PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera) DAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) MELALUI AIR MINUM TERHADAP PENAMPILAN BROILER UMUR 2-6 MINGGU
on
e-journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: [email protected]c.id
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera) DAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) MELALUI AIR MINUM TERHADAP PENAMPILAN BROILER UMUR 2-6 MINGGU
TRISNA DEWI, K., I. G. N. G, BIDURA, DAN D. P. M. A. CANDRAWATI Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali.
e-mail : kartikatrisna.dewi@yahoo.co.id, Hp. 081337389160
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan daun bawang putih (Allium sativum) melalui air minum terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan.Ketiga perlakuan tersebutadalah ayam yang diberi air minum tanpa penggunaan ekstrak air daun kelor atau ekstrak air daun bawang putih sebagai kontrol (A), ayam yang diberi air minum ekstrak daun kelor (B), dan ayam yang diberi air minum ekstrak daun bawang putih (C), pemberian pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan FCR (Feed Convertion Ratio). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sebanyak 5% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan ekstrak bawang putih (Allium sativum) melalui air minum dapat meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan menghasikan nilai FCR yang efisien pada ayam broiler umur 2-6 minggu.
Kata kunci: Daun kelor (Moringa oleifera), daun bawang putih (Allium sativum), penampilan,broiler.
THE EFFECT OF GIVING MORINGA (Moringa oleifera) AND GARLIC (Allium sativum) LEAF EXTRACT THROUGH DRINKING WATER ON
PERFORMANCE OF BROILER AGE 2-6 WEEKS
ABSTRACT
The purpose of this study was todetermine the effect ofextract leaf of (Moringa oleifera) leaf and garlic (Allium sativum) through drinking water on the performance of broiler age of 2-6 weeks. The experimental designused inthis studywas acompletely randomized design(CRD) with three treatments and six replications. The third treatment was given chicken drinking water with out the use of water extract of Moringa leaves or leaf water extract of garlic as a control (A), chickens were given drinking water extract of Moringa leaves (B), and the chickens are given drinking water leaf extract of garlic (C) respectively feed and water
were offered ad libitum. The variablesobservedin this study werefeed consumption, waterconsumption, final body weight, weight gain, and FCR (Feed Convertion Ratio). The results of this study indicate that feed intake, water intake, and final body weight increased significantly (P<0,05) with extract of Moringa leaves and garlic through drinking water. In addition, weight gain and FCR were significantly increased (P<0,05). The results of this study showed that adduction of 5% extract of Moringa leaf and garlic extract proven to increase feed intake, water intake, final body weight, weight gain, and generates an efficient FCR values in broiler aged 2-6 weeks.
Keywords: Moringa leaves (Moringa oleifera), leaves of garlic (Allium sativum), appearance, broiler.
PENDAHULUAN
Usaha budidaya ayam pedaging terus menjanjikan karena permintaan daging ayam semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Ayam broiler merupakan ayam pedaging unggul yang memiliki peran besar dalam pemenuhan kebutuhan akan protein hewani (Rasyaf, 1998). Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang cepat, dada yang lebar dengan timbunan lemak daging yang banyak, temperamen tenang dan lamban. Ayam broiler merupakan ayam yang mudah menghasilkan timbunan lemak dalam tubuhnya, karena broiler jarang bergerak sehingga asupan pakan yang masuk ke tubuhnya jarang diubah menjadi energi (Hartono, 1999).
Antibiotik merupakan salah satu jenis feed additive yang digunakan dalam campuran pakan atau air minum. Tujuan penggunaannya untuk meningkatkan produktivitas, kesehatan, dan keadaan gizi ternak. Beberapa jenis feed additive yang paling sering digunakan oleh peternak adalah antibiotik sintetik karena penggunaannya praktis dan menunjukkan hasil yang instan. Pengggunaan antibiotik sintetik dapat menyebabkan residu bahan kimia berbahaya dalam produk yang dihasilkan dan menyebabkan resistensi bakteri-bakteri berbahaya yang terdapat di dalam tubuh ayam. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha mengganti antibiotik sintetik dengan antibiotik alami seperti pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan ekstrak bawang putih (Allium sativum) melalui air minum.
