NUTRIENTS CONTENT OF THE BIOSUPPLEMENTS USING LIGNOCELLULOLYTIC BACTERIA BIOCATALYST
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: January 25, 2023 Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article: Dsk. Putu Mas Ari Candrawati & Ni Putu Mariani
KANDUNGAN NUTRIEN DARI BIOSUPLEMEN MENGGUNAKAN BIOKATALIS BAKTERI LIGNOSELULOLITIK
Ginting, S. P., I M. Mudita, dan I G. L. O. Cakra
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: sandroputra@student.unud.ac.id Telp: 082276785072
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrien dari biosuplemen yang diproduksi menggunakan biokatalis bakteri lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali dan rayap. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sesetan serta Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni hingga September 2019. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari enam perlakuan yaitu biosuplemen tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik (BS0), biosuplemen yang menggunakan biokatalis Bacillus substilis BR4LG (BS1), biosuplemen yang menggunakan biokatalis Bacillus substilis BR2CL (BS2), biosuplemen yang menggunakan biokatalis Aneurinibacillus sp. BT4LS (BS3), biosuplemen yang menggunakan biokatalis Bacillus sp. BT3CL (BS4), dan biosuplemen yang menggunakan biokatalis Bacillus sp. BT8XY (BS5). Masing-masing perlakuan memiliki tiga ulangan. Variabel yang diamati yaitu bahan kering (%), bahan organik (%), protein kasar (%), serat kasar (%), lemak kasar (%), dan abu (%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan BS0 secara kuantitatif memiliki persentase bahan organik tertinggi (P>0,05) sebesar 94,51% dan dengan kandungan serat kasar tertinggi (P<0,05) sebesar 5,71%. Perlakuan BS2 secara kuantitatif menghasilkan persentase abu tertinggi (P>0,05) sebesar 6,13% dan dengan persentase serat kasar terendah (P<0,05) sebesar 3,06%. Perlakuan BS4 secara kuantitatif menghasilkan persentase bahan kering tertinggi (P>0,05) sebesar 96,65% dan menghasilkan persentase protein kasar dan lemak kasar tertinggi (P<0,05) masing-masing sebesar 19,25% dan 9,26%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan biokatalis bakteri lignoselulolitik dapat meningkatkan kandungan nutrien dari biosuplemen. Biokatalis bakteri terbaik dalam penelitian ini adalah Bacillus sp. BT3CL (BS4) menghasilkan kandungan protein kasar dan lemak kasar tertinggi dan Bacillus substilis BR2CL (BS2) menghasilkan kandungan serat kasar terendah.
Kata kunci: biokatalis bakteri lignoselulolitik, biosuplemen, kandungan nutrien
NUTRIENTS CONTENT OF THE BIOSUPPLEMENTS USING LIGNOCELLULOLYTIC BACTERIA BIOCATALYST
ABSTRACT
This study aims to determine the nutrients content of biosupplements using lignocellulolytic bacteria biocatalysts from the rumen fluid of bali cattle and termites. This research was conducted at the Sesetan Laboratory, Nutrition and Animal Feed Laboratory, Faculty of Animal Science, Udayana University. This research was conducted from June to September 2019. The design used was a completely randomized design (CRD) consisting of six treatments, namely biosupplement without lignocellulolytic bacteria (BS0) biocatalyst, biosupplement using Bacillus substilis BR4LG (BS1) biocatalyst, and biosupplement using Bacillus biocatalyst. substilis BR2CL (BS2), a biosupplement using the biocatalyst Aneurinibacillus sp. BT4LS (BS3), a biosupplement using Bacillus sp. BT3CL (BS4), and biosupplements using Bacillus sp. BT8XY (BS5). Each treatment had three replications. The variables observed were dry matter (%), organic matter (%), crude protein (%), crude fiber (%), crude fat (%), and ash (%). The results showed that quantitatively BS0 treatment had the highest percentage of organic matter (P>0.05) of 94.51% and the highest crude fiber content (P<0.05) of 5.71%. Quantitative BS2 treatment produced the highest percentage of ash (P>0.05) of 6.13% and the lowest percentage of crude fiber (P<0.05) of 3.06%. Quantitative BS4 treatment produced the highest percentage of dry matter (P>0.05) of 96.65% and produced the highest percentage of crude protein and crude fat (P<0.05) of 19.25% and 9.26%, respectively. . Based on the results of the study, it can be concluded that the use of lignocellulolytic bacterial biocatalysts can increase the nutrient content of biosupplements. The best bacterial biocatalyst in this study was Bacillus sp. BT3CL (BS4) produced the highest crude protein and crude fat content and Bacillus substilis BR2CL (BS2) produced the lowest crude fiber content.
