e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

PENAMPILAN AYAM BROILER UMUR 1-5 MINGGU YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI KULTUR KHAMIR Saccharomyces sp. SEBAGAI SUMBER PROBIOTIK

CITRAWATI G. A. O., I G. N. G, BIDURA DAN I. A. P. UTAMI Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: [email protected]. HP: 085739762108

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan level terbaik suplementasi kultur khamir Saccharomyces sp.komplekssebagai sumber probiotik dalam ransum terhadap penampilan ayam broiler umur 1-5 minggu. Ayam yang digunakan adalah ayam broiler umur satu hari sebanyak 120 ekor dengan bobot badan homogen tanpa membedakan jenis kelamin. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan enam kali ulangan. Keempat perlakuan tersebut adalah ayam yang diberi ransum tanpa suplementasi kultur khamir Saccharomyces sp.komplekssebagai kontrol (P0), dengan suplementasi 0,20% kultur khamirSaccharomyces sp.kompleks(P1), suplementasi 0,40% kultur khamir Saccharomyces sp.kompleks (P2), dan suplementasi 0,60% kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks (P3) . Tiap petak/unit percobaan diisi dengan lima ekor ayam broiler umur satu hari dengan bobot badan homogen. Variabel yang diamati yaitu konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, dan Feed Convertion Ratio (FCR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi kultur khamir Saccharomyces sp.komplekspada level 0,20%, 0,40% dan 0,60% dalam ransum secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, dan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan kontrol. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suplementasi 0,20%, 0,40% dan 0,60% kultur khamir Saccharomyces sp.komplekssebagai sumber probiotik dalam ransum dapat meningkatkan penampilan broiler umur 1-5 minggu.

Kata kunci: Probiotik, Saccharomyces sp, penampilan, broiler

SUPPLEMENTATION OF Saccharomyces sp CULTURE COMPLEX AS A PROBIOTICS IN DIETS ON PERFORMANCE OF BROILER

AGED 1-5 WEEKS

ABSTRACT

The aim of this study is to obtain the best level of supplementation of Saccharomyces sp. culture complex as a source of probiotics in the ration against performance of broilers aged 0-5 of weeks. About 120 chickens were chosen in average 1 day old broiler chickens with homogeneous weight, without considering the sex of the chickens. Complete randomized design (CRD) method used with four treatments and six repetitions. The fourth treatment was chicken which were given basal rations without supplementation of cultures complex of Saccharomyces sp.(P0)0,20% supplementation of cultures complex of Saccharomyces sp.(P1), and 0,40% supplementation of cultures


complex of Saccharomyces sp.(P2).and supplementation of 0.60% Saccharomyces sp. cultures complex (P3). Respectively each experimental unit were filled with five of 1 dayaged broiler chickens with homogeneous weight. Variables which were observed including: ration consumption,final body weight, body weight gain, and "Feed Conversion Ratio" (FCR). The results showed that supplementation of cultures complex of Saccharomyces sp.at the level of 0,20% , 0,40% and 0,60% in the basal diet (P<0.05) were increatet significantly different (P<0.05) on feed consumption, final body weight, body weight gain , and efficiency of feed utilization compared to control. It is concluded that supplementation of 0,20%,0,40% and 0,60% Saccharomyces sp. culture complex as a probiotics in diet were increased performance of broiler aged 1-5 of weeks. Supplementation of 0.40% cultures complex of Saccharomyces sp. was better than the 0.20% and 0,.60% supplementation of cultures complex of Saccharomyces sp.

Keywords: Probiotics, Saccharomyces sp., perfomance, broiler

PENDAHULUAN

Kebutuhan daging di Indonesia terus meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi protein hewani. Salah satu produk peternakan yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani adalah daging. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur (Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2013).

Ayam broiler merupakan tipe ayam pedaging dan umumnya digunakan untuk konsumsi sehari-hari sebagai pemenuh kebutuhan protein hewani dalam meningkatkan kecerdasan anak bangsa, karena daging ayam merupakan sumber hewani yang murah dan mudah didapat. Ayam broiler memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan bobot badan sangat cepat.Kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987).