Daun kelor memiliki bahan aktif utama yaitu saponin, tannin, dan flavonoid. Saponin berfungsi sebagai antimikroba yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh sehingga resisten Trisna Dewi et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 3 Th. 2014: 461– 475 Page 462
terhadap penyakit, dan melancarkan sistem pencernaan. Flavonoid sebagai antioksidan dan memelihara sistem imunitas tubuh. Tannin memiliki sifat antiseptic sehingga memberikan pengaruh yang baik dalam saluran pencernaan. Kandungan lainnya terdiri dari katekol, steroid, triterpenoid,anthraquinon, alkaloid, dan gula.
Bawang putih memiliki kandungan senyawa aktif yang terdiri dari allicin dan ajoene serta senyawa flavonoid, menjadikannya dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan di dalam tubuh (Santosa et al., 1991). Maryam et al. (2003) melaporkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih sebanyak 4% pada ransum ayam petelur yang mengandung aflaktosin 0,4 mg AFB/kg BH dapat meningkatkan bobot badan dan produksi telur serta dapat mengurangi kadar residu aflaktosin pada telur yang dihasilkan. Adanya beberapa kandungan senyawa aktif ini membuat bawang putih potensial untuk digunakan sebagai “feed additive” pengganti antibiotik sintetik pada ternak ayam.
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan bawang putih (Allium sativum) melalui air minum terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu.
MATERI METODE
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Bali, yang berlangsung selama 1 bulan.
Kandang dan Ayam
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang “battery colony” berukuran panjang 50 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm. Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler umur 2 minggu dengan berat badan awal ±128 g produksi PT. Charoen Phokphan Strain CP 707 sebanyak 36 ekor yang dipilih tanpa membedakan jenis kelamin atau “unsexed”.
Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini dibuat berdasarkanstandar tabel komposisi zat makanan menurut Scott et al. (1982). Semua perlakuan ransum disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP: 20%). Bahan penyusunnya terdiri dari jagung kuning, dedak padi, bungkil kelapa, kacang kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, dan mineral mix.
Tabel 1. Komposisi bahan pakan dalam ransum ayam broiler umur 2-6 minggu
Bahan Pakan (%) |
Perlakuan1) AB C |
Jagung Kuning Dedak Padi Bungkil Kelapa Kacang Kedelai Tepung Ikan Minyak Kelapa Mineral Mix |
50,00 50,00 50,00 14,00 14,00 14,00 12,00 12,00 12,00 8,92 8,92 8,92 13,98 13,98 13,98 0,86 0,86 0,86 0,24 0,24 0,24 |
Total |
100,00 100,00 100,00 |
Keterangan :
1. Ayam yang diberi ransum basal dengan perlakuan air minum tanpa ekstrak daun kelor atau ekstrak daun bawang putih sebagai kontrol (A), dengan perlakuan air minum ekstrak daun kelor (B), dengan perlakuan pemberian air minum ekstrak daun bawang putih (C).
Tabel 2. Komposisi zat makanan dalam ransum ayam broiler umur 2-6 minggu1)
Zat-zat makanan |
Satuan Perlakuan Standar2) ABC |
Energi Termetabolis Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar Kalsium Fospor Tersedia Arginin Cytosin Glysine Histidin Isoleusin Leusin Lysin Methionin Phalanin Threonin Tryptophan Valin |
Kkal/kg 2900,00 2900,00 2900,00 2900,00 % 20,00 20,00 20,00 20,00 % 7,71 7,71 7,71 5-103) % 5,07 5,07 5,07 3,50 % 1,15 1,15 1,15 1,00 % 0,67 0,67 0,67 0,45 % 1,58 1,58 1,58 1,14 % 0,36 0,36 0,36 0,36 % 1,19 1,19 1,19 0,27 % 0,50 0,50 0,50 0,45 % 1,02 1,02 1,02 0,91 % 1,84 1,84 1,84 1,36 % 1,39 1,39 1,39 1,14 % 0,40 0,40 0,40 0,46 % 0,97 0,97 0,97 0,98 % 0,86 0,86 0,86 0,87 % 0,22 0,22 0,22 0,22 % 1,06 1,06 1,06 1,07 |
Keterangan : 1.)Berdasarkan perhitungan menurut Scott et al. (1982), 2Standar Scott et al. (1982), )Standar National Research Council (NRC, 1984)
Air Minum
Air minum yang digunakan terdiri dari air minum biasa yang bersumber dari PDAM setempat, ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera), dan ekstrak air daun bawang putih (Allium sativum). Daun kelor dan bawang putih diperoleh dari petani Desa Baturiti, Kabupaten Tabanan. Dalam pembuatan ekstrak, masing-masing bahan yang digunakan sebanyak 50gr/1lt air, kemudian bahan secara terpisah ditumbuk dan diperas untuk mendapatkan air ekstrak lalu disaring dengan saringan kue berdiameter 1-2 mm.