Keywords: lignocellulolytic bacterial biocatalyst, biosupplement, nutritional content
PENDAHULUAN
Optimalisasi usaha peternakan termasuk peternakan sapi bali yang selama ini dikembangkan dalam skala peternakan rakyat terintegrasi dengan lahan pertanian “Simantri” (sistem pertanian terintegrasi) melalui pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak sangat mutlak diperlukan. Howard et al. (2002) mengungkapkan pemanfaatan limbah agroindustri sebagai bahan penyusun ransum dan/atau suplemen akan dibatasi oleh keberadaan serat kasar terutama fraksi lignoselulosa. Semakin tinggi kandungan serat kasar/lignoselulosa, semakin rendah efisiensi pemanfaatannya oleh ternak. Optimalisasi perombakan senyawa lignoselulosa merupakan langkah penting dalam pemanfaatan pakan kaya serat kasar seperti bahan pakan asal limbah pertanian dalam pengembangan peternakan ruminansia termasuk sapi bali. Keterbatasan salah satunya adalah tingkat kecernaan yang rendah akibat tingginya
kandungan lignoselulosa yang mengakibatkan nutrien tidak dapat dimanfaatkan secara optimal (Krause et al., 2003). Pemanfaatan bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali dan rayap sebagai biokatalisator pengolah limbah diyakini mempunyai potensi yang cukup tinggi. Mudita (2019) telah berhasil mengisolasi dan menyeleksi delapan bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali dan rayap yang mempunyai kemampuan merombak senyawa lignoselulosa serta menghasilkan aktivitas enzim lignoselulase tinggi dan lima diantaranya yaitu Bacillus substilis BR4LG, Bacillus substilis BR2CL, Aneurinibacillus sp. BT4LS, Bacillus sp. BT3CL, dan Bacillus sp. BT3XY berpotensi sebagai probiotik karena mampu hidup pada suhu (35oC), pH (3,0), dan berbagai konsentrasi uji NaDC (Natrium Deoksikolat) (sumber garam empedu; 0,2 – 0,6 mM). Penelitian Mudita (2019) telah menjadi dasar evektifitas pemanfaatan bakteri lignoselulolitik unggul tersebut, sehingga pemanfaatan sebagai perombak limbah pertanian dan peternakan yang sama-sama mempunyai kandungan lignoselulosa yang tinggi sehingga mempunyai potensi yang cukup tinggi. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh penggunaan cairan rumen yang memang kaya berbagai mikroba serta enzim yang dihasilkan, nutrients ready fermentable dan berbagai senyawa organik yang mendukung peningkatan kandungan nutrien dan populasi bakteri dari inokulan yang dihasilkan (Arora, 1995; Kamra, 2005; Firkins et al., 2006). Hasil penelitian Mudita et al. (2009) juga menunjukkan hasil yang sejalan, bahwa pemanfaatan 5-20% cairan rumen segar menghasilkan inokulan dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba cukup tinggi. Ramin et al. (2009) berhasil mengisolasi bakteri selulolitik dari rayap Coptotermen curnignathus yaitu Bacillus cereus Razmin, Enterobacter aerogenes Razmin dan Chryseobacterium kwangyangense Strain Cb. Rayap yang merupakan hewan pemakan kayu, didalam tubuhnya (sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan) terdapat mikrobia (bakteri, kapang/fungi, dan protozoa) dan berbagai enzim pendegradasi serat seperti kompleks enzim selulase (endo-β-D-1.4-glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase) dan enzim hemiselulase (endo-1,4-β- xilanase dan β-D-1,4-mannanase) (Watanabe et al., 1998; Purwadaria et al., 2003a,b;2004). Sehingga isi rumen sapi Bali dan rayap sangat potensial dijadikan sebagai sumber isolat bakteri lignoselulolitik dalam optimalisasi pengembangan sistem pertanian terintegrasi.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan silase antara lain timbangan, pisau, papan, kantong plastik, kertas sebagai label, tali plastik, dan isolasi/lakban. Bahan yang digunakan dalam pembuatan biosuplemen adalah pollard, dedak jagung, kedelai, molases, garam dapur, multivitamin-mineral “pignox”, CaCO3 dan biokatalis bakteri lignoselulolitik (Bacillus substilis BR4LG, Bacillus substilis BR2CL, Aneurinibacillus sp. BT4LS, Bacillus sp. BT3CL, dan Bacillus sp. BT3XY).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antar lain pH meter, blender, kantong kertas, oven temperature 700C, alat penggiling, cawan porselin, neraca analitik, oven 105oC -1100C, desikator, pinset, tanur listrik 500θC, labu destruksi, kompor destruksi, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, gelas piala, buret, aluminium foil, botol semprot, pengaduk magnet, rak tabung, kertas saring, corong buchner, kondensor, dan pompa vakum.
