ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: March 17, 2023

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

KUALITAS FISIK SILASE RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN GAMAL PADA

LEVEL BERBEDA

Ardani, A. M., I. G. L. O. Cakra, dan A. A. A. S. Trisnadewi

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: ardani@student.unud.ac.id, Telp. +62 821-4079-6136

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung daun gamal terhadap kualitas fisik silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Penelitian dilakukan di Stasiun Penelitian Sesetan, di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan, menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuaan terdiri atas P1 (rumput gajah 95% + 0% tepung daun gamal + 5% molases), P2 (rumput gajah 85% + 10% tepung daun gamal + 5% molases) P3 (rumput gajah 75% + 20% tepung daun gamal + 5% molases), dan P4 (rumput gajah 65% + 30% tepung daun gamal + 5% molases). Variabel yang diamati adalah warna, bau, tekstur, keberadaan jamur, dan nilai pH silase. Data nilai pH dianalisis menggunakan sidik ragam dan data nilai kualitas fisik dianalisis menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian pada variabel warna silase P1 mendapatkan nilai uji kualitas fisik tertinggi, pada variabel tekstur silase P2 mendapatkan uji kualitas fisik tertinggi, pada variabel bau silase P1 mendapatkan uji kualitas fisik tertinggi, pada variabel keberadaan jamur P3 mendapatkan uji kualitas fisik tertinggi, dan pada variabel pH silase P1, P2, P3, P4 mendapatkan nilai pH yang baik. Kesimpulan penelitian ini adalah penambahan tepung daun gamal pada silase belum menghasilkan kualitas fisik silase yang baik dibandingkan dengan silase tanpa penambahan tepung daun gamal, dan kualitas fisik silase tanpa penambahan tepung daun gamal mendapatkan kualitas fisik silase yang terbaik.

Kata kunci: silase, kualitas fisik, tepung daun gamal, rumput gajah

PHYSICAL QUALITY OF ELEPHANT GRASS (Pennisetum purpureum) SILAGE WITH DIFFERENT LEVELS OF Gliricidia sepium LEAF MEAL ADDITION

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of adding Gliricidia sepium (G. sepium) leaf meal to the physical quality of elephant grass (Pennisetum purpureum) silage. This research was


conducted at Sesetan Research Station on Jalan Raya Sesetan Gang Markisa and Nutrition and Animal Feed Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. This study conducted for one month, using a completely randomized design consisting of four treatments and five replications. The treatments consisted of P1 (95% elephant grass + 0% G. sepium leaf meal + 5% molases), P2 (85% elephant grass + 10% G. sepium leaf meal + 5% molases) P3 (75% elephant grass + 20% G. sepium leaf meal + 5% molases), and P4 (65% elephant grass + 30% G. sepium leaf meal + 5% molases). The variables observed were color, odor, texture, presence of fungi and pH value of silage. pH value data were analyzed with analysis of variance and physical quality data were analyzed using a frequency distribution. The results of the research on the silage color variable P1 got the highest physical quality test value, on the silage texture variable P2 got the highest physical quality test, on the silage smell variable P1 got the highest physical quality test, on the presence of fungi variable P3 got the highest physical quality test, and on the variable The pH of silage P1, P2, P3, P4 obtained good pH values. The conclusion of this study is that the addition of G. sepium leaf meal to silage has not produced good physical quality of silage compared to silage without the addition of G. sepium leaf meal, and the physical quality of silage without the addition of G. sepium leaf meal has the best physical quality of silage.

Keywords: silage, physical quality, Gliricidia sepium leaf meal, elephant grass

PENDAHULUAN

Pakan merupakan sumber gizi bagi ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Pakan ternak ruminansia terdiri atas hijauan pakan ternak (HPT) dan konsentrat (Udding et al., 2014). Hijauan pakan ternak sangat penting bagi ternak ruminansia, karena 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan pakan dengan konsumsi perhari 10 – 15% dari berat badan berupa hijauan segar, sisanya menggunakan pakan tambahan seperti konsentrat (Sirait et al., 2005).

Hijauan pakan ternak yaitu berasal dari tanaman jenis rumput, leguminosa, dan limbah pertanian atau perkebunan (Saking dan Qomariyah, 2017). Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan jenis hijauan unggul yang tersedia melimpah saat musim hujan dengan produktivitas tinggi dan kandungan nutrien yang bagus untuk ternak. Kandungan nutrien rumput gajah (Pennisetum purpureum) terdiri atas bahan kering 18-28%, protein kasar 11-13%, lemak kasar 2,4%, serat kasar 20,89 – 37,29%, kadar abu 7-19%, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 32,6 – 57,39% (Dumadi et al., 2021).

Potensi rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang melimpah pada saat musim hujan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan selama musim kemarau (Sulistyo et al., 2020). Ketersediaan yang melimpah tetapi tidak tersedia sepanjang tahun diperlukan solusi

pengolahan untuk rumput gajah agar tersedia sepanjang tahun dan kandungan nutrisi dapat ditingkatkan (Bhuana et al., 2021).

Teknologi pengolahan bahan pakan terdapat beberapa cara salah satunya yaitu dengan pembuatan silase (Trisnadewi et al., 2016). Pembuatan silase memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembuatanya praktis, produk bertahan lama, mengandung probiotik (bakteri asam laktat dan asam organik), mudah dicerna, dan tidak banyak bagian hijauan yang terbuang (Amin, 2019).

Silase adalah hijauan pakan ternak yang diawetkan dalam keadaan segar dengan teknik fermentasi di dalam silo dalam kondisi anaerob dengan kandungan air 60-70% (Sayuti et al., 2019). Kualitas silase dipengaruhi oleh ketersediaan water soluble carbohydrate pada hijauan (Lendrawati et al., 2012). Sumber karbohidrat yang larut dalam air berguna untuk pertumbuhan bakteri asam laktat dalam proses fermentasi silase yang diubah menjadi asam – asam organik (asam laktat, asam asetat, asam propionate, dan asam butirat) oleh bakteri asam laktat (Purwanto et al., 2021).