Dari beberapa kelemahan ayam broiler perlu usaha peningkatan mutu pakan, dilakukan antara lain dengan penggunaan pemacu pertumbuhan (growth promotor)untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Penggunaan imbuhan pakan dalam ransum bertujuan untuk meningkatkan daya guna pakan. Imbuhan pakan yang sering dipakai selama ini adalah antibiotik yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan (growth promotor) agar dapat meningkatkan penampilan dan efisiensi ransum. Penggunaan antibiotik pada ternak di beberapa negara di Eropa seperti golongan virgiamycin,

avopracin, bacitracin, tylocin dan spiramycin sudah dilarang karena adanya residu pada hasil ternak yang dapat membahayakan konsumen (Barton, 2000), sehingga perlu dicari imbuhan pakan pengganti antibiotik yang pemakaiannya aman untuk dikonsumsi.

Berdasarkan masalah tersebut, sebagai pengganti antibiotik, pada penelitian ini akan dicoba menggunakan probiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak. Klaim (2006) mengungkapkan bahwa probiotik ikut berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh melalui stimulasi sel-sel tertentu di usus. Fuller (2002) menyatakan bahwa keseimbangan mikroba usus tercapai apabila mikroorganisme yang menguntungkan dapat menekan mikroorganisme yang merugikan. Lebih lanjut juga dikatakan oleh Barrow (1992) bahwa pada dasarnya ada dua tujuan utama dalam penggunaan probiotik pada unggas, yaitu untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak dari infeksi Salmonella.dan memanipulasi mikroorganisme saluran pencernaan bagian anterior (crop, gizard, dan usus halus) yang menempatkan mikroflora yang menguntungkan misalnya dari strain Lactobacillus sp.

Beberapa mikroba telah direkomendasikan oleh beberapa peneliti sebagai sumber probiotik, diantaranya Bacillus subtilis, Bacillus lecheniformis, Bacillus toyoi, Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus, Streptococcus dan Yeast (Mulder et al.,1997). Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu probiotik pada unggas yang dapat meningkatkan kecernaan pakan berserat (Ahmad, 2005). Suplementasi Saccharomyces cerevisiae (ragi) dalam ransum nyata meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum (Kompiang, 2002). Suplementasi probiotik dalam ransum nyata meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum, serta meningkatkan kecernaan zat makanan (Bidura et al., 2009). Menurut Bidura (2014) bahwa suplementasi kultur khamir Saccharomyces sp. yg diisolasi dari feses sapi dalam ransum sebagai sumber probiotik dapat mendegradasi ransum. Salah satu mikroba yang terkandung dalam feses sapi adalah mikroba Saccharomyces sp. kompleks. Lebih lanjut dinyatakan bahwa hasil seleksi kultur khamir Saccharomyces sp. sebagai agensia probiotik menghasilkan produk yang terkandung Saccharomyces sp.kompleks yang mempunyai potensi sebagai agen probiotik untuk menggantikan fungsi antibiotic sebagai perangsang pertumbuhan. Menurut Novi (2014), level optimal penggunaan kultur isolat Saccharomyces spp. G-7 yang di isolasi dari ragi tape adalah berkisaran 0,2-0,4% dalam ransum.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan level terbaik penggunaan suplementasi kultur khamir Saccharomyces

sp.kompleks dalam ransum sebagai probiotik terhadap penampilan ayam broiler umur 1-5 minggu.

MATERI DAN METODE

Ayam

Ayam yang digunakan adalah ayam broiler strain CP 707 berumur satu hari (DOC) sebanyak 4 x 6 x 5 = 120 ekor dengan bobot badan homogen tanpa membedakan jenis kelamin yang diperoleh dari poultry shop di daerah Tabanan.

Kultur Khamir Saccharomyces sp. kompleks

Kultur khamir kompleks yg di maksud adalah campuran 5 jenis kultur khamir Saccharomyces sp. yg dibiakkan pada media onggok yg terdiri atas kultur S-6.,S-7.,G-6.,G-8., dan G-9 yang diisolasi dari feses sapi bali yg telah lolos sebagai agensia probiotik, yaitu lolos uji berbagai level suhu, pH dan garam empedu saluran pencernaan ayam secara invitro(Candrawati et al.,2014). Tiap Kultur khamir Saccharomyces sp.(kultur S-6.,S-7.,G-6.,G-8., dan G-9)diproduksi dengan metode Muktiani (2002) dengan mengaambil isolat murni yang telah dibiakan dalam nutrient broth selama 24 jam, kemudian disentrifuse untuk memperoleh endapannya (sel-sel mikroba). Selanjutnya endapan murni ditambahkan dengan aquades sebanyak 4 cc dan dimasukkan ke dalam masing-masing 100 gram dalam media onggok dan fermentasi selama 2-3 hariterlebih dahulu di steam/dikukus. Setelah proses fermentasi selesai, kultur khamirSaccharomyces sp.kompleks siap dimanfaatkan, dalam kegiatan penelitian selanjutnya.

