RECAHAN KOMERSIAL KARKAS PADA BABI LANDRACE PERSILANGAN YANG DIBERI SEKAM PADI PADA RANSUM MENGANDUNG LIMBAH HOTEL
on
e-journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]
RECAHAN KOMERSIAL KARKAS PADA BABI LANDRACE PERSILANGAN YANG DIBERI SEKAM PADI PADA RANSUM MENGANDUNG LIMBAH HOTEL
Wira Susana, I W., I N. T. Ariana, dan A. A. Oka
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Hp. 081936045102, e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level sekam padi sebagai sumber serat pada ransum mengandung limbah hotel terhadap recahan komersial karkas pada ternak babi. Materi yang digunakan adalah babi persilangan Landrace x Yorkshire berjenis kelamin jantan kastrasi 24 ekor dengan umur 2 bulan dan berat badan 26,15±0,73 kg. Desain percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan yang dicobakan yaitu ransum tanpa sekam padi (R0), ransum mengandung 10% sekam padi (R1), ransum mengandung 20% sekam padi (R2) dan ransum mengandung 30% sekam padi (R3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa level sekam padi sebagai sumber serat pada ransum yang mengandung limbah hotel berpengaruh (P<0,05) pada boston shoulder (BS) picnic shoulder (PS) dan bacon belly (BB). Persentase boston shoulder (BS) R2 adalah 17,457%, lebih tinggi (P<0,05) daripada R0, R1 dan R3 sebesar 7,69%, 8,44% dan 7,82 %. Persentase picnic shoulder (PS) R2 adalah 13,367%, lebih rendah (P<0,05) daripada R0, R1, dan R3 sebesar 10,7%, 10.9% dan 9.06%. Persentase bacon belly (BB) R3 adalah 15,200%, lebih rendah (P<0,05) daripada R0, dan R1 sebesar 12,27% dan 11.54%. Persentase loin (LN) R3 adalah 22,230% lebih tinggi (P>0,05) daripada R0, R1, dan R2 sebesar 9,52%, 15,78 % dan 5,85%. Persentase ham (HM) R0 adalah 31,170% lebih rendah (P>0,05) daripada R1,R2,dan R3 sebesar 3,10 %, 2,72 % dan 1,60%,. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% sekam padi dalam ransum mengandung limbah hotel (R1) berpengaruh tidak nyata dibandingkan perlakuan ransum yang tanpa sekam padi (R0).
Kata kunci : babi landrace persilangan, sekam padi, limbah hotel, dan komersial karkas
THE COMMERCIAL CARCASS CUTS OF LANDRACE CROSS PIG FED RICE HULLS IN RATION CONTAINING HOTEL WASTE
ABSTRACT
This research was conducted to find out the effect of adding rice hulls as fiber source in ration containing hotel waste on commercial carcass cuts of pigs. The materials used were 24 Landrace x Yorkshire cross barrows with 2 months of age and 26,15 ± 0,73 kg of body weight. It used the research design, called Completely Randomized Design (CRD) consists of 4 treatments and 6 replications. The treatments of ration i.e. : without
rice hulls (R0), 10% rice hulls (R1), 20% rice hulls (R2), and 30% rice hulls (R3). The results showed that there is an influential due to the effect of adding level rice hulls as a fiber containing ration of hotel waste (P<0,05) i.e. : boston shoulder (BS) picnic shoulder (PS) and bacon belly (BB). Percentage of boston shoulder (BS) R2 was 17,457%, were higher (P<0.05) than in R0, R1, and R3, as big as 7,69%, 8,44% and 7,82 %. Percentage of picnic shoulder (PS) R2 was 13,367%, were lower (P <0.05) than in R0, R1, and R3, as big as 10,7%, 10.9% and 9.06%. Percentage of bacon belly (BB) R3 was 15,200%, were lower (P<0.05) than in R0, and R1, as big as 12,27% and 11.54%. Percentage of loin (LN) R3 was 22,230%, were higher (P>0.05) than in R0, R1, and R2, as big as 9,52%, 15,78 % and 5,85%. Percentage ham (HM) R0 was 31,170%, were lower (P >0.05) than in R1, R2 and R3, as big as 3,10 %, 2,72 % and 1,60%. According to this research, it concluded that the use 10% of rice hull in the rations containing hotel food waste (R1) have no significant effect on rations without rice hulls (R0)