Tabel 3. Perlakuan pemberian air minum terhadap broiler umur 2-6 minggu
Perlakuan1)
Daun Kelor (Moringa oleifera) - +-
Daun Bawang Putih (Allium sativum) - -+
Keterangan :
-
1. Ayam yang diberi perlakuan air minum tanpa ekstrak daun kelor atau ekstrak daun bawangputih sebagai kontrol (A), dengan perlakuan air minum ekstrak daun kelor (B), dengan perlakuan air minum ekstrak daun bawang putih (C) dengan masing-masing ekstrak yang terkandung sebanyak 5% per liter.
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan yaitu ayam yang diberi air minum tanpa penggunaan ekstrak air daun kelor maupun ekstrak air daun bawang putih sebagai kontrol (A), ayam yang diberi air minum ekstrak daun kelor (B), dan ayam yang diberi air minum ekstrak daun bawang putih (C). Setiap perlakuan terdiri dari 6 ulangan dan tiap ulangan menggunakan 2 ekor broiler, sehingga terdapat 36 unit percobaan dan jumlah keseluruhan ayam yang digunakan adalah 36 ekor.
Pemberian Ransum Dan Air Minum
Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari, dengan cara mengisi ¾ bagian tempat pakan untuk menghindari tercecernya ransum saat ayam makan. Ransum dan air minum diberikan “ad libitum”. Air minum tanpa menggunakan ekstrak air daun kelor atau ekstrak air daun bawang putih (A) sebagai kontrol, ekstrak air daun kelor (B) Trisna Dewi et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 3 Th. 2014: 461– 475 Page 465
dan ekstrak air daun bawang putih (C), air yang digunakan bersumber dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat.
Variabel Yang Diamati
Variabel yang diamati meliputi:
-
1. Konsumsi ransum yang dihitung dengan menimbang jumlah ransum yang diberikan awal minggu kemudian dikurangi dengan jumlah ransum yang tersisa setiap akhir minggu.
-
2. Konsumsi air minum dihitung setiap hari dengan menggunakan gelas ukur yaitu jumlah yang diberikan dikurangi dengan sisa kemudian ditabulasi setiap minggu.
-
3. Berat badan akhir dihitung dengan menimbang berat badan ayam saat akhir penelitian.
-
4. Pertambahan berat badan dihitung dengan menimbang berat badan ayam yang diperoleh saat penimbangan lalu mengurangi dengan berat badan yang diperoleh sebelumnya. Pengukuran ini dilakukan seminggu sekali.
-
5. Feed Convertion Ratio (FCR) yang dihitung dengan mencari perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan.
Analisis Statistik
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel and Torrie, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam yang mendapatkan perlakuan ekstrak daun kelor (B) dan ekstrak daun bawang putih (C) melalui air minum nyata dapat meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan kontrol (A). Ayam yang mendapat perlakuan A (kontrol) mengkonsumsi ransum sebanyak 2431,4 g/ekor/4 minggu (Tabel 4.). Rataan jumlah konsumsi ransum pada ayam perlakuan B dan C berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi masing-masing: 5,7% dan 10,9% daripada kontrol (A). Ayam perlakuan C mengkonsumsi ransum sebesar 4,8% lebih tinggi dari ayam perlakuan B dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Hal ini disebabkan karena adanya senyawa fitokimia pada daun kelor yaitu scordinin dan allicin pada bawang putih (Bidura et al., 2000). Hal senada juga dilaporkan oleh Karyadi (l997), bawang putih serta daunnya mengandung senyawa allicin yang mempunyai fungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Selain allicin, fitokimia yang terdapat dalam bawang putih adalah scordinin. Scordinin mampu meningkatkan perkembangan tubuh karena scordinin mampu bergabung dengan protein dan menguraikannya (Syamsiah and Tajudin, 2003).
Tabel 4. Pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan daun bawang putih (Allium sativum) melalui air minum terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu.