Kualitas fisik silase dilihat setelah silase dibuka meliputi, denstitas, pH, daya larut air, daya serap air, bau, warna, tekstur, dan keberadaan jamur (Banu et al., 2020). Silase yang baik memiliki warna hijau kekuningan, tekstur halus tidak menggumpal, bila dikepal tidak menggeluarkan air, kadar air 60-70%, baunya asam, pH silase 3.8 – 4.2 (Ratnakomala et al., 2006). Untuk meningkatkan kualitas fisik silase rumput gajah diperlukan bahan tambahan yaitu jus tape singkong (Sulistyo et al., 2020) dan kualitas fisik silase rumput gajah meningkat dengan penambahan bahan aditif berupa tepung roti (Bhuana et al., 2021).

Penambahan tepung daun gamal sebagai bahan sumplementasi pada silase rumput gajah diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik silase (Ndun et al., 2015). Tepung daun gamal memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dengan protein kasar 19,1%, dan serat kasar 20,70% (Sulasmi et al., 2013). Pada penelitian Basudewa et al. (2020) penambahan daun gamal 30% pada silase jerami padi dapat meningkatkan kualitas fisik, meningkatkan konsentrasi NH3 dan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik. Hasil Penelitian Burhan (2016) penambahan daun gamal pada silase rumput benggala pada level 30% menghasilkan kualitas fisik yang terbaik.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang penambahan tepung daun gamal pada silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Penelitian tentang penambahan tepung daun gamal pada silase rumput gajah sebagai pakan ternak ruminansia belum ada informasi yang akurat, oleh karena itu dilakukan penelitian lebih lanjut.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Sesetan, dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar Bali. Selama ± 2 bulan. Bahan – bahan penelitian

Bahan yang digunakan adalah rumput rumput gajah yang belum memasuki fase berbunga, dan daun gamal yang diperoleh di Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, pembuatan tepung daun gamal dilakukan di Stasiun Penelitian Sesetan, serta molases diperoleh dari Simantri Desa Kelanting.

Alat – alat penelitian

Alat – alat yang digunakan adalah kantong plastik, pisau, ember, tali raffia, selotip, timbangan, alat tulis, pH meter, gelas kimia, larutan buffer, oven, blender, alat penggiling tepung.

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dengan lima ulangan setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu:

P1 = (rumput gajah 95% + 0% tepung daun gamal + 5% molases)

P2 = (rumput gajah 85% + 10% tepung daun gamal + 5% molases)

P3 = (rumput gajah 75% + 20% tepung daun gamal + 5% molases)

P4 = (rumput gajah 65% + 30% tepung daun gamal + 5% molases)

Pembuatan silase

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan persiapan antara lain: rumput gajah tepung daun gamal, molases, dan alat – alat yang digunakan dalam penelitian. Rumput gajah dilayukan selama 1 hari pada ruang terbuka, setelah layukan rumput gajah dipotong – potong dengan ukuran 3-5 cm agar memudahkan saat dicampur dengan tepung daun gamal, dan saat pemadatan. Pembuatan tepung daun gamal yaitu pertama mengumpulkan daun gamal, kemudian daun gamal dijemur selama 2 jam kemudian dioven pada suhu 70oC selama 24 jam. Setelah kering daun gamal digiling untuk dijadikan tepung. Pencampuran bahan dilakukan pada lembaran plastik dengan mencampurkan rumput gajah segar yang sudah dipotong dengan ukuran 3-5 cm dengan tepung daun gamal sesuai perlakuan yang diberikan. Bahan yang sudah tercampur homogen kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan bahan dipadatkan agar kondisi didalam

anaerob kemudian diikat dan dilapisi plastik ke-2 kemudian diikat lalu disimpan. Setelah itu silase rumput gajah difermentasi selama 21 hari dalam keadaan anaerob (Trisnadewi et al., 2018).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati adalah kualitas fisik meliputi warna, bau, tekstur, keberadaan jamur dan nilai pH silase.

Uji kualitas fisik organoleptik silase dan pH

Kualitas fisik silase meliputi warna, bau, tekstur, dan keberadaan jamur diuji organoleptik dengan menggunakan 21 orang panelis semi terlatih yang berasal dari mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Udayana semester 4 sampai dengan 8. Penilaian warna berdasarkan tingkat perubahan warna atau kegelapan pada silase yang dihasilkan (Departemen Pertanian, 1980). Penilaian tekstur berdasarkan dengan mengambil sampel sebanyak 25 g silase dari seluruh ulangan dan dirasakan dengan meraba silase yang dihasilkan tekstur silase (halus, sedang, atau kasar). Penilaian bau dengan indra penciuman apakah silase berbau (asam tidak bau, atau busuk) (Departemen Pertanian, 1980). Penilaian keberadaan jamur pada silase melihat seberapa banyak koloni jamur yang ditemukan tumbuh pada silase, (tidak ada, sedikit (1-3 koloni), cukup banyak (4-6 koloni), banyak (7 koloni atau lebih) (Departemen Pertanian, 1980). Pengukuran nilai pH menggunakan metode AOAC (2005) (dimodifikasi) dengan cara 10 g sampel yang sudah ditimbang dimasukan kedalam blender selanjutnya ditambahkan 100 ml aquadest, kemudian diblender selama 30 detik – 1 menit selanjutnya diukur dengan pH meter yang telah distandarisasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan pH 7.