Zat kimia
Zat kimia yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4) pekat, natrium hidroksida (NaOH) 50% (50 gram/100 ml), asam klorida (HCl) 0,1 N, indikator campuran (20 ml Bromo Chresol Geen 0,1% + 4 ml Metyl Red 0,1% dalam alkohol) yang digunakan untuk menentukan kadar protein kasar (PK). Penentuan kadar serat kasar (SK) menggunakan zat kimia H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N, alkohol (etanol) dan aseton, dan pada penentuan lemak kasar (LK) diperlukan zat kimia cloroform/petrolium benzena.
Metode
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sesetan untuk produksi biokatalis dan biosuplemen, serta di Laboraturium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Univeritas Udayana untuk kegiatan analisis kandungan nutrien dari sampel penelitian. Penelitian dilaksanakan selama ± 3 bulan mulai dari persiapan dan produksi biosuplemen sampai kegiatan analisis sampel di laboratorium.
Rancangan percobaan
Penelitian dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap/RAL dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Keenam perlakuan yang diberikan yaitu:
BS0 : Biosuplemen yang difermentasi tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik
BS1 : Biosuplemen yang difermentasi biokatalis Bacillus substilis BR4LG
BS2 : Biosuplemen yang difermentasi biokatalis Bacillus substilis BR2CL
BS3 : Biosuplemen yang difermentasi biokatalis Aneurinibacillus sp. BT4LS
BS4 : Biosuplemen yang difermentasi biokatalis Bacillus sp. BT3CL
BS5 : Biosuplemen yang difermentasi biokatalis Bacillus sp. BT3XY
Pembuatan inokulum
Isolat (sumber inokulum)
Isolat (sumber inokulum) yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri lignoselulolitik unggul hasil isolasi dan seleksi (Mudita, 2019) yaitu Bacillus substilis BR4LG, Bacillus substilis BR2CL, Aneurinibacillus sp. BT4LS, Bacillus sp. BT3CL, dan Bacillus sp. BT3XY.
Medium inokulum
Medium yang digunakan dalam pembuatan inokulum pada penelitian ini adalah molases 10%, Natrium Broth (NB) 1%, urea 1%, CMC 0,25%, pignox 0,15%, garam dapur 0,25%, ZA 1%, dan air sebagai pelengkap.
Produksi inokulum
Proses produksi inokulum dilakukan dengan cara mencampur 10% kultur mikroba (sesuai perlakuan) dengan 90% medium inokulum dalam kondisi anaerob (sambil dialiri gas CO2), selanjutnya diinkubasi pada suhu 39oC selama 5-7 hari. Setelah masa inkubasi, inokulum siap dimanfaatkan.
Pembuatan bakalan biokatalis
Proses produksi bakalan biokatalis dilakukan dengan cara mencampur bahan dengan persentase berupa inokulan 40%, empok jagung 25%, tepung terigu 20%, molases 5%, NA 0,05%, CMC 0,05%, pupuk ZA 3%, urea 3%, pignox 2%, dan garam dapur 1,9%. Dilakukan fermentasi selama 14 hari yang disimpan dilingkungan sejuk.
Produksi biokatalis lignoselulolitik
Proses produksi biokatalis dilakukan dengan cara mencampur bakalan biokatalis 50% dengan 50% bahan pengisi biokatalis (asfed) yang terdiri dari tepung tapioka 38%, kalsium karbonat (CaCO3) 10%, asam sitrat 1%, NaCl 0,5%, CMC 0,25%, dan asam tanat 0,25%. Dilakukan fermentasi selama 7 hari dan disimpan dalam lingkungan sejuk.
