. Gde Susila. 2008. Limbah Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi.Universitas Udayana,Denpasar.

Block, E.. 2006. Rumen Microbial Protein Production : Are We Missing an Oppurtunity to Improve Dietary and Economic Efficiencies in Protein Nutrition of the High Producing Dairy Cow Industry Presentation High Plains Dairy Conference.

Dewi, P. L. 2015. Populasi Mikroba Inokulan yang Diproduksi dari Limbah Cairan Rumen Sapi Bali dan Rayap. Skripsi Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Erwin, Hidayat. 2012. Kualitas Fisik dan Kualitas Nutrisi Janggel Jagung Hasil Perlakuan Dengan Inokulan Yang Berbeda. diakses dari http://tehes89.blogspot.com/ (diakses tanggal 4 Juli 2015)

Fardiaz, S. 1988. Fermentasi Pangan, PAU Pangan dan Gizi IPB. Gramedia: Bogor.

Firkins, J. L., A. N. Hristov, M. B. Hall, G. A. Varga, dan N. R. St-Pierre. 2006. Integration of Ruminal Metabolism in Dairy Cattle. J. Dairy Sci. 89 (E. Suppl.): E31-E51. American Dairy Science Association.

Hau, D. K., M. Neobais, J. Nulik, N. G. F. Katifana. 2006. Pengaruh Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali. http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pro05.25.pdf?secure=1 (diakses tanggal 2 Mei 2015)

Ivan, M., D. J. Clack and G. J. White. 1974. Kjeldahl Nitrogen Determination. In: Shorth Cource on Poultry Production, Udayana University, Denpasar.

Kaiser, A. G. 1984. The Influence of Silase Fermentation On Animal Production.Silase in the 80s.Proceding of National Workshop, Armidale, New South Wales, Australia.

Lang, R. A. 1997. Tree Foliage In Ruminat Nutrition. Food and Agriculture Organization of The United Nation Rome, Italy.

McDonald, D., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1988. Animal nutrition. 4th edition. Longman Scientific and Technical. John Wiley & Sons. Inc. New York

Mudita, I M., I G. L. O .Cakra, AA. P. P. Wibawa, dan N. W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam

Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M., AA. P. P. Wibawa, dan I G. N Kayana. 2012. Penggunaann Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali yang Kompetitif dan Sustainable. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Mudita, I M., AA. P. P. Wibawa, I W. Wirawan, dan I G. N Kayana. 2013. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Universitas Udayana, Denpasar.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Partama, I. B. G., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, A. A. A. S. Trisnadewi. 2012. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas bakteri serta Fungi Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulan dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah. Laporan Penelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar.

Purwadaria, T., Pesta A. Marbun, Arnold P. Sinurat dan P. Ketaren. 2003a. Perbandingan Aktivitas Enzim Selulase dari Bakteri dan Kapang Hasil Isolasi dari Rayap. JITV Vol. 8 No. 4 Th 2003:213-219

Purwadaria, T., Pius P. Ketaren, Arnold P. Sinurat, and Irawan Sutikno. 2003b. Identification and Evaluation of Fiber Hydrolytic Enzymes in The Extract of Termites (Glyptotermes montanus) for Poultry Feed Application. Indonesian Journal of Agricultural Sciences 4(2) 2003; 40-47

Purwadaria, T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P. Sinurat. 2004. Isolasi dan Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol. 9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta.

Siregar, S. B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya:Jakarta.

Suharto, M. 2004. Dukungan Teknologi Pakan Dalam Usaha Sapi Potong Berbasis Sumberdaya                  Lokal.                  diakses                  dari.

http:/peternakan.litbang.deptan.go.id/download/sapi.potong/.04.3.pdf. (diakses tanggal 2 Mei 2015)

Tampoebolon, B. I. M. 1997. Seleksi dan Karakterisasi Enzim Selulase Isolat Mikrobia Selulolitik Rumen Kerbau. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tesis Magister Ilmu Ternak).

Watanabe, H., H. Noda. G. Tokuda, and N.Lo.1998. A cellulose gene of termite origin. Nature 394 : 330 – 331

Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia:Jakarta.

Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457

Page 457