Tabel 1. Nilai untuk setiap kriteria silase

Kriteria                                            Skoring

1                      2                   3                    4

Buruk

Sedang

Baik

Sangat Baik

Warna

Coklat Kehitaman

Coklat

Kuning

Hijau Kekuningan

Tekstur

Kasar

Kurang Halus

Agak Halus

Halus

Bau

Busuk

Kurang Asam

Asam

Sangat Asam

Keberadaan Jamur

Banyak

Cukup Banyak

Sedikit

Tidak Ada

Sumber: Departemen Pertanian Republik Indonesia (1980)

Analisis statistik

Data derajat keasaaman atau pH yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Nilai kualitas fisik yang meliputi warna, tekstur, aroma, dan keberadaan jamur yang diperoleh dianalisi dengan distribusi frekuensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Fisik

Kualitas fisik yang dihasilkan silase rumput gajah dengan penambahan tepung daun gamal pada level yang berbeda secara umum mendapatkan kualitas fisik silase yang berwarna coklat, bertekstur agak halus, dan sedikit ditemukan jamur. Hasil Penelitian kualitas fisik silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan penambahan tepung daun gamal dengan level berbeda menunjukan bahwa perlakuaan P1 mendapatkan nilai tinggi pada uji kualitas fisik variabel bau, pada variabel keberadaan jamur P3 mendapatkan nilai tinggi pada uji kualitas fisik, pada variabel warna P1 mendapatkan nilai tinggi pada uji kualitas fisik, dan pada variabel tekstur P2 mendapatkan nilai tinggi pada uji kualitas fisik. Kualitas fisik silase dipengaruhi oleh kualitas bahan yang digunakan, bahan aditif, proses pembuatan dan penyimpanan silase, dan bahan tambahan (Bhuana et al., 2021).Menurut Kastalani et al. (2020) kualitas silase yang baik adalah berwarna hijau, bertekstur halus, berbau asam tetapi masih segar dan tidak menyengat, dan tidak ditemukan jamur pada silase.

Warna

Tabel 2. Persepsi responden terhadap warna silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan penambahan tepung daun gamal pada level yang berbeda

Perlakuaan                             Warna

Hijauan Kekuningan

Kuning

Coklat

Coklat Kehitaman

P1

48%

33%

19%

0%

P2

23,8%

23,8%

47,6%

4,8%

P3

28,6%

19%

42,9%

9,5%

P4

23,8%

0%

47,6%

28,6%

Keterangan:

P1: rumput gajah 95% + 0% tepung daun gamal + 5% molases; P2: rumput gajah 85% + 10% tepung daun gamal + 5% molases; P3: rumput gajah 75% + 20% tepung daun gamal + 5% molases; P4: rumput gajah 65 % + 30% tepung daun gamal + 5% molases

Penilaian warna silase (Tabel 2) pada lembar responden pada perlakuan P1 sebanyak 48% panelis menyatakan warna silase tersebut hijau kekuningan, 33% panelis menyatakan warna silase tersebut kuning, 19% panelis menyatakan warna silase tersebut coklat, pada perlakuan P1 tidak ada panelis yang menyatakan warna silase tersebut berwarna coklat kehitaman. Pada perlakuan P2 sebanyak 23,8% panelis menyatakan warna silase tersebut hijau kekuningan dan kuning, sebanyak 47,6% panelis menyatakan warna silase tersebut coklat dan terdapat 4,8% panelis yang menyatakan warna silase tersebut coklat kehitaman. Pada perlakuan P3 sebanyak 28,6% panelis menyatakan warna silase tersebut hijau kekuningan, 19% panelis menyatakan warna silase kuning, 42,9% panelis menyatakan warna coklat, dan 9,5% panelis menyatakan warna silase coklat kehitaman. Pada perlakuan P4 sebanyak 23,8% panelis menyatakan warna silase hijau kekuningan, 47,6% panelis menyatakan warna silase coklat, 28,6% panelis menyatakan warna silase coklat kehitaman, pada perlakuan P4 tidak ada panelis yang menyatakan warna silase kuning. Penilaian silase dari persentase terendah adalah P4, P2, P3, dan P1 dengan nilai tertinggi didapat pada warna cokat yaitu 47,6% sehingga kualitas silase berwarna coklat.

Perlakuan P1 warna silase cenderung berwarna lebih hijau dibandingkan dengan perlakuan P2, P3, dan P4 karena pada perlakuan P1 berbahan dasar rumput gajah sedangkan pada perlakuan P2, P3, P4 ditambahkan tepung daun gamal yang mempunyai warna yang lebih gelap sehingga silase yang dihasilkan cenderung lebih coklat hingga coklat kehitaman. Perlakuan P1 yang berbahan dasar rumput gajah yang kaya akan kandungan serat kasar sehingga pada saat proses fermentasi cenderung lebih banyak menghasilkan asam asetat (asetogenik) yang memiliki derajat keasaam rendah sehingga warna hijau dari rumput gajah mampu bertahan selama proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitriyanto et al. (2021) konsentrasi VFA yang dihasilkan pada silase rumput gajah lebih rendah dibandingkan dengan silase rumput gajah yang ditambah singkong yang merupakan jenis karbohidrat fermentable sehingga menyebabkan konsentrasi VFA meningkat dari pada silase rumput gajah tanpa penambahan singkong.