Keywords : landrace cross pig, rice hulls, hotel waste, and commercial carcass
PENDAHULUAN
Upaya untuk pemenuhan kebutuhan sumber protein khususnya daging, disamping ternak unggas, kambing, dan sapi, dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan ternak babi. Peningkatan kebutuhan daging secara keseluruhan disebabkan oleh peningkatan pendapatan rata-rata yang diperoleh bangsa Indonesia dan kesadaran akan gizi yang tinggi, sehingga meningkatkan jumlah ternak babi yang di potong dari tahun ke tahun. Menurut Sudarsana ( 1987 ), menyatakan bahwa 10 % dari kebutuhan daging disediakan oleh ternak babi. Kebutuhan daging babi secara khusus di Bali tidak hanya diperlukan untuk konsumsi sehari-hari, melainkan juga untuk keperluan adat dan budaya. Pada hari raya Galungan dan Kuningan kebutuhan daging babi diperkirakan meningkat 30 % dibandingkan dengan kondisi normal. Ini dibuktikan dari tingkat pemotongan ternak babi di Bali pada tahun 2008 jumlah ternak babi yang dipotong sebesar 691.837 ekor. Peningkatan terjadi pada tahun 2009 sebesar 783.156 ekor dan data terakhir pada tahun 2011 sebesar 859.546 ekor ( BPS, 2011).
Dalam usaha peternakan, pakan merupakan faktor biaya tertinggi dalam usaha
peternakan babi. Jumlah pengeluaran tersebut berkisar antara 55% sampai 85% dari seluruh biaya produksi (Aminudin,1983). Untuk menekan biaya produksi berupa pakan, dapat dengan memanfaatkan limbah hotel yang bersifat inkonvensional sebagai pakan ternak babi. Ketersedian limbah hotel di Bali cukup besar dan merupakan potensi besar
sebagai pakan konvesional. Rika et al. (1995) melaporkan, produksi limbah dari 55 hotel berbintang di Bali yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak babi sebanyak 1,97 ton bahan kering per hari.
Limbah hotel merupakan hasil sampingan dari jasa perhotelan yang tersusun dari bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sebanyak 64%, seperti nasi, roti, mie, daging, telur, ikan, kulit buah, sayur, dan bahan yang tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak sebanyak 36% seperti kertas, plastik dan botol (Bidura et al.,2008). Limbah hotel memiliki tingkat kecernaan yang cukup tinggi karena sebagian bahan penyusun limbah hotel sudah pernah dimasak. Bidura et al. (2008) menyatakan bahwa bagian limbah hotel yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak mengandung 25,5 – 27,79% bahan kering, 15,35 – 23,92% protein kasar, 1,70 – 3,30% serat kasar, 18,41 – 23,92% lemak kasar, 4,31 – 9,06% mineral kalsium, 4,29 – 6,53% fosfor dan kandungan energi tercerna (DE) sebesar 4.375 kcal/kg bahan. Limbah hotel memiliki beberapa kelemahan seperti kandungan lemak kasar dan kadar air yang tinggi, tetapi kandungan serat kasarnya rendah.
Berdasarkan kelemahan tersebut, maka penambahan bahan pakan sumber serat dianggap perlu untuk mengurangi pengaruh lemak pakan limbah hotel . Menurut Supadmo (1997) serat yang mempunyai tingkat kelarut di dalam air dapat menurunkan kadar lemak sedangkan serat tidak larut mempunyai efek melancarkan pembuangan sisa makanan secara alami. Nugraha et al., 2001 melaporkan komposisi kimiawi sekam padi mengandung kadar air 9,02%, protein kasar 3,03%, lemak 1,18%, serat kasar 35,68%, abu 17,71% dan karbohidrat 33,71%.