Produksi kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks dilaksanakan di Lab Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

Ransum dan Air Minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan tabel komposisi zat makanan menurut Scott et al. (1982), dengan menggunakan bahan seperti jagung kuning, dedak padi, bungkil kelapa, kacang kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, pollard, kacang kedelai, kultur Saccharomyces sp. kompleks, mineral mix. Komposisi bahan dan zat makanan dalam ransum penelitian tersaji pada Tabel 1 dan 2. Air minum yang diberikan selama penelitian bersumber dari perusahaan air minum (PAM) yang diberikan secara ad libitum.

Tabel 1. Komposisi pakan dalam ransum ayam pedaging umur 0-5 minggu

Bahan pakan (%)                           Perlakuan1)

P0

P1

P2

P3

Jagung Kuning

48,70

49,00

48,75

48,35

Dedak Padi

1,20

0,70

0,70

0,70

Bungkil Kelapa

9,80

9,80

9,70

9,70

kacang Kedelai

14,90

14,90

14,90

14,90

Tepung Ikan

14,50

14,50

14,60

14,65

Minyak Kelapa

0,00

0,00

0,05

0,20

Pollard

10,40

10,40

10,40

10,40

Kultur S.Cerevise

0,00

0,20

0,40

0,60

Mineral Mix

0,50

0,50

0,50

0,50

Total

100,00

100,00

100,00

100,00

Keterangan :

  • 1 . Ayam yang diberi ransum basal tanpa suplementasi kultur khamir komplek sebagai kontrol (P0), ransum dengan suplementasi 0,20% kultur khamirSaccharomyces sp. kompleks (P1), ransum dengan suplementasi 0,40% kultur khamirSaccharomyces sp. kompleks(P2), ransum dengan suplementasi 0,60% kultur khamirSaccharomyces sp. kompleks (P3).

Tabel 2. Komposisi zat makanan dalam ransum ayam broiler umur 1-5minggu1)

Zat-zat makanan

Satuan

Perlakuan2)

Standar3)

P0

P1

P2

P3

Energi Metabolisme

Kkal/kg

2900

2902

2899

2900

2900

Protein kasar

%

22,0

21,9

22,0

21,9

20

Lemak kasar

%

6,63

6,58

6,62

6,76

5-104)

Serat kasar

%

4,51

4,46

4,44

4,43

3-84)

Kalsium

%

1,19

1,19

1,20

1,20

1.00

Fospor tersedia

%

0,70

0,70

0,71

0,71

0,405

Arginin

%

1,60

1,59

1,59

1,59

1,14

Histidin

%

0,51

0,50

0,50

0,50

0,405

Isoleusin

%

1,12

1,11

1,12

1,12

0,91

Leusin

%

1,91

1,91

1,91

1,91

1,36

Lysine

%

1,52

1,51

1,52

1,52

1,14

Methionin

%

0,47

0,47

0,47

0,47

0,405

Phalanin

%

1,01

1,01

1,01

1,0

0,73

Threonin

%

0,90

0,90

0,90

0,90

0,73

Tryptophan

%

0,26

0,26

0,26

0,26

0,200

Valin

%

1,12

1,11

1,119

1,11

0,73

Keterangan :

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik petani peternak di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Bali. Penelitian ini berlangsung selama 5 minggu.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan enam kali ulangan. Keempat perlakuan tersebut adalah ayam yang diberi ransum basal tanpa suplementasi kultur khamir Saccharomyces sp. Komplek ssebagai kontrol (P0), dengan suplementasi 0,20% kultur khamir Saccharomyces sp.kompleks (P1), dengan suplementasi 0,40% kultur khamir Saccharomyces sp. Kompleks (P2), dengan suplementasi 0,60% kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks (P3) Tiap petak/unit percobaan diisi dengan lima ekor ayam broiler umur satu hari dengan bobot badan homogen.