Variabel |
A |
Perlakuan1) B |
C |
SEM2) |
Konsumsi ransum (g/ekor/4 minggu) |
2431,41c3) |
2572,00b |
2697,08a |
22,86 |
Konsumsi air minum (ml/ekor/4 minggu) |
4862,80c |
5144,00b |
5394,20a |
45,72 |
Berat badan akhir (g/ekor/4 minggu) |
1892,08c |
2022,25b |
2119,58a |
16,92 |
Pertambahan berat badan (g/ekor/4 minggu) |
1605,00c |
1735,00b |
1833,00a |
16,85 |
Feed convertion ratio (FCR) |
1,51a |
1,47b |
1,46c |
0,03 |
Keterangan :
1. Ayam yang diberi ransum basal dengan perlakuan air minum tanpa ekstrak daun kelor atau ekstrak daun bawang putih sebagai kontrol (A), dengan perlakuan air minum yang mengandung 5% ekstrak daun kelor (B), dan air minum dengan 5% esktrak daun bawang putih (C).
2. Standard Error Of The Treatment Means.
3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Adanya antimikroba tersebut mampu membunuh mikroba yang merugikan dalam saluran pencernaan, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat meningkat. Dengan demikian peluang penyerapan zat makanan dapat lebih optimal sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan ayam. Meningkatnya pertumbuhan ayam menyebabkan kebutuhan zat makanan juga semakin meningkat untuk menunjang pertumbuhan yang cepat tersebut sehingga konsumsi ransum meningkat. Seperti dilaporkan oleh Tillman et al. (1986) bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah kandungan energi ransum, bentuk ransum, laju pertumbuhan ternak, dan faktor lingkungan lainnya. Hal senada dilaporkan oleh Anggorodi (1985) bahwa semakin cepat pertumbuhan ayam maka semakin besar juga kebutuhan zat makanannya.
Seiring dengan meningkatnya konsumsi ransum maka air minum yang diperlukan oleh ternak juga meningkat, agar zat-zat makanan dalam saluran pencernaan berjalan dengan baik. Hal ini sebagai konsekuensi logis meningkatnya konsumsi ransum untuk melarutkan ransum didalam saluran pencernaan ayam.. Ayam yang mendapat perlakuan A (kontrol) mengkonsumsi air minum sebanyak 4862,8 ml/ekor/4 minggu (Tabel 4.). Rataan jumlah konsumsi air minum pada ayam perlakuan B dan C berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi masing-masing: 5,78% dan 10,93% daripada kontrol (A). Ayam perlakuan C mengkonsumsi air minum 4,86% lebih tinggi dari ayam perlakuan B dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Seperti dilaporkan oleh Wahju et al. (1997) bahwa konsumsi ransum berbanding lurus dengan konsumsi air minum, meningkatnya konsumsi ransum akan diikuti dengan meningkatnya konsumsi air minum. Ensminger (1990) menyatakan bahwa pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali lebih besar dari jumlah pakan yang dikonsumsi, karena air minum berfungsi sebagai pelarut dan sebagai alat transportasi zat-zat makanan untuk disebarkan ke seluruh tubuh sehingga dibutuhkan lebih banyak air daripada makanannya. Rataan konsumsi air minum ayam yang diberi perlakuan ekstrak daun bawang putih (C) melalui air minum lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (A) dan ekstrak daun kelor (B) hal ini disebabkan karena dalam daun bawang putih terdapat zat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri “pathogen” dalam saluran pencernaan (Wiryawan et al., 2005). Beberapa senyawa aktif yang terkandung di dalam bawang putih adalah allicin, selenium, dan metilatil trisulfida, senyawa aktif ini mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik dalam tubuh ayam. Allicin memiliki sifat antibakteri yang mampu membunuh bakteri pathogen (Santosa et al., 1991). Selenium mampu bekerja sebagai antioksidan dan metilatil trisulfida berperan dalam mencegah pengentalan darah. Sifat ketiga senyawa aktif ini mempengaruhi terjadinya proses metabolisme yang lebih baik, sehingga proses penyerapan zat makanan dapat berlangsung lebih optimal. Penyerapan zat-zat makanan yang lebih tinggi ini yang menyebabkan angka konversi ransum lebih rendah dan pencapaian bobot badan lebih cepat.