Perlakuan P2, P3, dan P4 silase yang dihasilkan cenderung berwarna lebih coklat hal ini disebabkan penambahan tepung daun gamal yang kaya akan sumber protein (senyawa nitrogen) sehingga VFA yang dihasilkan cenderung kearah asam propionat dan asam butirat yang memiliki derajat keasaman tinggi sehingga kecepatan mempertahankan warna asli bahan yang digunakan akan lebih lambat sehingga warna silase akan cenderung lebih coklat. Konsentrasi VFA pada silase jerami jagung yang disuplementasi dengan daun gamal dan konsentrat mengalami kenaikan konsentrasi VFA yang dihasilkan (Suprayogi et al., 2020). Semakin tinggi level penambahan tepung daun gamal yang mengakibatkan warna silase menjadi cenderung lebih coklat, pada saat proses fermentasi protein kasar menghasilkan panas yang tinggi sehingga akan mengakibatkan terjadinya reaksi maillard (browning reaction) yang terjadi selama proses fermentasi pada perlakuan P2, P3, dan P4. Abrar et al. (2019) menyatakan warna coklat dari silase disebabkan oleh reaksi maillard yaitu reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi gula dengan gugus asam amino sehingga melepaskan panas yang berlebih menyebabkan warna silase menjadi coklat. Ratnakomala et al. (2006) bahwa reaksi karbohidrat dengan asam amino bebas yang akan melepaskan panas sehingga menyebabkan warna silase lebih coklat. Selain reaksi millard yang mempengaruhi warna silase adalah reaksi oksidasi dimana oksigen yang masih tersisa akibat kurang lamanya proses pelayuan menyebabkan terjadi reaksi oksidasi oksigen dengan karbohidrat. Hal itu juga disampaikan oleh Prabowo et al. (2013) gula teroksidasi menjadi CO2, air dan energi sehingga temperature tinggi menyebabkan warna menjadi coklat hingga hitam. Reaksi oksidasi antara karbohidrat dan oksigen yang menyebabkan karbohidrat teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan energi yang menyebabkan suhu naik dan silase berubah warna menjadi coklat (Asmoro, 2017).

Tekstur

Tabel 3. Persepsi responden terhadap tekstur silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan penambahan tepung daun gamal pada level yang berbeda

Perlakuaan                               Tekstur

Halus        Agak Halus    Kurang Halus      Kasar

P1

38,2%

19%

19%

23,8%

P2

0%

81%

19%

0%

P3

19%

38,2%

33,3%

9,5%

P4

47,6%

9,5%

14,3%

28,6%

Keterangan:

P1: rumput gajah 95% + 0% tepung daun gamal + 5% molases; P2: rumput gajah 85% + 10% tepung daun gamal + 5% molases; P3: rumput gajah 75% + 20% tepung daun gamal + 5% molases; P4: rumput gajah 65 % + 30% tepung daun gamal + 5% molases

Penilaian tekstur silase (Tabel 3) pada lembar responden pada perlakuan P1 sebanyak 38,2% panelis menyatakan tekstur silase tersebut halus, 19% panelis menyatakan tekstur silase tersebut agak halus, 19% panelis menyatakan tekstur silase tersebut kurang halus, 23,8% panelis menyatakan tekstur silase tersebut kasar. Pada perlakuan P2 sebanyak 81% panelis menyatakan tekstur silase tersebut agak halus, sebanyak 19% panelis menyatakan tekstur silase tersebut kurang halus pada perlakuan P2 tidak ada panelis yang menyatakan tekstur silase halus dan kasar. Pada perlakuan P3 sebanyak 19% panelis menyatakan tekstur silase tersebut halus, 38,1% panelis menyatakan tekstur silase agak halus, 33,3% panelis menyatakan tekstur kurang halus, dan 9,5% panelis menyatakan warna silase kasar. Pada perlakuan P4 sebanyak 47,6% panelis menyatakan tekstur silase tersebut halus, 9,5% panelis menyatakan tekstur silase agak halus, 14,3% panelis menyatakan tekstur kurang halus, dan 28,6% panelis menyatakan warna silase kasar. Penilaian silase dari persentase terendah adalah P4, P1, P3, dan P2 dengan nilai tertinggi didapat pada tekstur agak halus yaitu 81% sehingga kualitas silase bertekstur agak halus.

Perlakuan P1 tekstur silase yang dihasilkan cenderung halus hal ini disebabkan oleh kandungan serat kasar yang tinggi dalam proses fermentasi VFA yang dihasilan cenderung asam asetat yang memiliki derajat keasaman (pH) rendah sehingga panas yang dihasilkan tinggi menyebabkan tekstur silase menjadi halus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumaningrum et al. (2018) pada jerami jagung dan silase jerami jagung produksi VFA (asam asetat) konsentrasi relatif kecil hal ini disebabkan oleh kandungan serat kasar sehingga pada saat proses fermentasi panas yang dihasilkan tinggi menyebabkan tekstur menjadi halus. Tekstur silase yang bagus adalah halus, tidak menggumpal, dan tidak terlalu basah (Zakariah, 2016). Perlakuan P2, P3, dan P4 penambahan tepung daun gamal yang merupakan sumber protein kasar sehingga dalam proses fermentasi VFA yang dihasilkan cenderung asam propionat dan asam butirat yang memiliki derajat keasaman (pH) tinggi sehingga panas yang dihasilkan sedikit yang membuat tekstur tidak terlalu halus hingga kasar. Perlakuan P4 banyak panelis yang memberikan penliaan halus dan kasar hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan penerimaan tekstur halus akibat proses

fermentasi atau proses penggilingan daun gamal menjadi tepung yang banyak tersedia pada P4, adanya panelis menyatakan lembut pada perlakuan P4 hal ini disebabkan oleh respon peningkatan penambahan tepung daun gamal sehingga VFA yang dihasilkan tinggi yang menyebabkan pelunakan struktur jaringan tanaman akan meningkan sehingga tekstur silase akan semakin halus. Panas yang dihasilkan pada proses fermentasi senyawa organik akan mempengaruhi tekstur silase semakin tinggi panas yang dihasilkan silase akan bertekstur halus dan sebaliknya semakin rendah panas yang dihasilkan silase akan bertekstur kasar (Ekawati et al., 2015). Menurut Aslamyah and Karim (2012) selain proses penyimpanan faktor lain yang mempengaruhi tekstur silase adalah penambahan karbohidrat yang mudah larut yang mempercepat penurunan pH sehingga jamur tidak dapat tumbuh dan didapatkan tekstur silase yang halus dan tidak menggumpal. Pada penelitian ini silase rumput gajah ditambahkan sumber protein kasar berupa terpung daun gamal bukan sumber karbohidrat sehingga silase yang dihasilkan cenderung agak halus. Sedangkan menurut Zakir and Rostini (2016) tekstur silase juga dipengaruhi oleh kadar air yang terdapat pada bahan yang digunakan kadar air optimal pada bahan yang digunakan dalam proses pembuatan silase adalah 60%, jika kadar air 80% silase yang dihasilkan berlendir, lunak dan berjamur. Kadar air tinggi menyebabkan kondisi anaerob sulit dicapai sehingga menyebabkan tekstur silase kasar, menggumpal dan berair.