Pencegahan Penyakit

Untuk pencegahan penyakit, sebelum ayam dimasukkan, terlebih dahulu kandang disanitasi dengan desinfektan untuk mencegah adanya bakteri patogen. Pada pemeliharaan, ayam diberikan vitachickmelalui air minum dengan tujuan meningkatkan daya tahan tubuh.

Variabel yang Diamati

Variabel yang dicari dalam penelitian ini adalah:

  •    Konsumsi ransum: Pengukuran dilakukan tiap minggu sekali dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum.

  •    Bobot badan akhir: Penimbangan bobot badan akhir dilakukan pada akhir penelitian. Sebelum penimbangan terlebih dahulu ayam dipuasakan selama 12 jam.

  •    Pertambahan bobot badan: Pertambahan bobot badan diketahui dengan menghitung selisih antara bobot badan saat penimbangan dengan bobot badan pada minggu sebelumnya.

  •    Feed Conversion Ratio (FCR) yang merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan (Boyle, 2003)

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah ransum yang dikonsumsi selama penelitian pada ayam yang diberikan ransum tanpa suplementasi kultur khamir Saccharomyces sp. komplekssebagai kontrol (P0) adalah 2416 g/ekor/5 minggu (Tabel 3.1). Rataan konsumsi ransum dengan suplementasi 0,20% kultur khamir Saccharomyces sp. Kompleks (P1), dengan suplementasi 0,40% kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks (P2) dan dengan suplementasi 0,60% kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks (P3) masing-masing adalah 0,16%, 0,41%, dan 0,62% lebih rendah daripada kontrol (P0). Konsumsi untuk perlakuan P1, P2, dan P3 secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) (Tabel 3)

Tabel 3 Penampilan ayam broiler umur 1-5 minggu yang diberi ransum dengan suplementasi kultur khamir Saccharomycessp. kompleks sebagai sumber probiotik

Variabel

Perlakuan1)

P0

P1

P2

P3

SEM 2)

Konsumsi ransum (g/ekor/5 minggu)

2416a 3)

2412a

2406a

2401a

15,900

Bobot badan akhir (g/ekor/5 minggu)

1418a

1671b

1697b

1675b

9,942

Pertambahan bobot badan (g/ekor/5

1365a

1620b

1646b

1623b

9,8

minggu)

“Feed Convertion Ratio/FCR”

1,772a

1,490b

1,461b

1,479b

0,14

Keterangan :

  • 1.    Ayam yang diberi ransum tanpa suplementasi kultur khamirSaccharomyces sp.komplekssebagai kontrol (P0), ayam yang diberi ransum dengan suplementasi 0,20% kultur khamir Saccharomyces spkompleks (P1), ayam yang diberi ransum dengan suplementasi 0,40% kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks(P2), dan ayam yang diberi ransum dengan suplementasi 0,60% kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks (P3).

  • 2.    SEM: Standard Error of The Treatment Means

  • 3.    Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Rataan konsumsi ransum broiler selama lima minggu pemeliharaan berkisar antara 2416-2401 g/ekor/5 minggu (Tabel 3). Suplementasi kultur khamir Saccharomyces sp. kompleks sebagai sumber probiotik dalam ransum dapat menurunkan konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena kandungan energi termetabolis ke empat perlakuan sama, seperti diketahui ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energi. Ternak unggas mengkonsumsi ransum pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Seperti yang dilaporkan oleh Wahyu (1997), faktor utama yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolisme dan unggas akan berhenti makan apabila kebutuhan