Berdasarkan hasil analisis statistik dapat dilihat bahwa penambahan sebanyak 5% ekstrak daun kelor melalui air minum, ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan berat badan akhir dibandingkan kontrol (A) karena daun kelor menjadi sumber protein tambahan yang diperlukan tubuh sehingga lebih tinggi dari kontrol (A). Rataan berat badan akhir ayam broiler yang diberi perlakuan air minum kontrol (A) adalah 1892,08 g/ekor/4 minggu (Tabel 4.). Pemberian 5% ekstrak daun kelor melalui air minum (B), dan ekstrak daun bawang putih melalui air minum (C) ternyata secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan berat badan akhir masing-masing: 6,87% dan 12,02% lebih tinggi daripada kontrol (A). Rataan berat badan akhir ayam perlakuan C adalah 4,81% lebih tinggi daripada ayam perlakuan B dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).Rataan pertambahan berat badan pada ayam yang diberi perlakuan air minum kontrol (A) adalah 1.605 g/ekor/4 minggu (Tabel 4.). Rataan pertambahan berat badan ayam broiler yang diberi air minum perlakuan B dan C ternyata secara nyata (P<0,05) meningkat, masing-masing: 8,09% dan 14,2% lebih tinggi dari kontrol dan pertambahan berat badan ayam perlakuan C adalah 5,64% lebih tinggi dari ayam perlakuan B dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Pada ayam perlakuan B, protein bersumber dari ransum dan dari ekstrak daun kelor, namun pada kontrol hanya terdapat dalam ransum. Hal ini menyebabkan pertambahan berat badan pada perlakuan B lebih tinggi dari kontrol (A). Makkar and Becker (1996) menyatakan jumlah protein yang terkandung di dalam daun kelor mencapai 27%. Tingginya besaran sumbangan protein dari daun kelor menyebabkan hasil pertambahan berat badan dan berat badan akhir pada perlakuan B lebih tinggi dari kontrol (A). Beberapa unsur asam amino yang terdapat dalam daun kelor (Moringa oleifera) seperti scordinin, metionin dan sistin (Price, 1985) mampu merangsang pertumbuhan ayam, menaikkan berat badan, meningkatkan energi (Seaton, et al., 1978). Daun kelor memiliki kandungan vitamin C yang tujuh kali lebih besar dari buah jeruk, mengandung empat kali kalsium lebih banyak dari susu sapi disamping kandungan protein daunnya yang dapat mencapai 43% jika diekstrak dengan etanol (Soetanto, 2005). Pemberian daun kelor sebanyak 10% (Moringa oleifera) dapat berpengaruh terhadap pertambahan berat badan babi, dan menghambat perkembangan cacing Ascaris cuum (Suratma et al., 2014). Penggunaan tanaman kelor untuk pakan sapi perah mampu meningkatkan
pertumbuhan bobot badan ternak harian hingga 32% dan meningkatkan produksi susu sapi perah hingga 43-65% (Anon, 2004).
Rataan pertambahan berat badan dan berat badan akhir pada ayam yang diberi perlakuan ekstrak daun bawang putih (C) melalui air minum menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan kontrol (A) dan ekstrak daun kelor (B). Nutrisi ransum pada ayam perlakuan C secara nyata dapat dimanfaatkan lebih optimal, karena ekstrak air daun bawang putih mengandung unsur senyawa aktif bersulfur saponin dan flavonoid yang dapat membunuh bakteri “pathogen” dalam saluran pencernaan, kedua unsur ini mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri merugikan terhenti, lalu mengalami lisis (mati) sehingga nutrisi dalam ransum dapat diserap oleh tubuh ayam dengan baik (Trease and Evans, 1978).
Selain itu bawang putih (Allium sativum) memiliki senyawa scordinin yang bersifat sebagai “growth promotor” yaitu zat yang dapat memacu pertumbuhan karena mampu mengikat protein dan menguraikannya dalam tubuh sehingga protein yang terserap lebih banyak dan hal ini yang dapat memacu pertumbuhan ayam broiler. Wibowo (1989) menyatakan bahwa pengaruh fisiologis scordinin yang disuntikkan pada tikus ternyata mampu meningkatkan pertumbuhan dan berat badan.