Bau

Tabel 4. Persepsi responden terhadap bau silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan penambahan tepung daun gamal pada level yang berbeda

Perlakuaan

Bau

Sangat Asam

Asam

Kurang Asam

Busuk

P1

14,3%

33,3%

47,6%

4,8%

P2

0%

38,1%

61,9%

0%

P3

4,8%

42,8%

52,4%

0%

P4

19%

33,4%

19%

28,6%

Keterangan:

P1: rumput gajah 95% + 0% tepung daun gamal + 5% molases; P2: rumput gajah 85% + 10% tepung daun gamal + 5% molases; P3: rumput gajah 75% + 20% tepung daun gamal + 5% molases; P4: rumput gajah 65 % + 30% tepung daun gamal + 5% molases

Penilaian bau silase (Tabel 4) pada lembar responden pada perlakuan P1 sebanyak 14,3% panelis menyatakan bau silase tersebut sangat asam, 33,3% panelis menyatakan bau silase tersebut asam, 47,6% panelis menyatakan bau silase tersebut kurang asam, 4,8% panelis menyatakan bau silase tersebut busuk. Pada perlakuan P2 sebanyak 38,1% panelis menyatakan bau silase tersebut asam, sebanyak 61,9% panelis menyatakan bau silase tersebut kurang asam, pada perlakuan P2 tidak ada panelis yang menyatakan bau silase sangat asam dan busuk. Pada

perlakuan P3 sebanyak 4,8% panelis menyatakan bau silase tersebut sangat asam, 42,8% panelis menyatakan bau silase tersebut asam, sebanyak 52,4% panelis menyatakan bau silase tersebut kurang asam, pada perlakuan P3 tidak ada panelis yang menyatakan bau silase busuk. Pada perlakuan P4 sebanyak 19% panelis menyatakan bau silase tersebut sangat asam, 33,4% panelis menyatakan bau silase tersebut asam, 19% panelis menyatakan bau silase tersebut kurang asam, 28,6% panelis menyatakan bau silase tersebut busuk. Penilaian silase dari persentase terendah adalah P4, P2, P3, dan P1 dengan nilai tertinggi didapat pada bau kurang asam yaitu 61,9% sehingga kualitas silase berbau kurang asam.

Bau silase dipengaruhi oleh asam organik yang dihasilkan pada saat proses fermentasi senyawa organik, asam asetat akan menghasilkan bau yang sangat asam, asam propionat akan menghasilkan mau yang asam, dan asam butirat menghasilkan bau yang kurang asam hingga busuk (Wahjungsih and Kunarto, 2012). Pada penelitian ini silase mendapatkan bau yang kurang asam hal ini disebabkan oleh penambahan tepung daun gamal yang merupakan jenis protein kasar. Penambahan protein kasar dapat mengakibatkan proses proteolisis yang seharusnya bakteri Lactobacillus yang aktif memecah glukosa menjadi asam laktat, tetapi bakteri Clostridium yang aktif berkembang. Bakteri Clostridium mengkonsumsi protein kasar, karbohidrat, dan asam laktat sebagai sumber bakteri untuk menghasilkan asam butirat sehingga menyebabkan silase yang dihasilkan memiliki bau yang kurang asam (Aglazziyah et al., 2020). Perlakuan P4 ada panelis yang menyatakan bau busuk pada silase hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan protein kasar pada tepung daun gamal yang mengakibatkan amonia yang diproduksi pada saat proses fermentasi protein kasar tinggi sehingga bau silase yang dihasilkan cenderung busuk. Sesuai dengan pernyataan Ridwan et al. (2020) kadar amonia pada silase dipengaruhi oleh kandungan protein kasar pada silase semakin tinggi kandungannya maka amonia yang dihasilkan semakin tinggi sehingga bau silase menjadi busuk. Bau pada silase merupakan indikator dalam penentuan kualitas fisik silase karena bau dapat menunjukan ada tidaknya penyimpangan pada proses fermentasi silase. Bau silase yang bagus yaitu silase yang menghasilkan bau asam laktat tetapi tidak menyengat, jika bau tersebut menyengat berarti tercampur dengan asam asetat (Saun and Heinrichs, 2008).

Keberadaan Jamur

Tabel 5. Persepsi responden terhadap keberadaan jamur silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan penambahan tepung daun gamal pada level yang berbeda

Perlakuaan                            Keberadaan jamur

Tidak Ada

Sedikit

Cukup Banyak

Banyak

P1

23,8%

57,2%

19%

0%

P2

9,5%

52,4%

23,8%

14,3%

P3

81%

19%

0%

0%

P4

4,8%

52,3%

28,6%

14,3%

Keterangan:

P1: rumput gajah 95% + 0% tepung daun gamal + 5% molases; P2: rumput gajah 85% + 10% tepung daun gamal + 5% molases; P3: rumput gajah 75% + 20% tepung daun gamal + 5% molases; P4: rumput gajah 65 % + 30% tepung daun gamal + 5% molases