Pembuatan biosuplemen
Biosuplemen yang diproduksi pada penelitian ini diformulasi menggunakan bahan-bahan yang terdiri atas empok jagung, kedele, dedak padi, molases, garam dapur, dan multivitaminmineral “pignox”. Fermentasi bakalan biosuplemen dilakukan dengan cara setiap 1 kg bakalan biosuplemen ditambahkan 600 ml larutan inokulan yang terdiri dari 10 g tablet biokatalis, 100 ml molases dan 490 ml air bersih. Proses fermentasi dilakukan menggunakan kantong plastik (sebagai silo) dan difermentasi selama 2 minggu dalam kondisi anaerob. Setelah 2 minggu biosuplemen dibuka untuk dievaluasi kualitasnya
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : kandungan bahan kering/(BK), bahan organik (BO), abu/bahan anorganik, lemak kasar (LK), serat kasar (SK), dan protein kasar (PK).
Analisis data
Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan sidik ragam, apabila nilai rataan perlakuan berpengaruh nyata pada peubah dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan kering
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan kering dari biosuplemen yang diproduksi tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik (BS0) memiliki nilai rataan sebesar 95,49 % (Tabel 1). Penggunaan biokatalis bakteri lignoselulolitik pada perlakuan BS1, BS2, BS3, BS4, dan BS5 cenderung meningkatkan kandungan bahan kering sebesar 0,34%, 1,36%, 0,31%, 1,21%, dan 0,64% dibandingkan perlakuan BS0, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Tabel 1. Kandungan nutrien dari biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri
Variabel
BS0 BS1
Perlakuan1) 2)
BS2 BS3 BS4 BS5
Bahan Kering (%) |
95,49a3) |
95,82a |
96,79a |
95,79a |
96,65a |
96,10a |
0,30 |
Bahan Organik (%) |
94,51a |
94,29a |
93,87a |
94,14a |
94,09a |
93,93a |
0,16 |
Protein Kasar (%) |
12,86a |
19,00b |
19,07b |
18,97b |
19,25b |
19,24b |
0,12 |
Serat Kasar (%) |
5,71d |
3,20bc |
3,06a |
3,23c |
3,14b |
3,18bc |
0,02 |
Lemak Kasar (%) |
5,51a |
7,79b |
8,53bc |
8,85bc |
9,26c |
9,19c |
0,18 |
Abu (%) |
5,49a |
5,71a |
6,13a |
5,86a |
5,91a |
6,07a |
0,16 |
Keterangan:
1) Biosuplemen tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik (BS0), biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri Bacillus substilis BR4LG (BS1), biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri Bacillus substilis BR2CL (BS2), biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri Aneurinibacillus sp. BT4LS (BS3), biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri Bacillus sp. BT3CL (BS4), dan biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri Bacillus sp. BT8XY (BS5)
2) Standard Error Of The Treatment Means
3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Dihasilkannya nilai yang berbeda tidak nyata menunjukkan suatu hal yang positif mengingat hal ini mengindikasikan tidak terjadinya leaching/kehilangan nutrien selama proses fermentasi menggunakan biokatalis bakteri lignoselulolitik. Hal ini disebabkan karena tingginya pasokan nutrien yang berasal dari mikroba yang dipakai untuk proses fermentasi, sehingga terjadinya pemecahan nutrien kompleks menjadi menjadi komponen yang lebih sederhana serta dilepaskannya berbagai gas fermentasi tidak sampai mengakibatkan terjadinya kehilangan nutrien pada biosuplemen yang diproduksi sebagai akibat adanya sumbangan nutrien dari mikroba biokatalis, sehingga kandungan bahan kering produk menjadi berbeda tidak nyata. Bahkan secara kuantitatif, penggunaan biokatalis bakteri Bacillus substilis BR2CL (BS2) menghasilkan kandungan bahan kering tertinggi sebesar 96,79%, lebih tinggi daripada perlakuan lainnya yang mempunyai kandungan bahan kering sebesar 95,49-96,65%. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan bakteri BS2 mampu mengurangi hilangnya nutrien selama proses ensilase, akibat dari populasi mikroba tertinggi yang dihasilkan, sehingga mampu merombak serat kasar secara maksimal dan mampu memberikan sumbangan nutrien yang berasal dari sel tubuh mikroba yang lebih tinggi pada biosuplemen yang dihasilkan. Asmara et al. (2020) menambahkan peningkatan bahan kering disebabkan karena penggunaan inokulum mengandung mikroorganisme mampu mengurangi terjadinya leaching/hanyut atau hilangnya nutrien selama proses ensilase, disamping adanya tambahan pasokan nutrien yang bersumber dari mikroorganisme sehingga kandungan bahan kering silase sampel menjadi meningkat. Riswandi (2014) juga menyatakan bahwa penambahan bahan lain dalam proses fermentasi seperti dedak halus dan dedak ubi kayu dapat menurunkan pH, meningkatkan kualitas bahan kering dan protein kasar serta menurunkan serat kasar. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andhika et al. (2015) berupa suplemen yang diproduksi dengan inokulan asal cacing tanah
(Lumbricus rubellus) mampu menghasilkan kandungan bahan kering lebih tinggi sebesar 84,9388,75% dari perlakuan kontrol yang mempunyai kandungan bahan kering sebesar 77,90%.