Menurut Seaton et al. (l978), meningkatnya konsentrasi asam amino seperti metionin dalam tubuh mampu meningkatkan pertumbuhan ayam. Adanya kombinasi senyawa tersebut kemudian menghasilkan enzim-enzim penangkal racun, merangsang sistem kekebalan, mencegah penggumpalan trombosit, meningkatkan metabolisme hormon, dan pengikatan zat karsinogen dalam usus, efek antibakteri, dan antioksidan (Karyadi, l997) yang semuanya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ayam.
Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, maka semakin tinggi efisiensi penggunaan ransumnya (Anggorodi, 1985). Penambahan sebanyak 5% ekstrak daun kelor dan daun bawang putih melalui air minum secara nyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan kontrol (A).Rataan nilai FCR selama 4 minggu pengamatan pada ayam untuk perlakuan kontrol (A) adalah 1,51/ekor (Tabel
-
4.). Rataan FCR selama penelitian pada ayam perlakuan B dan C masing-masing: 2,65% dan 7,29% nyata (P<0,05) lebih rendah dari kontrol. Ayam yang mendapat perlakuan C memiliki FCR 4,7% lebih rendah dari ayam perlakuan B dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Hal ini dikarenakan daun kelor (Moringa oleifera) mempunyai sifat anti bakteri dan anti jamur. Bakteri patogen yang merugikan dalam saluran pencernaan ayam broiler dapat dibunuh oleh senyawa aktif yang terkandung dalam daun kelor, sehingga nutrisi yang terkandung dalam ransum dapat diserap dengan optimal oleh saluran pencernaan, kemudian secara nyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum yang diberikan selama pemeliharaan.
Pada daun kelor (Moringa oleifera) telah diketahui mengandung bahan aktif sebagai antimikroba seperti flavonoid, saponin, tanin, dan senyawa fenolik lain yang mempunyai aktivitas antimikroba (Sato et al., 2004). Bahan aktif antimikroba ini memiliki mekanisme dengan cara merusak membran sel bakteri dengan meningkatkan permeabilitas dari dinding sel bakteri sehinggal bakteri lisis (Esimone et al., 2006).
Tanin bekerja dengan mengikat salah satu protein adhesin bakteri yang dipakai sebagai reseptor permukaan 5 bakteri, sehingga terjadi penurunan daya perlekatan bakteri serta penghambatan sintesis protein untuk pembentukan dinding sel (Agnol et al., 2003). Selain itu, tanin dapat merusak membran sel bakteri, mengkerutkan dinding sel, sehingga mengganggu permeabilitas sel yang mengarah pada kematian (Ajizah, 2004).
Saponin adalah senyawa antibakterial aktif yang menimbulkan busa jika digosok dalam air sehingga bersifat seperti sabun (Robinson, 1995). Saponin mempunyai efek sinergis atau aditif dengan tanin, bekerja dengan cara merusak permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel bakteri akan rusak dan kemudian mengalami lisis (Siswandono and Soekarjo, 1995). Dijelaskan lebih lanjut bahwa molekul dari senyawa saponin dapat menarik air (hidrofilik) dan dapat melarutkan lemak (lipofilik) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan bakteri lisis (Dwidjoseputro, 1994).
Nurhanafi (2012) menyatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa fenol antimikroba yang bersifat desinfektan dan bakteriostatik yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein dan membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang dapat mengganggu integritas membran dan dinding sel dan aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti. Selain itu daun kelor (Moringa oleifera) juga memiliki zat antioksidan, antara lain sitosterol dan glukopyranoside (Guevara et al., 1999). Antioksidan dapat digunakan sebagai upaya pencegahan peningkatan enzim faal hepar dan kerusakan hepar (Soetanto, 2005). Adanya zat tersebut dalam tubuh ayam dapat membuat penampilan ayam broiler lebih baik dari ayam yang tidak diberi perlakuan ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera).