Perbedaan batasan penggunaan serat dalam ransum ternak babi disebabkan karena kemampuan ternak babi untuk mencerna serat sangat ditentukan oleh perbedaan sumber serat, kandungan serat dalam ransum, kandungan zat nutrien lain, umur dan berat ternak serta komposisi serat Grieshop et al. (2000). Budaarsa (1997) mendapatkan bahwa pemberian sekam padi sampai konsentrasi 10% dalam ransum babi yang mengandung 10% lemak tallow tidak berpengaruh terhadap karakteristik karkas secara keseluruhan. Informasi mengenai level sekam padi sebagai sumber serat dalam ransum babi yang mengandung limbah hotel khususnya yang berhubungan dengan recahan komersial karkas masih terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini.
MATERI DAN METODE
Penelitian menggunakan 24 ekor babi persilangan Landrace x Yorkshire jantan kastrasi, dengan umur 2 bulan dan berat badan 26,15±0,73 kg. Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran panjang 1,9 m, dan lebar 0,5 m. Penelitian menggunakan empat perlakuan level sekam padi dalam ransum yaitu ransum tanpa sekam padi (R0), ransum mengandung 10% sekam padi (R1), ransum mengandung 20% sekam padi (R2) dan ransum mengandung 30% sekam padi (R3), masing-masing terdiri atas enam ekor ternak.
Tabel 1. Komposisi Dan Kandungan Nutrien Ransum Babi Landrace Berat (20-80 Kg) Yang Diberi Sekam Padi Pada Ransum Mengandung Limbah Hotel.
Variabel |
Ransum Perlakuan1 R0 R1 R2 R3 Standar |
Bahan pakan (%) Limbah hotel Sekam padi Pollard Tepung jagung Tepung ikan Bungkil kelapa |
50,0 50,0 50,0 50,0 - 10,0 20,0 30,0 12,0 10,0 7,0 1,0 30,0 18,0 8,0 1,0 3,0 4,0 5,0 7,0 5,0 8,0 10,0 11,0 |
Jumlah |
100,0 100,0 100,0 100,0 |
Kandungan nutrien Bahan kering (%) Energi metabolis (kkal/kg) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Kalsium (%) Phosfor (%) |
90,5 91,1 91,6 92,1 3264,8 3270,5 3263,1 3260,6 3265,02 15,5 15,6 15,5 15,6 15,52 10,7 10,4 10,2 9,9 5,52 1,9 4,4 6,9 9,3 5,03 1,1 1,2 1,4 1,4 0,52 0,6 0,7 0,8 0,8 0,42 |
Keterangan: 1)R0: sekam padi 0%, R1: sekam padi 10%, R2: sekam padi 20%, R3: sekam padi 30%, 2)Berdasarkan standar NRC (1998), 3)Berdasarkan standar Kyriazakis dan Whittemore (2006)
Bahan pakan yang digunakan terdiri dari tepung jagung, tepung ikan, pollard, bungkil kelapa dan limbah hotel sebagai bahan pakan utama, serta sekam padi sebagai bahan pakan perlakuan. Prosedur pengolahan limbah hotel dilakukan menurut metode
Westendorf et al. (1998) yang meliputi tahapan penyortiran dan perebusan, tahapan pengeringan, penggilingan dan penyimpanan. Sekam padi yang digunakan berasal dari padi jenis serang yang digiling menggunakan mesin merk Honda GX 160 dilengkapi saringan berdiameter lubang 1 mm. Seluruh bahan pakan dianalisis kandungan nutriennya.
Materi babi sebanyak 24 ekor diidentifikasi dengan pemberian nomor, selanjutnya dilakukan pengacakan tempat dan perlakuan. Ternak babi kemudian diadaptasikan selama satu minggu, yang dilanjutkan tahap pengamatan selama 10 minggu. Pencampuran ransum dilakukan setiap satu minggu sekali. Pemberian ransum dilakukan pagi dan sore hari. Air minum diberikan secara ad libitum.