Bahan organik
Hasil statistik menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dari biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri lignoselulolitik mendapatkan hasil berbeda tidak nyata antar perlakuan (P>0,05) (Tabel 1). Bahan organik dari biosuplemen tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik (BS0) memiliki nilai rataan sebesar 94,51 % (Tabel 1). Fermentasi menggunakan biokatalis bakteri lignoselulolitik pada perlakuan BS1, BS2, BS3, BS4, dan BS5 cenderung memiliki kandungan bahan organik lebih rendah dari perlakuan BS0, sebesar 0,23%, 0,68%, 0,39%, 0,44% dan 0,61%, namun secara statistik berdeda tidak nyata (P>0,05). Dihasilkannya nilai bahan organik yang berbeda tidak nyata sejalan dengan kandungan bahan kering yang tidak berbeda nyata. Namun secara kuantitatif, biosuplemen tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik (BS0) menghasilkan kandungan bahan organik tertinggi sebesar 94,51% dari perlakuan lainnya sebesar (93,87-94,29%). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan BS0 memiliki populasi mikroba terendah dari perlakuan biokatalis bakteri lignoselulolitik, sehingga tidak banyak bahan organik yang digunakan oleh mikroba untuk mensintesis sel tubuh mikroba dan untuk menjalankan aktivitasnya. Pada penelitian ini juga dilihat terjadi penurunan kandungan bahan organik pada perlakuan biokatalis bakteri lignoselulolitik. Menurut Kuncoro et al. (2015), penurunan kandungan bahan organik pada penambahan stater mengindikasikan tingginya kandungan abu dan berkurangnya kandungan karbohidrat mudah larut yang dapat digunakan bakteri untuk menjalankan aktivitasnya. Kristianti et al. (2015) menambahkan disisi lain adanya mikroba fermentor juga akan memberikan pasokan nutrien ke dalam bahan (ransum) terfermentasi namun dalam jumlah yang lebih rendah dari nutrien yang termanfaatkan. Sehingga biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri lignoselulolitik memiliki kandungan bahan organik lebih rendah dari biosuplemen pada perlakuan kontrol.
Protein kasar
Hasil statistik menunjukkan kandungan protein kasar dari biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri Bacillus sp.BT3CL (BS4) mendapatkan hasil tertingi sebesar 19,25% yang secara nyata lebih tinggi dari perlakuan BS0 (P<0,05) sebesar 12,86%, serta berbeda tidak nyata lebih tinggi dari perlakuan BS1, BS2, BS3, dan BS5 (P>0,05) masing-masing sebesar 1,32%, 0,94%, 1,48%, dan 0,05% (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan BS4 tergolong bakteri pendegradasi selulosa dengan aktivitas enzim endo-glukanase yang tinggi. Dengan
tingginya aktivitas enzim dari bakteri ini, maka semakin banyak komponen substrat yang dirombak menjadi bahan yang dimanfaatkan oleh bakteri untuk mensintesis sel tubuhnya (membentuk protein mikroba), sehingga pasokan protein mikroba meningkat yang akan meningkatkan kandungan protein dari biosuplemen yang dihasilkan. Tripuratapini et al. (2015) menunjukan tingginya pertumbuhan mikoba akan menghasilkan protein mikrobial yang tinggi yang akan dapat meningkatkan kandungan protein bahan/pakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kristianti et al. (2015) berupa ransum yang menggunakan cairan rumen sebanyak 10-20% dan rayap 0,2-0,3% menghasilkan protein kasar yang lebih tinggi sebesar 14,79-15,75% dari perlakuan ransum tanpa terfermentasi (kontrol) yang mempunyai kandungan protein kasar sebesar 13,63%.