Pada perlakuan C, nilai FCR yang diperoleh secara nyata lebih efisien dibandingkan dengan perlakuan B dan A karena bawang putih mengandung senyawa fitokimia dan beberapa zat yang mampu membunuh bakteri “pathogen” sehingga tubuh dapat memanfaatkan nutrisi ransum lebih optimal dan menghasilkan nilai FCR lebih efisien dibandingkan pada perlakuan A dan B. Ayam yang diberi perlakuan ekstrak daun bawang putih (C) melalui air minum menunjukkan hasil yang efisien jika dibandingkan dengan ekstrak daun kelor (B). Senyawa dalam daun bawang putih mengandung zat antimikroba lebih banyak sehingga perlakuan C lebih efisien dari perlakuan B. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fais (2010) yang menyatakan bahwa pada ekstrak air daun bawang putih (C) mengandung zat antimikroba yang bersifat bakteriostat, bakteriosid dan anti inflamasi menyebabkan bakteri seperti Streptococcus dan Clostridium mati lebih banyak daripada kemampuan dari senyawa-senyawa dalam daun kelor karena dapat lebih cepat menghambat pertumbuhan bakteri merugikan dalam saluran pencernaan sehingga efisiensi ransum dapat tercapai. Menurut Karyadi (l997), bawang putih mengandung senyawa fitokimia, yaitu “allyl sulfide” yang mempunyai fungsi sebagai antimikroba dan antioksidasi yang dapat menghasilkan enzim-enzim penangkal racun, merangsang sistem kekebalan, mencegah penggumpalan keping-keping darah (trombosit), meningkatkan metabolisme hormon, pengenceran dan pengikatan zat karsinogen dalam usus, efek antibakteri, dan antioksidan yang semuanya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ayam yang lebih baik dari kontrol (A).
SIMPULAN
Pemberian sebanyak 5% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan 5% ekstrak daun bawang putih (Allium sativum) melalui air minum, nyata dapat meningkatkan penampilan ayam broiler umur 2-6 minggu dibanding kontrol. Pemberian sebanyak 5% ekstrak daun bawang putih (Allium sativum) melalui air minum lebih efektif dalam meningkatkan penampilan ayam broiler umur 2-6 minggu dibanding dengan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera).
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada petani peternak di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan yang telah membantu selama proses perolehan bibit dan tanaman kelor dan bawang putih.
DAFTAR PUSTAKA
Agnol, R.D., Ferraz, A., Bernardi, A. P., Albring, D., Nor, C., Sarmento, L., and Lamb, L. 2003. Antimicrobial Activity of Some Hypericum species. Brazil: TANAC SA. 511-516.
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Bioscientiae, Vol. 1(1) : 31-8.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas.Cetakan pertama. Penerbit Universitas Indonesia.
Anonynous. 1986. The Moringa Tree. http://www.treesforlife.org/project/moringa. Diakses tanggal 21 April 2014
Bidura, I G. N. G., Candrawati, D.P.M.A. dan Sumardani, N.L.G. 2000. Pengaruh Penggunaan Daun Katuk (Saurupus Androgynus) Dan Daun Bawang Putih (Allium Sativum) Dalam Ransum Terhadap Penampilan Ayam Broiler. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Ensminger. 1990. Joint FAO/WHO Expert Consultation on Evaluation of Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. American Cordoba Park Hotel, Cordoba, Argentina. Hammond. 1994. The
Effect of Lactobacillus acidophilus on The Production and Chemical Composition of Hen Eggs. Poultry Sci. 75: 491-494.
Esimone, C. O., Iroha, I. R., Ibezim, E. C., Okeh, C. O., and Okpana, E. M.. 2006. In Vitro Evaluation of the Interaction between Tea Extracts and Penicillin G Against Staphylococcus aureus. Afr. J. Biotechnol. 5 (11): 1082-1086.
Fais. 2010. Bumbu Sebagai Antimikroba. http://kutankrobek.wordpress.com. Diakses pada tanggal 5 Desember 2013
Guevara,. A.P., V. Carolyn., H. Sakurai,.Y Fujiwara and K. Hashimoto. 1999. An Antitumor or Promoter From Moringa oleifera. Department of Biochemistry. Kyoto Prefectural University of Medicine. Japan.
Gupta, K., G. K. Barat, D. S. Wagle, H. K. L Chawla. 1989. Nutrient Contents and Antinutritional Factors in Conventional Leafly Vegetables. Food Chemistry. 31, 105-116.
Hartono, A. H. S., 1999. Beternak Ayam Pedaging Super. CV. Gunung Mas, Pekalongan.
Karyadi, E. l997. Khasiat Fitokimia Bagi Kesehatan. Harian Kompas. Minggu, 20 Juli l997. Hal: l5, Kol: 1-7, PT. Gramedia, Jakarta.
Makkar, H.P.S and K. Becker. 1996. Nutritional Value and Antinutritional Componens of Whole and Ethanol Extracted Moringa oleifera Leaves. Intitute fotr Animal Production in the Tropics. University of Hohenheim. Germany.