Penilaian keberadaan jamur silase (Tabel 5) pada lembar responden pada perlakuan P1 sebanyak 23,8% panelis menyatakan tidak ada jamur yang tumbuh, 57,2% panelis menyatakan sedikit jamur yang tumbuh pada silase, 19% panelis menyatakan menyatakan cukup banyak jamur yang tumbuh pada silase, pada perlakuan P1 tidak ada panelis yang menyatakan banyak jamur yang tumbuh pada silase. Pada perlakuan P2 sebanyak 9,5% panelis menyatakan tidak ada jamur yang tumbuh, 52,4% panelis menyatakan sedikit jamur yang tumbuh pada silase, 23,8% panelis menyatakan menyatakan cukup banyak jamur yang tumbuh pada silase, 14,3% panelis menyatakan banyak jamur yang tumbuh pada silase. Pada perlakuan P3 sebanyak 81% panelis menyatakan tidak ada jamur yang tumbuh, 19% panelis menyatakan sedikit jamur yang tumbuh pada silase, pada perlakuan P3 tidak ada panelis yang menyatakan cukup banyak dan banyak jamur yang tumbuh pada silase. Pada perlakuan P4 sebanyak 4,8% panelis menyatakan tidak ada jamur yang tumbuh, 52,3% panelis menyatakan sedikit jamur yang tumbuh pada silase, 28,6% panelis menyatakan menyatakan cukup banyak jamur yang tumbuh pada silase, 14,3% panelis menyatakan banyak jamur yang tumbuh pada silase. Penilaian silase dari persentase terendah adalah P4, P2, P1, dan P3 dengan nilai tertinggi didapat pada keberadaan jamur yaitu 81% tidak ada jamur yang tumbuh pada silase.

Pada penelitian ini keberadaan jamur pada silase hampir tidak ada. Hal ini dipengaruhi oleh cepatnya kondisi anaerob pada silo semakin cepat kondisi anaerob pada silo maka semakin tidak dapat jamur yang tumbuh pada silase karena tidak ada oksigen. Keberadaan jamur pada silase merupakan indikator dalam menentukan kualitas fisik silase (Khristanta et al., 2020). Keberadaan jamur pada silase dapat menunjukkan ada atau tidaknya kesalahan dalam proses pembuatan silase. Menurut Jasin and Bachrudin (2013) silase yang bagus adalah tidak ada pertumbuhan jamur. Sesuai dengan pernyataan Departemen Pertanian (1980) kualitas silase yang baik adalah yang tidak ditemukan jamur dan kualitas silase yang buruk adalah terdapat banyak jamur yang tumbuh. Raldi et al. (2015) menyatakan tidak adanya pertumbuhan jamur pada silase karena tidak ada oksigen pada saat proses fermentasi sehingga bakteri anaerob aktif untuk proses

fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Landupari et al. (2020) proses ensilase apabila oksigen sudah habis dan tidak terjadi proses respirasi sel maka kondisi akan anaerob dan jamur tidak dapat tumbuh. Pertumbuhan jamur pada silase dapat menyebabkan kebusukan pada silase sehingga tidak dapat disimpan lama, selain itu menyebabkan tekstur silase menjadi menggumpal, berair, dan mengeluarkan aroma yang tidak sedap (Abrar et al., 2019). Selain itu juga penambahan atau ketersediaan karbohidrat yang larut dalam air juga mempengaruhi keberadaan jamur semakin tinggi ketersediaan karbohidrat yang larut dalam air maka akan cepat juga dicapainya tahap anaerob karena karbohidrat larut dalam air akan dipecah menjadi asam laktat sehingga kondisi menjadi asam (Despal et al., 2011).

Nilai pH silase

Hasil penelitian ini pada perlakuan P1 didapatkan nilai rataan pH sebesar 3,99. Pada perlakuan P2 didapatkan nilai rataan pH sebesar 4,02. Pada perlakuan P3 didapatkan nilai pH sebesar 4,02. Pada perlakuan P4 didapatkan nilai pH sebesar 4,05. Hasil penelitian ini secara statistika tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil nilai pH silase dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai pH silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan penambahan tepung daun gamal pada level berbeda

Variabel                      Perlakuan3)SEM2)

P1         P2         P3P4

pH         3,99a1)       4,02a        4,02a        4,05a0,003

Keterangan:

berbeda nyata dengan P2, P3, P4. Sesuai dengan pernyataan Astati et al. (2022) peningkatan konsentrasi asam asetat berpengaruhi nyata pada nilai pH semakin tinggi konsentrasinya maka semakin rendah pH yang dihasilkan. P2, P3, P4 pH silase yang dihasilkan tidak berbeda nyata hal ini disebabkan oleh fermentasi protein kasar menjadi VFA jenis asam butirat. Protein kasar mudah untuk difermentasi hal ini dapat menyebabkan asam butirat yang dihasilkan banyak sehingga nilai pH tidak berbeda nyata dengan P1. Asam butirat dihasilkan oleh proses fermentasi protein kasar menjadi asam butirat (Santoso et al., 2009). Selain itu yang mempengaruhi nilai pH adalah penambahan karbohidrat yang larut dalam air, semakin banyak ketersediaan karbohidrat yang larut dalam air maka penurunan pH dapat dicapai secara optimal. Sesuai dengan pernyataan Bhuana et al. (2021) nilai pH silase rumput gajah ditambahkan limbah roti mengalami penurunan nilai pH berbanding lurus dari pada silase yang tidak ditambahkan limbah roti. Tinggi rendah nilai pH pada silase dipengaruhi oleh terbentuknya asam organik dari pemecahan karbohidrat yang dilakukan oleh bakteri asam laktat. Semakin cepat terbentuk asam asam organik semakin cepat juga pH turun. Rendahnya nilai pH dapat menghambat proses proteolisis yang dilakukan oleh bakteri Clostridium sehingga amonia yang dihasilkan pada proses silase sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Penambahan tepung daun gamal pada silase rumput gajah belum mendapatkan kualitas fisik silase yang baik melalui uji kualitas fisik, hasil uji kualitas fisik P1 mendapatkan nilai kualitas fisik yang terbaik, dan kualitas fisik silase rumput gajah dengan tanpa penambahan tepung daun gamal pada silase mendapatkan kualitas fisik silase yang terbaik