Serat kasar
Hasil statistik menunjukkan kandungan serat kasar dari biosuplemen tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik (BS0) mendapatkan hasil tertingi sebesar 5,71% yang secara nyata lebih tinggi dari perlakuan BS1, BS2, BS3, BS4, dan BS5 (P<0,05) masing-masing sebesar 43,96%, 46,41%, 43,43%, 45,01%, dan 44,31% (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan BS0 tidak mengandung bakteri lignoselulolitik yang membantu pendegradasian serat kasar biosuplemen. Penurunan serat kasar pada perlakuan BS1, BS2, BS3, BS4, dan BS5 disebabkan karena adanya bakteri lignoselulolitik mampu bekerja optimal dalam pendegradasian serat kasar. Ratnakomala (2006) menyatakan bahwa penambahan inokulum akan semakin mempercepat proses fermentasi dan semakin banyak substrat yang didegradasi. Mudita (2019) menambahkan dalam inokulum cairan rumen dan rayap menghasilkan aktivitas enzim endo-glukanase, ekso-glukanase, xylanase, dan ligninase yang lebih tinggi selama proses fermentasi yang akan berperan dalam mendegradasi serat kasar menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana berupa glukosa dan dimanfaatkan kembali oleh mikroba untuk hidup dan berkembangnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kristianti et al. (2015) berupa ransum yang menggunakan cairan rumen sebanyak 10-20% dan rayap 0,2-0,3% menghasilkan serat kasar yang lebih rendah sebesar 14,07-15,93% dari perlakuan ransum tanpa terfermentasi (kontrol) sebesar 21,01%.
Lemak kasar
Hasil statistik menunjukkan kandungan lemak kasar dari biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri Bacillus sp.BT3CL (BS4) mendapatkan hasil tertinggi sebesar 9,26% yang secara nyata lebih tinggi dari perlakuan BS0 dan BS1 (P<0,05) masing-masing sebesar 5,51%
dan 7,79%, serta berbeda tidak nyata lebih tinggi dari perlakuan BS2, BS3, dan BS5 (P>0,05) masing-masing sebesar 8,56%, 4,63%, dan 0,76% (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena bakteri pada perlakuan BS4 tergolong bakteri pendegradasi selulosa dengan enzim endo-glukanase yang tinggi. Dengan adanya bakteri ini, maka fermentasi pakan berlangsung lebih cepat. Budiman (2014) menambahkan fermentasi dapat diartikan sebagai pemecah gula menjadi alkohol, asam-asam organik dan CO2 oleh bakteri dalam kondisi anaerob. Juwandi et al. (2018) menambahkan meningkatnya kandungan lemak kasar pada bahan yang difermentasi mengindikasikan adanya sintesis asam lemak di dalamnya. Hasil penguraian karbohidrat dalam proses fermentasi dapat menghasilkan asam-asam lemak. Sehingga kadar lemak dalam bahan meningkat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asmara et al. (2020) berupa silase daun mengkudu yang menggunakan dengan inokulan dari bakteri Bacillus sp.BT3CL menghasilkan kandungan lemak kasar yang lebih tinggi sebesar 3,44% dari perlakuan kontrol sebesar 2,72%.