akan energi sudah terpenuhi walaupun tembolok belum penuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994) bahwa, tingkat energi di dalam ransum menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi dan sebagian besar pakan yang dikonsumsi digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Apabila kandungan energi dalam ransum tinggi maka konsumsi pakan akan turun dan sebaliknya apabila kandungan energi ransum rendah maka konsumsi pakan akan naik guna memenuhi kebutuhan akan energi. Seperti yang disampaikan oleh Anggorodi (1985) bahwa kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam, dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Kecepatan pertumbuhan unggas dipengaruhi oleh strain, suhu lingkungan, jenis kelamin, energi termetabolis dan kadar protein dalam pakan (Wahyu, 2004). Hal ini dapat terjadi melalui peningkatanproses pencernaan atau peningkatan kecernaan senyawa-senyawa yang awalnya tidak tercerna. Sebagai contoh, suplementasi Ent. faecium akan meningkatkan kecernaan selulosa pada ayam. Probiotik dalam saluran pencernaan dapat menekan E.choli dan kadar gas ammonia dalam ekskreta, sehingga ayam akan menjadi nyaman (Bidura, 2012). Menurut Siregar (2009), konsumsi pakan tergantung dari beberapa faktor yaitu : besar tubuh unggas, keaktifan badannya sehari-hari, suhu atau temperature di dalam dan disekitar kandang, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan pada unggas. Semakin tinggi kandungan energi dalam pakan maka semakin rendah konsumsi pakan unggas tersebut (Wahyu, 1997). Untuk meningkatkan produktifitas ternak unggas, dalam pakan ternak harus mengandung gizi yang tinggi (Santoso, 2009). Pada penambahan probiotik diduga, bahwa mikroorganisme yang menguntungkan dalam saluran pencernaan sangat berperan dalam mengoptimalkan konsumsi ransum, sehingga penyerapan zat-zat nutrisi berlangsung dengan sempurna (Scott et al., 1982).

Bobot badan akhir pada perlakuan P0 adalah 1418g/ekor/5 minggu (Tabel 3), sedangkan bobot badan akhir pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing adalah 17,84%, 19,67% dan 18,12% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding kontrol (P0). Bobot badan akhir untuk ayam perlakuan P1, P2, dan P3 secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P<0,05).Pertambahan bobot badan ayam umur lima minggu pada perlakuan P0 adalah1365g/ekor/5minggu (Tabel 3), sedangkan pertambahan bobot badan ayampada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing adalah 18,65%, 24,32% dan 18,90% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding kontrol (P0). Pertambahan bobot badan untuk ayam perlakuan P1, P2, dan P3 secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05).

Bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan meningkat pada suplementasi 0,20%-0,60% kultur khamir Saccharomyces sp. Hal ini sesuai dengan Moritz et al. (2002) yang menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi besar kecilnya pertambahan bobot badan ayam pedaging adalah konsumsi pakan dan terpenuhinya kebutuhan zat makanan. Konsumsi pakan seharusnya memiliki korelasi positif dengan pertambahan bobot badan. Hasil penelitian sesuai dengan yang dilaporkan oleh Bidura (2014) yang mendapatkan bahwa suplementasi kultur Saccharomyces sp.diisolasi dari feses sapi dalam ransum basal nyata dapat meningkatkan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan ayam. Peningkatan tersebut disebabkan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan sehingga kebutuhan ternak akan zat makanan dapat terpenuhi, khususnya protein untuk nutrisi protein tubuh, sehingga bobot badan meningkat.Kumprechtova et al. (2000) menyatakan bahwa suplementasi dengan kultur Saccharomyces cerevisiae dapat memperbaiki kinerja ayam pedaging, terutama bila kandungan protein dari ransumnya rendah. Dilaporkan juga bahwa suplementasi tersebut, dapat menurunkan ekskresi nitrogen, yang mana memberikan indikasi pemanfaatan protein yang lebih baik. Dengan menurunnya kadar nitrogen dalam feses, secara langsung juga akan mengurangi kadar amonia dari kotoran ayam tersebut yang mana akan mengurangi polusi dan memperbaiki lingkungan, yang akan berdampak positif terhadap kinerja ternak meliputi pertambahan bobot badan danFeed Convertion Ratio(FCR). Pertumbuhan adalah proses pertambahan bobot hidup sejak pembuahan dan lahir sehingga mencapai berat dan ukuran dewasa. Pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara bibit, pakan dan tata laksana yang baik untuk menjamin suksesnya setiap usaha peternakan unggas (Siregar, 2009). Pada dasarnya ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ternak agar diperoleh berat badan yang diharapkan, yaitu faktor genetik, faktor lingkungan dan manajemen (Santoso, 2009). Dilaporkan juga oleh Wahyono (2002), bahwa penambahan kultur bakteri yang berperan sebagai probiotik dapat menstimulasi sintetis enzyme pencernaan sehingga meningkatkan utilisasi nutrisi. Dilaporkan juga oleh Yu et al. (2008), bahwa penambahan probiotik kedalam ransum ayam dapat meningkatkan produksi enzym B-glukanase di semua segmen saluran pencernaan, dan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Hasil Penelitian Novi (2014) menyatakan bahwa Suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum nyata meningkatkan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan yaitu dengan bobot badan akhir 1891,83-2083,08 kg selama 4 minggu dan pertambahan bobot badan 1604,25-1799,08 kg selama 4 minggu.