Variabel yang diamati meliputi persentase boston shoulder (BS), picnic shoulder (PS), bacon belly (BB), loin (LN), dan ham (HM). Data yang diperoleh dianalisis dengan Sidik Ragam, apabila analisis ragam diperoleh nyata, analisis dilanjutkan dengan menggunakan Duncan’s new Multiple Range Test (DMRT) (Steel dan Torrie, 1993). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 13.0 for windows (SPSS Inc, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan pemberian sekam padi dalam ransum yang mengandung limbah pangan hotel menyebabkan persentase boston shoulder R2 lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya. Pemberian sekam padi menyebabkan peningkatan persentase boston shoulder pada perlakuan R2 karena sekam padi mampu mengikat lemak dalam saluran pencernaan untuk dikeluarkan lewat feses. Penurunan timbunan lemak pada boston shoulder diduga menyebabkan peningkatan berat boston shoulder karena masa otot lebih berat daripada masa lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Wood dan Whiittemore (2006) yang menyatakan bahwa otot memiliki masa yang lebih tinggi daripada lemak. Kombinasi selulosa dan pektin paling efektif sebagai senyawa pemadat feses, serat akan mengikat asam empedu, sehingga penyerapan lemak termasuk kolestrol dalam usus menurun (Demigne et al.,2001).
Tabel 2. Recahan Komersial Karkas Babi Landrace Persilangan yang Diberi Sekam Padi dalam Ransum Mengandung Limbah Pangan Hotel
Variabel1 |
Pelakuan2 R0 R1 R2 R3 SEM4 |
BK (Kg) BS (%) PS (%) BB (%) LN (%) HM (%) |
65,000 c3 67,500 c 60,333 b 53,500 a 0,939 16,210 a 16,097 a 17,457 b 16,190 a 0,359 14,980 b 15,017 b 13,367 a 14,700 b 0,337 17,327 b 17,183 b 16,130 ab 15,200 a 0,411 20,313 a 19,200 a 21,000 a 22,230 a 1,251 31,170 a 32,170 a 32,043 a 31,680 a 0,850 |
Keterangan: 1) Variabel pengamatan BK : berat karkas, BS : boston shoulder, PS : picnic shoulder , BB : bacon belly, LN :loin, HM : ham, 2)R0 : sekam padi 0%, R : sekam padi 10%, R2: sekam padi 20%, R3: sekam padi 30%, 3)Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05), 4)SEM : Standar Error of the Treatment Means.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase picnic shoulder pada R2 yang paling rendah dibandingkan perlakuan R0, R1, dan R3. Pemberian sekam padi pada perlakuan R2 yang lebih tinggi ternyata tidak hanya menghambat penimbunan lemak tetapi juga dapat menurunkan berat picnic shoulder yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Len et al. (2008) yang menyatakan bahwa pemberian serat dalam ransum ternak babi pada kosentrasi yang tinggi akan menurunkan berat recahan karkas ternak babi. Wenk (2001) menyatakan bahwa babi muda belum mampu mencerna serat dengan persentase tinggi dalam ransum, karena saluran pencernaannya terutama sekum belum dapat berfungsi sempurna.
Persentase bacon belly pada perlakuan R3 lebih rendah daripada perlakuan R0, R1, dan R2. Hal ini disebabkan karena penggunaan sekam padi dalam ransum pada level yang paling tinggi selain mampu meningkatkan sekresi lemak melalui feses serta efektif mengencerkan asam empedu dan derivatnya juga memberikan efek negatif yaitu menghambat penyerapan makanan dalam usus akibat peningkatan kecepatan trasit makanan dalam usus. Hal ini sesuai dengan pendapat Demigne et al. (2001) yang menyatakan bahwa serat dengan komposisi dan sifat fisika kimianya akan memberikan efek fisiologis yang berbeda pada bagian depan, tengah, dan belakang saluran pencernaan,yaitu sifat fisik dan kimia dari matriks spons serat pada intestinum bagian atas dipengaruhi oleh pH, kondisi osmotic dan kadar elektrolit. Hasil penelitian ini sesuai Wira Susana et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 1 Th. 2014 : 20 - 29 Page 25
dengan yang diperoleh Budaarsa (1997), yaitu penggunaan sekam padi pada konsentrasi 10% dalam ransum mampu meningkatkan sekresi lemak melalui feses. Perbedaan batasan penggunaan serat dalam ransum ternak babi disebabkan karena kemampuan ternak babi untuk mencerna serat sangat ditentukan oleh perbedaan sumber serat, kandungan serat dalam ransum, kandungan zat nutrien lain, umur dan berat ternak serta komposisi serat (Grieshop et al,. 2000).