Abu/Bahan Anorganik
Hasil statistik menunjukkan bahwa kandungan abu/bahan anorganik dari biosuplemen menggunakan biokatalis bakteri lignoselulolitik mendapatkan hasil berbeda tidak nyata antar perlakuan (P>0,05). Kadar abu/bahan anorganik dari biosuplemen tanpa biokatalis bakteri lignoselulolitik (BS0) memiliki nilai rataan sebesar 5,49% (Tabel 1). Fermentasi pada perlakuan BS1, BS2, BS3, BS4, dan BS5 cenderung meningkatkan nilai abu sebesar 4,38%, 11,66%, 6,74%, 7,65%, dan 10,56% dibandingkan perlakuan BS0, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Penggunaan biokatalis bakteri Bacillus substilis BR2CL (BS2) menghasillkan nilai abu tertinggi 6,13% lebih tinggi 9,90%, 7,42%, 3,58%, dan 0,97%, namum secara statistik berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap perlakuan BS1, BS3, BS4, dan BS5 (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena bahan kering yang tidak berbeda nyata, menyebabkan kandungan abu yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Namun secara kuantitatif, penggunaan biokatalis bakteri Bacillus substilis BR2CL (BS2) menghasilkan kandungan abu tertinggi sebesar 6,13% dari perlakuan lainnya sebesar (5,49-6,07%). Hal ini disebabkan karena bakteri BS2 menghasilkan populasi mikroba tertinggi yang menyebabkan bakteri lebih banyak membutuhkan bahan organik untuk mensintesis dirinya, sehingga bahan organik menurun dan kandungan abu meningkat. Kristianti et al. (2015) menambahkan tingginya populasi mikroba pada inokulan juga membuat populasi mikroba pada ransum semakin tinggi. Sehingga peningkatan populasi bakteri akan meningkatkan suplai nutrien berupa abu dalam bahan pakan sehingga kehilangan nutrien ransum akan direcovery (diganti) dengan supplai nutrien dari sel tubuh mikroba. Yovitaro et al. (2012)
menambahkan peningkatan kandungan abu juga diduga karena asam yang digunakan sebagai perlakuan adalah asam organik, jadi pada saat pengabuan zat organik tersebut ikut terbakar sehingga mempengaruhi kandungan abu. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asmara et al. (2020) berupa silase daun mengkudu yang menggunakan dengan inokulan dari bakteri Bacillus substilis BR2CL menghasilkan kandungan abu yang lebih tinggi sebesar 13,23% dari perlakuan kontrol sebesar 13,09%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
-
1. Penggunaan biokatalis bakteri lignoselulolitik dapat meningkatkan kualitas nutrien biosuplemen yang dihasilkan yaitu meningkatkan kandungan protein kasar dan lemak kasar serta menurunkan kandungan serat kasar.
-
2. Biokatalis bakteri lignoselulolitik terbaik dalam penelitian ini adalah Bacillus sp. BT3CL (BS4) menghasilkan biosuplemen dengan kandungan protein kasar dan lemak kasar tertinggi dan Bacillus substilis BR2CL (BS2) menghasilkan kandungan serat kasar terendah.
Saran
Berdasarkan penelitian ini dapat disarankan untuk memanfaatkan biokatalis bakteri lignoselulolitik dalam produksi biosuplemen khususnya memanfaatkan biokatalis Bacillus substilis BR4LG (BS2) atau Bacillus sp. BT3CL (BS4).
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S, IPU., ASEAN Eng. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Andhika, I G. B., I M. Mudita, N. W. Siti, dan I N. S. Sutama. 2015. Kandungan nutrien dan populasi bakteri biosuplemen yang diproduksi melalui proses fermentasi menggunakan inokulan cacing tanah (Lumbricus rubellus). Jurnal Peternakan Tropika 3 (1): 60-80.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan dari Microbial Digestion In Ruminants. Oleh Retno Murwani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Asmara, N. D. E. A. D. P. S. M., I M. Mudita, dan N. P. Mariani. 2020. Nilai organoleptik dan kandungan nutrien dari silase daun mengkudu (Morinda citrifolia) yang menggunakan inokulum berbeda. Jurnal Peternakan Tropika 8 (3): 474-489.
Budiman, R. M. 2014. Analisis Kandungan Bahan Ekstrat Tanpa Nitrogen (BETN) dan Lemak Kasar Pada Rumput Taiwan (Pennisetum purpereum) dan Kulit Buah Pisang Kepok yang Menggunakan dengan Trichoderma sp. Skripsi Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Peternakan dan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Parepare. Sulawesi Selatan.
Firkins, J.L., A.N. Hristov, M.B. Hall, G. A. Varga, dan N. R. St-Pierre. 2006. Integration of ruminal metabolism in dairy cattle. J. Dairy Sci. 89 (E. Suppl.): E31-E51. American Dairy Science Association.