Saran

Disarankan menggunakan penambahan 0-20% tepung daun gamal pada silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) untuk mendapatkan kualitas fisik yang bagus dan untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan uji kualitas kimia, uji in-vitro, dan uji in-vivo.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU, Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS.,IPU., ASEAN Eng., dan Koordinator Program

Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Abrar, A., A. Fariani, dan Fatonah. 2019. Pengaruh proporsi bagian tanaman terhadap kualitas fisik silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Jurnal Peternakan Sriwijaya. 8 (1): 21–27. https://doi.org/10.33230/JPS.8.1.2019.9379

Aglazziyah, H., B. Ayuningsih, dan L. Khairani. 2020. Pengaruh penggunaan dedak fermentasi terhadap kualitas fisik dan pH silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan.     2     (3):     156–66.

https://doi.org/10.24198/jnttip.v2i3.29889

Amin, A. 2019. Pembuatan silase. Penyuluh Pertanian DKP-TPH, Sulawesi Selatan. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/88238/Pembuatan-Silase/

AOAC. 2005. Assocition of Official Analitycal Chemists of the Official Methods of Analysis. Assocition of official Chemits. Washington, D.C.

Aslamyah, S., dan M. Y. Karim. 2012. Uji organoleptik, fisik, dan kimiawi pakan buatan untuk ikan bandeng yang disubstitusi dengan tepung cacing tanah (Lumbricus sp.). Jurnal Akuakultur Indonesia. 11 (2) : 124 – 131.

Asmoro, S, D. 2017. Pengaruh Jenis Hijauan pada Pembuatan Silase Pakan Lengkap Terhadap Kualitas Fisik, pH, dan Kandungan Nutrisi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.

Astati, W. Khurniawan, N. Sandiah. 2022. Kualitas fisik dan kimia silase kombinasi rumput odot (Pennisetum purpureum Cv. Mott) dan Lamtoro (Leucaena leucocphala) dengan penambahan berbagai level asam asetat. Jurnal Ilmiah Peternakan Halu Oleo. 4 (3): 184189.

Banu, M., H. Supratman, dan Y. A. Hidayati. 2020. The effect of various additive materials on physical quality and silase chemical rice chemistry (Zea mays.L). Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran. 19 (2): 90-96. https:// DOI: 10.24198/jit.v19i2.22840

Basudewa, I. G. B., I. G. L. O. Cakra, dan N. W. Siti. 2020. Kualitas fisik dan kecernaan in-vitro silase jerami padi yang disuplementasi daun gamal dan kaliandra. Jurnal Peternakan Tropika. 8 (3): 530-544.https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/64583

Bhuana, I. M. K. A, I. M. Mudita, dan I. G. L. O. Cakra. 2021. Kualitas organoleptik, produk metabolit serta kecernaan bahan kering dan bahan organik dari silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan berbagai level limbah roti. Journal of Tropical Animal Science. 9 (1): 160–176.

Burhan, R. 2016. Pengaruh Level Campuran Rumput Benggala (Panicum maximum) dan Daun Gamal (Gliridia maculata) terhadap Kualitas Fisik Silase. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin.

Departemen Pertanian. 1980. Silase sebagai makanan ternak. Departemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Laporan Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

Despal., I. G. Permana., S. N. Safarina, dan A. J. Tarta. 2011. Penggunaan berbagai sumber karbohidrat terlarut air untuk meningkatkan kualitas silase daun rami. Media Peternakan. 34 (1): 69-76.

Dumadi, E. H., L. Abdullah, dan H. A. Sukria. 2021. Kualitas hijauan rumput gajah (pennisetum purpureum) berbeda tipe pertumbuhan: review kuantitatif. Jurnal Ilmu Nutrisi dan Teknologi pakan. 19 (1): 6–13. http://dx.doi.org/10.29244/jintp.19.1.6-13

Ekawati, E., A. Muktiani, Sunarso. 2015. Pengaruh penggunaan starter lactobacillus plantarum pada silase ransum komplit berbahan eceng gondok terhadap VFA parsial, produksi gas metan dan glukosa darah domba. JITP. 4(1): 1-6

Fitriyanto, R., F. M. Suhartati, dan S. Rahayu. 2021. Pengaruh penggunaan silase rumput gajah yang diberi singkong terhadap konsentrasi VFA dan N-NH3 cairan rumen sapi secara in vitro. Journal of Animal Science and Technology. 3(3): 272-279.

Jasin, I dan Z. Bachrudin. 2013. Pengaruh isolat bakteri asam laktat dari feses pedet sapi perah baru lahir terhadap produksi asam laktat dan perubahan pH pada ampas. Jurnla Agripet. 13(2): 36-40.

Khristanta. I. M. D. T. A., N. N. Suryani dan I. W. Wirawan. Kualitas silase kombinasi batang pisang dengan kembang telang (Clitoria ternatea) berdasarkan uji organoleptik. Jurnal Peternakan Tropika. 8 (1): 46-59.

Kusumaningrum, C. E., I. Sugoro, dan P. Aditiawati. 2018. Pengaruh silase sinambung jerami jagung terhadap fermentasi dalam cairan rumen secara in vitro. Jurnal Ilmu Ternak. 18 (1): 26-33.