Pada penelitian ini menunjukkan rataan nilai Feed Convertion Ratio (FCR) pada perlakuan P0 adalah 1,77/ekor/5 minggu (Tabel 3), sedangkan pada perlakuan P1,P2, dan P3 masing-masing adalah 15,81%, 17,51%, dan 16,94% berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibanding kontrol (P0). FCR untuk ayam perlakuan P1, P2, dan P3 secara statistik menunjukkaan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05).

“Feed Convertion Ratio” (FCR) merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Menurut Anggorodi (1994) Semakin rendah angka Feed Convertion Ratio (FCR), maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransumnya. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa suplementasi 0,20%, 0,40%, 0,60% kultur khamir Saccharomyces sp.kompleksnyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum.Hal ini dikarenakan kultur khamir Saccharomyces sp.komplekssebagai sumber probiotik, dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim saluran pencernaan unggas, akibatnya ransum basal teremulsikan dan lebih memudahkan proses pencernaan. Meningkatnya efisiensi penggunaan ransum, menurut Mountzouris et al. (2010), disebabkan karena probiotik dapat mengubah pergerakan mucin dan populasi mikroba didalam usus halus ayam, sehingga keberadaannya dapat meningkatkan fungsi dan kesehatan usus, memperbaiki komposisi mikroflora pada sekum, serta meningkatkan penyerapan zat makanan. Jin et al. (1997) menyatakan bahwa ransum unggas yang mengandung probiotik, memiliki angka Feed Convertion Ratio (FCR) lebih kecil dari dua.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi 0,20%, 0,40% dan 0,60% kultur khamir Saccharomyces sp. Kompleks dalam ransum sebagai sumber probiotik dapat meningkatkan penampilan ayam broiler umur 1-5 minggu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan penelitian sampai penulisan e-journal. Dan terima kasih kepada PT. Charoen Pokphan Indonesia yang telah memberikan bantuan dana berupa beasiswa kepada penulis. Terima kasih kepada Petani Peternak di desa dajan peken Tabanan atas izin tempat selama melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak. Wartazoa Vol.15(1) :49-55

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Muthakir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia.

Anggorodi, R. 1994.Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Penerbit PT.Gramedia.

Barrow, P.A.1992. Probiotik for Chicken. In : Probiotic The Scientific Basis (By Roy Fuller. 1st Ed. Champan and Hall, London) Page : 225-250.

Barton, M.D. 2000. Antibiotic Use in Animal Feed and its Impact on Human Health. Nutr. Res. Rev. 13: 279 – 299.

Bidura, I.G.N.G., D.A. Warmadewi, D.P.M.A. Candrawati, I.G.A.Istri Aryani, I.A.Putri Utami, I.B. Gaga Partama, and D.A. Astuti. 2009. The Effect Of ragi tape Fermentation product in diets on nutrient digestibility and growth perfomance of Bali drake. Proceeding. The 1st international Seminar on Animal Industry 2009. Sustainable animal Production for Food Security an Safety. 23-24 November 2009. Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. Pp:180-187

Bidura, I.G. N. G. 2012. “Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae Yang Diisolasi Dari Ragi Tape Untuk Tingkatkan Nilai Nutrisi Dedak Padi Dan Penampilan Itik Bali Jantan”. Disertasi Program Doktor Pascasarjana, Universitas Udayana.

Bidura, I.G. N. G. 2014. “Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae Yang Diisolasi Dari Feses Sapi Bali Pada Ayam Broiler”. Disertasi Program Doktor Pascasarjana, Universitas Udayana

Boyle, M. 2003. How do you measure feed conversion ?. Poultry Internasional. February Vol.42 :(2):20-26.