Pemberian sekam padi dalam ransum mengandung limbah pangan hotel tidak berpengaruh secara nyata terhadap persentase loin serta persentase ham ternak babi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penggunaan sekam padi belum mampu secara nyata mempengaruhi distribusi lemak serta pembentukan otot loin dan ham . Soeparno (2009) menyatakan bahwa persentase ham berkorelasi positif terhadap berat badan dan berat karkas. Pemberian sekam padi dalam ransum tidak memberikan pengaruh terhadap persentase ham karena serat dalam pakan tidak mempengaruhi distribusi nutrien dalam tubuh, melainkan hanya berperan aktif dalam saluran pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilfat et al., 2007 yang menyatakan bahwa peningkatan serat ransum babi dari rendah, sedang, dan tinggi menyebabkan peningkatan kandungan ektrak eter dalam feses yang disebabkan karena tingkat keaktifan matrik spon serat dalam saluran pencernaan.
Penambahan serat dalam ransum akan mempercepat waktu transit makanan serta memperlambat waktu pengosongan lambung. Hal ini disebabkan efek kelarutan serat dalam air. Serat yang larut dalam air akan memberikan efek memperlambat waktu pengosongan lambung, meningkatkan waktu teransit melalui usus dan akan mengurangi penyerapan beberapa zat gizi. Sebaliknya serat yang tidak larut akan memperpendek waktu transit dan akan memperbesar masa feses Wenk (2001). Demigne et al., 2001 menyatakan dengan kemampuan menahan air serat akan membentuk gel di lambung setelah konsumsi serat akan menyebabkan chime yang berasal dari lambung berjalan lebih lambat ke usus. Hal ini diduga menyebabkan makanan lebih lama tertahan di lambung sehingga rasa kenyang setelah makan juga lebih panjang. Keadaan ini akan memperlambat proses pencernaan karena karbohidrat dan lemak yang tertahan dilambung belum dapat dicerna sebelum masuk ke usus. Serat juga menghambat fungsi enzim akibat viscous gel yang terbentuk mempengaruhi proses hidrolisis enzimatik di dalam saluran cerna menghambat peptidase usus yang dibutuhkan untuk memecah peptide menjadi asam amino
(Gallagher, 2008). Asam lemak dan kolesterol yang terikat serat tidak dapat membentuk micelle yang sangat dibutuhkan untuk penyerapan lemak agar dapat melewati unstirred water layer masuk ke enterosit. Akibat lemak yang berikatan dengan serat tidak biasa diserap dan akan terus ke usus besar untuk dikeluarkan melalui feses atau didegradasi oleh bakteri usus (Krummel, 2008).
SIMPULAN
Penambahan 10% sekam padi dalam ransum mengandung limbah pangan hotel berpengaruh tidak nyata dibandingkan ransum tanpa sekam padi. Penambahan 20% sekam padi berpengaruh nyata dapat meningkatkan persentase boston shoulder dan menurunkan persentase picnic shoulder. Penambahan 30% sekam padi berpengaruh nyata dapat menurunkan persentase bacon belly.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih serta apresiasi yang tinggi kepada sdr. I Made Purnamartha, S.Pt, M.Sc., atas fasilitas berupa tempat dan materi penelitian. Teman–teman kelompok penelitian sdr. Tirta Merta, Dekes Setiawan dan Winda Elisabet atas kerjasamanya yang telah dengan tekun dan tidak mengenal lelah dalam pelaksanaan penelitian. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya atas segala bantuan dan budi baik bapak / ibu serta rekan – rekan sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, P. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa ;
Bandung
Bidura, I.G.N.G., I.B. Gaga Partama dan T.G.O. Susila. 2008. Limbah Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press. Denpasar, Bali. 69-72
BPS. 2011. Jumlah Ternak yang Dipotong di Rumah Potong Hewan dan Di Luar Rumah Potong Hewan yang Dilaporkan (Ekor) online. http://www.bps.go.id diakses 9 Sep.2013
Budaarsa, K. 1997. Kajian penggunaan rumput laut dan sekam padi sebagai sumber serat dalam ransum untuk menurunkan lemak karkas dan kolesterol daging babi. Disertasi doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Demigne, C., C. Remesy and C. Morand. 2001. Resistant starches and lipid metabolism. in: Susan Cho, S. and M.L. Dreher. eds. Handbook of Dietary Fiber. pp. 155-164. Marcel Decker, Inc, New York.