Landupari, M., A. H. B. Foekh., K. B. Utami. 2020. Pembuatan silase rumput gajah odot (Pennisetum purpureum cv. mott) dengan penambahan berbagai dosis molases. Jurnal Peternakan Indonesia. 22(2): 249 – 253. https:// doi:10.25077/jpi.22.2.249-253.2020

Lendrawati., Nahrowi., dan M. Ridla. 2012. Kualitas fermentasi silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung, sawit dan ubi kayu. Jurnal Peternakan Indonesia. 14 (1): 297-302. https:// DOI: 10.25077/jpi.14.1.297-303.2012

Macaulay, A. 2004. Evaluating Silage Quality. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ndun, A. N., M. A. Hilakore, dan L. S. Enawati. 2015. Kualitas silase campuran rumput kunme (Sorghum plumosum var. timorense) dan daun gamal (Gliricidia sepium) dengan rasio berbeda.       Jurnal       Nukleus       Peternakan.       2       (1):       83–

87.https://doi.org/10.35508/nukleus.v2i1.735

Prabowo, A., A. E. Susanti., J. Karman. 2013. Pengaruh penambahan bakteri asam laktat terhadap pH dan penampilan fisik jerami kacang tanah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 495-499.

Purwanto, L., P. A. Pribadi, H. Burhanuddin, B. Ayuningsih, A. Budiman, T. Dhalika, dan I. Hernaman. 2021. Pengaruh lama waktu ensilase rumput gajah yang diberi molases atau lumpur kecap terhadap fermentabilitas dan kencernaan in vitro. Ziraa’ah. 46 (1): 53–58.

Raldi M,K., Rustandi., Y.R.L Tulung.,S. S Malalantang. 2015. Pengaruh penambahan dedak padi dan tepung jagung terhadap kualitas fisik silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Jurnal Zootek 35(1):21-29. https://doi.org/10.35792/zot.35.1.2015.6426

Ratnakomala, S., R. Ridwan, G. Kartina, and Y. Widyastuti. 2006. The effect of lactobacillus plantarum 1a-2 and 1bl-2 inoculant on the quality of napier grass silage. Biodiversitas Journal of Biological Diversity. 7 (2): 131–134. https://doi.org/10.13057/biodiv/d070208

Saking, N., dan N. Qomariyah. 2017. Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal Mendukung Produktivitas Sapi Potong di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 558–565.

Sandi, S., E. B. Laconi, A. Sudarman, K. G. Wiryawan, dan D. Mangundjaja. 2010. Kualitas nutrisi silase berbahan baku singkong yang diberi enzim cairan rumen sapi dan leuconostoc mesenteroides. Media Peternakan. 33 (1): 25–30.

Santoso, B., B. T. Hariadi., H. Manik, dan H. Abubakar. 2009. Kualitas rumput unggul tropika hasil ensilase dengan bakteri asam laktat dari ekstrak rumput terfermentasi. Media Peternakan. 32 (2): 137-144.

Saun R.J.V. & Heinrichs A.J. 2008. Troubleshooting silage problems: How to identify potential problem. Proceddings of the Mid-Atlantic Conference; Pennsylvania, 26-26 May 2008. Penn State’s

Sayuti, M., F. Ilham, dan T. A. E. Nugroho. 2019. Pembuatan silase berbahan dasar biomas tanaman jagung. JPPM (Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat). 3 (2): 299307. https://doi: 10.30595/jppm.v3i2.4144

Sirait, J., N.D. Purwantari, dan K. Simanihuruk. 2005. Produksi dan serapan nitrogen rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda. JITV. 10 (3): 175–181.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sulasmi, Y. Sapsuha, dan E. Saelan. 2013. Pengaruh penambahan jenis tepung daun leguminosa yang berbeda terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam boiler. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 6    (1):    10–16.

https://doi:10.29239/j.agrikan.6.1.10-16

Sulistyo, H. E., I. Subagiyo, dan E. Yulinar. 2020. Kualitas silase rumput gajah (Pennisetum

purpureum) dengan penambahan jus tape singkong. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis. 3 (2): 63–70. https://doi.org/10.21776/ub.jnt.2020.003.02.3

Suprayogi, A., N. K. Laya, dan M. Mukhtar. 2020. Karakteristik ekosistem rumen sapi yang diberi pakan silase berbasis jerami jagung. Jambura Journal of Animal Science. 2 (2): 4653.

Trisnadewi, A. A. A. S., I. G. L. O. Cakra, T. G. B. Yadnya, I. K. M. Budiasa, I. W. Suarna, dan I. D. G. A. Udayana. 2016. Teknologi pengawetan hijauan sebagai peningkatan ketersediaan pakan di Desa Sebudi Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem. Jurnal Udayana Mengabdi. 15 (3): 203–208.

Trisnadewi, A. A. A. S., I. G. L. O. Cakra, dan T. G. B. Yadnya. 2018. Physicall quality, and nutrient content of corn straw silage with different fermentation time. Journal of Food Security and Agriculture. 2(1): 22-27.

Udding, R., B. Nohong, dan Munir. 2014. Analisis kandungan protein kasar (PK) dan serat kasar kombinasi rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan tumpi jagung yang terfermentasi. Jurnal Galung Tropika. 3 (3): 201–207. https://doi.org/10.31850/jgt.v3i3.94

Wahjugsih, S. B, dan B. Kunarto. 2012. Karakteristik cairan biang yang dibuat dari chips ubi kayu, parutan ubi kayu dan limbah cair tapioka. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. 10 (2): 123-131.

Wakano, F., B. Nohong, dan Rinduwati. 2019. Pengaruh pemberian molases dan gula pasir terhadap ph dan produksi silase rumput gajah (Pennisetum purpureun sp ). Buletin Nutrisi dan Makan Ternak. 13 (1): 1–9. https://doi.org/10.20956/bnmt.v13i1.8188

Zakariah, A. 2016. Potensi Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Pustaka Almaida. Makasar.

Zakir, M. I., T. Rostini. 2016. Kualitas silase rumput gajah yang diberi aditif bakteri L plantarum 1A-2. Prosiding hasil-hasil penelitian. 23-31.

Ardani, A. M., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 217 – 234

Page 234