Candrawati.D. P. M. A, Warmadewi. D.A. and Bidura.I.G.N.G. 2014. “ Suplementation of cultureSaccharomyces Spp From Manure of Beef Cattle as a Probitics properties and has CMC-ase Activity to Improve Nutrien Quality of Rice Bran “. J. Biol. Chem. Research. Vol. 31, No 1 : 39-52 (2014) .

Fuller, R.2002, Probiotic- What they are and what they do. http://D:/Probiotic. What they and what do, html. Diakses tanggal 20 November 2014.

Jin, L.Z., Y., Y.W Ho., N. Abdullah and Jalaludin.1997. Probiotics In Poultry: Modes of Action. World Poultry Sci. J. 53(4) :351-368

Klaim. 2006. The Online Encyclopaedia. Wikipedia.probiotik juga ikut berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh. Diakses tanggal 26 November 2014.

Kompiang, I.P. 2002. Pengaruh ragi Saccaromyces cerevisiae dan Ragi Laut sebagai Pakan Imbuhan Probiotik Terhadap Kinerja Unggas. JITV.7(1):18-21.

Kumprechtova, D., P. Zobac, and I. Kumprech. 2000. The effect of Saccharomyces cerevisiae Sc 47 on chiken broiler performance an nitrogen output. Czech. J. Anim. Sci. (http://www.Buypro-biotics.Com/index 3 cfm? Book chapter id=33). (diakses 20 november 2014).

Morrison, F.B. 1961. Feeds and Feeding, Abridged. 9th. Ed., The Morrison Publishing Co., Clington, New York.

Morirtz, C, D. Broderick, KL Dethmers, N.N. FitzSimmon and C. Limpus. 2002. Population Genetick of Southeast Asian and Western Pasiflc Green Turtles, Chelonia mydas. Final Reportto UNEP/CMS.

Mountzouris K.C. P. Tsitrsikos, I. Palamidi, A. Arvaniti, M. Mohnl, G. Schatzmayr and K. Fegeros. 2010. Effects of probiotok inclusion levels in broiler nutrion on growth performance, nutrient digestibility, plasma immunoglobulins, and cecal micrroflora compostion. Poult. Sci. 89 : 58-67.

Muktiani, A. 2002. Penggunaan Hidrosilat Bulu Ayam dan Shargum serta Sumplemen Kromium Organik untuk Meningkatkan produksi Susu pada sapi Perah. Disertasi, Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Mulder, R.W.A.W., R. Havenaar, and J.H.J.Huis in’t Veld. 1997. Intervention strategies: the use of probiotics and competitive exclution microfloras against contamination with pathogens in pigs and poultry. Dalam Probiotics 2, Application and practical aspects. Edited by Fuller.Chapman & Hall, London-Weinhiem-New York-Tokyo-Melbourne-Madras.

Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Yogyakarta: Kanisius.

Novi Mahartini, N. K. 2014. “Suplementasi Kultur Saccharomyces spp G-7 Sebagai Sumber Probiotik Dalam Ransum Basal Terhadap Penampilan Broiler Umur 2-6 minggu”. Skripsi Program Sarjana Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Santoso, 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Berat Badan Unggas, www.poultryindonesia.com. Diakses pada tanggal 17 pebruari 2015

Scott, M.L.,M.C.Neisheim and R.J.Young.1982.Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Ithaca, New York : Publishing by : M.L. Scott and Assoc.

Siregar, 2009. Tentang Ternak Unggas. www.poultryindonesia.com Diakses pada tanggal 17 pebruari 2015

Steel, R.G.D and J.H.Torrie. 1989. Principles and Procedures of Statistic. 2nd Ed. London: McGraw-Hill International Book Co.

Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013. http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf. Diakses tanggal 20 November 2014

Wahyono, F. 2002. The influence of probiotic on feed consumption, body weight and blood cholesterol level in broiler fed on high saturated or unsaturated fat ration. J. Trop. Anim. Dev 27 : 36-44.

Wahyu, 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyu, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Gadjah mada University Press,

Yu, B., J.R.Liu, F.S. Hsiao and PWS Chiou. 2008. Evaluation of Lactobacillus Reuteri Pg4 Strain Expressing Heterologous B-glucanase as a Probiotic in Poultry Diets Based on Barley. Anim Feed Sci and Tech. 141 : 82-91.

Citrawati et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 1 - 12

Page 12