Maryam, R., Y. Sani, S. Juariah, R. Firmansyah dan Miharja. 2003. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum linn) dalam Penanggulangan Aflatoksikosis pada Ayam Petelur. JITV 8(4): 239-246. Balai Penelitian Veteriner Bogor, PO Box 151, Bogor 16114.
Meitzer, L. S., and L. P. Martin. 2000. Amaranth to Zai Holes : Effectiveness of a Moringa Seed Extract in Treating a Skin Infection. ECHO. USA.
Mursito, B., 2003. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisonal. Jakarta. Penebar Swadaya.
Nurhanafi, F. 2012. Perbandingan Potensi Antimikroba Ekstrak N-Heksana Daun Kelor (Moringa oleifera) Dengan Kulit Biji (Pericarp) Jambu Mete (Anacardium Occidentale) Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro. Skripsi. Program Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang.
NRC. 1984. Nutrient Requirement of Poultry. 7th Fd. National Academy of Sciences. Washington D.C.
Price, Martin. 1985. The Moringa Tree. Missouri Botanical Garden in St. Lou Protocole National de Prise en Charge de la Malnutrition Aigue. 2002. Ministère de la Santé, Programme National de Nutrition ; Kinshasa République Démocratique du Congo.
Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6. Diterjemahkan oleh: K. Padmawinata. ITB Press. Bandung.
Santosa, M. N., Basuki, A., Cholil, D. A. Dharma dan Syekhfani. 1991. Pengembangan Bawang Putih di Dataran Medium (400 m dpl). Risalah Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V. LIPI, Jakarta.
Sato, Y., Shibata, H., Arai, T., Yamamoto, A., Okimura, Y., Arakaki, N., and Higuti, T. 2004. Variation in Synergistic Activity by Flavones and its Related Compounds on the Increased Susceptibility of Various Strains of Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus to β-lactam Antibiotics. Int. J. Antimicrob.Agents, 24(3): 226-233.
Scott, M. L., Neisheim, M. C., and Young. R. J. 1982. Nutrition of Chickens. Thirth Edition M. L. Scott and Associates. Ithaca, New York.
Seaton K. W., Thomas, O.P., Gous, R. M., and Bossard. E. H. 1978. The Effect of Diet on Liver Glycon and Body Composition in the Chick. Poultry Sci. 57: 692-697.
Siswandono., and Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya. Airlangga University Press.
Soetanto, H., Sulistyani, Rachmawati, E., Karyono, S. dan Roeskitaningsih. 2004. Potensi Tanaman Kelor sebagai Antibiotika dan Antioksidan.Laporan Penelitian Kerjasama antara Universitas Brawijaya dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Pasar Jumat, Jakarta.
Soetanto, H. 2005. Potensi Tanaman Kelor (Moringa oleifera) sebagai Sumber Pakan dan Pangan di Indonesia. Proceeding Seminar AINI V. Universitas Brawijaya. Malang.
Steel, R. C. D., J. H. Torrie. 1991. Principles and Procedures of Statistic. New York: McGraw-Hill Book Co. Inc.
Suratma, A.N., Hapsari Mahatmi., Ardana, IBK., Kertha Besung, IN. 2014. Daun Kelor (Moringa oleifera) sebagai Feed Suplemen Untuk Meningkatkan Daya Tahan Babi Terhadap Infeksi Parasit Intestinal. Seminar Nasional Ternak Babi. Universitas Udayana. Denpasar.
Syamsiah, I.S., Tajudin.2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Tillman, A. D., Hartadi, S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., and S. Lebdo Soekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Gajah Mada University Press,Yogyakarta.
Trease GE., Evans WC. 1978. A Text Book of Pharmacognosy 11th Edition Bailliere Tindall London. P. 530.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
WHO. Situation Update Of Dengue in the SEA region 2010. http://www.searo.who.int. Diakses 26 Oktober 2013.
Wibowo, S. 1989. Budidaya Bawang Putih. Swadaya. Jakarta.
Wiryawan, K. G., Suharti, S. & Bintang, M. 2005. Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Salmonella typhimurium serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging. Media Peternakan 22 : 52-62.
Trisna Dewi et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 3 Th. 2014: 461– 475
Page 476
Discussion and feedback