Howard, R. L., E. Abotsi, J. V. Rensburg, and Howards. 2003. Lignocellulose biotechnology: Issues of bioconversion and enzyme production. African Journal of Biotechnology 2: 602-619.
Juwandi, Munir, dan Fitriani. 2018. Evaluasi kandungan lemak kasar dan BETN silase daun lamtoro pada level yang berbeda sebagai bahan pakan utama pakan komplit. Jurnal Bionature 19 (2): 112-118.
Kamra, D. N .2005. Rumen microbial ecosystem. special section: microbial diversity. Current Science 89 (1): 124-135.
Krause D. O., S. E. Denman, R. I. Mackie, M. Morrison, A. L. Rae, G. T. Attwood, and C. S. McSweeney. 2003. Opportunities to improve fiber degradation in rumen: microbiology, ecology and genomics, FEMS Microbiol. Rev. 27: 663-669.
Kristianti, N. W. D., I M. Mudita, dan N. W. Siti. 2015. Kandungan nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian yang menggunakan dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap (Termites sp.). Jurnal Peternakan Tropika 3 (3): 443-457.
Kuncoro, D. C., Muhtarudin, dan F. Fathul. 2015. Pengaruh penambahan berbagai stater pada silase ransum berbasis limbah pertanian terhadap protein kasar, bahan kering, bahan organik, dan kadar abu. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 3 (4): 234-238.
Mudita, I M. 2019. Penapisan dan Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali dan Rayap Sebagai Inokulan dalam Optimalisasi Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi
Bali. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I M., I G. L. O. Cakra, A. A. P. P. Wibawa, dan N. W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, dan I G. N. Kayana. 2012. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Substainable. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi Tahun I. Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I M., I W. Wirawan, dan A .A. P.P. Wibawa. 2010. Suplementasi Bio-Multi Nutrien yang Diproduksi dari Cairan Rumen untuk Meningkatkan Kualitasn Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda UNUD, Denpasar.
Mudita, I M., I. G. N. Kayana, N. W. Siti, dan I W. Wirawan. 2011. IbM Kelompok Ternak Sapi Bali di Desa Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Pengabdian Kepada Masyarakat. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I M., N. W. Siti, I K. M. Budiasa, I W. Wirawan, dan A. A. P. P. Wibawa. 2013. Diseminasi Teknologi Bali-Bio serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali di Desa Abiantuwung. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah: 4 (1), 26-36.
Purwadaria, T., Pesta A. Marbun, Arnold P. Sinurat dan P. Ketaren. 2003a. Perbandingan Aktivitas Enzim Selulase dari Bakteri dan Kapang Hasil Isolasi dari Rayap. JITV 8 (4): 213-219.
Purwadaria, T., T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P. Sinurat. 2004. Isolasi dan Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol. 9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62.
Ramin, M., A.R. Alimon, and Abdullah. 2009. Identification of Cellulolytic Bacterioa Isolated From The Termite Coptotermes Curvignathus (Holmgren). Journal of Rapid Methods & Automation in Microbiology 17; 103–116.
Ratnakomala, S., R. Ridwan, G. Kartina, dan Y. Widyastuti 2006. Pengaruh inokulum lactobacillus plantarim 1A-2 dan 1B-L terhadap kualitas Silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Biodiversitas. 7 (2): 131- 134.
Riswandi. 2014. Kualitas silase eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan penambahan dedak halus dan ubi kayu. Jurnal Peternakan Sriwijaya 3 (1): 1-6.
Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tripuratapini, S., I M. Mudita, dan D. P. M. A. Candrawati. 2015. Kandungan bahan kering dan nutrient suplemen berprobiotik yang diproduksi dengan tingkat limbah isi rumen berbeda. Jurnal Peternakan Tropika 3 (1): 105-120.
Watanabe H, Noda H, Tokuda G, Lo N. 1998. A Celulase gene of Terrmite Origin. Nature 394: 330-331.
Yovitaro, N. N., S. Lestari, dan R. J. S. Hangita 2012. Karakteristik kimia dan mikrobiologi silase keong mas dengan penambahan asam format dan bakteri asam laktat 3B104. Fishtech 1 (1): 55-68.
Ginting, S. P., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 203 – 216
Page 216
Discussion and feedback