Gallagher M.L. (2008) The nutrients and their metabolism, dalam Krause’s Food Nutrition and Diet Therapy (Mahan & Escott-Stump eds) 12th ed, hal 39-143, Sauders Elsevier.
Grieshop, C.M., D.E. Reese and G.C. Fahey,Jr. 2000. Nonstarch polysaccharides in swine nutrition. in: Lewis, A.J. and L.L. Southern. Swine Nutrition. 2nd ed. pp. 102-119. CRC Press. New York, USA.
Krummer D.A (2008) Medical nutrition therapy for cardiovascular disease, dalam Krause’s Food Nutrition and Diet Therapy (Mahan & Escott-Stump eds) 12th ed, hal 833-864, Sauders Elsevier.
Kyriazakis, I. and C.T. Whittemore. 2006. Conclusion. in: Kyriazakis, I. and C.T. Whittemore. 3rd ed. Whittemore’s Science and Practice of Pig Production. Blackwell Publishing Ltd. Oxford, UK. 645-658.
Len, N.T., J. E. Lindberg and B. Ogle.2008. Effect of dietary fiber level on the performance and carcass traits of mong cai, F1 crossbred (Mong cai x Yorkshire) andLandrace x Yorkshire pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 21(2):245-251.
National Research Council. 1998. Nutrient requirements of swine. 10th rev. ed. National Academy Press, Washington, USA. 110-123.
Nugraha, S. dan Setyawati, J, 2001, ”Peluang Agrobisnis Abu Sekam”, Balai Pertanian Pascapanen Pertanian, [email protected], hal. 1-2
Rika, I.K., T.G.O. Susila, N.K. Chandraasih dan I.W. Redjonta. 1995. Potensi limbah hotel dalam mendukung usaha peternakan babi di Kabupaten Badung. Laporan kegiatan penelitian kaji tindak kerjasama LPM Unud dengan Pemda Tk.II Badung, Bali.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. 5th ed. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 15-187.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Sudarsana, I. K. 1987. Bobot organ dalam babi jantan kastrasi versus betina pada umur enam bulan. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar.
Supadmo, 1997. Pengaruh sumber khitin dan prekursor karnitin serta minyak ikan lemuru terhadap kadar lemak dan kolesterol serta asam lemak omega-3 ayam broiler. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wenk, C. 2001. The role of dietary fibre in the digestive physioligy of the pig. J. Anim. Feed. Sci. and Technol. 90: 21-33.
Westendorf, M.L., Z.C. Dong, and P.A. Schoknecht. 1998. Recycled cafeteria food waste as a feed for swine: nutrient content, digestibility, growth, and meat quality. J. Anim. Sci. 76:2976-2983.
Wilfat, A., L. Montagne, P.H. Simmins, J. van Milgen and J. Noblet. 2007. Sites of nutrient digestion in growing pigs: Effect of dietary fiber. J. Anim. Sci. 85: 976-983.
Wood, J. and C.T. Whittemore. 2006. Pig meat and carcass quality. in: Kyriazakis, I. and C.T. Whittemore. 3rd ed. Whittemore’s Science and Practice of Pig Production. pp. 4-64. Blackwell Publishing Ltd. Oxford, UK.
Wira Susana et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 1 Th. 2014 : 20 - 29
Page 29
Discussion and feedback